Regina menatap Tuan Tan dengan ekspresi terkejut. "Mengundurkan diri? Papa, bukankah terlalu tiba-tiba jika aku melakukannya bahkan tanpa ada pertemuan dengan para dewan direksi?" "Aku sudah menemui mereka dan juga, aku memiliki saham paling besar di perusahaan ini. Regina, kau seharusnya menyadari, apa yang telah kau lakukan pada perusahaan? Tidak ada perkembangan dan juga kau telah membuat kita rugi besar, apa kau akan tetapi berani menduduki posisi sebagai pemimpin perusahaan?"Regina menelan ludah, mencoba menjaga ketenangannya. "Papa, aku tidak bisa pergi begitu saja. Tolong beri aku kesempatan. Aku akan mengganti kerugian dengan mendapatkan project yang lebih besar lagi." Tuan Tan memandang remeh, "Bagaimana kau dapat melakukannya? Selama ini saja kau lebih sering gagal dan membuatku merasa malu. Memang lebih baik aku mengendalikan perusahaanku sendiri. Percuma saja kau pintar di sekolah, tapi berakhir merugikan keluarga." Regina mengepalkan tangannya. Selalu saja seperti ini
"Henry, aku tidak punya waktu untuk bermain-main dan berhentilah mengancamku untuk memenuhi apa yang kau inginkan. Tidak mungkin juga kau mengetahui apa yang aku butuhkan.""Apa kau sedang menantangku? Apa kau ingin aku membuktikannya dengan masuk ke dalam sekarang dan membuat kekacauan?" ucap Henry. Regina menggigit bibirnya, merasa tertekan. "Jangan masuk. Baiklah, aku akan keluar. Jangan membuat masalah lagi." Regina dapat mendengar suara tawa menyebalkan dari pria itu terdengar. "Tenang saja, aku tidak akan melakukan sesuatu selama kau menurut. Aku beri waktu, dalam satu menit kau tidak datang maka aku yang akan datang." Henry langsung mengakhiri panggilan telepon."Pria sialan!" Regina tidak bisa tidak mengutuk pria yang membuatnya kesal. Regina dengan cepat keluar dari kantor, tanpa peduli dengan karyawan yang memandangnya dengan tatapan heran. Satu-satunya yang dia pikirkan, mencegah Henry memberikan masalah lebih besar baginya. Regina menemukan mobil Henry yang cukup menon
"Regina, aku tahu ini sulit dipercaya, tapi proyek yang bocor itu memang sungguh bukan aku tidak ikut campur. Itulah kenapa aku membantumu saat ini untuk menebus apa yang keluargaku lakukan yang merugikanmu. " Henry mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan perjelasannya, "Jika kau saat ini lemah, orang tuaku akan membujukku lagi dengan cara yang menguntungkan agar kau berpisah denganku, jika kau setuju maka aku yang rugi, itulah kenapa aku melakukannya in."Regina masih terdiam mencerna apa yang semua penjelasan Henry. Setelah memikirkan semua itu, bibirnya mengeluarkan tanggapan. "Baiklah. Jika kau melakukan ini hanya untuk menebus rasa bersalah dan data yang kau punya hanya yang aku butuhkan. Kalau begitu, kau harus menarik kembali penyusup itu atau beritahu aku identitasnya, aku akan membereskannya.""Itu tidak mungkin. Tuan Tan juga pasti menamankan seorang mata-mata di setiap perusahaan saingan, kan? Kenapa aku harus menarik milikku. Regina, mereka bisa saja berguna untuk
"Ah!" Rose merintih kesakitan saat Henry mendorongnya. Henry langsung mendekati Kevin. "Ada apa? Kenapa kau menangis? Apa ada orang jahat yang menganggumu?" "Aku ingin pulang! Papa, silahkan saja lakukan apa yang papa sukai dengan Kepala Sekolah. Aku akan melaporkan ini pada Mama." Kevin menatap Henry dengan penuh kemarahan. Dia berbalik pergi. "Tunggu!" "Tuan Jian, apa kau akan meninggalkan aku sendirian? Kakiku jadi semakin sakit." Rose mengeluh dengan manja. "Maafkan aku, Nyonya Rose. Kau bisa menghubungi Asistenku untuk menjemputmu. " Henry masih mencoba berduka sopan. Namun, Rose justru masih saja menahannya. "Tapi, aku ingin kau yang mengantarku. Apa kau tidak mau bertanggung jawab setelah--" "Kepala Sekolah, apa kau ingin menguji kesabaranku? Jangan gunakan perkataan yang akan disalah pahami. Aku tidak ingin terlibat masalah." Henry menepis tangan Rose begitu saja dan pergi meninggalkannya. "Sial! Ini semua gara-gara anak itu! Hampir saja aku memiliki Henry Jian." ***
Regina keluar bersama dengan pria yang dia temui. "Terimakasih, kau sudah membantuku." "Tidak masalah. Aku harap anakmu akan menyukainya. Ini kau bisa menghubungiku." Pria itu memberikan kartu namanya. Regina dengan sopan menerimanya. Mereka saling mengucapkan selamat tinggal. Regina kembali ke mobil, di mana Henry menunggunya. Tatapan Henry begitu tajam, "Siapa itu? Kau terlihat begitu akrab?""Teman lama yang tidak sengaja bertemu," jawab Regina dengan singkat. Henry hendak mengatakan sesuatu, tetapi Regina memberikan penegasan. "Dia sudah menikah! Tatapan matamu menunjukkan tuduhan bahwa aku berselingkuh, aku akan tegaskan, itu tidak terjadi."Henry hanya mengangguk, "Oh. Baguslah jika begitu. Aku percaya pada istriku." Perkataan Henry begitu lembut, tetapi tidak pada sorot matanya. "Jika kau marah dan ingin mengkritikku seperti biasanya, katakan saja. Apa gunanya menahan diri." Regia mencibir. "Tidak, aku tidak akan marah pada istriku hanya karena hal kecil seperti ini." Henr
Sekertaris itu mengambil kembali ponselnya. "Sudah cukup melihat? Sekarang aku paham kenapa kau begitu bersikeras untuk bertahan. Sebelumnya, aku iri padamu, tapi wanita yang tidak beruntung akan selalu tidak beruntung.""Apa kau sudah cukup mengatakannya? Kembalilah ke pekerjaanmu dan jangan ikut urusan orang lain." Regina menghela nafas, berusaha meredakan emosinya. Sekertaris itu tersenyum sinis, "Regina, kau masih saja bersikap angkuh. Kau akan kehilangan segalanya, entah itu karir, keluarga atau suami."Regina menggebrak meja dengan kesal. "Aku sudah tidak tahan lagi. Apa kau pikir bahwa dirimu hebat? Jika Papaku sampai membuangmu, kau akan bernasib lebih buruk dariku! lebIh baik kau fokus saja menjilat Papaku agar tetap mempertahankanmu." "Kau!" Sekertaris itu hendak memukul Regina, tetap tangannya ditarik kembali. Dia hanya melangkah pergi meninggalkan Regina. Regina menghela nafas. "Henry, sebenarnya apa yang kau inginkan?" gumah Regina. Dia mengambil ponselnya, menghubung
Regina mendorong Henry. "Apa yang kau lakukan? Kenapa menggunakan trick seperti ini di depan publik." Regina menatapnya penuh amarah. "Ini adalah bagian dari yang aku bicarakan padamu." Otak Regina masih belum berfungsi dengan benar setelah menerima trik ciuman dari Henry. Dia bahkan masih merasakan sesuatu yang hangat di bibirnya. "Mama!" Kevin mendekati mereka bersama dengan seorang pria yang tidak lain adalah Evan. Evan menyapa Regina dengan ramah dan dibalas dengan sopan. Tatapan Evan berubah tajam saat melihat Henry. "Aku tahu ini tidak sopan, tapi bisakah untuk mengendalikan diri? Tidak baik bagi anak-anak untuk melihat adegan mesra orang dewasa. Aku bisa menutup mata Kevin, tapi ada banyak anak di sini." Regina merasa tidak nyaman . Henry justru menanggapinya dengan begitu santai. "Maafkan aku karena tidak bisa mengendalikan diri, tapi kau pasti mengerti perasaan sebagai sesama pria, kau ingin menunjukkan cinta setiap kali melihat istri yang begitu cantik." Evan mengangguk
"Papa?" Regina terkejut melihat Tuan Tan berada di ruangannya. Dia melangkah dan mengambil dokumen yang ada di tangannya. "Bukankah tidak sopan masuk ke ruangan orang lain dan membaca dokumen penting." "Apa kau berani melawanku sekarang?" Tuan Tan menatapnya dengan tatapan penuh mengintimidasi. "Karena Henry berada di belakangmu, jadi kau merasa lebih baik daripadaku?""Tidak. Aku hanya--" "Lupakan saja proyek itu. Mereka tidak akan memberimu kesempatan hanya karena Henry mendukungmu. Tapi, aku terkesan dengan apa yang kau lakukan, sampai mencuri data perusahaan untuk membuat proposal yang tidak berguna ini." Tuan Tan mengkritiknya. "Itu bukannya tidak berguna. Aku yakin akan mendapatkan proyek besar ini!" Reguna menegaskan dengan penuh keyakinan. "Regina, aku terkesan. Aku akan memberimu kesempatan. Kau tahu proyek yang sedang berjalan, aku ingin kau bertanggung jawab. Aku sudah menyiapkan tim yang akan pergi denganmu besok dan tentang penginapan, aku juga sudah menyiapkannya.""