"Tidak! Keputusan macam apa ini?!" Teriakan keras menggema di gedung pertemuan. Wanita cantik bermata gelap itu-Regina menentang keras keputusan yang tidak adil baginya.
Bagaimana bisa dia kalah dengan perusahaan saingannya? Dia tidak rela mereka memilih perusahaan yang dipimpin oleh orang yang paling dibencinya, menjadi pemenang tender proyek pembangunan hotel ini. Regina tidak tahan untuk menyalakan protes keras karena merasa di tipu, "CEO Kim, bukankah menurut anda, apa yang perusahaan Grace tawarkan lebih baik daripada perusahaan Jian, tapi kenapa Anda justru memilih CEO Jian untuk bekerja sama, bukankah awalnya kita sudah sepakat?""Mempertanyakan keputusan klien sangatlah tidak profesional, Nona Tan." Pria itu-Henry Miller Jian, seorang pria dengan penampilan yang sempurna, rambut hitam lembut yang tertata rapi menunjukkan wibawanya, wajah tampan dengan rahangnya tegas dan kulit putih, alisnya tebal dan memiliki mata cokelat almond dengan tatapan tajam. Bibir tebalnya ditarik keatas menunjukkan hinaan. "Namun, bisa dipahami. Anda baru saja masuk ke dunia bisnis."Regina menatap ke arah pria itu. Tatapannya begitu tajam dan penuh dengan kebencian. Tangan lentik yang cantik mengepalkan dengan erat. "Tenang! Aku tidak bisa membuat keributan yang akan membuat pria ini senang. Aku tidak bisa membiarkan pria ini berhasil memprovokasi ku," Regina mencoba menenangkan dirinya.Regina terlalu marah untuk mengatakan apapun. Dia hanya bisa membiarkan saingannya menang kali ini. Tidak ada pilihan selain berbalik pergi mengakhiri semua ini, kakinya melangkah melewati orang-orang yang masih ada di sana yang menatapnya dengan tatapan mata meremehkan dan ejekan. Membuat Regina sebagai tontonan yang layak untuk dihina.Telinga Regina cukup sensitif untuk mendengar cacian yang ditujukan padanya. "Sudah jelas Tuan Jian akan menang, lagipula perusahaan tidak cukup gila memberikan proyek ini pada seorang wanita sebagai penanggungjawab. Lebih baik kalah dengan terhormat dari Tuan Jian daripada kalah dari seorang wanita seperti putri dari keluarga Grace-Tan."Regina hanya menatap sekilas pria yang mencemoohnya itu. Diam-diam dia menggetarkan giginya, menahan perasaan marah bagaikan api yang siap untu meledak. Meskipun ini bukan pertama kali baginya untuk dibandingkan dengan Henry. Meskipun kedua keluarga Grace-Tan dan Jian memiliki pengaruh kuat di industri perusahaan investasi ini, tapi Henry yang sering lebih unggul darinya membuat orang-orang memandang rendah Regina. Kebencian Regina semakin besar."CEO Tan, apa kau akan pergi tanpa mengucapkan selamat padaku?" Henry menghalangi jalan Regina. Pria itu lagi-lagi menujukkan senyum yang membuat Regina jengkel."Selamat untukmu, CEO Jian yang memenangkan dengan kecurangan," ucap Regina dengan senyum palsu."Curang? Aku tahu kau merasa iri, tapi menuduh curang itu sama dengan pencemaran nama baik. " Henry mengucapkan dengan nada tajam."Jika bukan curang lalu apa? Kau awalnya tidak ada dalam daftar, tiba-tiba kau datang dan memenangkan Tender proyek ini. Kau sudah memiliki banyak proyek besar, apa masih tidak cukup untukmu?""Tentu saja itu tidak cukup, sebelum aku memilki project basar yang kau inginkan dan melihat wajah kekalahanmu." Henry menunjukkan senyuman di bibirnya."Apa begitu menyenangkan untuk merebutnya dariku?" Regina menahan amarahnya."Ya, sangat menyenangkan. Melihatmu kalah adalah kesenangan bagiku. Bukankah kau sudah terbiasa kalah dariku. Baik di masa sekolah atau sekarang, berada di bawahku Itulah posisi yang tepat untuk seorang wanita." Henry mengeraskan suaranya yang membuat. orang-orang disekitar tertawa mengejek Regina."Henry Miler Jian, kau bisa berbangga diri kali ini, aku peringatan, akan ada hari di mana kau tidak bisa lagi mengangkat wajahmu dengan sombong karena merasa malu," ucap Regina dengan tajam.Henry justru tertawa. "Ya, aku akan menunggu bagaimana Nona Regina mempermalukanku."Regina mengepalkan tangannya erat. Dia ingin menonjok wajah sombong itu, tapi dia harus mempertahankan citranya. Dia melangkahkan kaki untuk pergi."Hei, ambil ini." Henry Melemparkan sesuatu yang memukul punggung Regina. Wanita itu berbalik dan melihat undangan yang ada di lantai."Aku tahu kau menginginkan undangan acara makan malam yang dihadiri oleh target clientmu, kan? Aku dengan senang hati memintakannya untukmu.""Kenapa kau memberikannya padaku? Hal apa yang kau rencanakan" Regina menatap dengan curiga.Henry mengambilnya dan meletakkan di telapak tangan Regina. "Terima saja. tidak perlu banyak tanya. Siapa tahu kau ingin membalasku." Henry dengan cepat meninggal ruangan itu. Regina menatap undangan itu cukup lama.*** Regina yang mengenakan gaun malam berwarna biru gelap dengan lengan yang memamerkan bahunya yang indah, datang ke pesta sendirian. Tanpa sadar pandangannya terarah pada Henry.Regina langsung membalikkan badan. "Kenapa aku harus melihatnya lagi? Pria itu pasti akan mengolok-olokku." Tidak ada hal baik terjadi setiap mereka bertemu. Regina ingin menghindari masalah. Lebih baik pergi sejauh mungkin.Saat kakinya hendak melangkah, seorang anak tanpa sadar menarik perhatiannya. Penampilan anak itu terlihat familiar. Tatapan mata Regina terus mengikutinya.Anak itu berdiri di depan Henry yang sedang berdiri sendirian. "Papa!"Regina memperhatikan wajah pria itu dari jauh. Terlihat jelas wajah dingin Henry luntur dan tatapan mata tajam itu terlihat goyah. Kakinya dengan sendirinya berjalan mendekati kerumunan yang memperhatikan Henry."Siapa yang kau panggil papa? Aku tidak punya anak!" ucap Henry dengan tegas. Ekspresinya kembali dingin."Papa, aku Kevin Chares Jian, apa papa tidak mengenaliku? Aku sungguh anakmu. Aku bahkan memiliki nama belakangmu!" ucap Anak itu masih tidak menyerah. Matanya yang polos menatap dengan penuh harap."Apa aku hanya satu-satunya yang memiliki nama keluarga Jian? Kau cari saja, Jian yang lain!" Henry menanggapi dengan datar. Regina merasa kasihan pada anak itu. Dia dengan cepat mengatakan hal yang membuat semua orang melihat ke arahnya. "CEO Jian, apa begitu sulit mengakui anak harammu di depan orang-orang? Lihat, anak itu begitu mirip denganmu, tapi kau masih ingin mengelaknya?" Henry menatap wanita yang berada diantara kerumunan para tamu, dengan tatapan tajam. Wajahnya memerah karena amarah, "Regina Grace Tan! Ini ulahmu, kan?" ucapnya dengan nada tinggi. "Ini yang kau bilang saat itu untuk membalasku? Hanya karena kau kalah."Regina tidak terima, "Apa? Aku tidak serendah itu. Kau hanya memanfaatkanku untuk menutupi dosa yang kau lakukan. Kau sendiri yang memiliki anak, kenapa melampiaskan padaku?"Anak laki-laki itu tiba-tiba mengatakan sesuatu yang mengejutkan setelah menatap Regina begitu lama. "Mama, jangan marah pada Papa!"Panggilan kata 'Mama' menarik perhatian semua tamu. Mereka lebih terkejut dengan apa yang anak laki-laki itu selanjutnya. Anak itu yang mengaku bernama Kevin itu berlari dan mengenggam tangan Regina. "Mama, ayo kita pulang bersama." Mata bulat yang jernih itu menatapnya dengan lembut, tatapan yang asing bagi seorang Regina.Mata Regina melebar dengan perubahan situasi ini. Ada apa dengan anak ini? Regina hanya mencoba membantunya, tapi dia membalasnya seperti ini. Dia tidak ingin terseret dalam masalah yang merepotkan ini. "Hei, pria kecil, siapa yang kau panggil mama? Aku bahkan belum pernah melahirkan, bahkan hamil juga tidak."Para tamu mulai saling berbisik. Telinga Regina dapat menangkap isi bisikan mereka. "Pasti Nona Tan yang menjebak Tuan Jian untuk memiliki anak!""Tidak heran dia melakukan hal serendah itu. Regina Tan punya ambisi tinggi yang rela melakukan apapun. Dia berpura-pura membenci Tuan Muda Jian, tapi justru memiliki anak bersama bahkan tidak mau mengakuinya, sungguh memalukan!" Tanggapan buruk dari orang-orang disertai tatapan yang menatapnya dengan tatapan merendahkan membuat Regina merasa tidak nyaman. Regina mengepalkan tangannya. "Sialan! Situasi macam apa ini? Bukankah seharusnya kalian mengkritiknya karena tidak mengakui anaknya? Kenapa justru aku yang dipandang buruk di sini?
Regina melangkah memasuki pekarangan luas rumah megah itu. Ekspresinya terlihat rumit. Dia membalikkan tubuhnya, tetapi mobil itu sudah tidak ada di sana. "Apa keputusan yang aku ambil tepat? Aku akan menghubunginya lagi untuk mempertimbangkannya."Regina melangkah masuk ke dalam rumah dan langsung disambut dengan tatapan tajam dan tamparan mendarat di pipinya. Pukulan yang begitu keras membuatnya terlempar ke tanah. Regina memegangi pipinya yang merah. "Dasar anak nakal! Kau hanya bisa menyebabkan masalah saja!" Seorang pria paruh baya menatapnya dengan kemarahan. Di sampingnya, seorang wanita berpakaian glamor hanya menatap dengan acuh tak acuh. "Selama ini, aku telah membesarkanmu untuk menjadi wanita sempurna, elegan yang bisa menjadi role model di kota ini, tapi yang kau lakukan justru menghancurkan nama baik keluarga dengan memiliki anak haram bahkan hamil di usia muda!""Papa, kau salah paham. Aku tidak memiliki anak. Anak itu adalah anak Henry Jian--""Ya, itu anakmu dan Hen
"Tidak! Aku tidak bisa pergi sekarang! Kau lihat apa yang kau lakukan pada mamaku?" Regina berusaha untuk melepaskan diri dari jerat tangan kekar pria tampan ini. Henry berteriak dengan penuh kemarahan, "Kau masih menganggap orang itu sebagai Mama setelah apa yang dia lakukan padamu? Nona Regina, aku benar-benar tidak mengerti denganmu, kau menerima begitu saja saat diperlakukan tidak manusiawi seperti itu?" "Benar, Mama, mereka berdua tidak pantas untuk dianggap keluarga," ucap Kevin ikut mengkritik keluarga Tan. Mata polosnya menunjukkan kekhawatiran melihat Regina."Kalian berdua tidak tahu apapun! Lepaskan, aku harus memastikan Mamaku baik-baik saja!" Regina melakukan pemberontakan, mencoba melepaskan diri. Henry justru menarik tangan Regina dengan lebIh kuat. Dia menoleh ke arah anak laki-laki yang berpenampilan mirip dengannya. "Kevin, kau masuk duluan!" Kevin tidak banyak bicara dan langsung masuk. Henry mendorong Regina masuk ke dalam lalu mengunci pintu mobilnya. Dia menge
Henry dan Regina menoleh ke arah anak laki-laki yang menerobos masuk. "Kevin, kau tidak boleh masuk begitu saja!" ucap Henry memberikan nasihat. Kevin melangkah maju, "Papa, kenapa papa tidak mengajakku berdiskusi tentang ini? Jika aku tidak turun dan mendengar pembicaraan para pelayan, aku tidak akan tahu ini. Berikan kontrak itu, aku harus menghapus klausa tentang perceraian itu!" Henry menjauhkan kontrak di tangannya, mengangkatnya tinggi untuk jauh dari jangkauan anak laki-laki yang memiliki tinggi kurang dari 150 cm ini. "Anak kecil tidur seharusnya ikut campur masalah ini. Biarkan orang dewasa mengatasi ini.""Hanya karena aku anak kecil, aku tidak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatku? Kenapa orang dewasa selalu egois. Saat kalian berpisah nanti, bagaimana denganku? Kalian tidak pernah memikirkannya, kan? Semua sama saja, aku benci kalian!" Kevin melupakan emosinya lalu berlari pergi meninggalkan tempat itu.Regina menatap kepergian anak itu tanpa berkedip. Pikirannya me
"Apa? Tetap awasi dia sampai kami tiba di sana!" ucap Henry. Dia kemudian mengakhiri panggilan. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan anak itu?" Regina hanya menunjukkan ekspresi datar, tetapi nada suaranya di penuhi dengan kekhawatiran. "Anak itu tiba-tiba saja turun di pinggir jalan dan hanya berdiri diam di sana. Anak buahku sudah memintanya untuk ikut bersama mereka, tetapi dia tidak mau." Henry menjelaskan kejadiannya dengan selengkapnya mungkin. "Dia ingin kita yang menjemputnya sendiri. Anak itu, daripada dia punya sifat egois dan keras kepala yang menyebalkan itu?""Susah pasti kau. Kalian berdua seperti hasil copy-paste, benar-benar mirip," cibir Regina. "Aku tidak egois dan keras kepala seperti itu. Kau pasti yang menurunkan sifat itu. Lihat, terlihat jelas dari caramu bicara.""Sudah jelas itu anakmu, dia pasti mewarisinya darimu. Aku tidak ada hubungannya dengan itu. Nama terakhirnya juga Jian bukan Tan.""Hei, aku tidak mungkin memiliki seorang anak sendirian. Kau yang m
"Tidak. Aku tidak mau. Kenapa kita tidak memulai dengan memanggil nama masing-masing," ucap Regina dengan tegas memberikan penolakan pada permintaan yang tidak dia inginkan. Henry menatapnya tajam. "Kita adalah pasangan yang saling mencintai. Jika tidak menunjuk dengan panggilan biasa saja siapa yang akan percaya. Regina, ini tidak seperti kau tidak pernah pacaran dan memberikan panggilan kesayangan, kan?" Regina memegang tengkuknya, membuat Henry memberikan kesimpulan yang mengejeknya, "Serius, kau benar-benar tidak pernah pacaran? Apa tidak ada yang memanggilmu 'sayang' kalau begitu, apa aku akan menjadi orang pertama?""Berhenti mengolok-olokku. Aku tidak sepertimu yang dengan mudah memanggil dengan panggilan memalukan itu. Kau selama ini menyebar panggilan sayang untuk setiap gadis yang berkencan untuk tidur denganmu. Aku tidak ingin kau menyamakanku dengan mereka!" Regina menatapnya dengan marah. Dia bangun dari sofa, ingin segera mengakhiri semua ini. "Kita sudah selesai bukan?
Regina dan Henry tiba di kantor pendaftaran pernikahan, disambut oleh banyaknya pertanyaan yang tertangkap telinga mereka. Sorot kamera dan mikrofon terarah pada mereka. "Apa kalian datang untuk mendaftarkan pernikahan?""Apa benar kalian sebenarnya telah menikah sejak muda, tetapi kenapa kalian tidak segera mendaftarkan pernikahan?""Kenapa kalian menyembunyikan hubungan kalian?"Regina dan Henry tidak punya waktu untuk berpikir alasan apa yang tepat untuk menjawabnya. Namun, ada satu pertanyaan yang menarik perhatian Regina "Nyonya, apa dress yang anda gunakan adalah rancangan Nyonya Jian? Apa ibu mertua anda membuatnya secara khusus?" Ini memberikan kejutan besar bagi Regina yang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. Ada banyak pertanyaan yang ada di kepalanya. Apalagi, dia ingat dengan apa yang dikatakan oleh Nyonya Jian di sebuah wawancara. Henry menanggapi para wartawan yang berisik itu, "Maaf, kami akan mengadakan konferensi press nanti. Saat ini, kami harus segera masuk d
"Kau bisa pergi sekarang! Ini akan menjadi bukti hubungan kita, " desak Henry marik tubuhnya menjauh dan melebarkan jarak antara mereka. "Kau bisa membuka pintunya sekarang."Regina memandang pria yang bahkan tidak memiliki penyesalan apapun. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-katanya tersangkut dalam tenggorokan. Tidak jelas mengapa perasaan kacau ini muncul yang menimbulkan kemarahan dalam hatinya. "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Henry melirik ke arah Regina yang tidak bergerak sedikitpun. Regina hanya diam, melangkah keluar dari mobil dengan perasaan geram. Tidak lupa dia membanting pintu dengan keras. Regina menoleh ke arah kaca mobil, melihat ekspresi kesal dari wajah Henry, perasaan sedikit puas menjalar di hatinya. Regina melangkahkan kaki dengan pandangan lurus, dia menyadari karyawannya yang menatapnya. Sepertinya tujuan Henry telah tercapai untuk menimbulkan gosip tentangnya. Ingatan tentang ciuman yang dibicarakan orang-orang membuatnya terganggu, ba