Henry dan Regina menoleh ke arah anak laki-laki yang menerobos masuk. "Kevin, kau tidak boleh masuk begitu saja!" ucap Henry memberikan nasihat.
Kevin melangkah maju, "Papa, kenapa papa tidak mengajakku berdiskusi tentang ini? Jika aku tidak turun dan mendengar pembicaraan para pelayan, aku tidak akan tahu ini. Berikan kontrak itu, aku harus menghapus klausa tentang perceraian itu!"Henry menjauhkan kontrak di tangannya, mengangkatnya tinggi untuk jauh dari jangkauan anak laki-laki yang memiliki tinggi kurang dari 150 cm ini. "Anak kecil tidur seharusnya ikut campur masalah ini. Biarkan orang dewasa mengatasi ini.""Hanya karena aku anak kecil, aku tidak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatku? Kenapa orang dewasa selalu egois. Saat kalian berpisah nanti, bagaimana denganku? Kalian tidak pernah memikirkannya, kan? Semua sama saja, aku benci kalian!" Kevin melupakan emosinya lalu berlari pergi meninggalkan tempat itu.Regina menatap kepergian anak itu tanpa berkedip. Pikirannya melayang pada seorang anak perempuan yang membawa boneka beruang. Anak itu meneteskan air mata dan berteriak, "Mama dan papa egois! Kenapa aku tidak bisa memutuskan? Hanya karena aku anak kecil jadi kalian tidak mau mendengarkanku! Aku benci kalian!"Tamparan langsung mendarat di pipinya seorang anak yang baru berusia 10 tahun itu. "Siapa yang mengajarimu untuk mengatakan perkataan seperti itu dan melawan orang tuamu? Apa kau tidak menyemak pelajaran etika dengan benar? Ikut aku!"Wanita berambut pajang yang menggunakan maxi dress menarik tangan anak perempuan itu. Dia memasukkan ke dalam kamar. "Masuk kamarmu dan renungkan kesalahanmu. Hari ini, kau tidak akan mendapatkan makanan ataupun keluar dari kamarmu." Pintu ditutup dengan rapat. Tidak ada seorangpun yang peduli dengan tangisan gadis kecil itu."Hei, Regina Tan! Kau melamun?"Regina tersadar dari lamunannya, "Lebih baik kau mengejar anak itu. Sepertinya dia sangat marah dengan apa yang terjadi.""Kau tenang saja. Asisten, kau bantu aku tenangkan anak itu! Jangan sampai dia membuat masalah! Kau pintar menangani anak kecil, kan?" perintah Henry.Asisten itu langsung keluar."Sekarang kita urus kontrak ini dulu!" ucap Henry. "Semakin cepat kau tangan tangan, semakin cepat juga ini akan berakhir.""Aku harus membacanya dulu." Regina akhirnya mengambil kontrak itu. Dia menemukan ada beberapa klausa yang tidak dia sukai. "Kenapa kita harus tidur di kamar yang sama? Bukankah hubungan kita ini hanya sebatas kontrak, jangan mengambil keuntungan!" Regina menunjukkan ekspresi tajam."Itu untuk menekan opini publik, kau tahu para pelayan suka bergosip, kan? Mereka akan menyebarkan rumor jika kita tidak terlihat seperti pasangan pada umumnya," ucap Henry.Regina kembali membaca kontrak dengan serius, "Tapi ini terlalu berlebihan. Tidak semua pasangan tinggal di kamar yang sama, kan?""Kita akan berperan sebagai pasangan yang menikah karena cinta. Bukankah akan aneh jika kita tidur secara terpisah? Nona Regina, jika respon publik bagus tentang pernikahan kita, ini juga akan baik untuk perusahaan juga. "" Henry Jian, apa kau pikir kita dapat menipu semua orang. Kita terkenal dengan membenci satu sama lain, bahkan kemarin kita belum lama bersaing, sekarang kita akan menjadi seorang sepasang kekasih. Orang bodoh mana yang akan percaya? " ucap Regina menanggapi dengan sinis."Hei, apa kau tidak pernah melihat pasangan yang terlihat membenci, tapi begitu mesra di belakang layar. Kau pilih mana di kenal seperti itu atau sebagai orang tua yang mengabaikan anaknya. Kau pasti tahu dampak dari setiap pilihan."Regina menjauhkan pandangan dari kontrak. Dia menatap Henry dengan serius. "Aku--""CEO Jian, ini gawat!" Asistennya tiba-tiba saja masuk menganggu percakapan serius mereka."Apa yang membuatmu begitu panik?" tanya Henry dengan heran. "Bagaimana dengan anak itu? Apa kau sudah menenangkannya?""Saya sudah berusaha semampu saya, tapi anak itu ah maksud saya tuan muda kecil justru memaksa untuk pergi. Dia bahkan menggigit semua orang yang menghentikannya untuk pergi," ucap Asisten."Hanya gigitan, tapi kalian kalah. Kau bisa menangkapnya paksa.""Kami tidak berani untuk menyakitinya. Tuan Muda Kecil juga sudah menjauh naik taksi.""Sejak kapan ada taksi malam-malam begini," ucap Henry dengan heran."Saya juga tidak tahu, tetapi kami masih tetep meminta seseorang untuk mengejarnya. CEO Jian dan Nona Tan lebih baik kalian sendiri yang membujuk anak itu. Jika tidak dia akan--""Biarkan saja. Anak itu mungkin pulang ke keluarganya yang lain. Dia parti kiriman musuhku. Tetap awasi dia dan laporkan padaku!" ucap Henry dengan tegas. "Satu hal lagi, cari tahu tentang asal usul anak itu secepat mungkin."Asistennya ingin mengeluh karena begitu banyak tugas yang harus dia lakukan malam ini. Namun, melihat wajah garang itu, dia hanya bisa mengangguk patuh dan keluar dari ruangan."Nona Regina, kau belum menandatanganinya!" "Kita akan membahas ini nanti, sekarang kita temukan anak itu dulu!" Regina tiba-tiba saja berdiri. "Ini sudah larutan malam dan supir taksi yang datang tiba-tiba itu juga mencurigakan. Anak itu bisa saja dalam bahaya."Henry mendesah berat, "Kenapa kau tiba-tiba saja peduli dengan anak itu? Bisa saja dia seorang penipu. Bukankah kau awalnya terganggu dengan keberadaan anak itu?""Ya, tapi tanpa anak itu, tidak ada alasan bagi kita untuk bersama. Apa kau tidak merasakan sesuatu saat mendengar anak itu menghilang?" ucap Regina.Henry terdiam. Regina tidak lagi menunggu tindakan rivalnya itu. "Aku akan mencarinya sendiri!"Henry menahan tangan wanita itu. "Kau tidak membawa mobil, apa kau akan berjalan kaki?""Masih ada taksi online." Regina menepis cengkraman tangannya. Namun, Henry menolak untuk melepaskannya."Aku akan ikut denganmu. Kita cari bersama."***Sementara itu, di kota malam yang gelap, Kevin duduk di taksi dengan mata sembab yang memancarkan kemarahan dan kekecewaan. Supir itu memperhatikan anak laki-laki yang duduk di kursi belakang melalui kaca spion. "Nak, kau mau pergi ke mana?""Kemanapun asal jauh dari rumah itu," jawab Kevin."Apa kau kabur dari orang jahat yang tinggal di rumah tadi?""Tidak. Orang yang tinggal di sana adalah orang tuaku. Walau mereka menyebalkan, tapi mereka bukan orang jahat.""Lalu, kenapa kau justru pergi dan ingin menjauh dari mereka?""Karena...." Kevin ragu untuk menjawabnya."Apa kau bertengkar dengan orang tuamu sehingga kau ingin pergi? Jangan begitu, ada kalanya orang tua bertindak tegas, tapi itu semua demi dirimu." Supir taksi itu memberikan nasihat.Kevin menggelengkan kepalanya, "Paman, kau tidak mengerti. Orang tuaku tidak peduli denganku. Mereka hanya peduli dengan keegoisan sendiri.""Aku memang tidak mengerti apa yang terjadi, tapi apa kau tidak melihat mobil yang mengikuti kita ini? Mereka bukankah dari orang tuamu? Jika orang tuamu tidak peduli, mereka tidak akan melakukan ini dan membiarkanmu pergi begitu saja. Lagipula bukankah kau memiliki tugas penting?"Kevin mengerutkan keningnya mendengar kalimat terakhir pria itu. "Paman, apa mungkin kau ini.....?""Apa? Tetap awasi dia sampai kami tiba di sana!" ucap Henry. Dia kemudian mengakhiri panggilan. "Ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan anak itu?" Regina hanya menunjukkan ekspresi datar, tetapi nada suaranya di penuhi dengan kekhawatiran. "Anak itu tiba-tiba saja turun di pinggir jalan dan hanya berdiri diam di sana. Anak buahku sudah memintanya untuk ikut bersama mereka, tetapi dia tidak mau." Henry menjelaskan kejadiannya dengan selengkapnya mungkin. "Dia ingin kita yang menjemputnya sendiri. Anak itu, daripada dia punya sifat egois dan keras kepala yang menyebalkan itu?""Susah pasti kau. Kalian berdua seperti hasil copy-paste, benar-benar mirip," cibir Regina. "Aku tidak egois dan keras kepala seperti itu. Kau pasti yang menurunkan sifat itu. Lihat, terlihat jelas dari caramu bicara.""Sudah jelas itu anakmu, dia pasti mewarisinya darimu. Aku tidak ada hubungannya dengan itu. Nama terakhirnya juga Jian bukan Tan.""Hei, aku tidak mungkin memiliki seorang anak sendirian. Kau yang m
"Tidak. Aku tidak mau. Kenapa kita tidak memulai dengan memanggil nama masing-masing," ucap Regina dengan tegas memberikan penolakan pada permintaan yang tidak dia inginkan. Henry menatapnya tajam. "Kita adalah pasangan yang saling mencintai. Jika tidak menunjuk dengan panggilan biasa saja siapa yang akan percaya. Regina, ini tidak seperti kau tidak pernah pacaran dan memberikan panggilan kesayangan, kan?" Regina memegang tengkuknya, membuat Henry memberikan kesimpulan yang mengejeknya, "Serius, kau benar-benar tidak pernah pacaran? Apa tidak ada yang memanggilmu 'sayang' kalau begitu, apa aku akan menjadi orang pertama?""Berhenti mengolok-olokku. Aku tidak sepertimu yang dengan mudah memanggil dengan panggilan memalukan itu. Kau selama ini menyebar panggilan sayang untuk setiap gadis yang berkencan untuk tidur denganmu. Aku tidak ingin kau menyamakanku dengan mereka!" Regina menatapnya dengan marah. Dia bangun dari sofa, ingin segera mengakhiri semua ini. "Kita sudah selesai bukan?
Regina dan Henry tiba di kantor pendaftaran pernikahan, disambut oleh banyaknya pertanyaan yang tertangkap telinga mereka. Sorot kamera dan mikrofon terarah pada mereka. "Apa kalian datang untuk mendaftarkan pernikahan?""Apa benar kalian sebenarnya telah menikah sejak muda, tetapi kenapa kalian tidak segera mendaftarkan pernikahan?""Kenapa kalian menyembunyikan hubungan kalian?"Regina dan Henry tidak punya waktu untuk berpikir alasan apa yang tepat untuk menjawabnya. Namun, ada satu pertanyaan yang menarik perhatian Regina "Nyonya, apa dress yang anda gunakan adalah rancangan Nyonya Jian? Apa ibu mertua anda membuatnya secara khusus?" Ini memberikan kejutan besar bagi Regina yang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. Ada banyak pertanyaan yang ada di kepalanya. Apalagi, dia ingat dengan apa yang dikatakan oleh Nyonya Jian di sebuah wawancara. Henry menanggapi para wartawan yang berisik itu, "Maaf, kami akan mengadakan konferensi press nanti. Saat ini, kami harus segera masuk d
"Kau bisa pergi sekarang! Ini akan menjadi bukti hubungan kita, " desak Henry marik tubuhnya menjauh dan melebarkan jarak antara mereka. "Kau bisa membuka pintunya sekarang."Regina memandang pria yang bahkan tidak memiliki penyesalan apapun. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-katanya tersangkut dalam tenggorokan. Tidak jelas mengapa perasaan kacau ini muncul yang menimbulkan kemarahan dalam hatinya. "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Henry melirik ke arah Regina yang tidak bergerak sedikitpun. Regina hanya diam, melangkah keluar dari mobil dengan perasaan geram. Tidak lupa dia membanting pintu dengan keras. Regina menoleh ke arah kaca mobil, melihat ekspresi kesal dari wajah Henry, perasaan sedikit puas menjalar di hatinya. Regina melangkahkan kaki dengan pandangan lurus, dia menyadari karyawannya yang menatapnya. Sepertinya tujuan Henry telah tercapai untuk menimbulkan gosip tentangnya. Ingatan tentang ciuman yang dibicarakan orang-orang membuatnya terganggu, ba
Wanita itu menarik tubuh Henry menjauh dari Regina. Regina dapat melihat wanita yang dari raut wajahnya terlihat setidaknya berusia lebih dari 40 tahun. "Henry ikut denganku!" Wanita itu menarik tangan Henry dengan keras. "Aku tidak bisa meninggalkan istriku, kita akan bicara lain kali." Henry menepis tangan wanita itu. Wanita itu kembali lagi memegang tangannya dan mengernyitkan kening, terlihat kesal, "Aku tidak akan melepaskanmu kali ini."Regina dapat melihat obsesi dari tatapan mata wanita ini. Tanpa sadar lengannya merangkul lengan Henry dengan posesif. "Maaf, bibi. Aku tidak bisa membiarkan suamiku berbicara hanya berdua dengan wanita lain. Bisakah kau tidak menganggu suamiku?" Henry merespon tindakan Regina dengan cepat dan secara alami memainkan perannya. Tangannya kembali menepis tangan wanita lain itu untuk kedua kalinya dan merangkul Regina dengan cara yang begitu intim. "Istriku sayang, aku tidak akan melakukan hal yang tidak kau sukai." Suaranya begitu lembut pen
"Apa kau sedang bersama dengan pria itu sekarang? Regina, Kau berani pergi meninggalkan kantor hanya untuk urusan pribadi yang tidak berguna, lebih baik urus surat pengunduran dirimu saja! Aku tidak butuh seorang anak yang tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan.""Papa, aku tidak bermaksud untuk mengabaikan pekerjaanku. Hanya saja aku--" Regina mencoba untuk memberikan penjelasan. "Cepat kembali ke kantor sekarang juga!" Tuan Tan dengan tidak sabar memotong ucapan Regina dan mengakhiri panggilan. Regina menunjukkan ekspresi rumit di wajahnya. Sentuhan lembut di bahunya membuat Regina menoleh. Seorang pria tampan sedang menatapnya dengan lembut berkata, "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?""Aku masih memikirkan pekerjaan di kantor. Lebih baik kita pulang sekarang," ucap Regina dengan tenang. "Tapi, kau bahkan belum memilih satupun pakaian." "Tidak masalah, aku bisa meminta sekertarisku melakukannya. " Regina melangkah meninggalkan toko dengan cepat. Dia bahkan tidak menyadari bah
"Apa Anda masih akan tetep menunggu?"Anak laki-laki itu menolehkan sebentar. "Ya, kenapa mereka masih juga belum datang?" Kevin dengan ekspresi khawatir berdiri di depan pintu. "Mungkin Tuan memiliki pekerjaan dan memilih lembur," ucap kepala pelayan yang berdiri di belakangnya. "Tapi, aku sudah memberi tahu Papa." "Tuan Muda, maaf saya harus mengatakan ini, kenapa Anda bersikeras untuk menyiapkan semua ini? Dan juga Tuan dan Nyonya adalah dua orang yang gila kerja. Bisa saja mereka tidak pulang."Kevin terdiam cukup lama. Ekspresinya terlihat semakin sedih. "Aku tahu ini mungkin terlihat sia-sia, tapi aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Tunggu satu jam lagi, jika mereka tidak datang aku akan membereskan semuanya." "Tuan Muda tidak perlu melakukan apapun. Kami yang akan membereskannya, ini tugas untuk para pelayan. Anda bisa istirahat setelah ini." Kevin menoleh ke arah kepala pelayan. "Paman selalu saja baik dan pengertian padaku. Terima kasih." "Ini adalah tugas s
"Tada! Apa kalian menyukai ini? Aku melihat di TV, Papa dan Mama sudah resmi menikah. Ini adalah hadiah perayaan dariku," ucap Kevin dengan penuh semangat menunjukkan apa yang telah dia dan pelayanan siapkan. Henry dan Regina hanya terdiam melihat apa yang ada di depan matanya. Ini membuat perasaan canggung. "Kau tidak seharusnya menyiapkan ini. Bukankah hanya membuang waktu?"ucap Regina. Henry melangkah menuju ke meja yang dihiasi dengan lilin bahkan ruang makan di dekorasi sedemikian rupa untuk terlihat seperti restoran romantis. "Kevin sudah menyiapkan semua ini, kita tidak mensia-siakannya." Henry menarik kursi. "Kemarilah dan duduk!" Regina melangkahkan kaki dengan ragu menuju ke kursi yang disiapkan untuknya. "Sejak kapan kau menjadi begitu toleran pada anak itu?" cibir Regina. "Aku hanya tidak ingin dia menangis dan aku harus mengundang Asistenku untuk datang. Mainkan saja apa yang diinginkannya," ucap Henry. "Aku akan meninggalkan kalian berdua dan pelayan akan pergi setel