"Apa kau sedang bersama dengan pria itu sekarang? Regina, Kau berani pergi meninggalkan kantor hanya untuk urusan pribadi yang tidak berguna, lebih baik urus surat pengunduran dirimu saja! Aku tidak butuh seorang anak yang tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan.""Papa, aku tidak bermaksud untuk mengabaikan pekerjaanku. Hanya saja aku--" Regina mencoba untuk memberikan penjelasan. "Cepat kembali ke kantor sekarang juga!" Tuan Tan dengan tidak sabar memotong ucapan Regina dan mengakhiri panggilan. Regina menunjukkan ekspresi rumit di wajahnya. Sentuhan lembut di bahunya membuat Regina menoleh. Seorang pria tampan sedang menatapnya dengan lembut berkata, "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?""Aku masih memikirkan pekerjaan di kantor. Lebih baik kita pulang sekarang," ucap Regina dengan tenang. "Tapi, kau bahkan belum memilih satupun pakaian." "Tidak masalah, aku bisa meminta sekertarisku melakukannya. " Regina melangkah meninggalkan toko dengan cepat. Dia bahkan tidak menyadari bah
"Apa Anda masih akan tetep menunggu?"Anak laki-laki itu menolehkan sebentar. "Ya, kenapa mereka masih juga belum datang?" Kevin dengan ekspresi khawatir berdiri di depan pintu. "Mungkin Tuan memiliki pekerjaan dan memilih lembur," ucap kepala pelayan yang berdiri di belakangnya. "Tapi, aku sudah memberi tahu Papa." "Tuan Muda, maaf saya harus mengatakan ini, kenapa Anda bersikeras untuk menyiapkan semua ini? Dan juga Tuan dan Nyonya adalah dua orang yang gila kerja. Bisa saja mereka tidak pulang."Kevin terdiam cukup lama. Ekspresinya terlihat semakin sedih. "Aku tahu ini mungkin terlihat sia-sia, tapi aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Tunggu satu jam lagi, jika mereka tidak datang aku akan membereskan semuanya." "Tuan Muda tidak perlu melakukan apapun. Kami yang akan membereskannya, ini tugas untuk para pelayan. Anda bisa istirahat setelah ini." Kevin menoleh ke arah kepala pelayan. "Paman selalu saja baik dan pengertian padaku. Terima kasih." "Ini adalah tugas s
"Tada! Apa kalian menyukai ini? Aku melihat di TV, Papa dan Mama sudah resmi menikah. Ini adalah hadiah perayaan dariku," ucap Kevin dengan penuh semangat menunjukkan apa yang telah dia dan pelayanan siapkan. Henry dan Regina hanya terdiam melihat apa yang ada di depan matanya. Ini membuat perasaan canggung. "Kau tidak seharusnya menyiapkan ini. Bukankah hanya membuang waktu?"ucap Regina. Henry melangkah menuju ke meja yang dihiasi dengan lilin bahkan ruang makan di dekorasi sedemikian rupa untuk terlihat seperti restoran romantis. "Kevin sudah menyiapkan semua ini, kita tidak mensia-siakannya." Henry menarik kursi. "Kemarilah dan duduk!" Regina melangkahkan kaki dengan ragu menuju ke kursi yang disiapkan untuknya. "Sejak kapan kau menjadi begitu toleran pada anak itu?" cibir Regina. "Aku hanya tidak ingin dia menangis dan aku harus mengundang Asistenku untuk datang. Mainkan saja apa yang diinginkannya," ucap Henry. "Aku akan meninggalkan kalian berdua dan pelayan akan pergi setel
Regina menatap Henry dengan tatapan tajam. "Berikan saja pada mantanmu, dia akan membayarmu dengan ciuman yang tidak terlupakan." Regina menjauhkan tubuhnya dari Henry. Henry terlihat senang dengan reaksi Regina. "Istriku, kau benar-benar cemburu pada mantanku? Tenang saja, aku tidak benar-benar melakukan sesuatu seperti itu dengan mereka. Semua hanya kebohongan, sungguh. Jangan terlalu memikirkannya.""Aku tidak peduli mau itu benar atau tidak! Semua itu bukan urusanku, kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Kita hanya pasangan kontrak!" Regina menegaskan. Dia mengambil dokumennya dan berjalan ke pintu keluar. "Kau mau ke mana?" tanya Henry. "Pergi ke ruang tengah. Jangan pernah kau datang dan menggangguku lagi!" Regina menutup pintu dengan kasar. Dia memegangi jantungnya yang berdebar kencang, ada perasaan lega juga dalam hatinya. Sekali lagi, dia berusaha menepis perasaannya. "Aku tidak boleh percaya pada apa yang dikatakan pria itu dan juga itu semua tidak ada urusannya denga
"Tentu saja. Apa mama masih meragukan itu. Tidak apa-apa jika mama masih meragukanku saat ini. Aku akan keluar jika Mama merasa tidak nyama," ucap Kevin dengan tulus. "Apa kau akan pergi ke sekolah?" tanya Regina. Kevin menggeleng. "Aku masih belum mendaftar sekolah baru."Regina baru mengingat ini. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya begitu juga dengan Henry. Mereka melupakan jika anak ini seharusnya sudah masuk usia sekolah. "Aku akan bicara dengan Henry untuk mendaftarkanmu ke sekolah." "Bisakah Mama membujuk Papa agar aku bisa pergi mendaftar sekolah dengan Mama dan Papa? Aku yakin jika tidak begitu, Papa hanya akan memintaku pergi dengan asistennya." Kevin menunjukkan ekspresi sedih. "Ah, seharusnya aku tidak minta terlalu banyak." Regina menatap anak laki-laki yang menunjukkan senyum, tetapi matanya terlihat jelas kesedihan. "Henry pasti tidak akan membiarkan itu, dia pria yang peduli dengan wajahnya. Dia akan datang denganmu secara langsung alih-alih meminta Asistennya
"Apa kau yakin tentang hasil tes ini?"Regina masih sulit mempercayainya. Dia tidak mempermasalahkan jika hasil itu menunjukkan anak ini adalah anak Henry, tapi hasil tes anak ini dengan Regina, membuatnya ragu untuk percaya. "Aku tahu kau tidak mempercayainya. Aku sudah melakukan tes seorang teman yang memang sudah jelas memiliki hubungan darah, hasilnya sesuai. Tidak ada lagi keraguan." Pikiran Regina saat ini kacau. Bagaimana bisa dia punya anak. Dia memandangi anak yang tertidur itu dengan ekspresi linglung. "Hei, apa kau sungguh tidak diam-diam mengambil keuntungan dariku dan hamil anakku? Bahkankah saat di sekolah menengah, kau pernah tidak masuk begitu lama? Apa kau melahirkan saat itu?" Henry menatap dengan tatapan yang begitu dalam. "Kau gila! Aku tidak pernah hamil atau melahirkan! Sampai berapa kali lagi aku harus mengatakannya? Aku saja sampai bosan." "Bisakah, aku memeriksanya langsung?" Henry tidak menerimanya. "Apa? Apa maksudmu?" Regina menjadi waspada. "Bukankah
"Hm" "Papa, jawaban macam apa itu? Kau seharusnya tegaskan. Jangan hanya jawaban tidak pasti seperti itu!" ucap Kevin menunjukkan ketidakpuasan. "Regina bahkan tidak memberitahu tanggal ulang tahunnya, bagaimana aku bisa memutuskannya?" ucap Henry. "Sudahlah, kita akhiri saja pembicaraan ini. Aku juga tidak memaksa ada perayaan seperti itu," ucap Regina. Kevin menatap Regina, lalu beralih ke arah Henry. "Papa, menunduklah sedikit!" "Kenapa?" Henry menatap penuh tanda tanya, tapi dia tetap melakukan apa yang diinginkan oleh anak ini. Regina menatap dua orang yang membicarakan sesuatu dengan saling berbisik satu sama lain. Dia mencoba untuk mencari tahu dari ekspresi wajah Henry, tapi wajah itu tidak menujukkan reaksi apapun dan hanya menatap Kevin. Kevin menjauhkan tubuhnya. "Aku akan kembali ke kamarku." Kaki kecilnya berlari menuju pintu, lalu menutup dengan perlahan dan rapat. "Apa yang anak itu bicarakan?" tanya Regina. "Ini bukan urusanmu!" Henry menganggap dengan singkat
Henry menatap ayahnya. "Papa, Regina adalah istriku. Bagaimana bisa aku membiarkannya pergi!""Ini adalah rumahku, aku yang berhak menentukan siapa yang bisa tinggal di sini. Seperti yang Mamamu katakan kami tidak sepenuhnya merestui hubungan kalian berdua," ucap Tuan Jian dengan dingin. "Apa alasannya? Papa, Regina memiliki anakku yang akan menjadi penerusku. Tidak seharusnya Papa menentang hubungan ini, bukankah itu yang terpenting?" "Henry, apa itu benar-benar anakmu? Kami tahu bahwa kau membenci putri dari keluarga Tan, bisa saja dia hanya mengaku-ngaku saja. Jangan tertipu dengan trik murahan itu." Nyonya Jian menunjukkan pertentangan. "Mama bisa melihatnya sendiri, hasil tes DNA antara aku dan anak itu." Henry memberikan pada Nyonya Jian. Tuan dan Nyonya Jian melihat hasil tes itu. Nyonya Jian masih tidak mau menerima ini, "Bisa saja wanita itu memalsukannya, kau tahu betapa liciknya keluarga Tan?"Regina sudah tidak tahan lag, "Nyonya Jian, aku tidak tahu kenapa Anda berpiki