Satu minggu setelah bulan madu mereka. Jeremy tidak berhasil ditangkap, karena ternyata ia langsung pergi dari sana untuk menghindari Irene menanyakan perihal rumah dan tanah yang ia jual. Saat ia muncul di hadapan Irene, ia berpikir bahwa Irene adalah perempuan lemah. Jadi, ketika Irene malah melawan dan bahkan melakukan kekerasan, Jeremy sadar bahwa gadis itu tidak bisa disepelekan.Lagipula, tidak ada tanda-tanda akan menggugat Irene perkara kekerasan dengan melempar sendok besi itu. Jelas, Jeremy tahu kalau dia juga akan ikut terseret kalau sampai membawa-bawa pihak berwajib. Dan hari ini, berita mengenai tanggal kedatangan Adolf Allaster dan keluarganya pun muncul. Mereka akan datang besok—hari minggu, ke kediaman Adam. Irene bahkan sudah lupa kepanikan kalau dirinya sudah menyerahkan kegadisannya malam itu pada Adam. Kedatangan keluarga Allaster lebih mengerikan baginya.“Bagaimana kalau Claire ingat aku ada di kantormu?” tanya Irene yang baru sadar kalau di antara tamunya y
“Ah … jadi dia memilih menganggap kedatangannya ke kantorku tidak pernah terjadi. Kurasa dia juga memikirkan pandangan Aldrich kalau ketahuan mengunjungiku,” batin Adam mencoba menganalisa perilaku Claire. Leon juga mengutarakan adanya kemungkinan Claire menahan diri untuk tidak mengatakan kalau ia mengenal Irene, karena hanya akan merugikannya jika Aldrich mulai cemburu.Namun, Sarah berulah. Dengan angkuh ia mengatakan, “Buat apa kamu kenal dengan orang rendahan seperti mereka, Claire. Kalau bukan karena Papa kalian ini, mana aku sudi datang ke rumah anak haram ini.”Irene tertegun mendengar ucapan ibu mertuanya itu. Bahkan sang pemimpin keluarga Allaster tidak menegur istrinya yang sudah merusak suasana makan siang. Pelan-pelan, Irene mencoba melirik Adam, mencari tahu bagaimana raut wajah pria yang sedang berusaha menjadi suami pada umumnya itu. Tak Irene sangka, akting Adam jauh di atasnya. Pria itu terkekeh pelan kemudian berkata, “Jangan bicara begitu, Tante. Istriku ini tid
“Ha! Selingkuhan? Justru dia … yang mengkhianatiku, Irene,” ujar Adam pedih, membuat Irene sedikit merasa bersalah karena sudah salah menduga.Ketika mendengar percakapan Adam dengan Claire di kantor, Irene berpikir kalau Adam pernah menjadi selingkuhan Claire. Ternyata, hari ini ia mendapati kebenaran yang berbanding terbalik dengan tebakannya. “Jadi, dia tadinya pacarmu?” tanya gadis itu, dengan nada sedikit tak percaya. Pasalnya, semua orang meragukan bahwa Adam bisa jatuh cinta. “Berarti Claire berpikir kalau Adam masih mencintainya, begitu ya?” tanya Irene dalam hati. "Terus, nggak terima kalau aku jadi istri Adam?"Kesal dengan kesimpulannya sendiri, Irene bertekad, “Cih! Aku bersumpah bakal rebut hati Adam! Well, andai aku bisa rebut, bakal aku pamerin kissing Adam di depan dia. Mwahahaha!”Menjawab pertanyaan Irene tadi, Adam mengangguk, “Yeah. Dia dulu pacarku sejak SMA.”Lagi, ia melanjutkan kisahnya, “Waktu tahu aku bukan anak dari istri sah Papa, Claire langsung berpali
Irene mengangkat bahu, lemas. Ia juga terkejut melihat tingkah Adam barusan. Padahal beberapa saat sebelum ini, dia terlihat bersemangat soal kehamilan Irene.“Apa dia bakal membenci anak ini, karena walau darah dagingnya, tapi bukan dari perempuan yang dia cintai?” batin Irene bertanya-tanya. Ia jadi merasa kasihan dengan janin yang dikandungnya, jika Adam hanya akan menggunakannya sebagai alat meraih kekuasaan dan semua yang diinginkannya.Melihat Irene murung, Darren pun langsung berkomentar asal saja, untuk menaikkan suasana. “Kurasa dia cuma kebelet ke kamar mandi, Ir. Kamu istirahat aja dulu. Kayaknya morning sick kamu agak berat nih.”Dan sedikit berhasil membuat Irene terkekeh, walau tawa kecilnya itu tak nampak dari pancaran netranya. “Yeah. Kayaknya aku juga ngantuk, Dok.”Darren mengangguk. Ia kemudian membereskan peralatan USG dan berniat untuk meninggalkan Irene agar beristirahat. Namun, Irene menghentikan langkahnya. Gadis itu sepertinya tak bisa menutupi kesedihan ter
“Aku tidak ingin membahasnya lagi.” Adam memutuskan untuk menyimpan semua pemikiran dan perasaannya tersembunyi dari semua orang. “Ha?! Dam, kau nggak bisa begini. Irene akan salah paham—”“Aku ada rapat lagi, Ren,” ujar Adam memotong protes sang dokter. Ia juga menambahkan, “Cukup untuk diketahui, bahwa aku tetap akan memenuhi semua yang diminta Irene dalam kontrak perjanjian kami. Dan aku nggak berniat membuang anak itu.”Tak bisa memaksa Adam untuk bicara lebih dalam lagi, Darren pun menyerah. “Oke, oke. Tapi aku minta satu hal padamu, jangan abaikan Irene. Dia butuh semua perhatian yang bisa kau berikan, untuk melewati masa kehamilan ini sampai bayi itu lahir.”Adam mengangguk. “Tentu saja.”“Dan kalau bayinya ternyata bukan laki-laki—walaupun menurut hasil tes terdahulu mengatakan bahwa 98% bayi pertama yang akan dilahirkan Irene adalah laki-laki, jangan marah padanya. Dan jangan membuang bayi itu.”Kali ini Adam terdiam sesaat sebelum mengangguk. “Tentu saja.” Adam sendiri ma
“Ha–hamil?! Mati aku kalau ada yang tahu soal aku hamil!” pikir Irene panik. Raut wajah gadis itu sempat menunjukkan shock sepersekian detik, tetapi langsung bisa menguasai diri untuk merespon dengan gurauan. “Nggak lah, Mbak Noora. Cuma lagi agak sensitif aja ini.”“Iya juga sih. Kamu belum punya pacar juga kan, apalagi suami.” Noora membalas seolah ia percaya dengan ucapan IrenePadahal, Irene tidak tahu kalau Noora sempat menangkap raut wajah shock-nya tadi, seolah apa yang dikatakan Noora adalah benar.Karena penemuan yang tidak seberapa itu, dengan caranya Noora mulai menyebar gosip. Semua gosip dimulai dari kantin karyawan—di mana staf sekretariat kebanyakan, tidak pernah menginjakkan kakinya di sana.“Si Irene sakit apa sih ya. Kemarin ketemu sama tenant buat copywriter laporan tahunan kan, terus dia tiba-tiba lari ke toilet. Kukira dia kebelet, ternyata dia kayak muntah gitu.” Noora terlihat khawatir, tetapi tujuannya tidak semulia itu. Gadis itu paling mahir menggiring opin
Tubuh Irene menegang, tetapi ia mengangguk menuruti perintah Adam dan mengekor di belakang sang CEO.“Ir … apa yang kalian bahas di ruang rapat tadi? Apa mengenai pekerjaan?” tanya Adam setelah mereka berada di dalam ruangan.Irene tak langsung menjawab. Ia tidak tahu harus memulai dari mana. Ia juga takut kalau Adam marah karena dirinya membiarkan orang lain mengetahui kondisinya. “Ir … Apa ini soal gosip yang dibuat Noora?”Deg!Irene yang tadinya menggantung kepalanya dan berusaha menata kalimat pun langsung menyentak naik menunjukkan wajah yang seolah bertanya, “Bagaimana bapak bisa tahu?!”Melihat Irene tak kunjung duduk di kursi yang ada di seberang mejanya, Adam memutuskan untuk duduk di sofa. Ia meraih tangan Irene dan menuntunnya ke salah satu sofa yang ada di ruangan.“Duduklah dulu, Irene. Jangan sampai kau kelelahan.”Sikap manis Adam membuat Irene terkejut. Ia tidak menyangka kalau Adam mau menggenggam tangannya hanya supaya ia duduk nyaman.“Sebenarnya, aku sudah mencur
“Nggak usah sok peduli, Noora. Aku dengar sendiri bagaimana kamu—”Julia baru saja ingin menyerang Noora, tetapi seseorang masuk ke dalam ruangan dan berteriak murka, “Ada apa ini?! Membuat keributan di ruangan direksi, apa kalian sudah bosan kerja di sini?”“Bu Lily!” seru Noora bersikap seolah ia yang tersakiti. Julia dan Galleon kehilangan momen untuk menarik perhatian direktur pembelian itu lebih awal.“Saya ke sini cuma mau tahu kondisi Irene yang sempat muntah-muntah kemarin, Bu. Tapi mereka nuduh saya bikin gosip kalau Irene hamil.” Noora terlihat tak lagi menahan diri. Dan karena memang tidak ada yang tahu awal mula gosip itu menyebar, semua berpihak pada Noora. Julia jadi terlihat sebagai pihak yang melakukan perundungan pada Noora.“Irene hamil? Seharusnya itu kabar baik kan? Kenapa jadi masalah?” tanya Lily yang kemungkinan besar tertinggal gosip karena sejak kemarin beliau memang sibuk di luar kantor.Salah satu staf di sana menyahut, “Kalau dia sudah bersuami memang ngga