"Sayang, apa pengen sesuatu? Rafasya tersenyum dan duduk di tepi tempat tidur istrinya. Sejak tadi Kamar ini tidak ada sepinya. Hingga Rafasya tidak bisa berduaan dengan sang istri. Bukannya tidak senang ketika banyak yang datang mengunjungi istrinya. Namun pria itu masih sangat merindukan Cinta dan ingin berdua saja. "Nggak ada." Cinta memandang ke arah yang berbeda. Jantungnya berdegup dengan sangat cepat ketika menatap wajah tampan suaminya. Meskipun tubuh Rafasya jauh lebih kurus dari sebelumnya, tetap saja pria itu sangat tampan dimatanya."Beneran nggak ada?" Rafasya masih terus menatap wajah istrinya tanpa berkedip. "Iya."Cinta memejamkan matanya. "Ngantuk ya?" Rafasya mengusap kepala Cinta. Namun tatapan matanya tertuju ke bibir kecil istrinya itu. Jangan tanya Seperti apa Rindunya. Rafasya sudah tidak sabar untuk mengecup bibir istrinya. Apalagi kesalahpahaman di antara mereka sudah diluruskan. Meskipun Cinta masih menggantung jawabannya. Bagi Rafasya itu tidak masalah
"Cinta malu." Wajah Cinta Sudah merah seperti tomat masak. Wanita itu pun memilih untuk memandang ke lain arah."Nggak usah malu sayang, abang ini suami, ayah dari calon anak kita." Rafasya mengeluarkan rayuan mautnya."Tetap aja Cinta malu." Cinta hanya satu kali melakukan penyatuan dengan sang suami. Itu pun berakhir dengan rasa yang begitu sangat sakit. Hingga membuat dirinya merasa takut untuk memulai kembali."Nggak usah malu, boleh ya." Rafasya sudah tidak mau lagi berdebat. Kali ini pria itu langsung membuka kancing baju sang istri. Cinta ingin menolak namun pria itu justru malah mencium bibirnya. Dan hal itu mampu membuat sang istri terdiam seperti patungRafasya benar-benar melepaskan kerinduannya. Dia mencium bibir istrinya dengan penuh rasa cinta dan juga gelora yang bergejolak. Sehingga membuat pria itu seperti orang yang sedang sedang kelaparan, hingga membuat sang istri kewalahan. Setelah cukup lama menikmati bibir istrinya, pria itu melepaskannya. Cinta menghirup oks
"Gimana kabar kamu?" Cahaya memandang Cinta dengan tersenyum. Selama Cinta menghilang, Cahaya selalu merasa takut dan cemas. Dia begitu sangat kehilangan sahabat tempat dia berbagai cerita dan tertawa bersama. "Baik kata dokter, besok sudah bisa pulang. Tapi ya nggak boleh melakukan rutinitas apapun harus istirahat total," jelas Cinta. "Abang duduk di sofa ya, ada yang mau dibahas dengan Anto." Rafasya tersenyum dan mengusap kepala istrinya. Rafasya tahu bahwa Cinta sangat merindukan sahabatnya. Karena itu dia tidak ingin mengganggu obrolan kedua wanita itu. "Iya," jawab Cinta dengan tersenyum. Saat ini dia sudah diperbolehkan duduk. Namun tidak boleh banyak bergerak. "Kamu harus nurut, jangan membantah apa kata dokter. Ingat calon ponakan harus dijaga dengan baik." Cahaya tersenyum dan mengusap perut sahabatnya. Melihat sahabatnya bahagia, Cahaya juga ikut bahagia. Meskipun ada rasa iri ketika melihat Cinta yang begitu di sayang oleh suami dan mertuanya. Berbeda dengan Cahaya
Bukan Rafasya saja yang minta izin kepada Cinta, Anto juga melakukan hal yang sama terhadap Cahaya. Hanya saja mereka tidak saling bercumbu mesra.Cinta memandang Rafasya dan juga Anto yang sudah keluar dari kamar rawatnya."Aku lihat Mas Anto itu suka sama kamu. "Cinta memandang Cahaya dengan tersenyum. Sebagai seorang sahabat, Cinta tidak ingin melihat Cahaya terpuruk karena dijadikan mainan oleh seorang desain terkenal Arlan lukas. Cahaya diam sambil menundukkan kepalanya. Jika tidak ada janin yang hidup dan tumbuh di rahimnya, dia akan membuka hati untuk pria itu. Namun kenyataannya justru berbeda, Cahaya hanya seorang wanita rusak dan juga hina. Wanita yang hamil diluar nikah. Yang lebih menyedihkan lagi, pria yang menghamilinya tidak bisa dijumpai dengan mudah. Bahkan Cahaya tidak tahu cara untuk memberi tahu pria itu tentang kehamilannya. Dia juga tidak tahu harus mencari Arlan ke mana. Bukannya Cahaya tidak ingin memperjuangkan hak calon anaknya. Bukannya cahaya tidak in
Cahaya merasa lega setelah menceritakan semuanya kepada Cinta. Dia tidak menyangka bahwa Cinta akan memberikannya uang yang cukup banyak. Yang mana uang itu akan dipakai untuk membayar kontrak apartemen dan juga biaya hidupnya. Nanti ketika sudah berada di apartemen, Cahaya akan memberitahukan hal ini kepada Anto dan berharap pria itu mau mengizinkannya untuk tinggal di apartemen sendiri."Mas sudah daftarin?" Cahaya bertanya karena mereka langsung ke ruang praketk dokter. Bukan mendaftar ke resepsionis terlebih dahulu."Iya sudah, mas serius dengan yang," jawab Anto dengan tersenyum tulus.Lagi-lagi Anto mengungkapkan niat baiknya. Dia memang bersungguh-sungguh untuk menikahi Cahaya dan menerima anak yang dikandung Cahaya sebagai anaknya sendiri. "Mas, Terima kasih ya." Cahaya tersenyum memandang Anto. "Apa yang mas katakan?" "Mas mau jadi suami dan ayah untuk anak kamu." Anto mengusap kepala Cahaya. Cahaya diam dan merasakan jantungnya yang berdegup dengan cepat. "Sus, Saya sud
Cahaya diam karena belum bisa memberikan jawaban yang pasti."Jawab aja," desak Anto. "Aku takut jika nanti mas kecewa setelah menikah denganku. Mas sendiri tahu seperti apa Kondisi aku yang sesungguhnya," kata Cahaya. Cahaya tidak mengerti dengan pria itu. Apa Anto mencintainya atau hanya merasakan kasihan saja. "Semua orang pernah melakukan kesalahan. Namun semua orang berhak untuk memperbaiki dirinya ke arah yang lebih baik. Jika ada yang mengatakan bulan itu sangat jauh itu salah. Karena nyatanya waktu yang telah berlalu lah yang paling jauh. Setinggi apapun ilmu yang dimiliki oleh para ilmuwan, tidak akan mampu untuk kembali ke masa lalu." Anto berkata sambil memandang Cahaya. "Jadi karena itu, tidak usah memandang ke belakang. Kita hadapi semua yang terjadi saat ini. Biarkan kenangan masa lalu menjadi pelajaran untuk masa yang akan datang." Cahaya terdiam ketika mendengar perkataan dari Anto. "Mas tanya serius, kamu mau menikah sama Mas atau tidak?" Anto tidak akan bisa la
"Kita pakai motor ya, biar sampai lebih cepat. "Anto berkata ketika mereka sudah berada di parkiran. "Iya," jawab Cahaya dengan jantung yang berdebar lebih cepat.Anto mengeluarkan motor besar berwarna merah miliknya dari parkiran apartemen. Meskipun hanya seorang Bodyguard namun pria itu memiliki kehidupan mewah. Dia tinggal di apartemen mewah, memiliki mobil dengan harga tinggi dan juga motor besar yang ditaksir memiliki harga senilai 250 juta. Dan hal ini yang membuat Cahaya terheran-heran."Apa ini Motor, mas yang punya?" Cahaya memandang Anto dengan mulut sedikit terbuka."Iya." Anto tersenyum dan memakaikan helem berwarna merah untuk wanitanya. Setelah itu dia naik ke atas motor."Ini motornya keren sekali Mas, tapi naiknya susah." Cahaya memandang motor besar itu.Anto turun dari atas motor. Tanpa ragu mengangkat tubuh wanita itu dan menaikkannya ke atas jok belakang "Nggak susah kan naiknya." Anto tersenyum dan kemudian naik kembali ke atas motornya. Cahaya diam sambil me
Jantung Bambang seakan malu lepas dari tempatnya ketika mendengar pengakuan Anto, begitu juga dengan Maya. Cahaya menangis ketakutan. Tangan dan kaki gemar, wajah dan bibir pucatnya. Bambang diam beberapa saat sambil memandang Anto serta Cahaya. Mendengar ucapan pemuda itu dia ingin marah. Namun semua itu tidak ada gunanya. Pria itu juga mau bertanggung jawab. Jadi tidak ada lagi yang harus dipermasalahkan. Yang terpenting putrinya segera menikah. "Apa kamu sudah memberitahukan hal ini kepada kedua orang tua kamu?" tanya Bambang. "Kedua orang tua saya sudah meninggal Om, dan itu pun terjadi ketika saya masih remaja. Saya memiliki seorang asisten rumah tangga yang sudah saya anggap sebagai ibu saya. Nanti dia akan datang ke sini untuk menyaksikan pernikahan saya dan juga Cahaya. Untuk mahar, si mbok yang akan membawakannya." Kata Anto. "Apa kamu tidak memiliki keluarga atau Kerabat?" tanya Bambang. Anto diam sejenak kemudian dia menganggukkan kepalanya. "Mereka sangat sibuk Om,