Dya sangat terkejut dengan sikap Kiki. Apalagi Kiki terang-terangan mengabaikan dirinya hingga membuat hatinya terasa sangat sakit.Dya menarik napas panjang, lalu mengembuskan pelan untuk menguatkan dirinya dan tetap bersabar menghadapi sikap Kiki. Jika Oma Clarisa tahu, Kiki pasti akan mendapat masalah, sebab itu Dya masih berusaha menghadapi Kiki sendiri tanpa mengadu ke sang oma.“Aku yang memaksanya menikah dan berjanji akan menerima segala sikapnya. Bukankah seharusnya aku tak perlu memikirkan berlebihan apa pun yang dia lakukan?”Dya mencoba menerima sikap Kiki meski sakit. Dia akhirnya keluar dari perusahaan untuk mencari taksi. Tak banyak taksi yang mangkal di dekat perusahaan karena ini jam pulang yang pastinya banyak taksi sibuk mengantar penumpang.Dya berdiri di dekat pintu keluar area perusahaan, mencari-cari taksi yang biasa lewat area di sana.“Tumben sekali tidak ada taksi yang berlalu-lalang?” Dya mulai bingung karena belum melihat taksi melintas di area itu.Dya men
Di ruang makan. Dya akhirnya terpaksa makan sendiri. Dia menoleh ke pintu kamar Kiki, tapi masih tak ada tanda-tanda pria itu keluar dari kamar.“Apa dia benar-benar membenciku?”Dya benar-benar sedih, apakah dirinya sangat buruk sampai Kiki membencinya hanya karena diminta menikahinya? Apakah dia juga tak layak mendapat kesempatan untuk membuktikan kalau dia bisa menjadi orang yang paling perhatian dan bisa diandalkan untuk Kiki.“Salahku karena memaksanya,” gumam Dya mencoba melegakan hatinya sendiri.“Dia hanya perlu tahu kalau aku tulus, lalu dia bisa menerimaku.”Dya terus berusaha optimis. Dia makan sambil mencoba meyakinkan dirinya jika setelah ini semua akan baik-baik saja.Dya menyibukkan dirinya setelah makan dengan mencuci peralatan makan dan membersihkan dapur. Setelah selesai dan mematikan semua lampu di dapur dan ruang tengah, Dya pergi ke kamarnya.Dingin memang, sudah menikah tapi tak dianggap. Parahnya suaminya sama sekali tak mau sekamar dengannya. Apakah Dya akan me
Dya menyodorkan goodie bag berisi makanan pada Kiki. Sengaja dia memberikan makanan itu saat ada Ana. Ingin memperlihatkan seberapa bahagia Kiki dengannya. Untuk sesaat Kiki hanya terdiam, dia bingung dengan apa yang dilakukan Dya. Ada angin apa wanita itu membawakan makanan untuk dirinya. Ana yang berada dalam situasi ini benar-benar merasa bingung. Berada dalam keromantisan suami-istri jelas bukan sesuatu yang nyaman baginya. Ting …. Lift terbuka, tapi Kiki belum mengambil makanan yang diberikan Dya. “Ini, Sayang. Aku kerja dulu. Sampai berjumpa nanti.” Saat Kiki tak kunjung menerima, Dya berinisiatif menarik tangan Kiki dan memintanya menerima. Dengan segera Dya keluar lebih dulu. Takut-takut Kiki menolak dan akan membuatnya malu nanti di depan Ana. Kiki langsung melihat ke arah Ana. Dia yakin jika Ana pasti terluka. Namun, mau bagaimana lagi. Ana yang melihat Dya keluar langsung ikut keluar tanpa mengatakan apa-apa. Dia berusaha menahan rasa sakitnya melihat pemandangan ro
“Oh … ini.” Petugas kebersihan menunjukan goodie bag pada Dya. “Ini dari Pak Kiki, Bu.” Mendapati jawaban itu membuat hati Dya teriiris. Ternyata Kiki tidak memakan makanan yang dibuatkannya, tapi memberikan pada petugas kebersihan.Mata Dya sudah berkaca-kaca dan sebisa mungkin dia berusaha untuk tidak membiarkan bulir air mata menetes. “Memang kenapa, Bu?” Petugas kebersihan bertanya karena bingung. “Tidak apa-apa.” Suara Dya sedikit bergetar. “Kamu bisa pergi.” Petugas kebersihan itu segera pergi. Dya tak sanggup menahan tangisnya yang meluncur, akhirnya dia memilih ke toilet. Segera masuk ke bilik toilet untuk menumpahkan tangisnya. “Kenapa dia tega sekali?” Beberapa saat Dya menangis. Namun, buru-buru dia menghapus air matanya. Tak mau orang tahu dia menangis untuk hal sepele ini. “Bukankah aku harusnya kuat. Aku tidak boleh kalah dengan sikap Kiki padaku.” Dya berusaha menguatkan diri. Tak mau menyerah begitu saja. Masih yakin jika Kiki akan luluh juga padanya nanti.
Dya melangkah santai menuju tempat parkir setelah Naven memintanya untuk mengambil berkas di mobilnya.Di dalam lift, hatinya masih tidak nyaman karena perlakuan Kiki tadi.Rasanya hubungan mereka bukannya bergerak maju malah terus-terusan mundur sampai Dya kesulitan mencari cela untuk mengambil perhatian Kiki."Sudahlah. Percuma juga aku memikirkan sikapnya. Lebih baik aku fokus dengan pekerjaan. Aku yakin suatu saat Tuhan akan kasih jalan terbaik buat perasaanku," batin Dya.Namun, tak disangka, sesampainya di tempat parkir, Dya malah menemukan Kiki dan Ana yang sedang berduaan di sana."Itu kan?"Dya menutup mulutnya tak percaya.Ia baru saja berusaha menenangkan diri atas sikap Kiki yang dingin. Namun hal mencengangkan kembali terjadi. Sekarang Kiki justru mengobrol berdua dengan Ana. Mereka tampak serius sampai tidak melihat kehadiran Dya. Kiki sempat melihat ke arahnya, tapi pria itu tampak tenang sekali. Tak terkejut dan bahkan ketakutan ketahuan dirinya. Wanita itu pun sege
Matahari terbit membawa keluhan Dya saat bangun dari tidur. Badannya terasa pegal seperti dipukul menggunakan palu.Tiba-tiba sebuah ide cerdik melintas di pikiran Dya."Bagaimana kalau aku pura-pura sakit untuk menarik perhatian Kiki?"Senyumnya terbit sempurna. Menurut Dya tak masalah berbohong sedikit demi kebaikan. Toh dia memang agak sakit. Dya segera keluar kamar. Bertepatan dengan itu, Kiki juga keluar dari kamarnya."Aduh, badanku rasanya pegal semua," keluhnya sambil memegang dahiDya berharap Kiki, suaminya akan memberikan perhatian lebih. Namun, Kiki hanya menoleh sebentar lalu berjalan ke dapur untuk membuat kopi.Diperlakukan seperti itu Dya hanya tersenyum tipis. Dia tak langsung menyerah. Wanita itu berjalan ke dapur menyusul Kiki."Aku sepertinya sakit. Sepertinya hari ini aku tidak masuk kerja.""Terus kamu mau aku bagaimana?" Kiki berbalik kesal. Apa dia pikir dengan bicara begitu Kiki akan jadi perhatian? Bukannya iya Kiki malah jijik mendengar suara Dya yang sok
“Bagaimana bisa aku berangkat sendiri?” Protes Dya. “Pakai mobilmu.” Dahi Dya berkerut dalam. Tampak terkejut dengan ucapan Kiki. “Memang mobilku di sini?” tanyanya.“Sudah aku bawa ke sini. Jadi kamu bisa memakainya.” Kiki memang sengaja kemarin menyuruh orang untuk mengambil mobil Dya. Kiki tidak mau berlama-lama berangkat bersama Dya karena itu membuatnya tidak nyaman.Tak ada lagi alasan untuk berangkat bersama Kiki. Sepertinya memang Kiki memberikan jarak untuk mereka. Dya pergi ke perusahaan sendiri. Meski sedih tapi dia harus tetap bekerja. Mungkin orang-orang akan menganggap aneh ke arahnya, meski dia dan Kiki sudah menikah, tapi harus berangkat sendiri-sendiri. Namun, Dya tak peduli. Dia tak mau mendengarkan gosip atau pandangan orang lain atas dirinya.Dya sudah berada di divisi tempatnya bekerja. Dia bekerja seperti biasa setelah sebelumnya libur karena berpura sakit. Dya mengerjakan setumpuk berkas, sesekali melirik ke arah Ana yang juga sedang sibuk bekerja.Saat si
“Bunga?” “Iya, bunga, apa kamu yang mengirimnya?” tanya Ana memastikan.“Menurutmu?” Kiki justru balik bertanya. Dari jawaban Kiki itu, membuat Ana yakin jika dia yang mengirimi bunga. Ana suka jika Kiki yang mengirim, tapi keadaan sudah berbeda. “Bisakah kamu tidak melakukan hal itu? Kita sudah tidak ada hubungan.” Ana berusaha untuk memberikan pengertian pada Kiki, karena memang tak seharusnya Kiki mengirimi bunga. “Tidak punya hubungan bukan berarti tidak punya perasaan ‘kan?” Rasanya sesak jika membahas perasaan. Jelas dirinya memang ada perasaan pada Kiki. Namun, disimpannya rapat karena tidak mau mengganggu hubungan Kiki dan Dya. “Kamu sudah menikah, ingatlah itu. Jadi berhentilah untuk melakukan hal-hal itu. Jangan membuat aku dalam situasi sulit.” Tanpa sadar Ana menangis. Beruntung lorong kantor sedang sepi. “Aku mohon jangan menangis.” Kiki di seberang sana mendengar jika Ana menangis, tentu saja dia tidak tega dengan hal itu.“Kalau begitu, berhentilah memberikan aku
“Sayang, cepat kita tidak boleh datang terlambat, apalagi kita adalah pendamping pengantin wanita.” Naven mengetuk pintu kamar mandi karena sang istri tidak kunjung keluar.Hari ini adalah hari pernikahan Dya dan Dave. Pesta pernikahan di adalah di pulau dewata. Keluarga turut hadir untuk menemani pernikahan Dya.Tadinya, Dya mau menunggu kuliahnya selesai, tetapi sang oma memaksa untuk segera Dya menikah agar oma tenang ketika Dya di luar negeri. Alhasil, akhirnya Dya pun menuruti.Mengingat Dya dan Dave saling mencintai, jadi tak ada masalah bagi mereka menikah kapan pun. Mungkin lebih cepat justru lebih baik.“Iya-iya, sebentar.” Nerissa segera keluar dari kamar mandi.“Ayo, semua sudah siap.” Naven segera mengayunkan langkah keluar dari kamar hotel sambil menggendong Naresh di dadanya.Nerissa mengekor sang suami di belakang. Sebenarnya, tadi ada yang ingin dikatakan oleh Nerissa, tetapi sepertinya, dia akan mengatakan pada suaminya nanti saja.Acara pesta pernikahan Dya dan Dave d
“Ki, pastikan pria itu mendapatkan hukuman yang setimpal. Aku tidak mau sampai dia bebas dengan mudah setelah apa yang dilakukan pada Nerissa!” Naven memberikan perintah pada Kiki untuk mengurus semuanya. Memastikan jika Harry akan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas apa yang dilakukannya.“Baik, Pak. Saya akan pastikan jika Harry akan mendapatkan balasan setimpal atas apa yang dilakukannya.”“Baiklah, aku titip kantor beberapa hari padamu. Jika tidak ada urusan mendesak jangan hubungi aku.” Hari ini rencananya Naven dan Nerissa akan pergi ke pulau dewata untuk menikmati liburan. Sejujurnya kejutan yang akan diberikan Naven adalah mengajak Nerissa berlibur. Namun, ternyata semua berantakan karena ulah Harry.“Baik, Pak.” Kiki mengangguk. “Kalau begitu saya permisi dulu.” Kiki segera keluar dari ruang kerja Naven.Setelah Kiki pergi, Naven segera keluar dari ruang kerjanya dan beralih ke kamarnya. Karena hari ini dia berangkat ke Bali, jadi dia tidak ke kantor dan memilih meminta
Harry langsung mempercepat langkahnya. Meraih tangan Nerissa.Nerissa yang ditarik Harry berusaha untuk melepaskan diri. Sayangnya, tangan Harry cukup kuat saat mencengkeram tangan Nerissa.“Kali ini kamu tidak akan bisa lari.”“Lepaskan aku.” Nerissa memukul Harry. Sayangnya, pukulan itu tak seberapa. Jadi tangan Nerissa masih terus dicengkeram. Karena tak bisa lepas dengan memukul, Nerissa beralih menggigit tangan Harry.“Achhh ….” Harry kesakitan ketika digigit, dengan segera dia melepaskan tangannya yang mencengkeram tangan Nerissa.Nerissa yang mendapatkan kesempatan itu segera berlari ke arah pintu.Harry yang melihat Nerissa berlari, segera mengejar. Dia menarik rambut Nerissa hingga Nerissa terjatuh. Tubuh Nerissa terjatuh ke lantai cukup keras. Hingga membuatnya kesakitan.Tak membuang waktu Kiki menarik kedua tangan Nerissa. Menyeret tubuh Nerissa dan membawa tubuh wanita itu ke tempat tidur.Nerissa terus meronta-ronta. “Tolong … tolong … tolong ….” Teriakan Nerissa terus b
Satu jam sebelumnya. Tepatnya saat Nerissa tengah berangkat, di tempat lain Arumi mengerutkan dahinya ketika melihat Harry sedang memesan kamar hotel dengan kartu debit miliknya.“Untuk apa dia memesan hotel?” Arumi pun bertanya-tanya akan hal itu.Sejenak Arumi teringat pertengkaran dengan Harry kemarin. Kemarin Harry masih berpikir untuk balas dendam atas apa yang dilakukan Nerissa. Sekuat tenaga Arumi mencegah itu. Memberitahu jika selama kehamilan dibantu oleh Nerissa. Sayangnya, Harry seolah tak peduli sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Arumi.“Jangan-jangan dia mau menjebak Nerissa.”Tak mau hal itu terjadi, Arumi segera menghubungi Nerissa. Sayangnya, ponsel Nerissa tak kunjung diangkat. Berulang kali dia mencoba menghubungi, tapi tidak kunjung diangkat.“Sa, ayo angkat.” Arumi benar-benar panik ketika Nerissa tidak kunjung mengangkat sambungan telepon.“Halo.”Akhirnya setelah sekian lama, sambungan telepon diangkat juga. “Sa. Ini aku Arumi.”“Maaf, Bu, Bu Nerissa tida
“Sebentar lagi ulang tahun pernikahan kita. Apa kamu akan memberikan kejutan padaku?” tanya Nerissa yang sedang memasangkan dasi pada sang suami.Usia pernikahan Nerissa dan Naven sudah memasuki dua tahun. Nerissa ingin setiap momen selalu mengesankan.Naven hanya tersenyum mendengar ucapan sang istri. “Jika kejutan diberitahu, namanya bukan kejutan.”Nerissa menekuk bibirnya. Ternyata sang suami tidak akan memberitahunya. Tetap mau merahasiakannya.Melihat sang istri yang menggemaskan, membuat Naven mendaratkan kecupan di bibir sang istri.“Tunggu saja kejutan dari aku.” Naven mengedipkan matanya.Nerissa tentu saja penasaran sekali dengan kejutan apa yang akan diberikan oleh sang suami. Namun, dia harus bersabar.Mereka segera keluar setelah rapi. Di luar sudah ada Naresh dengan babysitter. Selama di rumah memang ada babysitter yang menemani Nerissa merawat Navesh. Namun, hanya sekedar membantu saja. Karena semua masih dikerjakan oleh Nerissa sendiri.“Anak Papa.” Naven segera merai
Pesta berakhir juga. Kiki dan Ana segera kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Perasan Ana begitu berdebar karena menyadari jika setelah pernikahan usai, pastinya kini akan ada malam pertama.Saat masuk ke kamar, rasa berdebar itu semakin bertambah karena melihat kamar yang didekorasi untuk pengantin baru. Bunga-bunga yang berbentuk love di atas tempat tidur tampak begitu cantik. Aromanya semerbak menghiasi kamar.“Aku dulu atau kamu dulu yang mau membersihkan diri?” Kiki langsung bertanya ketika baru masuk ke kamar. Dia sendiri sebenarnya juga berdebar-debar. Jadi memilih untuk mengalihkan perhatian.“Kamu dulu saja. Aku masih mau membersihkan wajahku.”“Baiklah.”Kiki segera masuk ke kamar mandi, sedangkan Ana langsung membersihkan wajahnya yang masih memakai make up. Jantung Ana begitu berdegup kencang. Membayangkan apa yang akan terjadi nanti setelah ini.Setengah jam berlalu, akhirnya Kiki selesai juga. Pria itu keluar hanya memakai celana panjang saja dan membiarkan dadanya
Mendapati jawaban Ana itu, Kiki senang sekali. Ternyata tidak sia-sia dirinya membuat kejutan ini untuk Ana.Segera menyematkan cincin pada jemari Ana. Kemudian langsung berdiri. Sebuah kecupan pun diberikan oleh Kiki di dahi Ana.“Terima kasih sudah menerima aku.” Kiki benar-benar bahagia.“Sama-sama.” Ana mengulas senyuman.Beberapa saat kemudian petugas hotel datang. Mereka menyajikan makan di meja yang berada di balkon. Ternyata Kiki memesan makan di kamar hotel sekalian.“Sejak kapan kamu menyiapkan ini semua?” Ana masih belum menyangka jika Kiki akan mempersiapkan semua ini.“Aku mempersiapkan ini kemarin.”“Dapat ide dari mana kamu menyiapkan semua di kamar hotel?” Ana begitu penasaran.“Tidak dapat ide dari mana-mana. Aku merasa di sini akan lebih leluasa dan tidak dilihat oleh banyak orang.” Kiki merasa jika di restoran biasa, akan banyak orang di sana. Jadi sengaja dia menyiapkan ini semua di kamar hotel.“Dasar, aku sudah berpikir yang tidak-tidak, ternyata kamu hanya membe
Sepanjang jalan Ana memilih diam. Dia merasa tidak nyaman dengan apa yang dilakukan Kiki.“Kenapa diam saja?” tanya Kiki.“Aku kesal, kenapa kamu mengajak aku pulang. Mereka akan tahu jika kita ada hubungan jika seperti itu.” Ana meluapkan rasa kesalnya pada Kiki.“Aku sudah tidak mau menutupi semua. Ini sudah saatnya orang-orang tahu hubungan kita.” Kiki merasa jika yang dikatakan Dya ada benarnya. Semakin dirinya menyembunyikan hubungan dengan Ana. Orang-orang justru akan membuat Ana seperti pelakor yang merusak rumah tangganya.Ana merasa memang sudah saatnya hubungan mereka diketahui oleh semua orang. Apalagi tadi Ana melihat Dya sudah menggandeng pria lain. Namun, tetap saja ada rasa berdebar. Sedikit takut dengan tanggapan orang tentang hubungannya.“Aku sudah tidak mau sembunyi-sembunyi lagi. Aku mau semua orang tahu jika kita menjalin hubungan.”“Baiklah, biarkan semua orang tahu hubungan kita.” Ana pun setuju dengan apa yang dikatakan Kiki.****Pagi-pagi Kiki sudah datang ke
Ana tadinya hendak keluar dari bilik toilet. Namun, urung melakukannya ketika mendengar rekan-rekannya membicarakan dirinya. Namun, saat keluar, dia tidak menyangka jika akan bertemu dengan Dya.“Iya.” Ana mengangguk.“Kamu dengar apa yang mereka bicarakan tadi?” tanya Dya, walaupun sejujurnya Dya yakin jika Ana mendengar.“Dengar.” Ana mengangguk.“Kamu dan Kiki sudah menjalin hubungan?” Dya kembali menelisik, ingin tahu tentang apa yang terjadi pada Kiki dan Ana setelah perceraian mereka.“Kami sudah menjalin hubungan lagi setelah dua bulan perceraian kalian.” Ana mencoba menjelaskan, walaupun merasa tidak enak karena langsung menjalin hubungan dengan Kiki pasca bercerai.Mendengar itu sejujurnya Dya tidak masalah. Lagi pula Dya sudah move on. Mau Kiki menjalin hubungan lagi dengan Ana secepat apa pun, bukan masalah baginya. “Apa di kantor belum ada yang tahu perceraian kami?” Dya tampak penasaran lagi.“Belum. Kiki masih merahasiakan semua.”Dya merasa jika ada alasan yang dilak