Lucio benar-benar memanfaatkan kesempatan ini untuk melihat apakah Delicia sudah menikah atau belum. Karena terakhir kali dia mendengar bahwa Delicia menikah dengan seorang lelaki.Tetapi setelah memastikan jika di jari manisnya tidak ada cincin, Lucio merasa lega.“Aku ingin minta maaf padamu,” kata Lucio tiba-tiba memecah keheningan di antara mereka berdua.“Aku sudah melupakan semuanya.”Lucio tersenyum miris. “Termasuk melupakanku?”Delicia tidak berkata apa-apa.“Kamu sudah menikah?” tanya Lucio yang membuat Delicia langsung tersedak.Karena panik Lucio berdiri kemudian menepuk-nepuk pelan punggung Delicia.Delicia menepis tangan Lucio ketika lelaki itu hendak menyentuh punggungnya lagi.“Aku sudah tidak apa-apa,” kata Delicia. “Jadi, kamu mengajakku makan siang hanya ingin minta maaf padaku?”Lucio merasa kecewa karena sikap Delicia begitu dingin terhadapnya. Ia langsung duduk dan memandang wajah Delicia yang selama ini dia rindukan.“Aku merindukanmu,” katanya pelan.Delicia ti
Delicia duduk di sebuah halte, menunggu taksi yang dia pesan yang belum juga tiba. Pikirannya terbang jauh pada kejadian beberapa waktu yang lalu, di mana dia mendengar jika Lucio telah memiliki seorang anak.Mengapa dia tidak bisa mengenyahkan pikiran itu? Padahal dia sudah berusaha selama ini untuk tidak berurusan lagi dengan Lucio?Ketika dia sibuk dalam pikirannya, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya. Delicia sontak melihat, berpikir mungkin saja itu adalah taksi yang dia pesan. Namun, itu adalah mobil Lucio.Jendela kaca mobil Lucio dibuka oleh si pemilik. Delicia yang melihatnya mendelik sebal. Dengan senyum yang lebar Lucio menawarkan tumpangan pada Delicia.“Aku akan mengantarmu,” kata Lucio dengan percaya diri.“Tidak perlu.”“Oh iya, kamu sudah memiliki kekasih ya. Aku lupa masalah itu.” Nada itu terdengar benar-benar mengejek Delicia.“Sudahlah, pergi sana. Anakmu pasti sedang menunggumu,” balas Delicia.Lucio menahan senyumnya.“Kamu akan mendapatkan kejutan. Kuha
Ketika Delicia sudah pulang di rumah, anaknya sudah tidur. Tinggal Diego yang belum tidur karena menunggu Delicia.Sambil menguap, dia menyambut kakaknya yang baru saja pulang dari kantor.“Ke mana saja? Kenapa malam sekali?” tanya Diego. Dia berjalan mengekor Delicia yang duduk di kursi depan tv.“Biasa, pekerjaan tambahan,” jawab Delicia lemas. Dia mengambil botol mineral dari tasnya yang tinggal sedikit dan menghabiskannya. Setelah kosong dia meremas botol itu sampai gepeng, membuat Diego sedikit ngeri dengan kakaknya malam ini.“Ada apa, sih?” tanya Diego. “Ada masalah?”“Hmm, masalah besar,” jawab Delicia.“Apa? Gajimu tidak naik? Apa bosmu kurang ajar?”“Bukan.”Delicia melirik kamar Jose kemudian menghela napasnya. “Aku bertemu dengan Lucio tadi siang.”Mata Diego membulat.“Lalu? Lalu bagaimana? Kamu bilang padanya kalau sebenarnya dia sudah memiliki anak? Dan anaknya sudah besar?”“Mana mungkin?!” Delicia menyikut pinggang Diego sampai lelaki itu bergeser duduknya. “Aku tidak
Delicia tidak dapat berhenti mengutuk ketika dia harus benar-benar datang ke pesta ulang tahun Lucio tiga hari setelahnya. Dia diminta oleh bosnya untuk mengenakan pakaian yang pantas untuk datang ke pesta, padahal Delicia sudah paling anti mengenakan gaun pesta apalagi di depan Lucio.“Setidaknya kita harus bisa mengambil hati Lucio, kamu tau kan, perusahaan kita akan diuntungkan kalau dia mau bekerjasama dengan perusahaan kita,” kata bosnya ketika berada dalam perjalanan dengan Delicia.Delicia hanya mengangguk tidak tertarik untuk menjawabnya.“Oh ya, hubungan rumit apa sih, sepertinya Lucio mengatakannya dengan serius,” kata bosnya lagi.Delicia memutar bola matanya tanpa sepengetahuan bosnya, dia berani bertaruh kalau bosnya itu tidak tahu berita beberapa tahun yang lalu sempat menghebohkan.“Bukan apa-apa kok,” jawab Delicia pada akhirnya.“Apa dia menyukaimu? Itu akan sangat bagus, bukan? Kamu bisa memanfaatkannya, Delicia.”Tidak. Delicia menjawabnya dalam hati tentu saja.“Ka
Delicia kembali ketika Lucio sudah berdiri di atas panggung. Tidak hanya sendiri melainkan bersama dengan anak kecil tadi. Dengan bangga Lucio memperkenalkan anak Lucio yang bernama Martin.Lucio mengatakan bahwa Martin adalah bagian dari hidupnya yang sangat penting dan dia mengatakan jika tidak akan membiarkan ada berita buruk lagi tentang anaknya.Delicia semakin penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada Lucio karena selama ini dia sengaja tidak ingin mengorek hidup Lucio sampai Jose berusia lima tahun.Perlahan langkah Delicia mendekat, membaur dengan tamu yang lain dan mendengar ucapan-ucapan tidak masuk akal dari tamu yang datang.Dan yang membuat Delicia tak percaya adalah jika anak tersebut adalah hasil dari ibu pengganti.Seketika perasaan Delicia jadi tidak enak, dadanya terasa sesak dan ia merasakan sesuatu yang getir teraduk-aduk dalam hatinya.Jika Lucio tau kalau dia juga memiliki anak laki-laki lainnya, apakah dia masih bisa berkata seperti itu? Perasaan Delicia makin
Delicia menoleh ketika pintu kamar hotelnya terbuka, dua orang perempuan memberikan gaun yang lebih bagus pada Delicia.Delicia hendak menolaknya, tapi keadaan tidak memungkinkan karena gaunnya basah kuyup dan sedikit transparan hingga menampakkan kulit putihnya.Lucio pergi keluar sebentar setelah mengantar Delicia, katanya dia harus menenangkan anaknya yang menangis di bawah sana. Dan juga tamu yang mulai bertanya-tanya mengenai kejadian yang baru saja terjadi.“Silakan Anda bisa mengganti gaun Anda,” kata salah satu perempuan yang masuk tadi. Setelah meletakkan gaunnya, mereka berdua pergi meninggalkan kamar hotel Delicia.Delicia mengambil asal, tapi dia merasa lebih nyaman jika memakai pakaian kasual saja. Tetapi sayangnya tak ada pilihan pakaian seperti itu.Pintu terdengar dibuka lagi. Lucio masuk dan melihat Delicia belum mengganti pakaiannya.“Kenapa? Pakaiannya kurang bagus? Kamu tidak suka?” tanya Lucio.Delicia mendengus. “Kamu mau pamer?”Lucio tersenyum.“Bosmu sudah kus
Melihat bagaimana Delicia terlihat ketakutan saat itu, Lucio langsung terdiam. Menjauh dari Delicia agar emosinya tidak semakin meluap. Dia berjalan ke arah sofa kemudian menghubungi Khaleed.Delicia menarik napasnya dalam-dalam. Dia sendiri terkejut karena hampir saja terjatuh dalam jeratan Lucio. Bahkan dia tidak sadar saat dirinya menerima lumatan lembut dari lelaki itu.Dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak-detak tak karuan. Sentuhan-sentuhan kecil dan lembut itu membuatnya malu jika masih membayanginya.Berdiri dari tempatnya, Delicia merapikan gaunnya yang sedikit acak-acakan. Pun dengan rambut dan riasannya. Dia berjalan ke arah Lucio kemudian pamit akan pulang malam itu.“Kamu akan pulang dengan penampilan seperti itu?” tanya Lucio.Delicia tidak menjawab.“Tunggu sebentar, Khaleed akan datang sebentar lagi.”“Untuk apa? Aku tak mau merepotkan.”Lucio memicingkan matanya. “Sekali saja, turuti apa kataku. Di bawah sana sedang ramai wartawan. Sebaiknya kamu di sini dulu, kamu
Mobil Lucio sudah sampai di depan lobi apartemen. Delicia buru-buru turun sebelum Lucio menahan tangannya. Delicia menatap Lucio bingung.“Apa lagi?”“Pikirkan permintaanku tadi,” kata Lucio. “Aku masih menginginkanmu menjadi istriku. Bukan istri kontrak seribu hari, tapi benar-benar istriku.”Delicia diam untuk beberapa detik.“Kita lihat saja nanti,” katanya.Senyum di bibir Lucio perlahan mulai mengembang, seperti baru saja dia mendapatkan sebuah projek yang sangat besar.“Aku akan menantikannya,” sahut Lucio. Dia melihat Delicia turun kemudian menghilang dari pandangannya.Sesaat kemudian Lucio menyesal karena tidak bertanya di unit nomor berapa Delicia tinggal. Agar dia bisa berkunjung ke sana.Tapi ah lupakan, Lucio langsung mengarahkan mobilnya ke tempat parkir. Lalu mengejar Delicia.Meski sedikit terlambat, tapi Lucio dapat melihat jika Delicia sedang menuju ke lantai tujuh.Dengan langkah yang ringan, Lucio berlari ke tangga darurat dan naik ke lantai tujuh.Napasnya yang te
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?