Delicia menoleh ketika pintu kamar hotelnya terbuka, dua orang perempuan memberikan gaun yang lebih bagus pada Delicia.Delicia hendak menolaknya, tapi keadaan tidak memungkinkan karena gaunnya basah kuyup dan sedikit transparan hingga menampakkan kulit putihnya.Lucio pergi keluar sebentar setelah mengantar Delicia, katanya dia harus menenangkan anaknya yang menangis di bawah sana. Dan juga tamu yang mulai bertanya-tanya mengenai kejadian yang baru saja terjadi.“Silakan Anda bisa mengganti gaun Anda,” kata salah satu perempuan yang masuk tadi. Setelah meletakkan gaunnya, mereka berdua pergi meninggalkan kamar hotel Delicia.Delicia mengambil asal, tapi dia merasa lebih nyaman jika memakai pakaian kasual saja. Tetapi sayangnya tak ada pilihan pakaian seperti itu.Pintu terdengar dibuka lagi. Lucio masuk dan melihat Delicia belum mengganti pakaiannya.“Kenapa? Pakaiannya kurang bagus? Kamu tidak suka?” tanya Lucio.Delicia mendengus. “Kamu mau pamer?”Lucio tersenyum.“Bosmu sudah kus
Melihat bagaimana Delicia terlihat ketakutan saat itu, Lucio langsung terdiam. Menjauh dari Delicia agar emosinya tidak semakin meluap. Dia berjalan ke arah sofa kemudian menghubungi Khaleed.Delicia menarik napasnya dalam-dalam. Dia sendiri terkejut karena hampir saja terjatuh dalam jeratan Lucio. Bahkan dia tidak sadar saat dirinya menerima lumatan lembut dari lelaki itu.Dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak-detak tak karuan. Sentuhan-sentuhan kecil dan lembut itu membuatnya malu jika masih membayanginya.Berdiri dari tempatnya, Delicia merapikan gaunnya yang sedikit acak-acakan. Pun dengan rambut dan riasannya. Dia berjalan ke arah Lucio kemudian pamit akan pulang malam itu.“Kamu akan pulang dengan penampilan seperti itu?” tanya Lucio.Delicia tidak menjawab.“Tunggu sebentar, Khaleed akan datang sebentar lagi.”“Untuk apa? Aku tak mau merepotkan.”Lucio memicingkan matanya. “Sekali saja, turuti apa kataku. Di bawah sana sedang ramai wartawan. Sebaiknya kamu di sini dulu, kamu
Mobil Lucio sudah sampai di depan lobi apartemen. Delicia buru-buru turun sebelum Lucio menahan tangannya. Delicia menatap Lucio bingung.“Apa lagi?”“Pikirkan permintaanku tadi,” kata Lucio. “Aku masih menginginkanmu menjadi istriku. Bukan istri kontrak seribu hari, tapi benar-benar istriku.”Delicia diam untuk beberapa detik.“Kita lihat saja nanti,” katanya.Senyum di bibir Lucio perlahan mulai mengembang, seperti baru saja dia mendapatkan sebuah projek yang sangat besar.“Aku akan menantikannya,” sahut Lucio. Dia melihat Delicia turun kemudian menghilang dari pandangannya.Sesaat kemudian Lucio menyesal karena tidak bertanya di unit nomor berapa Delicia tinggal. Agar dia bisa berkunjung ke sana.Tapi ah lupakan, Lucio langsung mengarahkan mobilnya ke tempat parkir. Lalu mengejar Delicia.Meski sedikit terlambat, tapi Lucio dapat melihat jika Delicia sedang menuju ke lantai tujuh.Dengan langkah yang ringan, Lucio berlari ke tangga darurat dan naik ke lantai tujuh.Napasnya yang te
“Sebaiknya kamu pulang sekarang, aku tau kalau mobilmu yang mahal dan bagus itu tidak pernah mogok,” gumam Delicia.“Aku akan pulang kalau kamu mau berkata jujur padaku,” sahut Lucio.“Apa? Apa?”“Kamu… tidak punya kekasih, kan?”Delicia memutar bola matanya. Kebohongannya bahkan tidak bisa bertahan selama satu minggu.“Tapi kamu akan pulang kan setelah aku mengatakan hal yang jujur padamu?”“Ya, aku akan pulang.”Delicia diam. Ruangan hening.“Tidak. Aku tidak memiliki kekasih. Jadi, sebaiknya kamu pulang.”Lucio tersenyum lagi. Merasa tidak ada penghalang dan dirinya tidak perlu berkelahi dengan kekasih Delicia.“Jadi, siapa Jose itu?”“Itu… aku hanya mengarangnya.”“Termasuk telepon waktu itu?”“Ya, termasuk waktu itu.”Lucio berdiri kemudian melangkah mendekati Delicia.Delicia memundurkan tubuhnya, sampai punggungnya menyentuh dinding.“Jangan macam-macam, ada Diego di sini.”“Diego akan pura-pura tidak mendengarnya.”Mata Delicia membulat. Lucio mendekatkan wajahnya kemudian men
Delicia menurunkan sedikit maskernya ketika resepsionis perusahaan Lucio seakan tidak dapat mendengar ucapannya.“Saya ingin menitipkan barang ini untuk bapak Lucio Valeega,” kata Delicia untuk ketiga kalinya.“Maaf, tapi bisa informasikan siapa nama Anda?” tanya resepsionis itu.“Delicia.”“Oh kalau begitu silakan naik. Bapak Lucio sudah menunggu Anda.”“Apa?!” Delicia hampir berteriak tapi untung saja dapat dia kontrol. Rencananya dia tidak akan menemui Lucio. Tetapi menitipkannya saja pada resepsionis. Akan tetapi, Lucio sepertinya sudah berpesan pada karyawannya agar membuat Delicia naik ke atas.“Mari saya antar,” katanya lagi.“Oh.. itu tidak perlu.”“Bapak meminta saya untuk mengantar Anda.”“Pasti dia tau kalau aku akan kabur,” gumam Delicia.Setelah naik lift dan berjalan di koridor perusahaan. Delicia hampir sampai di ruangan Lucio yang berada di ujung sana. Ruangan dengan pintu paling besar dan ada resepsionis yang berdiri menyambutnya.“Silakan,” kata respsionis tersebut.
“Besok aku ke sini lagi pokoknya! Sampai kamu mau makan siang denganku!” decak Lordes. Dia kemudian meninggalkan ruangan Lucio.Setelah Lordes sudah benar-benar pergi. Delicia melepaskan tangannya, kemudian kembali duduk dan menyantap makanan seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Kamu pasti cemburu,” kata Lucio dengan nada mengejek. “dilihat dari matamu itu, aku bisa melihatnya.” Lucio lantas duduk dan ikut makan dengan Delicia.“Dia masih kecil, untuk apa aku cemburu dengan gadis itu?”“Lalu barusan untuk apa kamu memegang bahuku? Kupikir karena kamu ingin menunjukkan kalau aku milikmu.”“Memangnya kamu menyukainya?”“Tidak, tentu saja tidak.”“Kalau begitu itu sudah cukup.”Kemudian hening, hanya terdengar bunyi sendok yang beradu dengan piring. Sesekali Lucio melirik Delicia yang sepertinya nafsu makannya sejak dulu tidak pernah berubah.Wajahnya masih mungil dan cantik seperti dulu, meski ada beberapa hal yang berubah darinya. Yaitu lebih berani dan galak padanya tidak seperti
Setelah mengalami kejadian yang cukup menyebalkan tadi, akhirnya Delicia sudah tiba di tempat tinggalnya. Dia memasuki unit apartemennya, akan tetapi tidak menemukan siapa-siapa di sana, Diego dan Jose. Padahal biasanya mereka berdua sudah ada di rumah sebelum dirinya pulang.“Diego! Jose!” panggil Delicia. Dia menyalakan lampu apartemen. Dan terlihat bahwa baik Diego maupun Jose belum kembali sejak tadi pagi.“Mereka ke mana sih,” gumam Delicia. Dia mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya, lalu melihat ternyata ponselnya sudah mati karena kehabisan batrei. Tanpa menunggu lama, dia langsung menyambungkan daya. Hingga setelah beberapa menit kemudian ponselnya menyala, panggilan dari Diego mengejutkannya.“Kakak di mana! Kenapa tidak bisa dihubungi!” tanya Diego dengan nada yang panik.“Ada apa sih, aku baru pulang dan ponselku mati.”“Jose.. Jose tidak menemui kakak ke kantor kan?”Delicia diam untuk sesaat.“Kak!”“Aku tidak bertemu dengan Jose hari ini!”Keduanya pun diam.“Jose… w
Delicia pulang tanpa hasil, di apartemen dia menunggu Lucio dengan gusar. Kini, Delicia telah mengatakan semuanya pada Lucio, rahasia terbesarnya yang selama ini dia simpan rapat-rapat, akhirnya dia bongkar sendiri setelah Jose tiba-tiba menghilang.Suara pintu terdengar dibuka, Delicia seketika menoleh berharap jika Lucio yang datang. Akan tetapi adiknya Diego yang muncul dengan wajah yang lesu.“Bagaimana?” tanya Delicia. “Apa kamu menemukan Jose?”Diego menggeleng. “Aku sudah melihat CCTV di sekitar sekolah. Jose berjalan sendirian. Jadi, dia tidak mungkin diculik, kan?”“Bukan masalah diculik atau tidak. Tapi dia masih kecil, Diego!”“Aku tahu Kak!”Keduanya kemudian diam.“Lucio mau membantuku mencari Jose.” Delicia berkata begitu pelan hingga hampir tidak terdengar.“Benarkah? Kakak bilang apa mengenai Jose?”“Aku bilang apa adanya pada Lucio. Barangkali, dia akan mengusahakannya dengan maksimal jika aku mengatakan kalau Jose adalah anaknya.”“Keputusan yang bagus,” desah Diego d
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?