Delicia tidak dapat berhenti mengutuk ketika dia harus benar-benar datang ke pesta ulang tahun Lucio tiga hari setelahnya. Dia diminta oleh bosnya untuk mengenakan pakaian yang pantas untuk datang ke pesta, padahal Delicia sudah paling anti mengenakan gaun pesta apalagi di depan Lucio.“Setidaknya kita harus bisa mengambil hati Lucio, kamu tau kan, perusahaan kita akan diuntungkan kalau dia mau bekerjasama dengan perusahaan kita,” kata bosnya ketika berada dalam perjalanan dengan Delicia.Delicia hanya mengangguk tidak tertarik untuk menjawabnya.“Oh ya, hubungan rumit apa sih, sepertinya Lucio mengatakannya dengan serius,” kata bosnya lagi.Delicia memutar bola matanya tanpa sepengetahuan bosnya, dia berani bertaruh kalau bosnya itu tidak tahu berita beberapa tahun yang lalu sempat menghebohkan.“Bukan apa-apa kok,” jawab Delicia pada akhirnya.“Apa dia menyukaimu? Itu akan sangat bagus, bukan? Kamu bisa memanfaatkannya, Delicia.”Tidak. Delicia menjawabnya dalam hati tentu saja.“Ka
Delicia kembali ketika Lucio sudah berdiri di atas panggung. Tidak hanya sendiri melainkan bersama dengan anak kecil tadi. Dengan bangga Lucio memperkenalkan anak Lucio yang bernama Martin.Lucio mengatakan bahwa Martin adalah bagian dari hidupnya yang sangat penting dan dia mengatakan jika tidak akan membiarkan ada berita buruk lagi tentang anaknya.Delicia semakin penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada Lucio karena selama ini dia sengaja tidak ingin mengorek hidup Lucio sampai Jose berusia lima tahun.Perlahan langkah Delicia mendekat, membaur dengan tamu yang lain dan mendengar ucapan-ucapan tidak masuk akal dari tamu yang datang.Dan yang membuat Delicia tak percaya adalah jika anak tersebut adalah hasil dari ibu pengganti.Seketika perasaan Delicia jadi tidak enak, dadanya terasa sesak dan ia merasakan sesuatu yang getir teraduk-aduk dalam hatinya.Jika Lucio tau kalau dia juga memiliki anak laki-laki lainnya, apakah dia masih bisa berkata seperti itu? Perasaan Delicia makin
Delicia menoleh ketika pintu kamar hotelnya terbuka, dua orang perempuan memberikan gaun yang lebih bagus pada Delicia.Delicia hendak menolaknya, tapi keadaan tidak memungkinkan karena gaunnya basah kuyup dan sedikit transparan hingga menampakkan kulit putihnya.Lucio pergi keluar sebentar setelah mengantar Delicia, katanya dia harus menenangkan anaknya yang menangis di bawah sana. Dan juga tamu yang mulai bertanya-tanya mengenai kejadian yang baru saja terjadi.“Silakan Anda bisa mengganti gaun Anda,” kata salah satu perempuan yang masuk tadi. Setelah meletakkan gaunnya, mereka berdua pergi meninggalkan kamar hotel Delicia.Delicia mengambil asal, tapi dia merasa lebih nyaman jika memakai pakaian kasual saja. Tetapi sayangnya tak ada pilihan pakaian seperti itu.Pintu terdengar dibuka lagi. Lucio masuk dan melihat Delicia belum mengganti pakaiannya.“Kenapa? Pakaiannya kurang bagus? Kamu tidak suka?” tanya Lucio.Delicia mendengus. “Kamu mau pamer?”Lucio tersenyum.“Bosmu sudah kus
Melihat bagaimana Delicia terlihat ketakutan saat itu, Lucio langsung terdiam. Menjauh dari Delicia agar emosinya tidak semakin meluap. Dia berjalan ke arah sofa kemudian menghubungi Khaleed.Delicia menarik napasnya dalam-dalam. Dia sendiri terkejut karena hampir saja terjatuh dalam jeratan Lucio. Bahkan dia tidak sadar saat dirinya menerima lumatan lembut dari lelaki itu.Dadanya bergemuruh, jantungnya berdetak-detak tak karuan. Sentuhan-sentuhan kecil dan lembut itu membuatnya malu jika masih membayanginya.Berdiri dari tempatnya, Delicia merapikan gaunnya yang sedikit acak-acakan. Pun dengan rambut dan riasannya. Dia berjalan ke arah Lucio kemudian pamit akan pulang malam itu.“Kamu akan pulang dengan penampilan seperti itu?” tanya Lucio.Delicia tidak menjawab.“Tunggu sebentar, Khaleed akan datang sebentar lagi.”“Untuk apa? Aku tak mau merepotkan.”Lucio memicingkan matanya. “Sekali saja, turuti apa kataku. Di bawah sana sedang ramai wartawan. Sebaiknya kamu di sini dulu, kamu
Mobil Lucio sudah sampai di depan lobi apartemen. Delicia buru-buru turun sebelum Lucio menahan tangannya. Delicia menatap Lucio bingung.“Apa lagi?”“Pikirkan permintaanku tadi,” kata Lucio. “Aku masih menginginkanmu menjadi istriku. Bukan istri kontrak seribu hari, tapi benar-benar istriku.”Delicia diam untuk beberapa detik.“Kita lihat saja nanti,” katanya.Senyum di bibir Lucio perlahan mulai mengembang, seperti baru saja dia mendapatkan sebuah projek yang sangat besar.“Aku akan menantikannya,” sahut Lucio. Dia melihat Delicia turun kemudian menghilang dari pandangannya.Sesaat kemudian Lucio menyesal karena tidak bertanya di unit nomor berapa Delicia tinggal. Agar dia bisa berkunjung ke sana.Tapi ah lupakan, Lucio langsung mengarahkan mobilnya ke tempat parkir. Lalu mengejar Delicia.Meski sedikit terlambat, tapi Lucio dapat melihat jika Delicia sedang menuju ke lantai tujuh.Dengan langkah yang ringan, Lucio berlari ke tangga darurat dan naik ke lantai tujuh.Napasnya yang te
“Sebaiknya kamu pulang sekarang, aku tau kalau mobilmu yang mahal dan bagus itu tidak pernah mogok,” gumam Delicia.“Aku akan pulang kalau kamu mau berkata jujur padaku,” sahut Lucio.“Apa? Apa?”“Kamu… tidak punya kekasih, kan?”Delicia memutar bola matanya. Kebohongannya bahkan tidak bisa bertahan selama satu minggu.“Tapi kamu akan pulang kan setelah aku mengatakan hal yang jujur padamu?”“Ya, aku akan pulang.”Delicia diam. Ruangan hening.“Tidak. Aku tidak memiliki kekasih. Jadi, sebaiknya kamu pulang.”Lucio tersenyum lagi. Merasa tidak ada penghalang dan dirinya tidak perlu berkelahi dengan kekasih Delicia.“Jadi, siapa Jose itu?”“Itu… aku hanya mengarangnya.”“Termasuk telepon waktu itu?”“Ya, termasuk waktu itu.”Lucio berdiri kemudian melangkah mendekati Delicia.Delicia memundurkan tubuhnya, sampai punggungnya menyentuh dinding.“Jangan macam-macam, ada Diego di sini.”“Diego akan pura-pura tidak mendengarnya.”Mata Delicia membulat. Lucio mendekatkan wajahnya kemudian men
Delicia menurunkan sedikit maskernya ketika resepsionis perusahaan Lucio seakan tidak dapat mendengar ucapannya.“Saya ingin menitipkan barang ini untuk bapak Lucio Valeega,” kata Delicia untuk ketiga kalinya.“Maaf, tapi bisa informasikan siapa nama Anda?” tanya resepsionis itu.“Delicia.”“Oh kalau begitu silakan naik. Bapak Lucio sudah menunggu Anda.”“Apa?!” Delicia hampir berteriak tapi untung saja dapat dia kontrol. Rencananya dia tidak akan menemui Lucio. Tetapi menitipkannya saja pada resepsionis. Akan tetapi, Lucio sepertinya sudah berpesan pada karyawannya agar membuat Delicia naik ke atas.“Mari saya antar,” katanya lagi.“Oh.. itu tidak perlu.”“Bapak meminta saya untuk mengantar Anda.”“Pasti dia tau kalau aku akan kabur,” gumam Delicia.Setelah naik lift dan berjalan di koridor perusahaan. Delicia hampir sampai di ruangan Lucio yang berada di ujung sana. Ruangan dengan pintu paling besar dan ada resepsionis yang berdiri menyambutnya.“Silakan,” kata respsionis tersebut.
“Besok aku ke sini lagi pokoknya! Sampai kamu mau makan siang denganku!” decak Lordes. Dia kemudian meninggalkan ruangan Lucio.Setelah Lordes sudah benar-benar pergi. Delicia melepaskan tangannya, kemudian kembali duduk dan menyantap makanan seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.“Kamu pasti cemburu,” kata Lucio dengan nada mengejek. “dilihat dari matamu itu, aku bisa melihatnya.” Lucio lantas duduk dan ikut makan dengan Delicia.“Dia masih kecil, untuk apa aku cemburu dengan gadis itu?”“Lalu barusan untuk apa kamu memegang bahuku? Kupikir karena kamu ingin menunjukkan kalau aku milikmu.”“Memangnya kamu menyukainya?”“Tidak, tentu saja tidak.”“Kalau begitu itu sudah cukup.”Kemudian hening, hanya terdengar bunyi sendok yang beradu dengan piring. Sesekali Lucio melirik Delicia yang sepertinya nafsu makannya sejak dulu tidak pernah berubah.Wajahnya masih mungil dan cantik seperti dulu, meski ada beberapa hal yang berubah darinya. Yaitu lebih berani dan galak padanya tidak seperti