"Bunda pernah tanya ke Mas di awal-awal kehamilan, agar Mas jaga batasan, biar semuanya nggak larut terlalu dalam selama tujuh bulan Mas bahkan nggak berani sentuh Alara, Mas pertahankan komitmen yang udah kita bangun di awal. Tapi, lihat aja yang sekarang terjadi? Sejak memutuskan menandatangani kontrak seharusnya kita udah siap dengan segala kemungkinan besar. Aku tahu pasti jadi seorang Ibu itu nggak mudah, mengandung fan melahirkan belum tanggung jawab untuk mendidik satu generasi. Saat Ms datang menawarkan kesepakatan dan uang, Alara udah setuju untuk mewujudkan harapan kita untuk menjadi orangtua, dia setuju menyewakan rahim dan sebagian kecil waktunya untuk mengandung anak kita. Dia datang untuk pergi, Mas. Di datamg hanya untuk singgah sebentar. Bukan untuk menetap dan merampas kebahagiaan yang selama tujuh tahun kita impikan!"Ms Arga memalingkan pandangan. Beberapa kali di usap wajah kasar."Kamu nggak ngerti, Nay!" "Apa yang aku nggak ngerti, Mas?" Dia kembali membungk
Dokter mengatakan bahwa Alara mengalami reaksi hemolitik imun akut. Komplikasi ini jarang terjadi, tapi sifatnya bisa gawat darurat jija dialami pasien. Reaksi hemolitik imun akut terjadi ketika tubuh menyerang darah merah yang berasal dari darah donor. Reaksi dapat terjadi saat proses transfusi sedang berlangsung atau setelah prosedur dilakukan.Sampai saat ini perempuan itu masih tak sadarkan diri. Dokter terus berupaya melakukan berbagai macam cara untuk membuat Alara mampu melewati masa kritisnya. Satu jam berlalu kami menunggu di depan ruang ICU, tetapi Dokter masih belum juga memberi keterangan pasti. Begitu pintu ruang ICU terbuka, aku dan Bu Amelia langsung bangkit dari posisi. Sejenak Dokter lelaki tersebut membuka kacamatanya dan mengusap peluh."Kami sudah berusaha memaksimalkan mungkin tapi beberapa teknologi di rumah sakit kami masih sedikit kurang memadai. Bu Alara harus di rujuk ke rumah sakit yang lebih besar." Dokter menghela napas panjang. "Untuk sementara kami n
***Hari ini aku berniat untuk menjenguk Alara ke rumah sakit, mumpung masih ada Bunda di rumah yang jagain Alea. Karena tidak mungkin juga aku bawa Alea ke rumah sakit, aku sudah menyiapkan makanan untuk di bawa ke rumah sakit buat Mas Arga makan. Sengaja aku tidak memberitahu Mas Arga terlebih dahulu karena aku ini inisiatifku. "Bun, aku berangkat ke rumah sakit dulu, yah? Bunda jagain Alea, aku tidak akan lama, kok." Ucapku sembari menuapkan bekal makanan untuk Mas Arga."Naya, mau-maunya kamu jengukin madu kamu itu, lebih baik kamu doakan saja dia biar cepat mat_" kalimat Bu Riska terputus karena Naya memotongnya."Bun! Nggak baik mendokan yang tidak baik, jangan bilang begitu, doakan biar cepat sembuh biar masalah aku dan Alara bisa segera selesai." Sahutku meminta Ibu mengerti."Mendingan kalau dia sembuh dan dia mengalah menyerahkan Arga buat kamu, coba kalau dia merebut Arga kemudian Arga memilih wanita jalang itu! Kamu juga, kan, yang akan rugi." Cetus Bunda semakin emosi.
Sesampainya aku dan Arga di depan pintu ruangan Alara, Bu Amelia dan Roy sudah berdiri di sana, kulihat Bu amelia terlihat menangis. Dokter yang sedang memeriksa keadaan Alara saat itu, rasa yang tak tahu apalagi yang kurasakan ini antara tidak senang mendengar jika Alara sadar dari komanya. "Bu! Gimana Alara?" Tanya Arga sesampainya di sana. "Alara lgi d periksa oleh dokter!" Ucap Bu Amelia tegang."Memang benar Alara sadar, bu?" Tanya Arga serius."Iya, tadi dia memanggil-manggil nama kamu, Ga!" Jawab Bu Amelia.Deg! Aku melngkah selangkah ke belakang memegang pelan, dadaku yang terasa sesak ketika mendengar penuturan Bu Amelia bahwa orang pertama yang Alara sebut ketika ia sadar dari komanya adalah Arga! "Dok! Bagaimana istri saya?" Tanya Arga ketika Dokter keluar dari ruangan Alara."Alhamdulillah, akhirnya Bu Alara sekarang sadar, dia sudah sadar dari komnya. Semua doa dari kalian tuhan mengabulkannya, akhirnya Alara sudah melewati masa kritisnya. Dan dia memanggil-manggil Na
"Nay! Udah selesai bicaranya dengan Alara?" Tanya Arga ketika Naya keluar dari ruangan rawat Alara."Udah, aku pulang. Aku khawatir Alea rewel di rumah, kamu pulang sekarang atau nanti?" Tanya Naya ketus."Loh, kenapa? Bukannya kamu mau nanti aja pulangnya bareng sama aku." Ucap Arga aneh melihat sikap Naya."Yaudah." Naya melangkah pergi dengan raut wajah yang kesal."Ada apa dengan Istrimu itu, Ga? Apakah dia ada masalah, kok jutek tiba-tiba," sahut Roy.Arga juga bingung dan tak tahu Masalah Naya seperti itu. Kemudian Roy yang giliran masuk ke ruangan Alara, karena dia sudah kangen dengan sahabat bawelnya tersebut."Aku masuk, yah. Aku udah kangen sama si bawel!" Ucap Roy kemudian masuk ke dalam ruangan Alara"Hay! beb, gue kira lo akan mati, karena lo nggak bangun-bangun!" Seru Roy ketika menghampiri Alara yang sedang berbaring di brankar."Sialan, Lo. Malah nyumpahin gue 'mati' bukannya lo doin gue sembuh, tapi malah doain gue cepat mati." Timpalku menoyor kepala Roy walaupun aku
"Nay! Udah selesai bicaranya dengan Alara?" Tanya Arga ketika Naya keluar dari ruangan rawat Alara."Udah, aku pulang. Aku khawatir Alea rewel di rumah, kamu pulang sekarang atau nanti?" Tanya Naya ketus."Loh, kenapa? Bukannya kamu mau nanti aja pulangnya bareng sama aku." Ucap Arga aneh melihat sikap Naya."Yaudah." Naya melangkah pergi dengan raut wajah yang kesal."Ada apa dengan Istrimu itu, Ga? Apakah dia ada masalah, kok jutek tiba-tiba," sahut Roy.Arga juga bingung dan tak tahu Masalah Naya seperti itu. Kemudian Roy yang giliran masuk ke ruangan Alara, karena dia sudah kangen dengan sahabat bawelnya tersebut."Aku masuk, yah. Aku udah kangen sama si bawel!" Ucap Roy kemudian masuk ke dalam ruangan Alara"Hay! beb, gue kira lo akan mati, karena lo nggak bangun-bangun!" Seru Roy ketika menghampiri Alara yang sedang berbaring di brankar."Sialan, Lo. Malah nyumpahin gue 'mati' bukannya lo doin gue sembuh, tapi malah doain gue cepat mati." Timpalku menoyor kepala Roy walaupun aku
***Hari ini hari terakakhirku bedada di rumah sakit. Kepulanganku membuat aku tidak sabar ingin berjumpa dengan bayi mungilku, meskipun aku tidak akan merawatnya, namun, aku hanya ingin memeluknya untuk yang pertama kalinya. Seorang ibu yang hanya melahirkan saja, namun, tak bisa memiliki seutuhnya."Ga! Boleh aku pulang ke rumah kamu hari ini?" Tanyaku ketika Arga sedang merapikan barang-barangku ke dalam tas. "Iya, kamu ke rumah utama dulu sekarang, katanya pengin melihat bayi kita!" Katanya tersenyum. "Terimakasih," ucapku tersenyum."Dengar, jika pun, kamu mau tinggal di sana selamanya aku sama sekali tidak keberatan." Ucapnya mendekatiku kemudian memlukku dari samping tempat dudukku di tepi brankar.Aku menatapnya, lelaki yang begitu baik, namun milik orang ini, seakan tak ingin kehilangan."Kamu yakin? Terus gimana perasaan Naya?" Aku betanya membuatnya melepaskan pelukannya.Di mengehela napas pelan. Dan mulai memikirkan apa yang aku tanyakan."Dia_" kalimatnya sedikit terpo
"Sayang! Bayiku," aku merangkul seraya menggendongnya kurasakan hangat tubuhnya yang masih terbalut dengan bedong berwarna pink motio hello Kitty.Air mataku terus mengalir tanpa bisa berkata-kata, begitu erat aku memluknya. Andai saja dia milikku seutuhnya. "Maafkan Bunda, sayang. Karena Bunda tidak bisa memilikimu seutuhnya,"ucapku seraya mengelus-elus pipinya yang kembut dan halus."Dia sedang tudur, biarkan saja dia terbaring di tempat tidurnya lagi. Aku nggak mau dia jadi anak cengeng." Kata Naya dengan ketus."Aku hanya ingin menggendongnya untuk yang pertama kalinya, karena selamanya kamu yang akan menggendongnya." Ujarku dengan tatapanku masih pada bayi yang aku ada di pangkuanku."Nay!" Arga memberikan kode kepada Naya dengan mengeditkan matanya, agar Naya mengiyakan ucapan dariku. "Ala, lo baru aja pulang dari rumah sakit, dan lo butuh istirahat, gimana kalau lo sekarang istirahat di kamar." Ajak Roy agar suasana tak semakin memanas."Tapi gue masih kangen sama Bayiku ini,