Kimi menatap wajah Hans dengan rasa tak percaya. ‘Laki-laki
ini … pasti ada yang salah dengan isi kepalanya,’ bisiknya dalam hati. Dia tentu saja merasa tersinggung dengan perkataan Hans. Kimi memang merasa gugup sebelumnya karena berada di situasi yang asing baginya. Namun, dia tak berpikir jika penampilannya seburuk itu hingga bisa disebut mengecewakan.“Kau tahu berapa yang kuhabiskan untuk terlihat seperti ini?”
Hans tertawa pendek. “Ooh, itu bahkan lebih mengecewakan lagi! Mengingat akulah yang harus membayar tagihannya nanti,” tukasnya tanpa perasaan.
Mendengar itu, emosi Kimi jadi ikut tersulut. “Astaga! Aku tak tahu lagi bagaimana penampilan terbaik menurut versimu, Mr. Perfect!” balas wanita tersebut, dengan masih bertahan di tempatnya berdiri. Ia tak beranjak sedikit pun, bahkan ketika Hans berdiri dari tempat duduk dan maju selangkah ke arahnya.
“Kau datang ke sini sebagai pasanganku. Jadi, perhatikan kata-katamu!” desis pria berbadan jangkung dan berbahu lebar itu.
Kimi mengerutkan dahinya, lalu memandang Rob dan Jeff secara bergantian. “Kalian lihat? Siapa yang pertama kali bicara tak menyenangkan, dan siapa pula yang memperingatkan,” dengusnya kesal.
Hans sudah menggerakkan kaki kanannya hendak maju ke arah Kimi untuk melontarkan kata-kata pedasnya, tapi dengan sigap Rob menahan dirinya. “Tuan, sebaiknya kita tidak usah meributkan penampilan Nona Kimi sekarang. Kita bisa melakukan evaluasi nanti. Kulihat tamu-tamu penting juga sudah masuk ke lift.”
Sejenak, Hans tampak menghela napas, seolah-olah ingin menenangkan dirinya sendiri. Kemudian, dengan nada suara yang tak jauh berbeda dari kecamannya beberapa saat lalu, ia berkata pada Kimi, “Saat di dalam nanti, jangan sekali pun menjauh dariku. Mengerti?”
“Kau butuh rantai untuk mengikat tangan kita?” balas Kimi tanpa repot-repot menutupi kekesalannya.
“Mulutmu tak selihai itu, saat aku pertama kali melihatmu diperdaya di depan umum.” Setelah mengucapkan hal itu, Hans berbalik dan berjalan menuju lift.
Sebelum Kimi menyusul langkah pria tersebut, Rob lebih dulu berpesan dengan bicaranya yang terburu-buru. “Jangan terlalu diambil hati kata-katanya! Dan seperti yang Tuan Hans bilang, Anda harus terus berada di sisinya selama acara.”
Meski Kimi masih agak bingung dan jengkel, ia tetap menganggukkan kepala. Setelah itu, ia bergegas merendengi langkah Hans yang tengah berjalan menuju lift terdekat. “Kau ingin aku menggandeng tanganmu?”
Hans hanya melirik Kimi sekilas dan tak mengatakan apapun. Sikapnya diartikan Kimi sebagai tanda setuju. Karena itu, ia pun melingkarkan tangannya di lengan Hans dan berusaha mengimbangi langkahnya.
“Hei … lihat siapa yang datang ini?”
Seorang pria yang sebaya dengan Hans dan sedang berdiri menunggu lift, tersenyum lebar dan merentangkan kedua tangannya, setelah tak sengaja melihat kedatangan Kimi dan Hans. Sayang sekali, sapaan hangatnya diabaikan begitu saja oleh pimpinan Wira Property.
Namun, bukannya tersinggung, pria itu justru hanya tertawa dan beralih memandang Kimi, mengamatinya dari ujung kepala hingga kaki. “Kurasa aku sedang melihat wajah baru. Siapa dia, Hans? Apakah kau akhirnya menyingkirkan Rob tuamu dan beralih mencari tenaga profesional muda yang sangat menyegarkan ini?” celotehnya tanpa menghiraukan kesantunan.
Anehnya, Hans masih saja tak menggubris pria tersebut. Matanya tetap terarah lurus ke pintu lift yang masih belum terbuka. Tak kapok oleh sikap Hans, pria itu tetap berusaha membuka obrolan. Kali ini ia tujukan kepada Kimi.
“Nona, perkenalkan namaku Logan. Rekan bisnis Hans, sekaligus CEO dari Athena Property,” ujarnya seraya mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Kimi.
Akan tetapi, sebelum Kimi sempat merespons perkenalannya, Hans sudah lebih dulu angkat bicara, “Aku tidak mengizinkan siapapun, terutama pengusaha kelas rendahan sepertimu untuk mengusik calon istriku, Logan. Fakta bahwa aku ingat namamu saja, seharusnya membuatmu berterima kasih. Jadi, jangan melewati batas!”
Ucapan Hans itu membuat wajah Logan memerah dan tak lagi bicara sepatah kata pun. Bahkan orang-orang di sekitar mereka juga tampak mengkeret, menghindari bertatapan langsung dengan Hans. Ketika mereka semua masuk ke dalam lift, keheningan seperti mengikat semua orang dengan erat.
Kimi yang berada tepat di sisi Hans pun, tak luput dari efek sikap arogannya. Dia jadi seperti orang bodoh yang tetap bersedia menyandingi pria dengan watak kerasnya itu.
Untungnya, situasi kaku itu tak berlangsung lama. Begitu mereka memasuki conference hall Mountain View, perhatian semua orang terpusat pada mewahnya jamuan yang disuguhkan oleh pihak hotel.
Ketika seorang petugas banquet menghampiri dengan membawa banyak gelas berisi minuman warna-warni, Kimi tertarik untuk mengambil salah satunya yang berwarna kehijauan. Namun, baru saja ia menyentuh gelas bertangkai tinggi itu, Hans dengan segera menahan tangannya, lalu berkata, “Kau tidak akan minum absinthe itu, Darling. Tidak, saat kau akan bertemu dengan keluargaku malam ini.”
Pekikan nyaring menyusul kata-kata Hans tersebut. Seorang wanita muda dengan dandanan glamor tersenyum cerah di belakang mereka. Dia jelas mendengar setiap kata yang terlontar dari mulut Hans. Dan pekikannya sudah tentu menarik perhatian orang lain di sekitar mereka.
“Hans! Astaga, aku hampir tak memercayai telingaku sendiri,” seru wanita tersebut sembari mengedipkan sebelah matanya. Dia kemudian menoleh ke pasangannya. “Kau juga mendengarnya berkata darling ‘kan, Suamiku?”
Berbeda dari sikapnya saat menghadapi Logan, kali ini Hans terlihat lebih manusiawi dengan senyum tipisnya. Dia juga menyambut jabatan tangan wanita itu beserta suaminya. “Bagaimana kabar kalian, Jessy, Frans? Kupikir kalian tidak bisa datang karena urusan ekspansi perusahaan yang kudengar menembus pasar Eropa.”
Wanita bernama Jessy itu menepuk lengan Hans. “Seperti biasa, telingamu ada di mana-mana,” kekehnya. “Tapi mari kita tidak membicarakan tentang perusahaan, sebentar saja. Aku penasaran apa yang terjadi selama sebulan belakangan. Benarkah Desi meninggalkanmu dan bergabung dengan Victor?”
Di ruangan yang dipenuhi banyak orang itu, mungkin hanya Kimi-lah yang tahu perubahan suasana hati Hans. Itu karena ia masih menggandeng lengan pria tersebut. Ketika Jessy membicarakan tentang seseorang bernama Desi, Kimi bisa merasakan tubuh Hans tiba-tiba menjadi tegang dan sedikit menarik lengannya.
Tanpa gerakan mencolok, Kimi mengikuti arah pandang Jessy dan mendapati sosok yang sempat ia kagumi tadi, wanita cantik yang mengenakan gaun warna peach, yang saat ini tengah menggandeng seorang pria yang tak kalah memukau.
Insting Kimi secara refleks menghubungkan semua yang terjadi belakangan ini. Dan ia akhirnya paham untuk apa tujuan pernikahan kontrak yang akan mereka jalani.
Kimi secara diam-diam mencuri pandang ke arah kanan, di mana sosok Hans sedang duduk di sampingnya. Sementara mobil yang dikemudikan oleh Rob terus melaju melewati lampu-lampu jalan raya yang masih dipadati oleh lalu lintas malam. Sejak keluar dari Mountain View Hotel 15 menit yang lalu, Hans sama sekali belum bicara. Bahkan ketika Kimi tersandung pintu lift dan hampir membuat pria tersebut ikut jatuh, kebungkamannya masih tetap bertahan. Dan Kimi semakin yakin bahwa asumsinya benar belaka. Dia tak punya keraguan sedikit pun, tentang hati Hans saat ini. Acara pesta para eksekutif beberapa saat lalu, sudah cukup memberikan bukti. Kimi masih ingat, setelah Jessy menyebut nama Desi, Hans -dengan mengemukakan alasan hendak menemui koleganya yang lain- segera menarik Kimi ke sudut lain yang lebih sepi. Menghindari kerumunan dan mulai mengunci mulutnya. Kimi melalui 40 menit di sana dengan menjadi manekin. Para pria banyak meliriknya, tapi Hans memasang mimik sangar sehingga tak seorang
Kimi merinding di bawah tatapan wanita yang lebih jangkung darinya. Dia seakan-akan dibuat membeku oleh kata-kata dingin yang baru saja meluncur dari mulutnya. Sehingga saat Hans meraih pinggang kecilnya, Kimi oleng begitu saja ke pelukan pria tersebut.“Tidak. Aku tidak memilihnya secara acak, Ibu. Aku sudah mengenalnya beberapa waktu dan berpikir kalau dia sangat cocok menjadi pendamping hidupku.”Ibu Hans memicingkan matanya hingga membentuk garis sabit. “Kau pikir pernikahan itu seperti acara sulap? Yang bisa kau mainkan sesuka hatimu? Kami bahkan belum mengenalnya.”Tanpa rasa gentar sedikit pun, bahkan cenderung terlihat santai, Hans membalas, “Yah, Ibu, itulah kenapa aku membawanya ke acara kita malam ini. Supaya kalian semua bisa mengenalnya.”Ibu Hans membuka mulut hendak menimpali ucapan anaknya, ketika seorang wanita lain yang tampak jauh lebih sepuh ikut angkat bicara, “Ira, Ira … sudahlah, mereka baru saja datang. Jangan mendebatnya seperti itu!”“Tapi, Ibu—”Decakan kasa
Kimi tersenyum geli, kala melihat sahabatnya terkesima dengan kafe miliknya. Icha mendesah kagum setiap kali melihat perabot atau peralatan kafe yang semuanya tampak unik dan estetik.“Aku yakin di kehidupan sebelumnya kau adalah putri raja yang dikorbankan, Kim. Itulah kenapa di kehidupan sekarang kau begitu beruntung.”Kimi tertawa pendek, lalu menimpali, “Kau lupa 18 tahun yang kulalui dalam kesengsaraan di rumah bibiku?”Icha mencubit lengan Kimi dengan lembut, kemudian memeluknya. “Ohh, ayolah, aku tidak bermaksud begitu, Kim. Aku hanya mengungkapkan betapa kehidupanmu sekarang tampak begitu … sempurna. Keluarga bibimu tentu saja masih sialan di mataku.”Ketika mereka saling melepaskan pelukan, Kimi tersenyum kecil. “Bagaimana kabar di toko?”Icha menjatuhkan diri di salah satu kursi yang ada di depan meja bar, begitu juga dengan Kimi. “Manajer terus mengeluh. Katanya tidak ada karyawan yang cekatan sepertimu. Kau seharusnya tahu bagaimana aku dan si Keriting Layla mencoba menghi
Kimi seolah tak berani menggerakkan otot lehernya, bahkan ketika tangan yang berotot itu semakin kuat mengunci pinggangnya. Belum lagi kulit lututnya yang menggesek paha Hans yang berbalut celana gelap. Wajah pria itu begitu dekat dengan dadanya. Kimi bahkan bisa merasakan embusan napasnya menerpa lengan. Dia hanya bisa duduk di sana, dalam pangkuan Hans, dengan tatapan yang hanya bisa ia tujukan kepada Desi. Bukan karena ia ingin begitu, tapi karena ia memang tak sanggup memandang wajah di dekatnya, terutama dengan jantung yang mendadak berdegup kencang. “Begitu tidak bekerja di sini, kau melupakan etikamu, Desi?” Suara dingin Hans semakin meningkatkan keinginan Kimi untuk bergidik. Namun, ia berhasil menahannya. Apalagi saat dilihatnya sosok Desi tetap melenggang ke arah sofa dan duduk di sana. “Maaf, Hans. Ini hampir jam makan siang. Jadi, kupikir kau sedang senggang seperti biasanya dan—” “Seperti biasanya,” ulang Hans yang diakhiri dengan tawa pendek. “Well, mulai sekarang kau
Kimi bisa bernapas lega kali ini, karena Hans tidak melontarkan kritik pedas terhadap dirinya. Itu semua berkat Rob yang memberinya saran dan membantunya memilihkan pakaian serta detail lain yang sebelumnya terlewatkan.Sekarang setelah ia tahu apa yang membuat Hans waktu itu mengkritik penampilannya, ia merasa lelaki tersebut benar-benar sentimental. Bagaimana tidak? Saat menemuinya diam-diam kemarin, Rob berkata, “Nona, jadilah dirimu sendiri! Tuan Hans memilihmu karena dia sudah melihat karaktermu. Jadi, jangan mengubahnya! Apalagi berpenampilan seperti di acara tahunan di Mountain View tempo hari. Anda hanya akan mengingatkannya pada sakit hati yang dirasakannya, karena penampilan Anda saat itu mirip dengan seseorang.”Kimi jadi tersenyum-senyum sendiri setiap kali teringat perkataan Rob itu. Seperti sekarang, ketika ia dan Hans duduk berdampingan di dalam mobil yang dikemudikan oleh asisten tuanya. Dia beberapa kali tersenyum pada bayangannya sendiri yang terpantul di jendela mob
“Akhir bulan ini?” celetuk Violetta, yang pertama kali tergugah dari kebisuan. Pertanyaannya itu dijawab Kimi dengan anggukan yang disertai senyuman malu-malu. “Wah … ini benar-benar seperti mimpi di siang bolong. Hans akhirnya akan menikah!” imbuh Vio sembari menoleh ke semua temannya.“Tanpa acara tunangan? Langsung menikah saja?” timpal yang lain tak kalah terkejut.Hans tersenyum, lalu mengusap puncak kepala Kimi dengan penuh kelembutan. “Kami sepakat untuk tidak membuang-buang waktu.”Pria yang duduk di sebelah Hans, menyikut perutnya. “Hei hei … acara seperti ini tidak bisa disebut membuang waktu. Orang-orang seperti kita selalu melewatinya tahap demi tahap. Kau ingin melanggar tradisi?”Hans mengedikkan bahunya acuh tak acuh. “Keluarga kami sudah setuju untuk mempercepat acara pernikahan,” pungkasnya, membuat semua orang kembali saling melempar pandang.Tak ingin tamunya terlalu banyak menyita perhatian tamu lainnya, Victor pun berkata, “Kau memang menyebalkan, Hans. Bisa-bisan
Setelah puluhan gaun yang ia lihat dan coba, akhirnya pilihan Kimi jatuh kepada gaun pengantin warna fuchsia, yang alih-alih menggembung layaknya gaun pengantin pada umumnya, tapi justru menempel sempurna di tubuh Kimi, sehingga menonjolkan lekuk pinggangnya yang seksi."Aku suka yang ini. Bagaimana menurutmu?" tanya Kimi pada karyawan butik yang sejak tadi sudah bersabar melayaninya."Itu sempurna, Nona Kimi. Anda memiliki bentuk tubuh yang diimpikan oleh sebagian besar wanita di dunia ini, sehingga gaun dengan model seperti itu melekat di tubuh Anda, benar-benar menciptakan aura yang menawan."Kimi tahu ucapan si Karyawan hanyalah template yang memang sudah biasa mereka katakan pada para pelanggan, tapi tetap saja dia merasa puas.Meski begitu, ia tak bisa memutuskannya sendiri. Kimi tak mau di hari pernikahannya -meskipun ini hanya pernikahan kontrak- mendengar seseorang memprotes penampilannya. Oleh karena itu, ia mengambil ponsel dari dalam tas dan menyodorkannya pada karyawan ya
Kimi teringat akan ucapan Icha, yang pernah mengatakan bahwa mungkin dirinya pernah melakukan suatu kebaikan di kehidupan sebelumnya, sehingga ia kini bisa menikmati hasil dari karma baiknya.Megahnya dekorasi yang dibuat oleh tim wedding organiser benar-benar membuat Luke Downtown Hotel seperti istana di negeri dongeng. Mereka memasang hiasan mulai dari pintu masuk hotel hingga ke conference hall yang kini sudah disulap menjadi kolam bunga berhiaskan lilin-lilin gantung.Kimi sudah bisa merasakan tarikan napas takjub sejak dari kamar 5017, di mana ia dikerumuni empat orang yang masing-masing mengurus riasan, rambut, gaun dan tetek bengek lainnya. Hanya melihat para pengiringnya saja -yang semuanya adalah teman kerja di toko furnitur-, Kimi tak henti-hentinya tersenyum. Semua temannya menyanjung keluarga Hans, yang dengan royalnya memberikan pernikahan semegah itu. Mereka juga tak habis pikir, bagaimana seorang Kimi bisa menjadi pasangan salah satu taipan di kota ini. Tanpa mereka sa