Setelah pulang kerja, diana kembali bergegas kerumah sakit dan menemukan Dewi sedang memperhatikan Arumi di balik pintu kaca. Tatapannya memancarkan kekhawatiran dan ketulusan. Entah berapa lama dia berdiri disana, bahkan rambutnya sudah terlihat kusut. Diana kembali merasa bersalah karena sudah menuduhnya kemarin. Diana berjalan mendekati Dewi dan memeluknya. " Bi, maafin Diana yah. Diana udah nyakitin bibi. " Dewi menggerakkan bahu dengan kasar agar terlepas dari pelukan Diana walaupun di lubuk hatinya enggan. Diana menunduk sambil menangis." Diana salah. Diana tidak tau diri. Bahkan diana belum pernah berterimakasih kepada orang yang merawat dan membesarkan Diana. Diana minta maaf bi. " Mendengar kata kata itu, Dewi merasa tersentuh dan segera memeluk Diana. "Maafin bibi karena tidak bisa menjaga ibu. Maafin bibi karena suka merampas uang jajan kamu. Diana Kamu sangat tidak beruntung. Kamu di tinggal mati sama ibumu dan di buang sama bapakmu. Aku kasian padamu.. huaaaaa " Dewi
Diana tidak mau menyentuh kotak sarapan yang di bawanya. Jam kantor masih lama, seperti biasa, hanya ob dan satpam yang harus siap siaga lebih awal. "sudahlah di, Kamu berhenti sedihnya ! Ini masih pagi, aku takut kamu malah ketempelan. Gak asik tau gak. Lagian kita semua bakal meninggal kok. Kita cuma lagi nunggu giliran kan?." Novi mengelus ngelus rambut Diana yang kusut dengan lembut. "Tapi kematian nenek itu gak wajar nov. Dia di racun" . Diana kembali berkaca kaca dan menangis. Di lubuk hatinya, Diana tidak bisa berpikir tentang persepsinya yang mengatakan bahwa kematian Arumi sedang mengarah kepada Mariam. Tapi apa alasannya? Mariam tidak punya alasan untuk membunuh neneknya sendiri. Disisi lain diana masih saja memikirkan kejadian di malam saat kepergian Arumi. Diana melihat air mata Mariam yang keluar hanyalah pura pura. Tapi sampai saat ini Diana tidak kunjung percaya tentang sikap psikologis seseorang yang pernah di pelajarinya dalam buku. "Iyya aku ngerti. Bukannya kamu
Setelah mendengar pengakuan Diana yang masuk akal, William segera melepaskan tangannya kemudian mengambil disinfektan dan membersihkan kulit yang telah menyentuh Diana. William mendengus" alasan apa itu, gak masuk akal. Jelas jelas itu urusan pribadi ku, memangnya kau pikir dirimu siapa, para normal? Psikiater? . Dasar samapah ,ceroboh sekali. !" William mencemooh dengan sinis "Maaf " suara Diana bergetar. Diana menundukan kepala dengan mata terkulai. "Siapa namamu?" "Diana." Jawab Diana ragu, tangannya mulai dingin dan meremas celana. 'Apakah aku akan di pecat. Ya Allah tolong aku. Jangan biarkan dia memecat ku.' William mengangguk, kemudian merogoh saku celana dan melemparkan uang seratus ribuan sebanyak sepuluh lembar ke arah diana." Kerja bagus. tapi jangan tunjukkan lagi wajahmu di depanku"Melihat uang itu Diana merasakan otot-ototnya melemah dan aliran panas menikam ulu hati. Isi kepala gadis itu berubah menjadi kosong sehingga Diana refleks memeluk kaki William." Jangan pe
Sesampainya di depan rumah berwarna putih pucat Dengan Atap merah kehitam hitaman karena dimakan lumut dan waktu, Diana memarkirkan sepeda motor dan menaikannya keatas teras yang lebih tinggi dari tanah menggunakan papan. Diana menarik nafas dalam-dalam sebelum membuka pintu rumah yang berwarna kuning keemasan itu. Suasana di dalam rumah sangat sepi. Bukan tanpa suara, tapi isi rumah ini sedang berduka. Tidak terdengar suara mesin jahit seperti biasanya. Diana hanya mendengar suara detik jam yang terus berputar diiringi dengan suara bisik bisik dangdut dari spiker tetangga. Walaupun jarak rumah mereka tidak begitu dekat tapi suara spiker itu masih terdengar jelas. Perlahan lahan diana berjalan ke kamar Arumi dengan ragu. Pintu kamarnya selalu berderit tiap kali di buka. Diana masuk dan meraba kursi roda yang biasa digunakan Arumi. Matanya kembali berkaca kaca. Hatinya sangat sakit, untuk kesekian kalinya Diana telah ditinggalkan oleh orang yang menyayanginya. Diana mengingat kembali
Perlahan lahan cairan itu turun dan membasahi blezer putih yang dikenakan Diana sehingga warnanya berubah menjadi merah. Diana berdiri sambil menoleh untuk melihat siapa orang yang melakukan itu, Byurrrrr... Segelas air dingin mendarat di wajah Diana. Membuat matanya terpejam dan tangannya mengepal dengan kuat. Semua orang mebulatkan mata. Pusat perhatian tertuju pada diana. Seperti merasakan hal yang sama, , Novi segera berdiri dan menendang kursi. "Apa apaan ini?" Novi kembali bersuara dengan mata yang berapi-api, sekalian meluapkan amarah nya. Angela memutar mata. melipat tangan di dada dengan angkuh sambil tersenyum sinis. dia bertindak seperti tidak takut apapun. tentu saja, di belakangnya berdiri sosok William tengah menyesap bir dengan santai. Diana menyeka air di wajah dengan telapak tangan, tapi wajahnya masih cantik, tidak ada yang luntur. Sebaliknya, Diana terlihat bercahaya seperti purnama diantara bintang bintang. Kecantikan Diana membuat Angela dan banyak gadis la
Mendengar penuturan Novi, hati Diana mulai putus asa. Berbanding terbalik dengan tubuhnya yang menggebu Gebu. Tidak ada kegentaran Dimata Diana barang sedikit saja. "Jangan khawatir." Diana meyakinkan Novi sambil membuka blezer dan memberikannya kepada Novi. Kini semua orang bisa melihat lekuk tubuh Diana yang indah dalam balutan gaun merah muda. Kulitnya putih dan halus seperti kapas. Novi memperingatkan nya lagi dengan tatapannya, tapi tekad Diana lebih kuat dari ke khawatiran Novi. Diana berjalan dengan anggun untuk menghampiri alpin. Novi hendak mengikuti diana untuk membantu, tapi beberapa orang keburu menahannya dan mengunci pergerakan Novi. Tak lama setelah pandangan mereka bertemu, Alpin langsung menyerang Diana dengan membabi buta. "Sial. Dasar Babon betina." Alpin mendesis setelah diana berhasil melayangkan pukulan di wajahnya yang membuat ujung bibir robek.
Diana kembali mendapat kesadaran setelah melihat cahaya, saat itu Diana sedang berada di pangkuan seorang pemuda yang memiliki aroma maskulin dengan napas yang tersengal-sengal. Meskipun memakai kacamata hitam, Diana bisa langsung mengenalinya "Aldi" Diana merasa tidak enak dan bergerak agar diturunkan. " Diam, kamu sedang lemah. " aldi berkata lembut. "Aku tidak, " Diana memaksa turun dengan sekuat tenaga sampai Aldi menyerah. Sebagai gantinya Aldi memegang tangan Diana dan kembali lari agar segera menjauh dari lantai empat . Dalam hal maraton Diana memang juara. Wajah aldi langsung memerah karena Diana berlari lebih cepat darinya. Aldi masih memegang tangan Diana, jadi seolah dialah yang ditolong. Mereka berlari menuju lift dan berdiri tenang dibelakang dua orang perempuan yang sedang menggunakan lift juga. Orang yang tidak mengetahui kejadian dalam ruangan tadi, pasti akan menganggap mereka seb
Aldi menarik napas Panjang setelah mobil berhenti. “jadi sekarang kita harus gimana?” tanya diana bingung. Aldi tidak menjawab. Pikirannya masih melayang, hanya saja aldi segera merogoh saku untuk mengambil handphone dan menelpon seseorang. Melihat panggilannya sudah di tersambung Aldi segera mengatakan“ cepat kemari!”setelah mengatakan itu, aldi kembali menutup telepon dan mulai mengetik sesuatu. Diana baru tahu ternyata Aldi mempunyai sifat singkat, padat , dan jelas. Pesan telah terkirim, aldi kembali menyimpan handphonenya. perjalanan yang telah dilewati bersama Diana mengakibatkan otot ototnya menjadi tegang, Aldi ingin mengamuk saat ini tapi pikiran warasnya melarang sehingga nafasnya dibuat tersengal-sengal. Perlahan lahan aldi keluar dari mobil dan berjongkok untuk menguatkan diri. "Di kamu gak papa?" Tanya Diana yang meng