RIMBA
Aku menatap dia yang tengah fokus pada buku tebal dengan tulisan besar, FISIKA. Aku tersenyum sinis kepadanya, untuk apa ia belajar mati-matian? Bukankah masa depanya telah terjamin berkat ayahnya yang menjadi kandidat calon walikota?
Cih, itukan hanya pencitraan dirinya terhadap guru. Supaya mereka memberikan rasa cinta yang lebih kepada Oja, siswa populer yang ikut andil dalam penguasaan sekolah Victoria.
Memecat guru atau pegawai sesuka hatinya, juga tersebar rumor kalau dia pernah menjadi penguntit seorang siswi kelas tiga saat dirinya kelas 10.Rumor itu sebenarnya sudah terkubur sejak lama, tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang ahli komputer seperti sahabatku, Gina.
Jika bukan karena bujukan maut Gina aku tidak akan sudi berpacaran dengan Oja. Gina mengatakan, dengan menjadi pacarnya sang pangeran maka otomatis aku juga akan kecipratan hartanya. Sudah jelas kalau dia kumenangis lovers. Aku sebenarnya sempat menolak ide konyol Gina, tapi demi lepas dari jeratan ayahku yang pemabuk, aku rela menjadi pemain antagonis di drama suara hati istri.
"Inget janji kita!" Oja mengingatkan tentang perjanjian hubungan palsu yang tertulis diselembar kertas.
"Iya, iya."
Saat kami berpapasan kami menjadi dua orang yang tak pernah bertemu. Karena itu adalah janjinya, demi menjaga hubungan ini. Tak apa karena yang penting uangnya ngalir terus, hahaha (tawa jahat).
Jam istirahat hari ini tak seperti biasanya, tak ada acara rebutan bangku kantin, antri di warung mak Sol. Yang ada hanyalah ketenangan, dengan angin yang samar-samar menerbangkan helain rambutku. Ditemani canvas, kuas, dan cat.
Pak galuh yang baik hati itu memberikanku izin mempergunakan ruang lukis untuk melatih bakat terpendamku, tapi ada yang aneh diruangan ini. Ruangannya tak seterang biasanya. Oh, ternyata setelah kutelusuri ada seorang anak laki-laki yang menghalangi jalan masuknya sinar matahari hangat, dengan sinar matahari menerpa wajahnya. Anak itu duduk melamun di jendela dekat tempat favoritku.
Dalam posisi seperti itu, dia bak pangeran jendela kesepian, terlihat keren. Aku jadi deg-degan, tapi sayangnya aku tak bisa lihat wajahnya dengan jelas . Apa dia tak takut jatuh? Ini kan di lantai tiga.
Setelah kudekati ternyata dia adalah Oja. Enggak jadi ganteng deh, tiba-tiba atmosfer ruangan ini berubah. Duh, apa ac-nya dimatikan. Astaga padahal aku juga bayar, meskipun telat, hehehe.
Ya, udah deh. Aku ngelukis aja, pura-pura enggak lihat dia. Dan kayaknya dia juga masih sibuk dengan ngelamunya itu. Bagus deh. Tapi tetap aja aku enggak bisa konsentrasi karena kehadiranya. Lagian Oja kenapa disini sendirian? Mana teman-temannya yang segerombol itu?
Udahlah, siapa yang peduli dia kenapa.Emmm, aku pindah posisi belakangin dia aja. Seenggaknya aku tidak melihat wajahnya yang sangat mencemari pandangan itu.
Ok, mari kita mulai.
Waktu terasa berjalan sangat lambat, mungkin karena kehadiranya. Huh, nyebelin banget sih.
"Oi! Itu murni karya lo?"
Aku terjingkat kaget mendengar pertanyaan ditengah keheningan ini.
Astaga apa dari tadi dia tidak lihat aku duduk manis disini berkutat dengan semua peralatan ini.Kemudian aku berbalik dan menjawab pertanyaanya dengan penuh kesabaran."Iya, kenapa?" sebisa mungkin aku tersenyum.
Oja diam, masih memandangi lukisanku, tak berapa lama kemudian dia tiba-tiba tertawa terbahak.
Tawa yang membuatku tersinggung, emangnya dia bisa melukis apa?"apa ketawa-ketawa. Lo bisa ngelukis? Hah?"
"Udah ah, gue balik aja. Makasih ya atas tawanya." Oja tersenyum sekilas kemudian, keluar dari ruang lukis tanpa menutup pintu.
Cih, apaan dia. Maksudnya barusan, dia ngejek aku? Astaga ini sudah tak bisa dimaafkan lagi. Awas kalau nanti ketemu bakal jadi ayam geprek dia (paling omong doang).
Aku memandangi lukisanku, seorang anak perempuan kecil dengan gaun plokadot merah terlihat lahap memakan awan besar yang ia duduki, ditambah pelangi diatasnya. Kurasa lukisanku biasa aja, enggak ada yang aneh atau lucu.
Lalu kenapa si Oja ketawa?

SEROJAHari-hari dikelas berjalan seperti biasanya, membosankan. Aku punya banyak teman tapi hanya sebatas nama. Mereka pikir bisa membodohiku dengan menyuruhku mengerjakan pr mereka.Aku melakukan itu hanya karena aku bosan, tidak tahu apa yang harus dilakukan."Oja, kantin yuk."seorang gadis berambut panjang dan tinggi berdiri di sebelahku dengan muka ceria seperti biasa. Dia bernama michel salah satu murid VIP."Yuk." jawabku sambil berdiri dan berjalan bersisihan denganya. Tentunya juga bersama teman-teman yang lain.Aku seperti biasa berpapasan dengan Rimba dan seperti biasa pula kami saling tak sapa, seolah tak pernah bertemu.Tapi berpapasan dengan dia kali ini membuatku mengingat suasana ruang lukis yang begitu tenang.Aku ingin kesana lagi.Dikantin aku tidak perlu berebut bangku sepe
RIMBAAngin sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambutku. Hari ini tidak ada yang spesial, aku juga tidak pergi ke ruang lukis, karena masih kesal dengan kejadian tempo hari. Aish, si Oja tunggu pembalasanku. Tunggu aku ini bicara, tentu hari ini aku tidak kesana karena hari ini Minggu.Entah mengapa aku benci semua tentangnya, mukanya yang selalu dipuja-puja buatku muak, senyumnya, iuhhh. Ketawanya, rasanya inginku bunuh dengan tanganku.Aku tidak ingin bertemu dengannya.Lebih baik seperti ini duduk sendiri dibangku taman yang luas, ditemani buku novel klasik, dengan alunan musik ghost by skinnyfabs lewat earphone.Ah, aku suka ketenangan ini."Hello, my best!"Sebuah tepukan keras memecah ketenangan ini, ya siapa lagi kalau bukan Gina, sahabatku.Aku hanya meliriknya sekilas kemudian kembali ke nove
RIMBA"Bisa nggak nulis kisah orang lain aja, jangan kisah gue, muak gue bacanya males juga nginget masa lalu. Pokoknya bab selanjutnya harus ganti, tulis kisah lain! Fix no debat!""Ssssttttt. Iya, gue ganti. Please..... jangan berisik.""Ganti di bab ini! Sekarang juga!""gimana sih, katanya di bab selanjutnya?""ya, itu tadi. Sekarang udah beda.""cepetannnn!!!""iya, iya. Berisik!"Maaf, Dia emang gitu.Padahal gue belum ada ide. Yaudah deh asal uploud aja, yang penting bisa buat nyumpelin mulut SIRimba.Maaf, yaaaa(╥_╥).Taraaaaa ini diaaaaa........Kupersembahkan kepada kaliannnn.....................GERIMISGerimis ing latar omahNelesi lemah ga
Siang menjemput sore menampakan goresan-goresan indah dilangit yang kian gelap, hembusan angin lembut menyentuh kulitku, kurasakan hawa hangat yang membuatku nyaman, tentram. Secangkir kopi mungkin pas untuk menemani sore ini.Hari itu seperti biasanya kulihat seorang perempuan berambut sebahu lengkap dengan gaun putih selutut lengan panjang memandang kosong ke hamparan ilalang liar yang kian memanjang dengan liarnya.Dan seperti biasa juga aku menemaninya duduk di bangku kayu panjang tua tanpa sandaran, megajaknya ngobrol, mendengarkan ceritanya, menepuk punggungnya ketika tatapanya kosong, dan entahlah.Aku meringis samar ketika terdengar bunyi 'kriett' setiap kali kujatuhkan pantatku di bangku tua itu. Sebenarnya sudah beberapa kali aku menawarkan diri megganti bangku itu dengan yang baru, tapi gadis itu pasti akan menatapku tajam kemudian berkata dengan lembut 'kau tak mengerti nilai sejarah ya?'Tanga
Sinar matahari pedesaan terasa hangat di punggung seorang gadis yang tengah mengayuh sepeda sekuat tenaga di jalanan yang sedikit menanjak. Rambut panjangnya di biarkan tergerai indah, gadis itu berkali-kali meniup poninya yang mulai memanjang.Tanpa ia bisa kendalikan tiba-tiba sepedanya jatuh.Gadis berparas manis itu segera bangkit dan memeriksa keaadaan sepedanya, dan benar saja ban-nya bocor, sebuah paku payung menancap kuat di ban karet itu. Ia menghembuskan nafas kasar, menduga yang melakukan pekerjaan usil ini pasti adik laki-lakinya, si bocah ingusan nan pecicilan.Dalam hati ia berikrar tidak akan membantu mengerjakan PR adiknya malam nanti.Gadis itu bergegas menuntun sepedanya menuju bengkel yang selalu dilewati. Akhirnya ia sampai dan dengan tergesa-gesa ia mengatakan kepada abang bengkel bahwa sepedanya akan diambil sepulang sekolah nanti.Dengan kecepatan maksimal gadis berz
SEROJAApa hidup ini adil untukku?Pertanyaan itu terus terbayang setelah aku menonton flim Rembulan tenggelam di wajahmu. Adaptasi dari novel karya penulis legendaris favoritku Tere liye, dia sudah menjadi idolaku sejak bangku SD sampai batas usiaku yang entah sampai kapan.Setelah kupikir-pikir hidup ini cukup adil untuk diriki sendiri, tapi entah dengan orang lain. Aku menjadi presdir Veritas SMA Victoria, salah satu SMA bergengsi di kota hujan. Yang menurutku satu dari sedikitnya SMA terbaik di Bogor yang letaknya berdekatan dengan desa.Orang-orang di sekolah itu begitu menghormatiku beberapa dari mereka bahkan terlihat takut kepadaku, entah karena apa. Mungkinkah wajahku menakutkan? Sungguh keji jika mereka menganggap rupaku yang tampan ini menakutkan.Tunggu, aku ini bicara apa? Tampan?Aish, apa wajahku ini bisa dibilang tam
Siang menjemput sore menampakan goresan-goresan indah dilangit yang kian gelap, hembusan angin lembut menyentuh kulitku, kurasakan hawa hangat yang membuatku nyaman, tentram. Secangkir kopi mungkin pas untuk menemani sore ini.Hari itu seperti biasanya kulihat seorang perempuan berambut sebahu lengkap dengan gaun putih selutut lengan panjang memandang kosong ke hamparan ilalang liar yang kian memanjang dengan liarnya.Dan seperti biasa juga aku menemaninya duduk di bangku kayu panjang tua tanpa sandaran, megajaknya ngobrol, mendengarkan ceritanya, menepuk punggungnya ketika tatapanya kosong, dan entahlah.Aku meringis samar ketika terdengar bunyi 'kriett' setiap kali kujatuhkan pantatku di bangku tua itu. Sebenarnya sudah beberapa kali aku menawarkan diri megganti bangku itu dengan yang baru, tapi gadis itu pasti akan menatapku tajam kemudian berkata dengan lembut 'kau tak mengerti nilai sejarah ya?'Tanga
RIMBA"Bisa nggak nulis kisah orang lain aja, jangan kisah gue, muak gue bacanya males juga nginget masa lalu. Pokoknya bab selanjutnya harus ganti, tulis kisah lain! Fix no debat!""Ssssttttt. Iya, gue ganti. Please..... jangan berisik.""Ganti di bab ini! Sekarang juga!""gimana sih, katanya di bab selanjutnya?""ya, itu tadi. Sekarang udah beda.""cepetannnn!!!""iya, iya. Berisik!"Maaf, Dia emang gitu.Padahal gue belum ada ide. Yaudah deh asal uploud aja, yang penting bisa buat nyumpelin mulut SIRimba.Maaf, yaaaa(╥_╥).Taraaaaa ini diaaaaa........Kupersembahkan kepada kaliannnn.....................GERIMISGerimis ing latar omahNelesi lemah ga
RIMBAAngin sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambutku. Hari ini tidak ada yang spesial, aku juga tidak pergi ke ruang lukis, karena masih kesal dengan kejadian tempo hari. Aish, si Oja tunggu pembalasanku. Tunggu aku ini bicara, tentu hari ini aku tidak kesana karena hari ini Minggu.Entah mengapa aku benci semua tentangnya, mukanya yang selalu dipuja-puja buatku muak, senyumnya, iuhhh. Ketawanya, rasanya inginku bunuh dengan tanganku.Aku tidak ingin bertemu dengannya.Lebih baik seperti ini duduk sendiri dibangku taman yang luas, ditemani buku novel klasik, dengan alunan musik ghost by skinnyfabs lewat earphone.Ah, aku suka ketenangan ini."Hello, my best!"Sebuah tepukan keras memecah ketenangan ini, ya siapa lagi kalau bukan Gina, sahabatku.Aku hanya meliriknya sekilas kemudian kembali ke nove
SEROJAHari-hari dikelas berjalan seperti biasanya, membosankan. Aku punya banyak teman tapi hanya sebatas nama. Mereka pikir bisa membodohiku dengan menyuruhku mengerjakan pr mereka.Aku melakukan itu hanya karena aku bosan, tidak tahu apa yang harus dilakukan."Oja, kantin yuk."seorang gadis berambut panjang dan tinggi berdiri di sebelahku dengan muka ceria seperti biasa. Dia bernama michel salah satu murid VIP."Yuk." jawabku sambil berdiri dan berjalan bersisihan denganya. Tentunya juga bersama teman-teman yang lain.Aku seperti biasa berpapasan dengan Rimba dan seperti biasa pula kami saling tak sapa, seolah tak pernah bertemu.Tapi berpapasan dengan dia kali ini membuatku mengingat suasana ruang lukis yang begitu tenang.Aku ingin kesana lagi.Dikantin aku tidak perlu berebut bangku sepe
RIMBAAku menatap dia yang tengah fokus pada buku tebal dengan tulisan besar, FISIKA. Aku tersenyum sinis kepadanya, untuk apa ia belajar mati-matian? Bukankah masa depanya telah terjamin berkat ayahnya yang menjadi kandidat calon walikota?Cih, itukan hanya pencitraan dirinya terhadap guru. Supaya mereka memberikan rasa cinta yang lebih kepada Oja, siswa populer yang ikut andil dalam penguasaan sekolah Victoria. Memecat guru atau pegawai sesuka hatinya, juga tersebar rumor kalau dia pernah menjadi penguntit seorang siswi kelas tiga saat dirinya kelas 10.Rumor itu sebenarnya sudah terkubur sejak lama, tapi tidak ada yang tidak mungkin bagi seorang ahli komputer seperti sahabatku, Gina.Jika bukan karena bujukan maut Gina aku tidak akan sudi berpacaran dengan Oja. Gina mengatakan, dengan menjadi pacarnya sang pangeran maka otomatis aku juga akan kecipratan hartanya. Sudah jelas kalau
SEROJAApa hidup ini adil untukku?Pertanyaan itu terus terbayang setelah aku menonton flim Rembulan tenggelam di wajahmu. Adaptasi dari novel karya penulis legendaris favoritku Tere liye, dia sudah menjadi idolaku sejak bangku SD sampai batas usiaku yang entah sampai kapan.Setelah kupikir-pikir hidup ini cukup adil untuk diriki sendiri, tapi entah dengan orang lain. Aku menjadi presdir Veritas SMA Victoria, salah satu SMA bergengsi di kota hujan. Yang menurutku satu dari sedikitnya SMA terbaik di Bogor yang letaknya berdekatan dengan desa.Orang-orang di sekolah itu begitu menghormatiku beberapa dari mereka bahkan terlihat takut kepadaku, entah karena apa. Mungkinkah wajahku menakutkan? Sungguh keji jika mereka menganggap rupaku yang tampan ini menakutkan.Tunggu, aku ini bicara apa? Tampan?Aish, apa wajahku ini bisa dibilang tam
Sinar matahari pedesaan terasa hangat di punggung seorang gadis yang tengah mengayuh sepeda sekuat tenaga di jalanan yang sedikit menanjak. Rambut panjangnya di biarkan tergerai indah, gadis itu berkali-kali meniup poninya yang mulai memanjang.Tanpa ia bisa kendalikan tiba-tiba sepedanya jatuh.Gadis berparas manis itu segera bangkit dan memeriksa keaadaan sepedanya, dan benar saja ban-nya bocor, sebuah paku payung menancap kuat di ban karet itu. Ia menghembuskan nafas kasar, menduga yang melakukan pekerjaan usil ini pasti adik laki-lakinya, si bocah ingusan nan pecicilan.Dalam hati ia berikrar tidak akan membantu mengerjakan PR adiknya malam nanti.Gadis itu bergegas menuntun sepedanya menuju bengkel yang selalu dilewati. Akhirnya ia sampai dan dengan tergesa-gesa ia mengatakan kepada abang bengkel bahwa sepedanya akan diambil sepulang sekolah nanti.Dengan kecepatan maksimal gadis berz