Beranda / Thriller / Kode Prosa Aisha / Chapter 9: Recha Harlen

Share

Chapter 9: Recha Harlen

Penulis: D. Ardhio Prantoko
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Recha menatap tembus ke luar jendela kaca fiber, kepada gumpalan putih yang dilalui konstruksi sayap kaku abu-abu, kepada birunya laut ... dan hijaunya daratan yang menurut anggapannya berkontur lebih tinggi daripada jajaran gedung-gedung diantarai jalanan aspal. Sebuah nada befrekuensi halus ia dengar, diikuti suara wanita yang menjelaskan posisi penerbangan juga arahan untuk memasang sabuk pengaman. Recha mengikuti sesuai arahan itu. Kembali melihat ke luar jendela, menyadari pesawat sedang menukik diagonal ke kanan sekaligus bawah.

Perhatiannya menjadi terpusat kepada satu bukit hijau, di mana ada jajaran huruf waran putih yang—tentu saja sangat besar—bisa dibacanya “WELLCOME TO BATAM”.

Filan berjalan di suatu trotoar sempit, melalui jajaran mobil berparkir, poni rambut undercut-nya bergoyang diterpa angin, bagian bawah jaket levisnya hampir terbang dari balik punggung. Ia memilih jalur penyeberangan yang selurus dengan tengah halaman banguna

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 11: Kode Prosa Aisha

    Penghuni rumah bambu di hamparan rumput. Meski pun lunak dan lembut, atapnya senantiasa menopang sebundar benua. Benua yang terbentuk dari sabuk api, samudera, sungai-sungai, daratan, dan pegunungan es sebagai lingkaran dinding.Sabuk api dijaga oleh dua kubu pasukan harimau. Kubu Baloasra pengendali benteng dan kubu Peeuon bersentaja jarum tombak. Semua harimau memakai mahkota Traeum warna merah dan mereka memancarkan energi panas yang disebut Zhipy.Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu.Para Thoge menyebar di tanah Toniourii yang banyak terdapat Oleupa. Anilbilo menjadi penguasa sungai Tateata dan sungai Chome yang menyebar di sepertiga tanah Toniourii.Sebagian tanah Toniourii adalah pegunungan merah yang dinamai Pentasncolta. Dari pegunungan merah mengalir sungai Rosa kecil. Di sana sebagian Thoge membaur dengan Mayota Grult dan Tronrvos.Benua itu ada dalam lingkar pegunungan es. Pegunungan e

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 12: Meja Bundar

    “Udang windu,” Aris membacakan, “Penaeus monodon atau giant tiger prawn, Asian tiger shrimp, black tiger shrimp, adalah sebuah crustaces yang dibudidayakan secara luas untuk dikunsumsi. Di Indonesia, udang ini disebut udang pancet atau udang windu.”“Wait!” Filan menyela, “kamu nyebut kata tiger tiga kali.” Ia sama terkesimanya sebagaimana Recha dan Diksa.Recha segera beralih perhatian pada ponselnya. “Kak!” menunjukkan tampilan layarnya kepada Filan, “Harimau bersentaja jarum tombak.”Filan mengamati sebingkai gambar udang dengan corak bergaris belang. “Ya. Keterkaitannya cukup besar,” merasa yakin.“Apa tadi nama ilmiahnya?” tanya Diksa kepada Aris.“Penaeus Monodon.”Diksa menuliskan istilah itu. “Peeuon, ya?” gumamnya sambil mencermati apa yang barusan ditulisnya.Ia membuat garis di bawah beberapa huruf dalam ist

  • Kode Prosa Aisha   Chater 13: Menjemput Lila

    “Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu,” Filan membacakan kalimat.“Menurutku, sub tema berganti di paragraf ini,” sepaham Diksa.“Laut, ya? Apa ini punya konteks seafood?” tanya Recha.“Em, bener juga,” Diksa menyadari hal yang sama dengan Recha, “tadi sub tema api. Elemental yang udah kita catat punya sifat panas.”“Kalau gitu, Kauwus Las mungkin jenis ikan,” kata Filan.“Dan udang paling lunak. Ini kata yang sebenarnya atau metafor?” kata Recha.“Kalau kita sepakat di konteks seafood, kemungkinan besarnya itu leksikal,” kata Diksa.“Diksa, tolong cari bab seafood! Recha searching udang paling lunak!”Diksa dan Recha merespon sesuai perintah Filan.Filan mendengar suara dua takbir terlantun. Lalu mendengar lagi dengan lantunan lebih panjang.“Magrib. Kit

  • Kode Prosa Aisha   Prolog

    Dua jenis bunyi ketukan digital saling bersusulan sewaktu gelombang lengkungan-lengkungan garis bergerak pada sebuah layar monitor. Dua bunyi yang paling jelas dalam ruangan di mana seorang perempuan terbaring di atas ranjang matras hitam. Ruangan itu tidak berbagi setiap unsur udaranya dengan perempuan yang mengenakan stelan piyama pasien, karena napasnya tersabung lewat masker oksigen. Kedua kelopak matanya membuka perlahan. Blur segera menghilang dari arah pandangannya, sehingga langit-langit dengan plafon putih dapat ia lihat jelas.Pandangannya mulai memindai ke kiri, mendapati peralatan dan teknologi medis seperti sedang mengucapkan “hallo!” padanya. Lalu bergeming ke kanan, mendapati sesesok postur pria sedang duduk di dekatnya."Good morning, Aisha!” sapa pria itu yang rambut pirangnya panjang diikat ke belakang.“Good moring, Nester! So now is morning? I am not getting up late,” jawab Aisha yang Nester den

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 1: Hadiah Besar

    Dua Mango Chesse Cake ditulis tangan pada latar sticknote warna kuning, yang tertempel pada sebuah papan kolaps styrofoam di dinding. Kepulan asap putih tipis membumbung. Kelembaban asapnya yang panas hampir membasahi sticknote bertuliskan nama sebuah menu di dekat teflon yang mendidihkan larutan kental berwarna putih—yang sedang diaduk dengan adukan berbahan kayu oleh tangan kanan feminin. Masih diaduk, buih pada larutan kental itu semakin banyak bermunculan di permukaannya.Setengah irisan buah mangga diambil dari bejana alumunium warna perak, sepasang tangan maskulin menjadikannya beberapa potongan memanjang yang lebih kecil menggunakan pisau. Lalu menjadikannya puluhan bagian yang lebih kecil seukuran dadu, saling berjatuhan dari telenan ke dalam wadah pelastik yang kering dan trasnparan."Vla mendidih?" Laki-laki tinggi dan sedikit kurus itu berpaling kepada perempuan yang menghadap kompor.Dilihatnya perempuan itu sedang memperhatikan layar gawainya,

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 2: Istri yang Hilang

    Tangan kanan maskulin memegang kain, mengusapkannya pada permukaan meja putih kayu, menyingkirkan bekas dari tumpahan larutan warna putih dan kuning. Ia menuju wastafel sejarak lima langkah. Mengambil telenan, parutan, dan pengaduk yang sedikit berair dari keranjang. Memmindah dan menggantung tiga benda itu dalam sebingkai organisir seperti peralatan dapur lainnya yang punya fungsi saling berhubungan.Bunyi dua nada singkat ia dengar. Sedetik berikutnya ia dengar lagi bunyi yang sama.Filan berbalik, melangkah keluar dapur sambil diiringi bunyi yang sama dan menjadi menyebalkan telinganya, “Apa-apaan, sih Lila? Kebanyakan gaje!” sampai di pintu depan. Membuka pintu, arah pandangannya menunduk. Mendapati bocah perempuan dengan poni menutupi seluruh dahi, ia mendekap nampan warna cokelat.“Kak Filan!” katanya dengan raut yang tidak mengenakkan benak Filan.“Sherlin?”“Tolong Kak Lila!” memohon dengan la

Bab terbaru

  • Kode Prosa Aisha   Chater 13: Menjemput Lila

    “Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu,” Filan membacakan kalimat.“Menurutku, sub tema berganti di paragraf ini,” sepaham Diksa.“Laut, ya? Apa ini punya konteks seafood?” tanya Recha.“Em, bener juga,” Diksa menyadari hal yang sama dengan Recha, “tadi sub tema api. Elemental yang udah kita catat punya sifat panas.”“Kalau gitu, Kauwus Las mungkin jenis ikan,” kata Filan.“Dan udang paling lunak. Ini kata yang sebenarnya atau metafor?” kata Recha.“Kalau kita sepakat di konteks seafood, kemungkinan besarnya itu leksikal,” kata Diksa.“Diksa, tolong cari bab seafood! Recha searching udang paling lunak!”Diksa dan Recha merespon sesuai perintah Filan.Filan mendengar suara dua takbir terlantun. Lalu mendengar lagi dengan lantunan lebih panjang.“Magrib. Kit

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 12: Meja Bundar

    “Udang windu,” Aris membacakan, “Penaeus monodon atau giant tiger prawn, Asian tiger shrimp, black tiger shrimp, adalah sebuah crustaces yang dibudidayakan secara luas untuk dikunsumsi. Di Indonesia, udang ini disebut udang pancet atau udang windu.”“Wait!” Filan menyela, “kamu nyebut kata tiger tiga kali.” Ia sama terkesimanya sebagaimana Recha dan Diksa.Recha segera beralih perhatian pada ponselnya. “Kak!” menunjukkan tampilan layarnya kepada Filan, “Harimau bersentaja jarum tombak.”Filan mengamati sebingkai gambar udang dengan corak bergaris belang. “Ya. Keterkaitannya cukup besar,” merasa yakin.“Apa tadi nama ilmiahnya?” tanya Diksa kepada Aris.“Penaeus Monodon.”Diksa menuliskan istilah itu. “Peeuon, ya?” gumamnya sambil mencermati apa yang barusan ditulisnya.Ia membuat garis di bawah beberapa huruf dalam ist

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 11: Kode Prosa Aisha

    Penghuni rumah bambu di hamparan rumput. Meski pun lunak dan lembut, atapnya senantiasa menopang sebundar benua. Benua yang terbentuk dari sabuk api, samudera, sungai-sungai, daratan, dan pegunungan es sebagai lingkaran dinding.Sabuk api dijaga oleh dua kubu pasukan harimau. Kubu Baloasra pengendali benteng dan kubu Peeuon bersentaja jarum tombak. Semua harimau memakai mahkota Traeum warna merah dan mereka memancarkan energi panas yang disebut Zhipy.Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu.Para Thoge menyebar di tanah Toniourii yang banyak terdapat Oleupa. Anilbilo menjadi penguasa sungai Tateata dan sungai Chome yang menyebar di sepertiga tanah Toniourii.Sebagian tanah Toniourii adalah pegunungan merah yang dinamai Pentasncolta. Dari pegunungan merah mengalir sungai Rosa kecil. Di sana sebagian Thoge membaur dengan Mayota Grult dan Tronrvos.Benua itu ada dalam lingkar pegunungan es. Pegunungan e

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 9: Recha Harlen

    Recha menatap tembus ke luar jendela kaca fiber, kepada gumpalan putih yang dilalui konstruksi sayap kaku abu-abu, kepada birunya laut ... dan hijaunya daratan yang menurut anggapannya berkontur lebih tinggi daripada jajaran gedung-gedung diantarai jalanan aspal. Sebuah nada befrekuensi halus ia dengar, diikuti suara wanita yang menjelaskan posisi penerbangan juga arahan untuk memasang sabuk pengaman. Recha mengikuti sesuai arahan itu. Kembali melihat ke luar jendela, menyadari pesawat sedang menukik diagonal ke kanan sekaligus bawah.Perhatiannya menjadi terpusat kepada satu bukit hijau, di mana ada jajaran huruf waran putih yang—tentu saja sangat besar—bisa dibacanya “WELLCOME TO BATAM”.Filan berjalan di suatu trotoar sempit, melalui jajaran mobil berparkir, poni rambut undercut-nya bergoyang diterpa angin, bagian bawah jaket levisnya hampir terbang dari balik punggung. Ia memilih jalur penyeberangan yang selurus dengan tengah halaman banguna

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 8: Tiga Hal Tak Terhindarkan

    Satu kepulan asap putih menyembul ke atas. Heru melihat ketinggian aerosol itu ingin menggapai baling-baling kipas di langit-langit susunan papan kayu mengkilap. Raut mukanya yang mendongak itu semuram Filan yang memegangi kepala dengan menunduk, duduk berhadapan di antarai meja bernomor pod nol lima. Tanpa satu pun menu tersaji menengahi kegundahan mereka, tetapi sekotak kopor abu-abu itu.“Kacau parah!” gumam Heru sambil tersenyum ironis, “terus kamu mau berbuat apa? Aku harus bantu kamu kek mana?”“Cepat atau lambat Paman akan tahu. Jadi bantu aku nutupin masalah ini selama mungkin,” jawab Filan nadanya lemas.“Jadi koper sialan ini ... hak Papaku,” kata Heru.Filan menanggapinya diam.“Seandainya aku tadi ng-iya-in penawarannya, mau kek mana pun misal Papa kecewa, tetep ada untungnya,” menutup ungkapan sesalnya dengan hisapan vapor.“Sorry! Aku kalah,” ucap Filan den

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 7: 13 Hari Aisha

    “Ini bukan telur sungguhan, ya?” kata sang mama, “ini ada jenis rasa buahnya, dan bener kayaknya kamu, Rin. Ada kayak rasa cumi.” “iya, kan Ma? What is this banget rasanya!” “Ini pasti molekuler gastronomi,” sambung sang mama. Filan dan Heru seperti tersadar akan hal yang sama. “Apa itu, Ma?” “Metode masak pakai ilmu molekuler. Sains kuliner gitu, deh.” “Waw!” terkesima, “baru denger. Kok mama tahu?” “Masa kamu enggak?” “Oh, ya. Putih telur ini rasanya juga enggak kayak putih telur. Tapi teksturnya memang mirip putih telur asli. Lebih kayak ada rasa manis yang khas, bukan manis gula,” sang papa berpikir sedikit serius, “manis yang khas, kombinasi yang pas sama alpukat panggangnya. “Oke. Tolong kasih nilainya!” Heru mengalihkan topik, “dari bapak!” “Hem,” sang papa terdiam mempertimbangkan, “lima belas.” “Aku, ya? Em ... Iima belas,” kata si perempuan. “Dari saya, enam belas,” kata sang ma

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 6: Pastel Buah VS Eggvocado

    Heru memperhatikan Filan dan Nester yang saling memberi bara tatapan perlawanan, sementara ia merasakan dampak dari dua aura itu pada sekujur kulit tubuhnya seperti tersengat listrik bertegangan rendah. Ekstra presepsi Heru menggambarkan, Nester diselimuti pancaran aura putih yang mendorong kuat keluar dari tubuh, berbenturan dan saling menekan dengan kobaran aura merah yang menyelimuti tubuh Filan.“Filan. I give you a second change. Surrender, than I will give you a price I offered. Or I will defeat you and will be handed-over this place just for one hundred million—Aku beri kamu kesempatan memilih kembali. Menyerah padaku, aku akan memberi harga sesuai penawaran. Atau aku akan mengalahkanmu dan harus menghargai tempat ini seratus juta saja,” kata Nester dengan santai.“Not both. I will kick you to never expand your business in around this city forever—Tidak keduanya. Karena aku akan menendang (membuat)-mu untuk tidak akan pernah mengemb

DMCA.com Protection Status