Beranda / Thriller / Kode Prosa Aisha / Chapter 3: Janji 14 Hari

Share

Chapter 3: Janji 14 Hari

Penulis: D. Ardhio Prantoko
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Filan mulai melihat segerombolan pria—delapan orang—mengenakan stelan blazzer hitam yang seragam, seperti sedang memusatkan perhatian kepada orang kesembilan yang mengenakan stelan blazzer putih, sewarna dengan hipster set tematik yang Filan kenakan. Lalu perhati kepada orang kesepuluh di ruang berkualitas itu, satu-satunya perempuan. Setiap orang yang menempati sofa set warna kuning pasir beralih perhatian, saling memandang ke arah kedatangan orang kesebelas. Si blazzer putih yang merangkul seorang perempuan di sebelah kirinya, membalas tatapan tajam Filan tanpa kehilangan kenikmatan dari hisapan dan embusan asap vape yang ia genggam.

“Filan!” ucap Lila dengan rasa takut dan ragu yang sampai memukul benak Filan.

“Bajingan!” sapa Filan kepada si blazzer putih yang dekapannya menguasai Lila. Filan pikir dialah bos FMB, mengingat namanya yang dikatakan Aris—Jeral Dominarto.

“Singkirin tangan busuk kau dari istriku!” bentak Filan.

“Apa loe bilang? Tangan busuk? Dari istri loe?” api amarah Jeral mulai menyala. 

“Ini istri loe?” Jeral mengisap vape.

“Maju sini kau budak uang!” Filan menantang, meledakkan amarahnya sendiri.

Tangan kiri Jeral mencengkeram belakang kepala Lila, mencumbu paksa bibir Lila, mengembuskan asap ke dalam mulut feminin itu.

“Fuque!” Api amarah Filan meledak lebih dahsyat. Kakinya secara refleks melangkah maju sementara ia mendengar Lila batuk menumpahkan sisa asap yang Jeral berikan.

Bunyi satu ledakan terdengar dan menggaung.

Filan mengerang. Tangan kirinya memegangi bagian antara leher demgan bahu kanan, sedangkan ia menatap tajam kepada seorang pria yang masih menodongkan pistol kepadanya. Sementara Lila mengeluarkan beberapa batuk terakhirnya ....

“Gue pengen lihat, apa loe berdarah?” tanya Jeral dengan mengejek.

Filan membuka telapak tangan kirinya dari menutup bagian badannya yang merasa sangat sakit. Tidak ada darah sama sekali, jaketnya tidak terlihat bolong, hanya ada bekas kontur dari daya tekanan peluru.

“Peluru karet. Lemah banget kalau loe pendarahan,” kata Jeral.

“Kau punya masalah apa sama aku?” tanya Filan geram.

“Apa yang terjadi malam ini, semua salah istri loe. Kayaknya loe enggak tau apa masalahnya, ya?”

“Masalah apa?”

Jeral tertawa ringan. “Bener dugaan gue.”

“Maju kau sini jelasin!” kata Filan sambil jari telunjuk kanannya menunjuk ke bawah, pada titik yang ia maksudkan supaya Jeral mau berhadapan dengannya.

Jeral beranjak dari tempat duduknya, sementara salah satu kroninya tanggap tanpa komando menggantikannya menguasai Lila.

“Istri loe pernah kerja di perusahaan gue,” sambil melangkah perlahan dengan gaya elegan, “staf akuntansi. Empat bulan lalu, dia bikin kesalahan input, bikin gue rugi,” sambil menggeram, “sampai lima ratus juta!”

Lebih dekat ke hadapan Filan. “Dia lari dari tanggungjawab. Gue cuma minta hak gue balik.”

“Loe nyulik istriku! Loe kriminal!” mencoba melangkah agar lebih dekat dengan batang hidung Jeral.

Satu bunyi tembakan terdengar. Filan mengerang dan sedikit membungkuk, tangan kirinya memegangi sekitar perutnya bagian kanan dekat ke pinggang.

“Hentikan!” jerit Lila sewaktu air matanya mata tumpah.

“Wah-wah,” Filan menyeringai, “ternyata loe cuma bayi besar,” menunjukkan kepalan tangan kanan, “aku enggak nyangka loe takut banget sama tanganku. Jadi pakai senjata, dong?”

Jeral tertawa. “Hebat! Bisa nyombong di saat orang lain mungkin terluka parah mentalnya. Gue serius mental!”

“Jadi nyali loe gimana? Siap kelahi sama aku satu lawan satu?” tantang Filan dengan senyum seringai.

“Loe bisa kelahi?”

“Kenapa enggak dari tadi kalau loe juga bisa?”

Jeral mengangkat tangan kiri. Isyarat itu dipahami semua kroninya.

“Loe yang minta.” Jeral mengawali giliran dengan hantaman tangan kanan yang tidak secepat gerakan Filan menghindar lalu memberi pukulan kejutan ke pipi kirinya.

Filan memadatkan pengisian tenaga lagi pada tangan kanannya dalam setengah detik, dilepaskan mengarah ke leher Jeral.

Jeral tertokok ke belakang. Ujung sepatu safety kasual Filan mengincar belakang lutut kiri Jeral, membuat badan bos putih itu doyong ke belakang. Kecepatan hantaman tangan kiri Filan tepat menyasar dagu berjenggot pendek. Jeral ambruk ke suatu bagian karpet warna merah.

Gerombolan berjas hitam saling menatap cemas bos mereka. 

Jeral mengangkat tangan kiri. “Its okay. I am fine. Jangan peduliin dia!”

Filan melihat Jeral sedikit kepayahan berdiri.

“Ada yang mau loe jelasin lagi?” tanya Filan dengan merasa unggul menguasai situasi.

“Gue kasih waktu loe ... empat belas hari,” kata Jeral santai, entah karena amarahnya dipadamkan entah ditumpahkan serangan Filan barusan. 

“Bawain gue lima ratus juta. Itu cukup buat nebus istri loe."

Filan merasakan hentakan di dadanya. Badannya terpelanting ke belakang, berguling menuruni tiga tapak tangga lantai. Lila menjerit, tapi tidak berani berontak melepaskan diri. Dia hanya menyaksikan suaminya yang berusaha bangun.

“Empat belas hari, loe gila?!” tanya Filan sambil mempertahankan keseimbangan badannya.

“Kalau loe gagal, sesuai perjanjian dalam kontrak kerja.”

“Kontra kerja apa?”

“Empat bulan lalu waktu dia disidang  dan mengaku akan bertanggungjawab, dia menyetujui perjanjian tertulis. Kalau dia dinyatakan lari dari tanggungjawab, maka dia menyatakan bersedia dipekerjakan dalam posisi yang dikehendaki perusahaan, dengan gaji total setiap bulan sembilan puluh persennya tidak dibayarkan untuk mengangsur ganti rugi. Jadi dia akan bekerja seperti itu selama dua puluh tahun.”

“Gue bilang sekali lagi. Waktu loe ... sampai ... empat belas hari ke depan. Lima ratus juta. Kalau enggak ...,”

Filan melangkah mendekati Jeral. “Ini perjanjian kita. Kalau badan busuk loe sampai nyentuh istirku, sama dengan perjanjian pertama batal.”

Tiga detik Jeral mempertimbangkan.

Lalu mengangguk-angguk. “Okay!” mengulur tangan.

Filan nemerima ajakan Jeral untuk saling berjabat tangan tanda perjanjian telah dibuat.

“Satu penghianatan seharga lima ratus juta,” putus Filan.

“Jangan khawatir. Gue janji. Gue bener-bener-bener janji,” Jeral meyakinkan.

“Atau aku kasih yang lebih parah dari hajaran yang tadi.”

Filan melihat tanggapan Jeral yang tersenyum kecut. 

“Istri loe mencoba kabur dari rumah gue itu seharga lima ratus juta. Artinya, satu milyar kalian tanggung.”

“Itu singkirin tangan busuk kroco loe dari istriku!”

“Okay. Sam!” menginstruksi pria yang menguasai Lila supaya menghentikan sikapnya.

“Kalian semua dengar? Lila, loe dengar perjanjian gue sama suami loe barusan?”

“Satu lagi!”

Jeral berbalik menghadap Filan lagi.

“Lila punya hak pribadi hubungi aku di luar jam kerja.”

“Bukan masalah.”

Filan melempar pandang kepada Lila.

“Ini hape kamu!” sambil menunjukkannya.

Lila menghampiri Filan. Menerima ponselnya. Mendekap Filan dengan tiba-tiba. Membiarkan Jeral dan delapan kroninya menjadi penonton.

“Maafin aku, Filan! Aku enggak pernah cerita soal ini ke kamu.” Tangisan Lila tumpah sampai ke belakang jaket putih Filan.

“Enggak apa-apa. Maafin aku yang enggak nurutin kamu ngantar Mango Chesse Cake berdua.”

“Maafin aku nyusahin kamu nebus hutangku yang banyak banget,” Lila semakin menyesal.

“Aku akan dapatin uangnya sebelum batas waktu.”

“Janji, ya!”

“Aku janji.”

Filan melepas dekapan Lila. Menyodorkan lengan kirinya ke depan mulut Lila.

“Cium lengan jaketku!”

Lila bengong.

“Cepetan!”

Lila pikir mending menurut saja.

“Bekas si bangsat itu ngotorin bibirmu.”

Filan membelai kedua sisi leher Lila, mereka berdua saling menautkan bibir. Tidak peduli bagaimana Jeral dan para kroninya bereaksi.

Filan mengakhiri lebih dulu. Jemarinya mengusap sisa air mata pada wajah Lila.

“Empat belas hari lagi aku akan jemput kamu. Jaga diri baik-baik.”

Filan berbalik badan, memunggungi setiap pasang mata yang melihatnya beranjak dari ruangan itu.

Bab terkait

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 4: Harlen Caffe

    Pastel buah satu porsi atas nama Heru, tertulis pada stick-note putih yang tertempel pada papan kolaps styrofoam. Papan kolaps menu pesanan yang sekali dipandang satu-satunya pelanggan dari tempat duduknya, mungkin cara untuk sekadar sesekali mengalihkan kebosanan dari menatap ruangan kafe dengan jajaran bangku kayu warna cokelat karamel yang kosong dari pelanggan lain, atau sekadar menatap sesuatu yang lebih menarik daripada bingkai-bingkai word-art yang mengisi kepolosan sisi-sisi dinding.Tapi bagi pelanggan itu, menghisap sebotol jus vapor lalu mengembuskan asap putih dengan panjang dan tebal dari napas hidung dan mulutnya menandakan dia tahu cara menikmati rasa menunggu pesanan, selain rasa dari teh lemon—dalam gelas highball—yang sesekali ia minum lewat sedotan pelastik. Lalu ia mengalihkan perhatian kepada Filan yang mengatur tekanan jemari dan pengirisan ke roti pastel besar sampai lima irisan, apik membuat hasil tiap irisannya melebar sehingga sebag

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 5: Duel Masak

    “Eh?! Filan! Kamu udah gila?” Heru tidak siap menerima kesepakatan itu.“Kamu beneran enggak mau jual tempat ini, kan? Meski pun segitu harga?”“Ya, dan jangan bilang kamu enggak tahu siapa lawan tandingmu!”Filan merasa otaknya berdenyut, ucapan Heru barusan menampar pikirannya.“Kamu tahu siapa ini?”“Sedikit baca tentang dia. Yang punya NFC, Nester Food Corner. Pusat di Washington. Cabang yang aku tahu dan pernah ke sana, KL dan Kraton di Jogja.”Tiga detik Filan menatap Nester yang ia pikir batinnya sedang mencibir perselisihannya dengan Heru.“Jadi semua yang kamu tahu itu bikin dia pasti ngalahin aku?”“Aku mulai tahu ternyata kamu cukup jenius. Tapi orang di hadapan kita, aku merasa, lebih advanced—maju—dari kejeniusanmu,” Heru meyakinkan.“Any problem?” sela Nester dengan heran.“Please w

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 6: Pastel Buah VS Eggvocado

    Heru memperhatikan Filan dan Nester yang saling memberi bara tatapan perlawanan, sementara ia merasakan dampak dari dua aura itu pada sekujur kulit tubuhnya seperti tersengat listrik bertegangan rendah. Ekstra presepsi Heru menggambarkan, Nester diselimuti pancaran aura putih yang mendorong kuat keluar dari tubuh, berbenturan dan saling menekan dengan kobaran aura merah yang menyelimuti tubuh Filan.“Filan. I give you a second change. Surrender, than I will give you a price I offered. Or I will defeat you and will be handed-over this place just for one hundred million—Aku beri kamu kesempatan memilih kembali. Menyerah padaku, aku akan memberi harga sesuai penawaran. Atau aku akan mengalahkanmu dan harus menghargai tempat ini seratus juta saja,” kata Nester dengan santai.“Not both. I will kick you to never expand your business in around this city forever—Tidak keduanya. Karena aku akan menendang (membuat)-mu untuk tidak akan pernah mengemb

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 7: 13 Hari Aisha

    “Ini bukan telur sungguhan, ya?” kata sang mama, “ini ada jenis rasa buahnya, dan bener kayaknya kamu, Rin. Ada kayak rasa cumi.” “iya, kan Ma? What is this banget rasanya!” “Ini pasti molekuler gastronomi,” sambung sang mama. Filan dan Heru seperti tersadar akan hal yang sama. “Apa itu, Ma?” “Metode masak pakai ilmu molekuler. Sains kuliner gitu, deh.” “Waw!” terkesima, “baru denger. Kok mama tahu?” “Masa kamu enggak?” “Oh, ya. Putih telur ini rasanya juga enggak kayak putih telur. Tapi teksturnya memang mirip putih telur asli. Lebih kayak ada rasa manis yang khas, bukan manis gula,” sang papa berpikir sedikit serius, “manis yang khas, kombinasi yang pas sama alpukat panggangnya. “Oke. Tolong kasih nilainya!” Heru mengalihkan topik, “dari bapak!” “Hem,” sang papa terdiam mempertimbangkan, “lima belas.” “Aku, ya? Em ... Iima belas,” kata si perempuan. “Dari saya, enam belas,” kata sang ma

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 8: Tiga Hal Tak Terhindarkan

    Satu kepulan asap putih menyembul ke atas. Heru melihat ketinggian aerosol itu ingin menggapai baling-baling kipas di langit-langit susunan papan kayu mengkilap. Raut mukanya yang mendongak itu semuram Filan yang memegangi kepala dengan menunduk, duduk berhadapan di antarai meja bernomor pod nol lima. Tanpa satu pun menu tersaji menengahi kegundahan mereka, tetapi sekotak kopor abu-abu itu.“Kacau parah!” gumam Heru sambil tersenyum ironis, “terus kamu mau berbuat apa? Aku harus bantu kamu kek mana?”“Cepat atau lambat Paman akan tahu. Jadi bantu aku nutupin masalah ini selama mungkin,” jawab Filan nadanya lemas.“Jadi koper sialan ini ... hak Papaku,” kata Heru.Filan menanggapinya diam.“Seandainya aku tadi ng-iya-in penawarannya, mau kek mana pun misal Papa kecewa, tetep ada untungnya,” menutup ungkapan sesalnya dengan hisapan vapor.“Sorry! Aku kalah,” ucap Filan den

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 9: Recha Harlen

    Recha menatap tembus ke luar jendela kaca fiber, kepada gumpalan putih yang dilalui konstruksi sayap kaku abu-abu, kepada birunya laut ... dan hijaunya daratan yang menurut anggapannya berkontur lebih tinggi daripada jajaran gedung-gedung diantarai jalanan aspal. Sebuah nada befrekuensi halus ia dengar, diikuti suara wanita yang menjelaskan posisi penerbangan juga arahan untuk memasang sabuk pengaman. Recha mengikuti sesuai arahan itu. Kembali melihat ke luar jendela, menyadari pesawat sedang menukik diagonal ke kanan sekaligus bawah.Perhatiannya menjadi terpusat kepada satu bukit hijau, di mana ada jajaran huruf waran putih yang—tentu saja sangat besar—bisa dibacanya “WELLCOME TO BATAM”.Filan berjalan di suatu trotoar sempit, melalui jajaran mobil berparkir, poni rambut undercut-nya bergoyang diterpa angin, bagian bawah jaket levisnya hampir terbang dari balik punggung. Ia memilih jalur penyeberangan yang selurus dengan tengah halaman banguna

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

Bab terbaru

  • Kode Prosa Aisha   Chater 13: Menjemput Lila

    “Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu,” Filan membacakan kalimat.“Menurutku, sub tema berganti di paragraf ini,” sepaham Diksa.“Laut, ya? Apa ini punya konteks seafood?” tanya Recha.“Em, bener juga,” Diksa menyadari hal yang sama dengan Recha, “tadi sub tema api. Elemental yang udah kita catat punya sifat panas.”“Kalau gitu, Kauwus Las mungkin jenis ikan,” kata Filan.“Dan udang paling lunak. Ini kata yang sebenarnya atau metafor?” kata Recha.“Kalau kita sepakat di konteks seafood, kemungkinan besarnya itu leksikal,” kata Diksa.“Diksa, tolong cari bab seafood! Recha searching udang paling lunak!”Diksa dan Recha merespon sesuai perintah Filan.Filan mendengar suara dua takbir terlantun. Lalu mendengar lagi dengan lantunan lebih panjang.“Magrib. Kit

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 12: Meja Bundar

    “Udang windu,” Aris membacakan, “Penaeus monodon atau giant tiger prawn, Asian tiger shrimp, black tiger shrimp, adalah sebuah crustaces yang dibudidayakan secara luas untuk dikunsumsi. Di Indonesia, udang ini disebut udang pancet atau udang windu.”“Wait!” Filan menyela, “kamu nyebut kata tiger tiga kali.” Ia sama terkesimanya sebagaimana Recha dan Diksa.Recha segera beralih perhatian pada ponselnya. “Kak!” menunjukkan tampilan layarnya kepada Filan, “Harimau bersentaja jarum tombak.”Filan mengamati sebingkai gambar udang dengan corak bergaris belang. “Ya. Keterkaitannya cukup besar,” merasa yakin.“Apa tadi nama ilmiahnya?” tanya Diksa kepada Aris.“Penaeus Monodon.”Diksa menuliskan istilah itu. “Peeuon, ya?” gumamnya sambil mencermati apa yang barusan ditulisnya.Ia membuat garis di bawah beberapa huruf dalam ist

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 11: Kode Prosa Aisha

    Penghuni rumah bambu di hamparan rumput. Meski pun lunak dan lembut, atapnya senantiasa menopang sebundar benua. Benua yang terbentuk dari sabuk api, samudera, sungai-sungai, daratan, dan pegunungan es sebagai lingkaran dinding.Sabuk api dijaga oleh dua kubu pasukan harimau. Kubu Baloasra pengendali benteng dan kubu Peeuon bersentaja jarum tombak. Semua harimau memakai mahkota Traeum warna merah dan mereka memancarkan energi panas yang disebut Zhipy.Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu.Para Thoge menyebar di tanah Toniourii yang banyak terdapat Oleupa. Anilbilo menjadi penguasa sungai Tateata dan sungai Chome yang menyebar di sepertiga tanah Toniourii.Sebagian tanah Toniourii adalah pegunungan merah yang dinamai Pentasncolta. Dari pegunungan merah mengalir sungai Rosa kecil. Di sana sebagian Thoge membaur dengan Mayota Grult dan Tronrvos.Benua itu ada dalam lingkar pegunungan es. Pegunungan e

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 10: Tiga Kartu As Filan

    Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.“Aris?!” Filan seketika melihat seor

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 9: Recha Harlen

    Recha menatap tembus ke luar jendela kaca fiber, kepada gumpalan putih yang dilalui konstruksi sayap kaku abu-abu, kepada birunya laut ... dan hijaunya daratan yang menurut anggapannya berkontur lebih tinggi daripada jajaran gedung-gedung diantarai jalanan aspal. Sebuah nada befrekuensi halus ia dengar, diikuti suara wanita yang menjelaskan posisi penerbangan juga arahan untuk memasang sabuk pengaman. Recha mengikuti sesuai arahan itu. Kembali melihat ke luar jendela, menyadari pesawat sedang menukik diagonal ke kanan sekaligus bawah.Perhatiannya menjadi terpusat kepada satu bukit hijau, di mana ada jajaran huruf waran putih yang—tentu saja sangat besar—bisa dibacanya “WELLCOME TO BATAM”.Filan berjalan di suatu trotoar sempit, melalui jajaran mobil berparkir, poni rambut undercut-nya bergoyang diterpa angin, bagian bawah jaket levisnya hampir terbang dari balik punggung. Ia memilih jalur penyeberangan yang selurus dengan tengah halaman banguna

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 8: Tiga Hal Tak Terhindarkan

    Satu kepulan asap putih menyembul ke atas. Heru melihat ketinggian aerosol itu ingin menggapai baling-baling kipas di langit-langit susunan papan kayu mengkilap. Raut mukanya yang mendongak itu semuram Filan yang memegangi kepala dengan menunduk, duduk berhadapan di antarai meja bernomor pod nol lima. Tanpa satu pun menu tersaji menengahi kegundahan mereka, tetapi sekotak kopor abu-abu itu.“Kacau parah!” gumam Heru sambil tersenyum ironis, “terus kamu mau berbuat apa? Aku harus bantu kamu kek mana?”“Cepat atau lambat Paman akan tahu. Jadi bantu aku nutupin masalah ini selama mungkin,” jawab Filan nadanya lemas.“Jadi koper sialan ini ... hak Papaku,” kata Heru.Filan menanggapinya diam.“Seandainya aku tadi ng-iya-in penawarannya, mau kek mana pun misal Papa kecewa, tetep ada untungnya,” menutup ungkapan sesalnya dengan hisapan vapor.“Sorry! Aku kalah,” ucap Filan den

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 7: 13 Hari Aisha

    “Ini bukan telur sungguhan, ya?” kata sang mama, “ini ada jenis rasa buahnya, dan bener kayaknya kamu, Rin. Ada kayak rasa cumi.” “iya, kan Ma? What is this banget rasanya!” “Ini pasti molekuler gastronomi,” sambung sang mama. Filan dan Heru seperti tersadar akan hal yang sama. “Apa itu, Ma?” “Metode masak pakai ilmu molekuler. Sains kuliner gitu, deh.” “Waw!” terkesima, “baru denger. Kok mama tahu?” “Masa kamu enggak?” “Oh, ya. Putih telur ini rasanya juga enggak kayak putih telur. Tapi teksturnya memang mirip putih telur asli. Lebih kayak ada rasa manis yang khas, bukan manis gula,” sang papa berpikir sedikit serius, “manis yang khas, kombinasi yang pas sama alpukat panggangnya. “Oke. Tolong kasih nilainya!” Heru mengalihkan topik, “dari bapak!” “Hem,” sang papa terdiam mempertimbangkan, “lima belas.” “Aku, ya? Em ... Iima belas,” kata si perempuan. “Dari saya, enam belas,” kata sang ma

  • Kode Prosa Aisha   Chapter 6: Pastel Buah VS Eggvocado

    Heru memperhatikan Filan dan Nester yang saling memberi bara tatapan perlawanan, sementara ia merasakan dampak dari dua aura itu pada sekujur kulit tubuhnya seperti tersengat listrik bertegangan rendah. Ekstra presepsi Heru menggambarkan, Nester diselimuti pancaran aura putih yang mendorong kuat keluar dari tubuh, berbenturan dan saling menekan dengan kobaran aura merah yang menyelimuti tubuh Filan.“Filan. I give you a second change. Surrender, than I will give you a price I offered. Or I will defeat you and will be handed-over this place just for one hundred million—Aku beri kamu kesempatan memilih kembali. Menyerah padaku, aku akan memberi harga sesuai penawaran. Atau aku akan mengalahkanmu dan harus menghargai tempat ini seratus juta saja,” kata Nester dengan santai.“Not both. I will kick you to never expand your business in around this city forever—Tidak keduanya. Karena aku akan menendang (membuat)-mu untuk tidak akan pernah mengemb

DMCA.com Protection Status