Luke menarik Rena untuk sedikit menjauh darinya, matanya menatap mata Rena dengan tajam. Sedangkan Rena menatapnya dengan tatapan yang begitu lembut. Luke lalu mendekatkan bibirnya pada bibir Rena untuk memagutnya. Ia melingkarkan lengan-lengan kekarnya di pinggang kecil Rena dan dibalas dengan pelukan di leher. Luke mengangkat tubuh ringan Rena dari lantai. Kemudian mereka sudah berada di tempat tidur dengan Luke yang merebahkan Rena perlahan tanpa melepaskan pagutan mereka.
“Rena.” Luke berbisik sementara Rena menatapnya di tengah napasnya yang terengah. Rena masih terlihat sangat cantik.
“Ku dengar kamu keluar dari wilayah Armstrong siang tadi. Tapi yang aku tahu kamu tidak meminta izinku. Jeffrey memang menyampaikannya padaku, tapi itu akan berbeda jika kamu yang meminta izinku.” Luke menatap Rena dengan tangan yang masing-masing berada di sisi kiri dan kanan perempuan itu, menatapnya yang tampak mulai ketakutan.
“Aku p-pikir a-aku da-dapat
Perlakuan Luke tidak untuk ditiru, hanya untuk keperluan cerita. Sikap itu digambarkan sebagai contoh dari salahnya penanaman pola pikir sejak muda. Mari cerdas memilih pesan dalam bacaan (◠‿◕)
Rena tahu ia telah membuat kesalahan yang benar-benar fatal. Sungguh, ia benar-benar tidak bermaksud untuk menerima ciuman itu. Hanya saja ia tidak pernah diajarkan bagaimana caranya menolak. Karena yang ia tahu, jika ia melakukan penolakkan ia akan mendapatkan hukuman. Meski pria itu adalah Mark, seseorang yang tidak pernah melayangkan tangan padanya. Tapi ia tidak pernah tahu kehidupan Mark saat jauh darinya, mungkin saja Mark berubah menjadi orang yang kasar. Sehingga ia membalas pagutan Mark dengan hati yang pecah, ia merasa ia telah berkhianat. Lalu kini calon suaminya menjadi sangat marah, membuatnya semakin merasa bersalah dalam kubangan dosa. “L-Luke! P-pelankan! Turunkan k-kecepatannya! K-kumohon!” Rena mencengkram sabuk pengaman yang melintasi dadanya dengan begitu kuat, ia tampak pucat dan berkeringat. Tapi Luke tidak peduli, ia malah menginjak pedal dengan semakin brutal. Semua racauan Rena seakan semakin menambah kadar kemarahannya. Racaua
Luke membanting pintu mobilnya dengan kasar setelah ia berhenti di depan sebuah gedung. Sebuah tempat dimana wanita dan pria berdompet tebal menghabiskan malam dengan berpesta. Tapi ini belum begitu malam, ia baru saja tiba setelah menjemput calon istrinya yang mencoba berkhianat. Ia pergi setelah ia memberi pelajaran. Tapi sekarang ia merasa tidak baik. Karena kemarahan, gairah, kerinduan juga rasa bersalah masih memenuhinya. Sehingga ia pergi ke tempat itu untuk menemui seseorang. “Dimana Alexa?” Luke bertanya pada beberapa wanita yang mengenakan baju pendek terbuka dan pria dengan bentuk tubuh yang bagus. Bau parfum mereka cukup menyengat dan membuat Luke merasa sedikit pusing. “Ia di ruangannya, Tuan. Di atas.” Seorang wanita menyahut dengan suara serak yang dibuat mendayu, benar-benar menunjukkan kalau ia sungguh bersedia membuka kakinya lebar-lebar untuk kepuasan pria tampan itu. Luke mengangguk sekali lalu memandang wanita itu sekilas. C
Membuka mata dan menatap sekitar dengan mata yang menyipit, Rena terbangun dengan kepala yang terasa begitu berat. Apapun yang ia tatap tampak buram dan berputar. Pikirannya masih kosong, masih tidak begitu mengingat apa yang telah terjadi. “Rena? Kamu sudah bangun?” Riana berujar dengan keterkejutan di nada suaranya. Dengan tergopoh-gopoh menghampirinya, terlalu takut kalau Rena bergerak tiba-tiba lalu menyakiti dirinya sendiri. “Riana?” Mata Rena menyipit. Ia telah melihat dengan lebih jelas sekarang. Rena terdiam mengingat apa yang telah membuatnya bangun dengan kepala yang begitu berat. Hingga kilasan-kilasan melintas-lintas di kepalanya. Kampus, perpustakaan, Mark, berciuman, Luke, teriakan, kemarahan. Rena telah mengingat semuanya dengan sangat jelas, termasuk Luke yang meninggalkannya. “Luke ...” Rena bergumam, suaranya masih terdengar begitu lirih. Matanya bergerak-gerak dan tampak panik, seakan melihat kilasan-kilasan dari kepalanya sendiri. “Luke! L-Luke!” Lalu Rena mula
Suara sesegukan diiringi suara lirih tangisan yang menggema adalah apa yang terdengar dari ruangan itu. Ruangan itu remang dan kental dengan aroma kesedihan. Ruangan yang berisi perempuan mungil, satu-satunya yang ada di sana. Meringkuk memeluk diri sendiri dengan posisi tidur menyamping. Ia adalah Rena, seorang perempuan mungil yang menangis dengan wajah yang telah benar-benar sembab.Hari masih terlalu pagi, terlalu dini untuk bangun. Terlebih bagi seseorang yang tengah hamil muda dan baru saja melewati suatu kejadian yang terasa seperti merampas kewarasannya. Namun sebenarnya Rena tidak memiliki tidurnya sedikitpun. Ia memejamkan mata hanya saat ia tidak sadarkan diri sebelumnya dan sekarang ia sibuk menangis. Dia hanya tengah kalut, perasaan tidak menentu di dalam dirinya terasa begitu mengganggu.“Kenapa?” lirihannya kembali terdengar.Ia tidak bertanya pada siapapun, tapi pada apapun. Baik takdir dan jalan kehidupan tentang apa ya
Ruangan yang tadi dipenuhi oleh bunyi tangisan sekarang telah sunyi. Perempuan dengan tubuh mungil telah terdiam dengan posisi tidur menyamping, baru mengarungi dunia mimpi sekitar 30 menit yang lalu. Ia baru bisa tertidur saat rasa kantuk benar-benar merenggut paksa kesadarannya. Ia kelelahan setelah menangis sepanjang malam. Setelah meratapi apa yang telah dialaminya, sebuah kejadian yang sangat jauh dari kata menyenangkan.Tapi perlahan tubuh itu menggeliat, gelisah dalam tidur. Ia bermimpi buruk, juga karena sesuatu yang terasa mengganggu. Perutnya terasa aneh, mual dan teraduk. Sesuatu seperti terasa mendesak keluar.“Eungh ...,” lenguh Rena dengan kening yang berkerut. Tangannya terangkat untuk mengusap perutnya perlahan. Ia lelah, ia hanya ingin tidur. Tapi rasa tidak nyaman itu mengusiknya.Rena menggigit bibir saat rasa tidak nyaman itu semakin menjadi. Bulir-bulir keringat mulai muncul dari dahinya dan perlahan matanya terbuka
Sebenarnya dengan apa yang telah terjadi, Luke tidak ingin meninggalkan Rena. Tapi dengan berada di sekitar perempuan itu, ia merasa atmosfer mendesaknya. Ia merasa sesak dan seakan berada di dalam tempat yang kelam. Luke benar-benar terganggu karena ia belum pernah merasakan hal-hal seperti itu di dalam hidupnya. Ia telah banyak menyakiti orang lain. Tapi tidak pernah terasa sesesak ini, bahkan meski dibandingkan saat ia menyakiti Alexa.Luke menatap ke arah ranjang. Ia bermaksud untuk menemukan Rena yang telah memasuki dunia tidur. Tapi rupanya Rena tidak tidur, mata cantiknya terbuka di bawah cahaya lampu yang temaram.“Tidak tidur, Rena?” Didudukinya bokongnya di tepi ranjang.“Sekarang telah dini hari. Aku tidak bisa tidur.” Rena menyahut dengan suara serak.“Kamu tampak lelah. Sudah seharusnya kamu beristirahat.” Suara Luke terdengar dalam, tangan kekarnya terangkat untuk mengusap surai Rena dengan l
Rena merasa dunianya dibalikan dengan paksa saat Luke memberikan dua pilihan padanya. Pilihan yang sulit karena keduanya adalah sesuatu yang begitu berarti. Pendidikan dan bayinya, kehidupan dan napasnya. Tapi Luke memberikan pilihan sulit itu dengan terlalu tiba-tiba.Pendidikan adalah apa yang selalu dikejarnya, alasan yang membuatnya menerima banyak rasa sakit. Pendidikan yang membuatnya menerima segalanya dengan ketulusan. Tapi sekarang sesuatu yang lain telah hadir, seorang bayi, bayinya. Buah cinta yang hadir berkat kebesaran hatinya untuk menyerahkan dirinya pada calon suaminya malam itu. Sesuatu yang terjadi karena tatapan keseriusan Luke serta rasa cinta yang tiba-tiba memenuhi dada.Jujur dari dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia benar-benar menginginkan bayi ini. Ia ingin bayi ini hadir dan mengisi kekosongan hatinya. Tapi ia juga tidak ingin kehilangan pendidikannya. Perkataan Luke benar-benar menusuknya, membuatnya merasa petir menyambarnya
Luke berjalan cepat saat merasa ia telah terlalu lama membiarkan Rena sendiri. Ia cukup cemas, tapi meyakinkan Jeffrey adalah hal yang harus ia lakukan. Ia menyayangi pria itu seperti seorang adik yang telah tumbuh bersamanya. Mereka adalah keluarga. Keluarga yang sebenarnya akan selalu saling melindungi. Jeffrey mencintai Riana, maka keselamatan Riana juga adalah tanggung jawabnya."Kamu meninggalkannya cukup lama." Suara terdengar saat Luke baru memasuki ruangan itu. Seorang itu, Wei Hongli."Aku memiliki beberapa urusan." Luke langsung melangkah ke daerah ruang periksa Hongli dan pria itu hanya mengikutinya.Luke hanya diam saat menemukan Rena yang tidak lagi kesakitan. Calon istrinya itu tengah tertidur dengan wajah damai yang pucat. Tidak lagi ada raut kesakitan di sana. Tapi sisa dari tangisnya masih terlihat dengan jelas."Aku membiarkannya tidur setelah aku memeriksanya." Hongli sedikit tersenyum saat Luke menatap Rena dengan cukup l
Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah
Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k
Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l
“Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes
Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara
Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.
Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la
Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia
Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia