Ruangan yang tadi dipenuhi oleh bunyi tangisan sekarang telah sunyi. Perempuan dengan tubuh mungil telah terdiam dengan posisi tidur menyamping, baru mengarungi dunia mimpi sekitar 30 menit yang lalu. Ia baru bisa tertidur saat rasa kantuk benar-benar merenggut paksa kesadarannya. Ia kelelahan setelah menangis sepanjang malam. Setelah meratapi apa yang telah dialaminya, sebuah kejadian yang sangat jauh dari kata menyenangkan.
Tapi perlahan tubuh itu menggeliat, gelisah dalam tidur. Ia bermimpi buruk, juga karena sesuatu yang terasa mengganggu. Perutnya terasa aneh, mual dan teraduk. Sesuatu seperti terasa mendesak keluar.
“Eungh ...,” lenguh Rena dengan kening yang berkerut. Tangannya terangkat untuk mengusap perutnya perlahan. Ia lelah, ia hanya ingin tidur. Tapi rasa tidak nyaman itu mengusiknya.
Rena menggigit bibir saat rasa tidak nyaman itu semakin menjadi. Bulir-bulir keringat mulai muncul dari dahinya dan perlahan matanya terbuka
Sebenarnya dengan apa yang telah terjadi, Luke tidak ingin meninggalkan Rena. Tapi dengan berada di sekitar perempuan itu, ia merasa atmosfer mendesaknya. Ia merasa sesak dan seakan berada di dalam tempat yang kelam. Luke benar-benar terganggu karena ia belum pernah merasakan hal-hal seperti itu di dalam hidupnya. Ia telah banyak menyakiti orang lain. Tapi tidak pernah terasa sesesak ini, bahkan meski dibandingkan saat ia menyakiti Alexa.Luke menatap ke arah ranjang. Ia bermaksud untuk menemukan Rena yang telah memasuki dunia tidur. Tapi rupanya Rena tidak tidur, mata cantiknya terbuka di bawah cahaya lampu yang temaram.“Tidak tidur, Rena?” Didudukinya bokongnya di tepi ranjang.“Sekarang telah dini hari. Aku tidak bisa tidur.” Rena menyahut dengan suara serak.“Kamu tampak lelah. Sudah seharusnya kamu beristirahat.” Suara Luke terdengar dalam, tangan kekarnya terangkat untuk mengusap surai Rena dengan l
Rena merasa dunianya dibalikan dengan paksa saat Luke memberikan dua pilihan padanya. Pilihan yang sulit karena keduanya adalah sesuatu yang begitu berarti. Pendidikan dan bayinya, kehidupan dan napasnya. Tapi Luke memberikan pilihan sulit itu dengan terlalu tiba-tiba.Pendidikan adalah apa yang selalu dikejarnya, alasan yang membuatnya menerima banyak rasa sakit. Pendidikan yang membuatnya menerima segalanya dengan ketulusan. Tapi sekarang sesuatu yang lain telah hadir, seorang bayi, bayinya. Buah cinta yang hadir berkat kebesaran hatinya untuk menyerahkan dirinya pada calon suaminya malam itu. Sesuatu yang terjadi karena tatapan keseriusan Luke serta rasa cinta yang tiba-tiba memenuhi dada.Jujur dari dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia benar-benar menginginkan bayi ini. Ia ingin bayi ini hadir dan mengisi kekosongan hatinya. Tapi ia juga tidak ingin kehilangan pendidikannya. Perkataan Luke benar-benar menusuknya, membuatnya merasa petir menyambarnya
Luke berjalan cepat saat merasa ia telah terlalu lama membiarkan Rena sendiri. Ia cukup cemas, tapi meyakinkan Jeffrey adalah hal yang harus ia lakukan. Ia menyayangi pria itu seperti seorang adik yang telah tumbuh bersamanya. Mereka adalah keluarga. Keluarga yang sebenarnya akan selalu saling melindungi. Jeffrey mencintai Riana, maka keselamatan Riana juga adalah tanggung jawabnya."Kamu meninggalkannya cukup lama." Suara terdengar saat Luke baru memasuki ruangan itu. Seorang itu, Wei Hongli."Aku memiliki beberapa urusan." Luke langsung melangkah ke daerah ruang periksa Hongli dan pria itu hanya mengikutinya.Luke hanya diam saat menemukan Rena yang tidak lagi kesakitan. Calon istrinya itu tengah tertidur dengan wajah damai yang pucat. Tidak lagi ada raut kesakitan di sana. Tapi sisa dari tangisnya masih terlihat dengan jelas."Aku membiarkannya tidur setelah aku memeriksanya." Hongli sedikit tersenyum saat Luke menatap Rena dengan cukup l
"Ya, Jane. Maafkan aku, aku benar-benar tidak bisa." Luke berucap dengan suara yang penuh sesal, tapi wajahnya hanya tanpa raut. Dia ingin membatalkan janjinya dan menemani Rena"Ku pastikan untuk lain kali." Kemudian Luke menjauhkan benda persegi panjang dari telinganya.Luke menghela napas lelah. Ia telah membuat sebuah kebohongan hari ini. Luke mengusap wajah lalu berbalik untuk kembali menemani Rena sebelum ia melihat Ben dan Bella menghampirinya. Luke menyapa lebih dulu. Ia tengah berusaha terlihat baik meski tidak sepenuhnya."Kami datang untuk menjenguk Rena." Ben tersenyum."Menjenguknya? Rena tengah tidur." Luke rasa ini tidak memungkinkan untuk mereka menemui Rena. Rena harus beristirahat dan ia sangat tahu kalau Bella adalah seorang yang tidak bisa diminta untuk tidak bertingkah berlebihan. Rena mungkin akan terganggu."Baiklah. Kami akan datang lain waktu." Ben mengangguk-angguk kecil, tahu apa yang Luke maksud dan ia bern
Tidur yang lelap, Rena seakan membayar seluruh kelelahannya dengan kesempatan tidur nyenyak di ruang tempat ia dirawat. Luke menutup pintu dan berjalan sangat pelan, seakan di setiap langkahnya, dia dapat mengusik seseorang di sana. "Tidurmu sangat lelap, apa yang sedang kamu lihat?" Luke mengusap rambut Rena dengan sentuhan yang terlalu lembut. Rena sangat cantik, ia tampak damai dalam tidur. "Mungkinkah kamu melihat bayi kita? Dia masih bersamamu, maaf karena aku hampir menyakitinya." Luke mengecup lembut dahi Rena, menyampaikan jutaan rasa bersalah yang tidak mampu ia sampaikan. Namun sentuhan selembut kapas itu tetap mengusik Rena. Mata cokelatnya yang bersinar tampak terbuka dengan pelan dan itu membuat Luke merasa sedikit rasa sesal menghampirinya. Ia tidak bermaksud untuk membuat Rena bangun. Namun Rena rupanya bisa terbangun hanya karena sebuah sentuhan lembut. "L-Luke." Suara Rena yang serak terdengar terbata. Itu adalah satu-satunya sifat manusiawi yang ia miliki sejak ha
"Tempatnya begitu indah, Rena. Kamu harus ke sana sesekali, itu baik untuk dirimu. Apapun yang terjadi, cobalah untuk selalu bahagia karena bayimu membutuhkannya." Saat Luke masuk, suara Alexa menyambutnya. Ia tersenyum karena melihat seberapa besar usaha Alexa untuk menjadi dekat dengan Rena yang masih sedikit kaku."Membicarakan sesuatu?" Luke bersuara, menyadarkan kedua orang itu akan kehadirannya. Mereka terlihat hanya memasuki dunia mereka sendiri hingga tidak menyadarinya yang sudah bergerak sedari tadi di ruangan itu."Ya, tentang villamu. Rena harus mengunjunginya." Luke tersenyum saat mendengar sahutan Alexa. Perihal berlibur, Luke bahkan tidak sempat memikirkan hal itu."Ya, saran yang bagus." Luke menanggapi dengan suara yang terdengar ringan. Ia seperti benar-benar menganggap itu ide yang bagus."Kamu membawa sesuatu?" Alexa melihat sebuah bungkusan di tangan Luke hingga itu berhasil menarik sedikit perhatiannya."Ya, nutr
"Bos! Mereka telah menyerang hingga ke dalam!" Seorang pengawal berlari tergopoh menghampiri mobil yang berhenti dengan bunyi decitan yang nyaring. Pengawal itu memegang sebuah senjata, tampak tertekan dan berkeringat banyak. Luke menajamkan mata dan napasnya terdengar memburu, amarah mulai memenuhinya. Sebenarnya ada satu yang ia takutkan, Riana. Perempuan itu ada di rumah sejak pagi dan tidak pergi ke manapun. Jeffrey meninggalkannya sebentar, Luke khawatir Riana terluka karena ketidakadaan mereka tadi. Ia terlambat dan ia khawatir kalau Jeffrey juga datang sedikit terlambat meski Jeffrey datang lebih cepat daripada dirinya. Suara tembakan yang nyaring sedikit menyentak Luke, menyadarkannya dari pemikiran yang mulai kacau. Ia mendesis dengan marah. Hal sialan ini terjadi di saat yang sangat tidak tepat. "Dimana Jeffrey?" Luke bertanya dengan teriakan. Ia telah menembakkan satu peluru pada salah seorang musuh yang mencoba melompat ke arahnya.
Luke mengendarai mobil dengan kesulitan, terluka karena tertembak mulai membuatnya merasa kewalahan. Ia sedang mencoba untuk fokus di antara rasa sakit. Tapi sebenarnya ini bukan hanya tentang rasa sakit, juga karena darahnya yang tidak berhenti keluar. Peluru itu tidak begitu dalam, tapi melukai pembuluh darah dan jaringan otot di lengan atasnya. Ia merasa kepalanya berputar. Luke berkendara dengan kecepatan tinggi saat merasakan rasa sakit semakin menyengat. Ia harus segera tiba di rumah sakit untuk perawatan luka-lukanya. Ia tidak ingin sesuatu menjadi lebih memburuk lebih dari ini. Sebenarnya ia tidak boleh runtuh. "Sial!" Luke berteriak. Ia sering terluka sebelumnya, tapi luka ini terasa berbeda. Apa musuhnya melumuri sesuatu pada peluru itu? Hingga kepalanya terasa memberat dan pandangannya memburam? Sial! Luke sudah tahu kalau pria itu adalah orang gila, tapi ia tidak tahu kalau pria itu bisa segila ini. Napas Luke terdengar putus-putus dan ia tidak menyadari kalau ia menginj