Beranda / Romansa / Kita yang Menjadi Kita / Malapetaka Setelah Luka

Share

Malapetaka Setelah Luka

Penulis: Elle Ryu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Luke mengendarai mobil dengan kesulitan, terluka karena tertembak mulai membuatnya merasa kewalahan. Ia sedang mencoba untuk fokus di antara rasa sakit. Tapi sebenarnya ini bukan hanya tentang rasa sakit, juga karena darahnya yang tidak berhenti keluar. Peluru itu tidak begitu dalam, tapi melukai pembuluh darah dan jaringan otot di lengan atasnya. Ia merasa kepalanya berputar.

Luke berkendara dengan kecepatan tinggi saat merasakan rasa sakit semakin menyengat. Ia harus segera tiba di rumah sakit untuk perawatan luka-lukanya. Ia tidak ingin sesuatu menjadi lebih memburuk lebih dari ini. Sebenarnya ia tidak boleh runtuh.

"Sial!" Luke berteriak. Ia sering terluka sebelumnya, tapi luka ini terasa berbeda. Apa musuhnya melumuri sesuatu pada peluru itu? Hingga kepalanya terasa memberat dan pandangannya memburam? Sial! Luke sudah tahu kalau pria itu adalah orang gila, tapi ia tidak tahu kalau pria itu bisa segila ini.

Napas Luke terdengar putus-putus dan ia tidak menyadari kalau ia menginj
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kita yang Menjadi Kita   Cinta Terbesar

    Hari telah mulai gelap saat Bella menghampiri Rena yang berdiam di ruangannya dengan masih duduk di kursi roda. Ruangannya gelap dan hanya diguyuri cahaya dari jendela yang tidak ditutup. Rena yang malang, ia semakin pendiam saat mengetahui kabar mengenai calon suaminya. Ia tidak menangis tersedu, tapi semua orang tahu ia begitu terluka. Ia memiliki sebuah kehidupan di dalam tubuhnya. Ia memiliki seorang bayi yang tumbuh dan berkembang di rahimnya. Bayi itu hidup dan bernapas di pelukannya. Ia harus tetap bahagia, itu yang orang-orang katakan karena itu untuk bayinya. Tapi apa lagi yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan kebahagiaan hatinya saat ayah dari bayinya berjuang melawan maut? Ia khawatir dan lebih dari itu, ia terluka. Memikirkan jika kemungkinan terburuk yang terjadi, ia tidak sanggup. Anaknya akan tumbuh tanpa hangatnya kehadiran seorang ayah. Anaknya akan mengalami hal yang sama seperti yang ia rasakan. Rena bernapas dalam sesak, tanpa sengaja mengulang lagi ingatan te

  • Kita yang Menjadi Kita   Mencintai Satu Orang

    Amora memeluk tubuh gemetar Rena, mengusap bagian belakang kepala yang dilesakkan di perutnya. Berusaha menghentikan tangis yang masih sama keras seperti sejak seperempat jam tadi. "Luke akan baik-baik saja." Hendry yang tadi hanya berdiam kini berbicara, mencoba menenangkan kekasih sahabatnya. "Tapi kamu sendiri lihat ia seperti itu. Ia tidak membuka matanya. Luke terluka." Rena menjawab dengan suara yang teredam. "Ia baik-baik saja. Ia akan bangun." Sekali lagi Hendry berbicara, nada suaranya terdengar lebih yakin. "Bagaimana kamu bisa berbicara seperti itu, Hendry? Kamu tahu ia memiliki kemungkinan besar untuk pergi. Dengan cara bicaramu, apakah kamu bisa menjamin keselamatannya?" Rena menarik tubuh dan menatap Hendry dengan tatapan yang asing. Ia menjadi keras kepala. Tapi sebenarnya ia masih Rena yang sama. Hanya saja ia tidak mempercayai apa yang harus dihadapinya. Ia hanya lelah saat derita dengan tidak tahu diri terus membelenggu. Sedangkan Hendry berbicara dengan mudah, s

  • Kita yang Menjadi Kita   Dia di Antara Kita

    Rena menatap Luke dengan tatapan kerinduan. Itu adalah sebuah kebohongan jika ia hanya takut, takut akan kepergian Luke. Karena kenyataannya ia juga rindu, merindukan segala hal yang sosok tinggi itu miliki. Ia rindu saat sosok itu membuka matanya dan menunjukan mata kelopak bunga yang indah. Ia rindu saat sosok itu memanggil namanya dengan suara memuja dalam setiap detik panas mereka. Ia rindu saat Luke menanyakan keadaannya dengan suara lembut lalu mengecup dengan manis. Terlebih ia rindu pelukan hangat yang biasa pria itu berikan saat tidur menjemput. Ia rindu segalanya, karena ia mencintainya."Aku tidak berpikir kamu akan di sini." Sebuah suara mengintrupsinya, menariknya dari dunianya. Jane melangkah masuk. Tapi hanya dari bagaimana caranya berjalan, Rena tahu ia memiliki pesona yang membuat banyak orang tertarik. Rena segera menunduk saat rasa ketidakpantasan mulai mengisinya."Kupikir kamu tidak akan menghalangiku untuk bertemu dengannya, kan

  • Kita yang Menjadi Kita   Dimakan Khawatir

    Kini ruang Luke yang hanya berisi dua raga itu terisi dengan isak tangis. Bukan orang lain selain Rena yang menangis sendirian seperti itu. Semenjak mengandung ia menjadi lebih sensitif. Perasaannya menjadi lebih lembut sehingga ia merasa sedikit lebih rapuh. Lalu dengan keadaan yang seperti ini ia menjadi sulit untuk menerima sesuatu dengan mudah, sehingga perkataan Jane yang tajam terasa benar-benar melukainya. Karena perkataan itu tidak hanya tentang dirinya, tapi tentang bayi yang ada di kandungannya. Terlebih ini adalah kepemilikan Luke, sehingga Rena merasa takut jika bayi yang nanti ia lahirkan hanya akan menumbuhkan rasa malu."Luke ..." Rena mendekati ranjang Luke lalu memandang wajahnya dengan mata penuh luka yang terlihat menyakitkan."Luke, apa kamu mendengarnya? Apa kamu mendengar apa yang ia katakan tentang …" Rena tersedak tangisnya sendiri."… tentang bayi kita? A-aku harap kamu tidak mendengar apapun." Rena lalu menan

  • Kita yang Menjadi Kita   Penantian dalam Malam

    Rena tidak bisa menahan ledakan kesakitan dalam dadanya, ia menangis sangat kencang seakan ia tidak menangis sebelumnya. Wajahnya sudah memerah dan ia terlalu kacau. Rantai pesakitan terus membelenggunya, menghalanginya berdiri congkak untuk berusaha membuatnya setidaknya tampak tegar. Ia telah terluka setelah mengetahui calon suaminya mengalami kecelakaan. Ia juga telah menderita setelah mengetahui calon suaminya mungkin saja memasuki pintu kematian. Mungkin ia akan hancur jika calon suaminya benar-benar memasuki pintu itu, ia akan hampa dalam hidupnya yang penuh hiruk pikuk bunyi kesedihan. Ia akan tenggelam dalam lubang hitam tanpa dasar. Tempat yang begitu dalam dan kejam, gersang akan hawa kehidupan.Rena telah kehilangan banyak hal dalam hidupnya, termasuk kedua orang tuanya. Hidup tanpa orang tua adalah penjara aneh tidak kasatmata, jerujinya adalah jeruji kesepian yang selalu menyakitinya. Tapi sesaat setelah ia bertemu Luke, pria itu meletakkan dirinya

  • Kita yang Menjadi Kita   Bintang Langit Malam

    "Kemana kalian akan pergi?" Ben bertanya pada Bella sesaat setelah melihatnya keluar bersama Rena dan Riana.Mereka terlihat kerepotan dengan banyak barang yang dibawa dalam gendongan. Padahal Ben yakin kalau dia tidak salah ingat saat ia sempat melihat sebuah koper di ruangan Rena. Terlebih ini adalah pemandangan aneh untuk melihat Rena keluar. Calon suaminya baru saja tertimpa masalah, tidak mungkin kalau dia memutuskan untuk pulang detik ini juga."Apa yang terjadi? Kalian ingin pulang?" Kali ini Jeffrey yang bertanya. Ia sedikit heran karena melihat kekasihnya yang nampak sibuk membawa beberapa pakaian."Tidak, kami hanya akan ke ruangan Luke karena Rena ingin ke sana. Untuk pakaian itu, itu Rena yang meminta. Aku juga tidak tahu." Bella berbicara dengan matanya yang menatap gerak kerepotan Riana. Ia baru tahu kalau Riana sangat cekatan sampai sedikit ceroboh kalau itu mengenai adik kecilnya."Ruang pribadi Luke? Setelah sekian lam

  • Kita yang Menjadi Kita   Mimpi dan Keputusasaan

    Rena masih menutup mata, tapi ia dapat merasakan cahaya menyilaukan dan terpaan angin sejuk di wajahnya. Ia merasa damai dan berencana untuk terus terlelap. Hingga sesuatu yang terasa seperti rumput menyentuh wajahnya, Rena akhirnya terbangun.Mata bermanik cokelatnya berpendar pada keindahan yang terasa tidak asing. Padang bunga daisy, ia kembali ke sini lagi. Tempat ini, tempat dimana ia mendapatkan tanda akan kepergian Luke. Tempat yang indah, tapi juga tempat yang membuatnya takut. Ia takut Luke akan benar-benar mengucapkan selamat tinggal padanya saat ini. Namun jika hal itu terjadi, Rena akan melakukan apa yang pria itu katakan sebelumnya. Ia akan menggenggamnya.Kepala Rena menoleh dengan cepat saat mendengar bunyi gemerisik rumput di belakangnya. Kosong, tidak ada apapun di sana. Rena berdiri, bermaksud untuk mencaritahu karena apa bunyi itu muncul. Rena yakin itu bukan karena angin, suaranya terlalu kasar dan tidak mungkin dihasilkan kare

  • Kita yang Menjadi Kita   Itu Disebut Cinta

    Ben mengusap wajah dengan lelah, di sebelahnya ada Jeffrey yang tampak lesu. Ini sudah dini hari, tapi tidak ada tanda-tanda Luke akan siuman. Mereka khawatir, meski Luke adalah pria yang kuat, tapi pria itu bahkan sempat hampir kehilangan detak jantungnya. Walaupun dokter mengatakan kondisi Luke telah stabil, mereka masih khawatir.Seharusnya mereka bersama dengan Bella dan Riana. Tapi dua perempuan itu pulang ke apartemen Ben di bawah penjagaan James. Mereka sempat menolak, namun kemudian menjadi penurut saat melihat kefrustasian Ben dan Jeffrey."Aku khawatir. Kenapa si berengsek itu belum juga bangun?" Jeffrey mulai menggerutu, merasa sedikit frustasi karena kesabarannya belum juga membuahkan hasil yang baik."Bersabarlah sedikit lagi. Ia baru saja melewati masa kritis." Jeffrey merasakan bahunya ditepuk-tepuk dengan ringan setelah perkataan itu menyahutnya. Itu Ben."Tapi tidakkah kamu pikir ini terlalu memakan waktu?" Jeffrey menuntut.

Bab terbaru

  • Kita yang Menjadi Kita   Kita Telah Menjadi Kita

    Rena bergerak ke dalam pelukan suaminya. Kulit mereka yang sama polosnya menyentuh satu sama lain. Ini adalah malam hari jadi pernikahan tahun kelima mereka. Riana dan Jeffrey membawa Edrick untuk menginap di rumah Hendry untuk bermain bersama putri Hendry dan Amora, Liliana Lewis. Mereka bermaksud memberikan waktu berdua pada Luke dan Rena untuk menikmati waktu mereka. Hingga mereka sekarang berada di atas tempat tidur, memutuskan untuk mengakhiri hari jadi pernikahan untuk saling menghangatkan.Rena tersenyum samar dan perlahan menangkup wajah suaminya. Luke terlihat tampan meski keringat mulai membasahi wajah. Menatap Luke seperti ini perlahan membuat Rena mengingat lagi tentang masa lalu mereka. Ia kembali mengingat bagaimana Luke saat dulu pertama kali menyentuhnya. Ia juga kembali mengingat bagaimana raut wajah yang ia tunjukkan. Dahulu wajah tampan itu terisi dengan belas kasihan dan sedikit rasa peduli. Tapi sekarang wajah itu menunjukkan cinta dan kebah

  • Kita yang Menjadi Kita   Utuh Lagi

    Rena hampir menangis karena air susunya tidak cukup untuk menyusui Edrick. Untung saja ibu mertuanya ikut ke rumah Ploy dan mengambil air susu di lemari pendingin. Ia sempat memerah air susunya sesaat sebelum ia berangkat untuk menyelamatkan Luke.“Sudah, tidak apa-apa. Kamu harus lebih tenang agar produksi susumu baik untuk menyusui Edrick selanjutnya. Air susu perah ini hanya cukup untuk menyusuinya sekali ini saja.” Ibu Luke yang menggendong Edrick dan membantunya meminum susunya, membiarkan Rena menenangkan dirinya sendiri.“Baik, Ibu. Aku mengerti.” Rena menyahut setelah menghela napas panjang untuk sedikit menenangkan diri. Sebenarnya ia tidak bisa tenang saat Luke harus menghadapi bahaya. Tapi ia akan berusaha karena bahkan Ibu Luke sekalipun menunjukkan sikap tubuh penuh ketenangan.“Bagus. Kamu harus tenang. Sebenarnya bukan hanya untuk Edrick tapi juga dirimu sendiri. Kalau kamu terlalu stress dan kelelahan k

  • Kita yang Menjadi Kita   Perasaannya Terbunuh

    Orang-orang itu memasuki sebuah ruangan dengan tenang, mengabaikan wajah terkejut banyak laki-laki di sana. Mereka adalah tamu yang tidak disangka akan datang. Mereka adalah Phoenix dan King. Mereka orang-orang terkejam yang sanggup membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka. Terlebih, mereka datang setelah musibah yang menghampiri Phoenix dan terlihat sama sekali tidak terpengaruh oleh itu.“Ini wilayahku dan kalian masuk tanpa persetujuanku. Apa yang kalian lakukan di sini?” Suara Mark yang geram menyambut keduanya.“Bukankah kamu juga melakukan hal yang sama? Aku hanya melakukan apa yang kamu lakukan sebelumnya. Hanya saja aku lebih bermoral karena tidak memasuki wilayahmu dengan menyelundup.” Luke menyahut dengan tenang sementara matanya berpendar mencari seseorang lagi pembuat masalah. Hingga ia menemukannya, Jane yang mendekati Mark setelah keluar dari sebuah ruangan,“Sialan. Apa yang ingin kamu l

  • Kita yang Menjadi Kita   Pembalasan

    “Aku tidak bangun untuk melihatmu menangis, Rena.” Suara laki-laki yang masih terdengar lemah itu berisi dengan rasa khawatir. Ia baru saja terbangun lalu menemukan Rena yang langsung menangis.Sedangkan Rena malah menangis semakin keras karena Luke yang berupaya menenangkannya. Rasa lega yang menerjangnya terasa terlalu keras hingga ia sendiri kelimpungan dalam menanggapi. Ia hanya terlalu lega hingga kini membuat Luke yang berubah khawatir padanya.“Apa yang harus dikhawatirkan? Lihatlah! Aku baik-baik saja.” Jawaban Luke membuat ibunya menghela napas jengah.“Kamu membuatku khawatir, Luke. Kamu kehilangan kesadaran di depan wajahku. Saat tenaga medis berusaha menyelamatkanmu, kamu dalam kondisi tidak stabil karena kekurangan darah. Sedangkan di rumah sakit ini hanya tersisa satu kantong darah untukmu dan itu tidak banyak membantu. Aku panik sekali.” Kini Rena yang berbicara, nada suaranya terdengar sedikit kes

  • Kita yang Menjadi Kita   Penantian Sekian Kali

    Luke tengah berada di ruang operasi. Tenaga medis tengah melakukan operasi kecil untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuhnya. Tapi operasi itu berjalan lama karena kondisi Luke yang tidak stabil. Ia kehilangan banyak darah, sehingga penanganannya harus sangat hati-hati.“Rena, aku tahu kamu cemas. Tapi aku mohon duduklah sebentar, kamu sudah berdiri terlalu lama. Aku tidak mau kamu pingsan saat nanti Edrick harus kau susui.” Itu Alexa yang berbicara. Ia cerewet hari ini karena melihat Rena yang terlalu ceroboh untuk dirinya sendiri. Sebenarnya ia lebih cerewet sebelumnya saat ia menyuruh Rena mengganti baju dengan baju yang Riana bawa. Ia memang sengaja meminta Riana untuk segera menyusul ke rumah sakit dengan bantuan Ben dan membawa setelan baju yang seukuran dengan tubuh kurus Rena. Ia hanya khawatir saat melihat tubuh Rena berbalut darah. Ia juga seseorang yang rela untuk sangat direpotkan saat membantu Rena untuk menghapus noda-noda dara

  • Kita yang Menjadi Kita   Demi Melindungi

    Alexa masuk bersama Hendry, Jeffrey, Joseph dan Rena. Sebenarnya Hendry, Jeffrey dan Joseph sudah meminta Alexa untuk tinggal. Tapi mereka berakhir berada di tempat itu karena Rena ingin ikut, membuat Alexa ingin menemaninya. Alexa hanya tidak ingin Rena kehilangan pengendalian diri karena ia mungkin saja masih mengingat kejadian mengerikan yang ia dan Bella hadapi hari itu.“Pelacur sialan! Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Jane berteriak marah. Rencananya ia hanya mengundang Rena, tapi pelacur sialan ini malah ikut.“Aku tidak hanya pintar untuk menjajakan tubuhku, tapi juga menggunakan otakku. Itu yang disebut dengan pelacur yang cerdas. Tidak murahan yang memperkosa seorang laki-laki.” Alexa menjawab dengan kesombongan di nada bicaranya. Ia murka, ia tidak terima seorang teman dekat sekaligus suami sahabatnya diperlakukan sebegitu rendah.Sebenarnya tidak hanya Alexa yang merasa amarah membakarnya, terlebih lagi Rena.

  • Kita yang Menjadi Kita   Ronta Keengganan

    Meronta saat merasakan kulitnya dicengkram erat begitu tali-tali di tubuhnya dilepaskan. Ia berencana untuk melepaskan diri, tapi efek obat bius masih membuat ia cukup lemas. Sedangkan Jane hanya diam saat melihat Luke mulai berteriak frustasi. Ia memang mencintai Luke, namun ia tidak bisa diam saat rasa sakit menggigit hatinya. “Apa yang kamu rencanakan? Apa yang ingin kamu lakukan?!” Luke berteriak marah lalu mencoba memberontak. BUG! “Sialan!” Luke berteriak marah pada Mark yang tiba-tiba memukulnya. Ia benar-benar marah pada mereka serta tubuhnya yang terasa seperti bukan tubuhnya sendiri. “Kamu hanya perlu diam dan nikmati apa yang kami berikan padamu. Saatnya kamu yang kalah, Phoenix. Saatnya kau yang merasakan dipermalukan. Saatnya kamu yang merasakan perasaan tidak berdaya.” Mark tertawa setelah itu, merasa puas melihat ketidakmampuan Luke membalas pukulannya. “Hentikan ini sekarang juga! Kamu pikir apa yang akan kamu la

  • Kita yang Menjadi Kita   Budak Keegoisan

    Tubuh laki-laki itu terlihat lemas bersandar pada sebuah kursi di ruangan yang kumuh. Ia terikat oleh seutas tali tambang yang kasar. Posisi tubuhnya terlihat benar-benar tidak nyaman. Sementara orang-orang di sana hanya memandangnya dan menunjukkan wajah yang tenang. “Seberapa banyak dosis obat bius yang kamu berikan?” Seorang laki-laki bertanya pada seorang perempuan di sana. Nada suaranya mulai terdengar tidak sabar. “Bukan aku yang memberikannya, aku meminta dokter pribadiku. Kenapa kamu tidak bersabar sedikit?” Perempuan itu menyahut dengan kesal. “Jane, aku ke sini tidak untuk membuang banyak waktu. Jika aku tahu akan jadi sebegini terlambat, aku akan menunda untuk datang lebih dulu.” Tapi si laki-laki menyahut tidak kalah kesal. Ia memiliki banyak hal yang ingin ia jadikan pencapaian hingga menunggu seperti ini benar-benar terasa tidak berguna. “Lalu apa? Bukankah ini adalah apa yang juga kamu tunggu, Mark? Kamu ingin melihat dia

  • Kita yang Menjadi Kita   Pulangku Adalah Kamu

    Cahaya bintang terlihat redup saat ditatap dari taman belakang yang berisi bunga-bunga yang ditanam seorang perempuan cantik belakangan hari saat ia masih mengandung. Udara mendinging dan suara menyepi. Hari telah berubah semakin larut tapi Luke masih terjaga. Rasa rindu pada Rena semakin tidak tertahankan sedangkan ia masih harus bertahan pada kesunyian yang sama demi meluluskan diri dari ujian kesabaran yang ia buat sendiri. Rena selalu pandai bersabar, maka ia juga harus bisa. Memiliki cinta seorang malaikat membuatnya harus merubah diri walau terasa menyakitkan.“Rena, bagaimana kabarmu? Aku merindukanmu. Tidakkah kamu juga merasakan hal yang sama?” Tangan Luke terangkat untuk mencengkram dadanya sendiri. Ia telah sekarat karena rindu yang mulai berkarat.Rasa rindu teramat dalam ini seperti akan merenggut kewarasannya. Oh Tuhan, jika iblis sepertinya boleh memohon. Maka ia memohon jika saat waktu memaksa mereka untuk berpisah, ia ingin ia

DMCA.com Protection Status