Elisa mematut penampilannya di depan cermin, dengan gaun malam berwarna peach dan sedikit memoles wajahnya agar terlihat segar, gadis itu berjalan mantap ke arah kamar Arya yang berjarak tiga kamar dari tempatnya menginap. Malam ini Elisa akan kembali merayu Arya dan berusaha memisahkan laki-laki itu dari wanita yang sangat ia benci.
"Ngapain kamu malam-malam datang ke kamarku!" tanya Arya ketus. Laki-laki itu memasang wajah kesal saat melihat tamu yang tengah berdiri di depan pintu.
"Kak Arya, bolehkah aku meminjam changer punyamu? Aku lupa tidak membawanya," kata Elisa basa-basi, dia tidak ingin Arya curiga dan mengetahui rencana sebenarnya.
"Maaf Lis, aku juga sedang memakainya!" tolak Arya halus.
"Sebentar saja, Kak? Aku ada urusan penting dan harus segera menghubungi Papi." Elisa memberikan alasan yang masuk akal pada Arya.
"Maaf Lis, sekali lagi tidak bisa! Aku juga sedang memakainya, dari tadi siang hp ku mati. Aku takut membuat istriku cemas karena tidak bisa menghubungi." Arya menekan kan kata istri pada kalimat terakhirnya.
"Tapi, Kak?"
"Kamu bisa pinjam punya Roy, tidak mungkin kalian kompak tidak membawa changer semua 'kan?" ucap Arya tegas.
"Em...baik lah, nanti aku akan coba pinjam punya Roy saja." Elisa mengalah daripada membuat Arya curiga jika ia terus memaksa.
"Apa Kak Arya tidak ingin mengajakku untuk masuk?" Elisa sangat berharap Arya mengajaknya masuk sebentar agar ia bisa leluasa menjalankan rencana nya.
"Kembali ke kamarmu, aku ingin istirahat!" tolak Arya tegas.
"Kak...? Kamu curiga, aku akan macam-macam di kamarmu?" Gadis itu pura-pura kesal, padahal ini senjata terakhir yang ia punya agar ia punya kesempatan mendekati laki-laki itu lagi.
"Sekali lagi aku tegaskan! Jangan pernah mendekatiku lagi!" Arya benar-benar geram, seharusnya ia bisa langsung tidur, tapi karena kedatangan Elisa ia harus menunda waktu istiratnya, padahal tubuhnya sudah sangat lelah.
"Kenapa Kak Arya tidak bisa melihatku sedikit saja?" mata gadis itu sudah berkaca-kaca.
"Sekalipun kamu berusaha, aku tidak akan berpaling dari istriku, karena aku begitu mencintainya."
Sesaat semua terasa sesak. Ada apa dengan dirinya? Elisa juga tak kalah cantik dari Rengganis?
Jika saja wanita itu tidak hadir di antara mereka, mungkin cinta yang begitu besar akan menjadi miliknya.
Elisa memutuskan untuk kembali ke kamar dengan perasaan yang sangat hancur, dia melampiaskan kekesalannya dengan menghancurkan barang-barang yang ada di dalam.
Untuk menghilangkan kesedihannya Elisa berniat keluar sebentar dan menghirup udara segar. Di raihnya kunci mobil yang berada di atas nakas, dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar hotel.
"Mau kemana gadis itu malam-malam?"
Seorang Pria yang tak sengaja keluar kamar melihat Elisa yang berjalan tergesa-gesa menuju parkiran.
Pria itu terus mengikuti Elisa hingga gadis itu pergi dengan mobilnya, karena tidak ingin kehilangan jejak Pria itu pun memanggil taksi untuk bisa menyusul kemana gadis itu akan pergi.
"Club malam? Untuk apa bocah itu datang ketempat seperti ini?" gumamnya.
Elisa masuk ke dalam dan duduk di salah satu kursi tamu VIP. Dia juga memesan beberapa minuman yang bisa membuatnya mabuk.
Ya, dia ingin sejenak melupakan Arya, melupakan cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Dari kursi lain Pria itu terus saja mengawasi Elisa yang terlihat sudah sangat mabuk, bahkan beberapa pria asing mulai berusaha mendekatinya.Tidak ingin sampai Elisa kenapa-kenapa Pria itu segera menghampiri Elisa yang hampir saja akan di bawa pergi entah kemana.
"Lepaskan tanganmu dari tubuh gadis itu!" ucap Pria itu setengan berteriak.
"Hei, kau siapa?" tanya Pria asing tadi.
"Dia wanitaku, cepat lepaskan! Brengsek!" maki Pria itu lagi.
"Baiklah. Silahkan kau bawa, maaf aku tidak tau kalau dia wanita mu," ucap Pria asing itu lalu meninggalkan Elisa.
Pria itu segera membawa Elisa untuk keluar dari tempat terkutuk itu.
Dia segera mendudukkan Elisa yang sudah sangat mabuk,dan melajukan mobilnya kembali ke hotel.
Sampai di parkiran hotel,Pria itu kembali memapah Elisa menuju kamarnya.sepanjang lorong menuju kamar,gadis itu terus meracau tidak jelas,bahkan sempat memukul-mukul dada Pria itu.
"Kau jahat Kak, hiks.., kenapa kau jahat sekali," racau Elisa tidak jelas.
"Dasar gadis merepotkan," umpatnya.
Pria itu segera membawa Elisa masuk kamar,dan membaringkan tubuh gadis itu di atas tempat tidur.
Dia melihat sekeliling kamar yang sangat berantakan.
"Sebenarnya apa yang terjadi?"
Pria itu menyelimuti Elisa dan berniat dan berniat untuk kembali ke kamarnya, namun tiba-tiba saja sebuah tangan menariknya.
"Jangan tinggalkan aku," racaunya.
"Tolong temani aku kali ini saja," kata Elisa dengan mata yang masih terpejam.
"Baiklah aku akan disini menemanimu, sekarang tidurlah," ucap Pria itu.
Senyum tertarik di sudut bibir Elisa, bukannya tidur Elisa kembali menarik Pria itu hingga keduanya jatuh di atas tempat tidur. Lantas tangan Elisa bergerak sesuka hati.
"Tolong Nona, jangan seperti ini." Melihat gelagat yang aneh, pria itu ingin segera menghentikan. Dia tidak ingin jadi pengecut, apalagi perusak dari gadis yang tengah mabuk.
"Kak, aku mencintaimu.
"Aku bukan kekasihmu, kau salah orang," ucap Pria itu frustasi. Bagaimana tidak, kini dia berada satu ruangan dengan seorang gadis cantik yang tengah mabuk dan menganggapnya sebagai kekasihnya.
"Tolong Kak, kali ini saja," kata gadis itu memelas.
"Tapi...?"
Belum sempat Pria itu menjawab, tiba-tiba Elisa kembali menyerangnya.
Kali ini sungguh dia tidak bisa lagi menolak, dia juga seorang Pria ormal yang pasti akan tertarik jika di suguhi gadis cantik.
"Maafkan saya Nona, Anda yang memulainya lebih dulu," ucap Pria itu membalas perlakuan Elisa.
Dan malam itu keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya tidak mereka lakukan.
Saat permainan selesai Pria itu berguling ke samping, dan memeluk tubuh gadis itu.
Dengan mata yang masih terpejam Elisa tersenyum,
"Kak Ar---..., aku mencintaimu."
Pria itu tampak membeku setelah mendengar nama yang baru saja gadis itu ucapkan. Ia pikir Elisa masih sedikit sadar dan melihat jelas siapa pria yang tengah bersamanya.Tapi ternyata, Elisa menganggapnya Arya, laki-laki yang sudah jelas memiliki istri dan sebentar lagi akan memiliki anak.
Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terlanjur. Kini ia hanya bisa diam dan pura-pura tidak mengetahui apapun kejadian malam ini.
Pria itu bangkit dan membereskan pakaiannya yang tadi sempat tercecer di lantai, lalu menyelimuti tubuh gadis itu yang masih tampak polos agar tidak tercium dinginnya angin malam.
Sebelum Elisa tersadar dan memergokinya, ia segera melangkah menuju pintu dan meninggalkan gadis itu seorang diri.
Aku harus bagaimana?
Pria itu mengacak rambutnya kasar, memikirkan cara agar Elisa tidak menyadari kalau yang bersamanya tadi adalah dirinya.
Ya CCTV,itu lah satu-satu barang yang harus segera ia amankan, sebelum orang lain melihatnya.
Pria itu masih terus merutuki kebodohannya karena tidak bisa menahan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa melakukannya dengan Elisa?Anak dari orang yang selama ini berbuat baik dan merawatnya hingga sampai saat ini. Dia sungguh menyesal, kenapa jadi lupa diri seperti ini? Dan bagaimana kalau Tuan Andreas mengetahuinya? Karena sudah merasa buntu, akhirnya ia menyuruh salah satu orang kepercayaannya untuk meminta bukti rekaman CCTV hotel, tempat dia menginap bersama Elisa. "Maaf El, aku sungguh tidak bermaksud ingin lari dari tanggung jawab. Aku hanya tidak ingin kau kecewa, saat mengetahui siapa yang bersama mu malam itu." Dia terpaksa meretas rekaman CCTV hotel dan menghilangkan sebagian potongan video untuk menghilangkan bukti. "Kamu boleh menggunakan uang ini dan pergi lah sejauh mungkin." Pria itu menyerahkan segepok uang pada orang yang menjadi suruhannya. "Terima kasih, Tuan. Saya janji tidak akan mengatakannya pada siapa pun." undu
Tuan Andreas yang mengetahui Elisa pingsan karena apa langsung meradang,Ia segera meraih ponsel dan menghubungi Asistennya Roy,karena ingin menanyakan apa saja kegiatan Elisa selama ini.Tuan Andreas menghitung usia kehamilan putrinya sama persis dengan jadwal kepulangannya dari sana,maka dari itu Ia yakin perbuatan itu terjadi saat Elisa berada di luar kota. Kini hanya Roy yang di anggapnya dapat dipercaya,karena laki-laki itu sudah mengabdi cukup lama pada keluarga Andreas. Selama ini pun Roy tidak pernah mengecewakannya,dan Ia sangat yakin jika Asistennya itu selalu bisa di andalkan. Entah berapa puluh kali panggilan,namun Roy tidak juga mengangkatnya,Tuan Andreas bahkan lupa kalau hari ini ada rapat penting,dan Roy lah yang harus memimpinnya ,dikarenakan Elisa yang tiba-tiba ijin tidak masuk kantor Laki-laki itu mengeram frustasi,segera meraih kunci
Sebenarnya sebagai orang tua,Tuan Andreas sangat mengetahui bahwa Elisa dari dulu memang menyukai Arya. Namun dia tidak menyangka akhirnya akan seperti ini. Tuan Andreas dari dulu hanya mengira rasa suka yang Elisa miliki terhadap Arya,hanya sebatas cinta monyet saja.Mengetahui usia Elisa saat itu masih sangat muda,dan Arya pun belum cukup dikatakan dewasa. Bahkan kepulangan Elisa ke Indonesia yang dia sebut sebagai liburan,tidak bisa membohongi orang tuanya bahwa sebenarnya,itu hanya akal-akalan Elisa saja untuk bisa menemui Arya,yang saat itu lebih dulu kembali ke Tanah Air. Diam-diam Tuan Andreas menyuruh salah satu orang kepercayaannya untuk mengikuti Elisa,dan melaporkan semua kegiatan Elisa. Saat mengetahui Arya tidak sama sekali menyukai putrinya,awalnya Tuan Andreas sangat kesal,apa sih yang kurang dari Elisa,hingga ada seorang Pria
"Jawab Nak,kenapa kamu diam saja,"Mama Anggi mengusap sisa-sisa air mata di pipinya,berharap Arya bisa membuktikan bahwa laki-laki itu bukan dirinya. Sementara Elisa dan kedua orang tua nya hanya diam sambil menunggu keputusan akhir yang akan di ambil Tuan Pratama untuk putranya. "Aku tidak melakukan apapun pada Lisa,Ma."Arya menggenggam tangan Mama Anggi,berharap wanita itu percaya. Arya masih berusaha mengelak,ia menolak kalau yang ada dalam video itu adalah dirinya. "Apa kau yakin...?" "Pa...?Aku tidak pernah punya perasaan apapun pada Lisa,bagaima mungkin aku_....?" "Kak....?"Elisa langsung berdiri di sertai air mata yang begitu deras di pipinya."Kamu tega Kak,ngomong kaya gitu."Gadis itu kembali terisak. "Itu kenyataannya Lis,aku tidak pernah ada perasaan apapu
Setelah pertemuan kedua keluarga,dan di putuskannya untuk Elisa melakukan tes DNA yang akan di lakukan 3 bulan lagi,akhirnya mereka membuat kesepakan untuk menyimpan berita besar ini untuk sementara waktu.Selain untuk menghindari berita buruk,Keluaraga Pratama tidak ingin Rengganis yang merupakan istri dari Arya mendengar kabar ini,karena wanita itu juga tengah mengandung dan di takutkan akan berakibat buruk untuk kesehatannya.Elisa dan keluarganya tentu saja menyetujui,karena Tuan Andreas sendiri juga tidak mau jika putrinya menjadi bahan gunjingan semua orang.Untuk itu Tuan Andreas mengatakan pada semua karyawan kantor,termasuk Roy kalau Elisa sudah kembali ke Inggris dan melanjutkan pendidikannya di sana,membuat semua karyawan bingung namun mereka memilih diam dan tidak berani menanyakan apapun.Roy yang saat itu menjabat sebagai Asisten pribadi sekaligus orang kepercayaan Tuan Andreas tak kalah bingung,pasalnya waktu itu ia sendiri yang mengurus
"Minggir jangan menghalangi jalanku."Teriak Elisa keras,sejak di depan loby tadi,wanita itu sudah mengeram kesal karena merasa di persulit untuk masuk ke kantor itu."Maaf Nona Elisa,saat ini Tuan Arya sedang tidak ada di kantor."Jawaban Alex tetap saja tidak membuat keinginan wanita itu di urungkan."Mamang kenapa kalau kak Arya tidak ada di kantor.Aku akan menunggunya sampai dia datang,lagian kenapa si kalian dari tadi menghalangi jalanku."Gadis itu menatap tajam Alex beserta Pak Satpam yang terpaksa ikut masuk karena di depan tadi sudah gagal mencegah wanita itu."Saya hanya menjalankan tugas,jadi tolong kerjasamanya."Ucap Pak Satpam dengan nada sopan,ia kenal betul wanita di depannya ini adalah Elisa Andreas,putri tunggal salah satu pengusaha ternama di kota itu."Aku hanya ingin ke ruangan Kak Arya,ish....kenapa kalian menyebalkan seperti ini sih!"Umpatnya sekali lagi seraya menghentak keras kakinya ke lantai."Tapi Tuan Arya sedang ti
Lagi dan lagi,Elisa hari ini kembali menyambangi dan mengganggu pekerjaan Arya yang sempat terbengkelai dari kemarin.Walaupun harus keluar rumah dengan susah payah,dan memohon pada Mbok Nah selaku orang kepercayaan papinya,membuat gadis itu tidak peduli demi bisa menemui orang yang ia cintai."Kak..."Elisa berdandan secantik mungkin demi bisa menarik perhatian Arya,namun membuat laki_laki itu semakin benci saat melihatnya.Hari ini tidak seperti biasanya,Elisa jelas melihat wajah Arya yang tampak kusut dan sedikit berantakan.Apa Kak Arya baru bertengkar dengan Rengganis?Baguslah kalau memang iya,terlihat senyuman terbit dari bibir Elisa,ia malah semakin senang jika Arya bercerai dengan istrinya.Dengan begitu ia akan semakin leluasa mendekati laki_laki itu."Astaga,mau apa lagi Lis?"Rasanya Arya ingin kabur dan memilih kembali ke rumah daripada ia harus meladeni perempuan satu ini."Kenapa?Aku hanya ingin menemani Kak Arya."Dengan tidak tau
Perusahaan Arya"Kak....""Ada apa,aku banyak kerjaan,"ucap Arya tegas saat menerima panggilan dari Elisa."Aku ada di depan lobby,""Apa????""Kakak ingin aku yang naik ke atas,atau Kak Arya yang turun menemui ku?""TIDAK!!!""Baiklah,Kakak ingin aku buat keributan lagi seperti kemarin?"ucap gadis itu.Oh,astaga Arya benar-benar bisa gila,kalau sampai gadis itu naik dan membuat keributan lagi seperti beberapa waktu lalu.Apalagi kini perut Elisa yang sudah kelihatan membuncit,apa yang akan di pikirkan para karyawannya,jika melihat gadis itu sering bolak-balik datang kemari?Padahal dua jam lagi ada rapat penting yang harus di pimpin oleh Arya sendiri.Ah,sial,terpaksa ia harus turun dan menemui wanita sialan itu,agar dia tidak sampai naik dan membuat keributan lagi.Sedangkan untuk rapat,ia serahkan semuanya pada Alex.Elisa tersenyum menang melihat Arya yang berjalan tergesa me
"jadi, maksud Anda istri saya sedang hamil?" Roy mengulangi pertanyaan untuk yang ke sekian kalinya. Menatap tak percaya pada Elisa yang ada di sebelahnya dengan pandangan sama-sama bingung."Iya, Tuan, istri Anda sedang hamil, dan usia kandungannya baru berumur empat minggu.""Apa, Dok? Saya hamil?" Elisa terlambat merespon, di raihnya hasil USG yang ia sendiri tidak paham dengan apa yang tertulis di dalamnya, "Ini beneran kan, Dokter?""Benar, Nona." Dokter pun meyakinkan sekali lagi, bahwa hasil test itu memang benar adanya."Tapi, kenapa usia kandungannya berjalan empat minggu?" Roy kembali menyahut, seingatnya ia berdamai dengan Elisa dan baru melakukan hubungan badan sekitar tiga minggu yang lalu, tapi....?Roy menatap bingung dengan penjelasan Dokter tadi, sempat ada rasa curiga dari pancaran mata lelaki itu. Bagaimana bisa?"Tidak mungkin Dokter, kami melakukannya baru tiga minggu yang lalu, ini kenapa bisa? Atau jangan-jangan----...
"Jangan lupa Kak, belikan aku somay." Isi pesan dari istrinya, membuat Roy mengernyit heran, sejak kapan Elisa suka dengan makanan itu? Bukankah yang ia tahu Elisa kurang suka dengan makanan apa saja yang berbahan ikan. Lelaki itu tidak membalasnya, tapi ia tetap membelikannya untuk Elisa.Roy memacu mobilnya kembali setelah mendapatkan apa yang di minta istrinya. Lelaki itu tiba di halaman depan dan bergegas mencari di mana keberadaan wanita itu."Bik, di mana Elisa?"Bibik yang sedang berada di dapur langsung berbalik, menatap heran sang majikan yang biasanya masih ada di kantor."Nona ada di taman belakang, Tuan.""Oh ya Bik, tolong pindahkan ini ke piring, lalu antarkan segera ke taman." Roy menyerahkan sebungkus somay yang ia bawa, lalu melangkah menuju taman belakang."Kak, kamu udah sampai?" Elisa terlihat berbinar, di letakkan ponsel yang ia pegang, lalu matanya menyipit ke arah kedua tangan suaminya. "Mana pesananku? Tidak ada kah?"
Hari-hari selanjutnya di lalui Elisa dengan sangat manis. Mereka mencoba saling memperbaiki diri dan memulainya kembali dari awal. Pernikahan mereka yang semula hanya status kini benar-benar layaknya pernikahan normal seperti biasa. Keduanya sama-sama menerima apapun kelebihan atau kekurangan dari diri mereka masing-masing."Kak, kapan kita mau jemput Rey?" tanya Elisa suatu pagi. Ini kali ketiganya wanita itu menanyakan, setelah beberapa hari yang lalu selalu Roy abaikan."Iya nanti. Kamu sabar dulu ya? Aku masih ada kerjaan penting yang nggak bisa di tinggalin." Selalu saja jawaban itu yang suaminya berikan. Sabar, sabar. Sampai kapan?"Kalau Kakak memang nggak bisa ninggalin kerjaan, bagaimana kalau aku aja yang jemput Rey sendiri?" Elisa mencoba bernegosiasi. Jika ia harus menjemput putranya sendiri, sebenarnya tidak masalah. Tapi lelaki itu yang selalu menghalanginya."Tunggu aku, El? Nanti kita pergi sama-sama." Lelaki itu terlihat sudah rapi. Di pe
"Ayo, Nak? Katanya mau ketemu Mama?" Aditya mengingatkan pada gadis kecil tentang tujuannya datang ke sini, lagi pula pria itu merasa tidak enak sendiri saat menyadari kalau ada wanita cantik di sebelah sana yang sejak tadi terabaikan keberadaannya."Tapi Alya masih pengen sama Ayah Roy," rengek bocah itu manja. Alya benar-benar terlihat enggan melepaskan lelaki itu yang sejak tadi menggendongnya."Sini sama Ayah Adit gantian, kasiah tuh Ayah Roy capek, kan sejak tadi udah gendong Alya."Gadis itu memandang wajah Roy sejenak, lalu segera bergerak turun dari gendongan lelaki itu. "Tapi Ayah janji kan, mau nengokin Mama lagi?"Roy hanya mengangguk setuju menjawab pertanyaan Alya. Sejujurnya ia kasihan dengan gadis kecil itu, tapi mau bagaimana lagi, Alina memang harus di rawat agar bisa segera sembuh.Aditya dan Alya kembali menyusuri lorong menuju kamar di mana tempat rawat untuk Alina. Keduanya sama-sama terlihat sedih melihat seorang yang sangat d
Elisa melangkah mendekati keduanya, lalu melipat kedua tangannya santai. "Sudah, nostalgianya?" ucap wanita itu sinis. Pandangannya masih tidak bersahabat pada sosok lelaki yang baru saja kemarin menyatakan cinta padanya."Kenapa kalian tidak balikan saja? Kalian cocok kok, yang satu penggoda dan satunya lagi..... PENGHIANAT!""El...!""Apa!!" Emosi wanita itu sudah memuncak, hingga ia tanpa sadar berteriak dan mengundang perhatian para penghuni tempat itu."Apa Kak Roy sengaja, ngajak aku ke sini untuk melihat keromantisan kalian berdua?""El, ini tidak seperti apa yang kamu lihat. Percayalah." Roy mendekati Elisa, meraih tangan wanita itu, namun segera di tepisnya dengan kasar."Lihat apa? Aku bukan anak kecil, Kak? Jika kalian ingin berbalikan, kenapa mengajakku kemari?" Elisa juga terlihat menangis. Bagaimana ia tidak sakit hati mendengar ungkapan Alina tadi yang menunjukkan betapa dekatnya mereka berdua."El, kumohon, berhentilah
Tiga hari berlalu, luka di tangan Rengganis sudah membaik dan hari ini dokter mengijinkannya untuk pulang. Perempuan itu bersiap-siap di bantu Arya yang sudah sejak pagi tadi datang menjemputnya untuk membereskan semua barang yang sudah di pakai selama berada di rumah sakit."Apa ada yang tertinggal?" tanya Arya saat keduanya hendak melangkah keluar. Di tatapnya wajah sang istri yang terlihat bahagia karena sebentar lagi akan bertemu dengan kedua anaknya yang selama tiga hari ini jarang ia temui."Ada."Langkah Arya terhenti, sejenak menatap ke belakang menyapu seisi ruangan yang sudah kosong. "Apa?" tanya lelaki itu bingung."Hatiku yang tertinggal. Di sini." Rengganis menyentuh dada bidang Arya, membuat sang pemilik tersenyum senang mendengarnya."Tiga hari di rumah sakit, kenapa kamu jadi pintar merayau?""Memangnya salah, merayu suami sendiri?" Perempuan itu mengerlingkan sebelah matanya, membuat sang suami gemas dan mendadak mende
"Tan-te....?""Kamu...! Wanita tidak tau malu!" maki Mama Anggi seketika saat melihat siapa orang yang tiba-tiba saja masuk. Perempuan itu mengurungkan niatnya untuk keluar dan lebih tertarik untuk melampiaskan emosinya kepada wanita yang menjadi sumber semua masalah."Tan-te, maaf....?" ucap Elisa menunduk. Wanita itu meremas ujung kain yang membalut tubuhnya dan menyiapkan hati untuk menerima apapun yang akan perempuan itu ucapkan."Mau apa kamu datang kesini! Belum puas menyakiti menantuku?" Pandangannya menajam, seakan sebuah belati yang siap menguliti tubuh wanita itu."Ak-aku hanya ingin minta maaf, Tante.""Minta maaf? Cih, lalu nanti kamu akan mengulanginya lagi? Setelah semua yang kamu lakukan pada mereka, apa menurutmu masih pantas mendapatkan maaf?""Ma...? Tolong jangan berbicara seperti itu?" cegah Papa Pratama dari arah belakang, pria itu menghampiri istrinya dan menahan tubuh perempuan itu agar tidak semakin menyudutkan Elisa.
"Jelaskan semuanya ke aku, Kak?" Elisa masih saja menghujani Roy dengan berbagai pertanyaan,, terutama mengenai ucapan Alina yang sukses membuatnya malu di depan umum.Bagaimana tidak, setelah Alina mengatakannya, tatapan semua orang langsung mengarah padanya. Meski setengah berbisik, tapi Elisa sedikit bisa mendengar gunjingan dari orang-orang yang menyaksikan perdebatan tadi."Kak...!" Entah sudah keberapa kali wanita itu berteriak, namun Roy masih saja bungkam dan tidak sama sekali memberi jawaban. Seharusnya Elisa tau kalau semua juga berawal dari dirinya yang membuat jarak begitu jauh dengan suaminya sendiri. Bahkan ia tidak mau sedikitpun di sentuh oleh lelaki itu.Kini Elisa dan Roy tengah berada di sebuah ruang perawatan. setelah Dokter memeriksanya tadi, beruntung tidak ada sedikitpun luka yang di temukan di tubuh wanita itu, Dokter pun memutuskan untuk meninggalkan mereka berdua."Kak...!""Stttt....! Jangan berisik, El? Nanti mengganggu yang
Sementara di dalam toilet, antara Elisa dan Rengganis tengah terjadi ketengangan. Semua terjadi bukan berasal dua wanita cantik ini, tapi karena seorang perempuan yang tiba-tiba saja muncul dan hendak melukai Elisa."Lepas! Kau gila ya!" Elisa memaki, menahan garpu yang hampir saja melukai wajahnya."Ya, aku gila! Aku memang gila, kau mau apa, hahh!" Perempuan itu sudah seperti kerasukan iblis, ia menempelkan garpu runcing itu tepat di leher Elisa setelah tadi gagal melukai wajah wanita itu."Lepas!"Saat itu Rengganis juga tengah berada di salah satu bilik toilet, ia yang mendengar ke gaduhan langsung mengintip keluar, tubuhnya bergetar, detak jantungnya berpacu dengan cepat saat melihat pemandangan dari balik pintu."El-lisa...?"Rengganis kebingungan. Jika ditanya apa dia masih membenci wanita itu? Tentu saja masih, tapi melihat keadaannya sekarang sangatlah berbeda. Kini yang ada di depannya bukan perkara soal Elisa yang dulu hendak mere