Home / Rumah Tangga / Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk! / S2 Part 42 - Kerusuhan Di Rumah Sakit

Share

S2 Part 42 - Kerusuhan Di Rumah Sakit

Author: Hana Makaira
last update Last Updated: 2023-09-06 20:34:26

Echa masih tidur. Mungkin pengaruh suntikan penenang yang diberikan perawat tadi, membuat Echa masih terlelap. Setidaknya, bocah perempuan itu tidak lagi berteriak histeris seperti tadi.

Mata Abimanyu membelakak tertuju pada wanita yang duduk di samping brankar Echa. Dia, 'kan ....

"Kania ...," pekik Abimanyu pelan. Matanya berbinar bahagia, melihat sang pujaan hati ternyata berada di samping putrinya yang terlelap.

Ia mempercepat langkahnya, mendekati Kania yang duduk sambil mengusap-usap pelan tangan Echa yang diinfus.

"Sayang ... Kamu di sini." Abimanyu memeluk Kania dari belakang. Diciuminya pipi, tengkuk dan kepalanya istrinya yang dibalut hijab. Aroma harum parfum lembut, menguar dari sana. Sepertinya Kania baru selesai melaksanakan salat. Sebab, parfum ini biasa dipakainya jika sedang salat saja.

"Lepasin, Mas. Jangan begitu. Malu kalau dilihat orang." Kania berusaha melepaskan diri.

"Gak, mas gak akan lepasin. Mas kangen. Mas hampir gila tadi, begitu melihat kamar kosong. Mas pikir, kamu benar-benar serius akan pergi ninggalin mas," ujar Abimanyu bercerocos panjang lebar. Tangannya tetap saja melingkar di leher Kania. Lelaki itu masih saja menghujamkan kecupan bertubi-tubi di kepala sang istri.

Kania mengembuskan perlahan-lahan napasnya. Rasa kesal masih meliputi hatinya, sebab bentakan kasar sang suami tadi. Ia merasa, Abimanyu tak menghargai usaha dan perhatian pada Echa sama sekali.

Tapi, diperlakukan dengan manis seperti ini, wanita mana yang sanggup untuk menolak? Abimanyu sangat pandai dalam membuat amarahnya menguap dalam satu pelukan saja.

Menyadari istrinya diam saja, Abimanyu tersenyum kecil. Segera ia berbalik dan berjongkok di samping kursi Kania. Diraihnya jemari wanita berkulit coklat itu. Mencium punggungnya dengan lembut.

"Maafkan mas, Sayang. Mas tadi khilaf. Tadi mas benar-benar lagi kacau dan kalut. Sampai-sampai gak sadar akan apa yang diucapkan. Maafkan mas, ya?"

Kania memejamkan matanya sedetik, seraya menarik napasnya dalam-dalam, lantas mengeluarkan pelan-pelan. Ia berusaha mengeluarkan bongkahan-bongkahan amarah tadi, bersama dengan udara yang ke luar dari mulutnya.

Tatapan mereka bertemu saat Kania menoleh. Abimanyu memiringkan kepalanya, menagih jawaban.

"Iya, aku maafin," ucap Kania pelan, sambil terus membuang wajahnya yang bersemu merah. Tatapan Abimanyu membuat pipinya terasa panas karena malu.

"Benarkah, Sayang?" Sontak wajah muram Abimanyu berubah ceria.

Kania mengangguk tanpa menoleh.

"Alhamdulillah." Abimanyu mengucap syukur, sembari melompat memeluk sang istri.

Kania tersenyum tipis dalam pelukan Abimanyu. Terasa sangat tenang sekali, setelah berdamai dengan suaminya. Mungkin hormon ibu hamil yang berubah-ubah, membuat Kania cepat tersinggung. Terlebih di masa trimester pertama kehamilan.

"Maafkan aku, Sayang," ucap Abimanyu lagi, ketika mengurai pelukan.

"Maafin aku juga, ya, Mas. Aku terlalu cepat emosi. Maklum saja, mood ibu hamil itu berubah-ubah."

Abimanyu mengangguk. "Iya, aku paham banget, Sayang. Temani aku menghadapi ini semua sama-sama, ya."

**

Kania terbangun, ketika sebuah tepukan mendarat di pundaknya. Ternyata dirinya tertidur dalam keadaan duduk, dengan kepala bersandar di dinding. Semalaman ia tidak bisa memejamkan mata sama sekali. Sementara sang suami sudah mendengkur pulas di kamar. Akhirnya ia memutuskan untuk jalan-jalan di lorong,. Tanpa sengaja tertidur di sini.

"Kamu tidur di sini semalaman, Sayang?"

Wanita berhijab instan itu merentangkan kedua tangannya ke atas, sambil mengerang pelan.

"Iya, Mas. Tadi malam aku gak bisa tidur. Jadi, aku mencari udara saja ke luar kamar. Sambil menyeduh kopi dari air dispenser di sana." Kania menunjuk ke arah dispenser besar yang berdiri di sudut lorong, dekat dengan meja jaga perawat.

"Aku pikir, kamu masih marah. Sampai gak sudi tidur denganku."

Kania terkekeh. "Gak, kok. Aku sudah gak marah lagi. Asal kamu janji, untuk gak mengulangi lagi."

"Iya, aku janji." Dua jari mengacung.

Kania tersenyum geli melihat kelakuan konyol Abimanyu.

"Ya, sudah, berdirilah, Mas." Kania membingkai kedua pundak sang suami. "Gak enak dilihat orang. Nanti dikirain kamu lebay atau suami yang takut sama istri."

Abimanyu ikut tergelak. Kemudian bergeser ke sebelah Kania duduk. Tak lama berselang, dua orang lelaki berkemeja datang menghampiri mereka.

"Selamat pagi, Pak Abimanyu." Lelaki pertama, berpostur sedikit berisi, tersenyum seraya mengulurkan tangannya.

"Selamat pagi, Pak Suroto. Pagi sekali ke sini." Abimanyu menyambut lelaki pertama tadi dengan senyum tak kalah ramahnya.

"Maaf, kalau saya mengganggu pagi-pagi. Saya harus ke Bandung sore ini dan lusa baru kembali. Jadi, saya sempatkan pagi ini untuk ketemu Bapak, untuk membicarakan kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi pada anak Bapak." .

"Sebaiknya, kita bicarakan saja di kafetaria rumah sakit yang ada di bawah, bagaimana?"

Kedua pria itu saling bertatapan sejenak.

"Kalau tidak merepotkan, boleh saja, Pak," jawab laki-laki pertama tadi.

"Sangat tidak merepotkan. Supaya lebih santai ngobrolnya. Kamu mau ikut, Sayang?"

Kania menggeleng. "Aku di sini saja. Nemenin Echa, ya, Mas. Kasihan Echa."

"Ya, sudah kalau begitu. Mas ke kafetaria dulu, ya."

"Iya, Mas." Kania mengangguk.

"Kamu mau dibawain apa, setelah mas kembali?"

"Teh panas saja, Mas."

"Oke, nanti mas bawakan, ya. Mari, Pak. Lewat sini." Tangannya direntangkan, mempersilakan kedua lelaki tadi untuk jalan lebih dulu.

Mereka bertiga berjalan beriringan menuju lift, sambil mengobrol lepas. Suasana rumah sakit belum terlalu ramai. Mungkin dikarena belum masuk jam besuk.

Hanya saja, banyak pengunjung rumah sakit, terlihat ramai berjalan menuju kafetaria. Sama halnya dengan mereka, hendak mengisi perut mereka yang keroncongan di pagi hari.

"Anda mau pesan, Pak?" tanya Abimanyu sambil mengayunkan tangannya ke arah pelayan kafe yang berdiri di samping meja kasir.

"Saya mau kopi saja, Pak," jawab Pak Suroto.

"Bagaimana dengan anda?"

"Saya teh panas saja, Pak," jawab rekan Pak Suroto.

"Kopi dua dan teh panas satu, ya, Mbak."

"Baik, Pak," sahut pelayan wanita muda tersebut. Pena di tangannya menari di atas notes kecil. "Ada tambahan yang lain lagi, Pak? Makanan untuk sarapan pagi, mungkin?"

"Ah, ya, benar juga. Saya nasi goreng satu, deh," ujar Abimanyu. "Pak Suroto mau makan juga?"

"Roti bakar, ada, Mbak?"

"Ada, Pak."

"Saya roti bakar saja satu."

"Saya gak usah. Saya cukup teh panas saja. Gak terbiasa untuk sarapan." Rekan Pak Suroto menolak dengan sopan disertai seulas senyum.

"Baiklah kalau begitu. Mohon ditunggu, pesanan anda-anda segera kami siapkan."

"Terima kasih, Mbak."

Pelayan wanita itu mengangguk sopan, kemudian pergi ke tempatnya berdiri tadi.

"Sambil menunggu, kita bicarakan soal rencana anda tentang kasus dugaan pelecehan seksual atas putri anda, Pak Abimanyu." Pak Suroto membuka percakapan yang mulai terlihat serius arahnya.

Abimanyu menarik napas dalam. Sesak membuncah di dada lelaki yang mendekati usia empat puluh tahun itu, jika teringat akan putri kecilnya yang malang.

"Saya sudah meminta pihak rumah sakit untuk melakukan tes visum pada Echa. Cuma karena keadaan emosi Echa yang masih belum stabil, membuat pihak rumah sakit memutuskan lusa untuk melakukan visum. Padahal, saya sudah gak sabar ingin menghaj4r dan memenjarakan baj*ngan itu." Tangannya mengepal kuat, seraya gerahamnya yang terdengar bergemelatuk menahankan amarah. "Bila perlu, kucampakkan dia ke alam baka sekarang juga."

"Sabar, Pak. Kita gak boleh gegabah. Kita tunggu saja hasil visum nanti. Setelah itu, baru kita bertindak. Jangan sampai malah jadi berbalik ke anda, Pak. Tuduhan pencemaran nama baik." Pak Suroto menanggapi, seraya mengaduk kopi yang baru saja disajikan pelayan wanita tadi.

"Aku benar-benar gemas dan tak sabar untuk menghajar baj*ngan itu."

"Memangnya, kapan akan dilakukan tindakan visum pada Echa?" tanya rekan Pak Suroto yang bernama Wawan.

"Besok kata pihak rumah sakit. Itupun melihat kondisi Echa sudah stabil atau belum."

Ponsel Abimanyu berdering. Nomor tidak dikenal tertera di layar.

"Siapa, Pak? Kenapa gak diangkat?" tanya Pak Suroto.

"Nomor gak dikenal. Biasanya saya paling malas mengangkat nomor tanpa nama begini."

"Coba saja diangkat dulu, Pak. Siapa tahu panggilan penting."

Sejenak Abimanyu tertegun, mencerna kata-kata Wawan--rekan Pak Suroto yang berprofesi sebagai pengacara juga. Perasaannya mendadak tak nyaman. Firasatnya mengatakan seperti ada sesuatu yang tidak beres.

"Halo." Akhirnya lelaki itu mengangkat panggilan ponselnya.

"Halo, Pak. Kami dari rumah sakit Cahaya Medika."

Seketika jantung Abimanyu berdetak lebih cepat. Rumah sakit?

"Kenapa, ada apa dengan anak saya?" pekik Abimanyu panik.

"Tolong segera ke sini, Pak. Tadi ada kerusuhan antara istri anda dan seorang laki-laki yang katanya memaksa masuk ke ICU. Tapi, dilarang oleh istri anda. Akhirnya, berujung keributan. Istri anda pingsan. Dibawa ke UGD sekarang."

Abimanyu semakin panik. "Oke, oke, saya segera ke sana."

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hana Makaira
baca selanjutnya yaa. bentar lagi bener2 tamat nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   43 S2 - Perusuh Itu Indra

    Part 43"Tolong segera ke sini, Pak. Tadi ada kerusuhan antara istri anda dan seorang laki-laki yang katanya memaksa masuk ke ICU. Tapi, dilarang oleh istri anda. Akhirnya, berujung keributan. Istri anda pingsan. Dibawa ke UGD sekarang."Abimanyu semakin panik. "Oke, oke, saya segera ke sana.""Ada apa, Pak?" tanya Pak Suroto."Ada seorang laki-laki yang berbuat rusuh memaksa masuk ke ruangan ICU, tapi dilarang istri saya. Dan menurut pihak rumah sakit, istri saya dibawa ke UGD karena pingsan." Suara Abimanyu bergetar ketika menjelaskan. Lelaki itu mengkhawatirkan Eca--putrinya, tapi kekhawatirannya juga tak luput dari Kania yang saat ini tengah mengandung buah hatinya juga."Astaghfirullahaladzim, kalau begitu kita segera kembali ke atas saja," ujar Pak Suroto. "Bapak duluan ke atas saja. Masalah pembayaran, biar saya saja.""Tapi, Pak--""Tidak apa-apa, Pak. Istri anda lebih penting. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."Abimanyu terlihat sejenak ragu. Sebab, ia sudah berniat

    Last Updated : 2023-10-14
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 44

    Season 2 "Selamat pagi, Suster," sapa lelaki berkaus biru dongker itu. Kedua perawat itu menoleh. "Selamat pagi, Pak.""Kenapa istri saya diinfus? Katanya istri saya baik-baik saja." Dahi Abimanyu berkerut cemas.Perawat wanita itu menoleh seraya tersenyum ke arahku. "Tidak ada apa-apa, Pak. Istri Bapak ini hanya kelelahan dan sedikit stress sepertinya." Perawat beralis tebal itu kembali memeriksa selang infus Kania. Abimanyu menghela napas lega, mendengar pernyataan perawat itu bahwa istrinya baik-baik saja. "Lalu bagaimana dengan kandungannya, Sus? Apakah kandungannya juga baik-baik saja?""Alhamdulillah janin di kandungan istri anda baik-baik saja. Calon anak yang kuat."Abimanyu semakin merasa lega. Ia memilih untuk berbalik dan duduk di sofa, membiarkan perawat itu menyelesaikan tugasnya. Tidak ada lagi yang perlu ia khawatirkan, jika perawat saja sudah berkata demikian. "Baiklah, pekerjaan saya sudah selesai. Saya permisi dulu. Kalau ada perlu sesuatu jangan sungkan-sungkan

    Last Updated : 2024-01-24
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   Season 2 Part 45

    Season 2 Part 45"Gak, Bang. Jangan tinggalkan aku. Aku sudah gak punya siapa-siapa. Arman di penjara. Ima dan Ella juga aku gak tahu di mana keberadaan mereka. Aku sendirian, Bang."Wahyu hanya mengangkat bahu. "Entahlah, Rahma. Itu bukan urusanku. Nikmati saja hasil yang sudah kamu tabur selama ini. Itu pula yang akhirnya kamu tuai.""Mas .... " Rahma mencekal pergelangan Wahyu. Matanya menatap nanar, ketika lelaki itu menoleh. Besar harapannya lelaki itu trenyuh dan mengurungkan niatnya untuk bercerai. Bukankah Wahyu selalu seperti itu sejak dulu? Ia paling tidak bisa membantah perintah Rahma. Tak jarang Wahyu langsung menuruti pinta Rahma, jika wanita paruh baya itu merajuk. Wahyu melepaskan tangannya dengan menghempaskan tangan sang istri. Cukup kasar perlakuan Wahyu. Sungguh di luar dugaan Rahma. "Mas ... Apa maksudnya?""Pakai nanya lagi kamu. Perasaan ini sudah habis. Sudah gak ada lagi untukmu, Rahma. Jadi, jangan mimpi aku akan membatalkan perceraian kita. Aku sudah capek,

    Last Updated : 2024-05-30
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 46

    Kania menggeleng sambil tersenyum. "Aku menangis terharu, Mas. Aku baik-baik saja, kok.""Terharu kenapa?""Aku terharu memiliki suami seperti kamu, Mas. Hal yang paling patut aku syukuri. Dari sekian tahun aku merasakan pahitnya pernikahan, sampai akhirnya aku bertemu dengan kamu," ujar Kania seraya mengusap matanya yang mengembun. "Jangan berubah, ya, Mas. Selamanya seperti ini."Abimanyu membawa Kania ke dalam pelukannya. Bukan hanya Kania, dirinya pun merasakan pahitnya pernikahan dengan Liana yang berselingkuh dan ia sendiri memergoki dengan kedua belah matanya. Belum lagi putrinya yang selalu mendapatkan kekerasan dari ibu kandungnya sendiri. Belum lagi Keisha yang dic4bul1 ayah tirinya. Itu yang paling membuat dunia Abimanyu sangat hancur. Anak sekecil itu harus mendapatkan hal yang tidak sepantasnya ia dapatkan. "Insya Allah, kita sama-sama membangun rumah tangga kita, ya, Sayang. Senyum kamu dan janin di kandungan kamu ini merupakan obat mujarab buatku."Tok tok tok. Obrola

    Last Updated : 2024-05-30
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 47

    Season 2 PART : 47Kania yang menyadari kegelisahan sang suami, menggenggam erat tangan yang sudah basah dan terasa dingin seperti es. Wanita itu paham, bagaimana perasaan Abimanyu saat ini. "Hasil visum atas nama korban Keisha Anastasia ada di tangan saya," ujar polisi yang bertugas sebagai penyidik. Terasa bergetar hebat tangan kokoh itu di genggaman Kania. Ayah mana, yang tak merasakan hal yang sama, jika menghadapi situasi seperti ini. Putri kesayangan, satu-satunya pula, diduga mendapatkan kekerasan secara s3k5u4l oleh ayah tirinya. Polisi bertubuh gemuk itu, merobek ujung amplop. Kania dan Abimanyu semakin tegang. Dalam hati, Abimanyu tak henti berkomat-kamit berdoa. Berharap ada keajaiban yang Tuhan berikan atas putri kecilnya tersebut. "Di sini .... " Polisi paruh baya itu menggantung ucapannya. Perasaan Kania dan Abimanyu semakin tak karuan. "Gi-gimana, Pak?" Abimanyu sedikit mendesak. Wajahnya tak menunjukkan reaksi apapun, padahal, yakin, dia sudah membaca hingga akh

    Last Updated : 2024-05-30
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 48

    "Mama gak mau nolong aku. Semua jahat sama aku," lanjutnya lagi. "Kei ...," panggil Kania pelan. "Siapa yang jahat, Sayang?"Keisha sedikit terkejut, sambil menoleh. "Mama, Tante. Om juga. Mama dan Om yang jahat sama aku. ""Kalau tante boleh tahu, jahat gimana, sih, mereka?" Kania mencoba kembali mengajak Keisha mengobrol. "Aku sering dipukul, Tante. Tiap hari malah. Terus, Om juga sering nyuruh aku buka celana dan baju kalau mama gak ada.""Astaghfirullah. Biar apa dia nyuruh Keisha buka baju, Nak?"Keisha mengangkat bahu. "Aku gak tau. Kata om, aku sakit dan harus diperiksa dada dan sininya aku." Gadis berambut panjang lewat bahu itu menunjuk ke arah kem*luannya.Refleks, Kania menutup mulutnya. Dia menepis bayangan kemungkinan yang melintas. Cepat-cepat ditepisnya bayangan itu dengan menggeleng kuat. "Om suka memasukkan jarinya ke sini. Sakit, Tante. Aku pengen teriak, tapi langsung dibentak. Katanya, kalau aku berani teriak apalagi ngadu ke mama, aku dan mama akan dibunuh paka

    Last Updated : 2024-05-30
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 49

    Season 2 Part 48"Minggir, minggir!" ucap salah satu sipir wanita yang berusaha membubarkan kerumunan, agar mayat yang digotong bisa lewat. "ASTAGAAA ... MBAAAAK!"Bruuukkk. Ningsih pingsan, begitu melihat mayat yang digotong melewatinya. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sebelum pingsan, Ningsih masih sempat melihat keadaan mayat yang katanya mati bunuh diri itu. Lidahnya terjulur, matanya melotot ngeri. "Bawa dia ke ruang kesehatan," titah salah satu sipir wanita. Segera tiga orang napi wanita mengangkat tubuh ramping Ningsih dan membawanya ke ruang kesehatan yang terletak di pojok. "Nyusahin aja nih perempuan!" Salah satu napi wanita mengumpat kesal. Sebatang kecil rokok filter terselip di antara bibir berwarna kehitaman tersebut. "Emang! Nih perempuan sama aja dengan yang mati bunuh diri itu. Suka nyusahin!" celetuk yang lainnya. "Lapas ini makin serem, dong. Udah berapa banyak napi yang mati bunuh diri di sini. Hiii ...." Napi lain yang sebagian tubuhnya dipenuhi dengan ukir

    Last Updated : 2024-10-02
  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 50

    Season 2 Part 30 Kania mengangkat bahu. "Entahlah, aku juga tidak tahu pasti, Mas. Karena Mas Arman belum menjelaskan tentang itu. Mas Arman cuma meminta bantuan kita. Kakak dan adiknya sudah tidak bisa dihubungi sama sekali lagi. Jadi, Mas Arman butuh bantuan kita untuk mengurus jenazah ibunya."Arman terdiam. Lelaki itu tampak tengah berpikir. "Bagaimana, Mas? Apakah kamu mau membantu Arman?" tanya Kania lagi dengan sangat berhati-hati. Ia takut, suaminya tersinggung. "Ya, sudah. Kita bantu dia. Mengurus jenazah itu termasuk fardu kifayah. Apalagi, tidak ada yang mau menguruskan jenazah itu. Termasuk tanggung jawab kita sebagai sesama muslim. Apalagi almarhum itu neneknya Indah."Kania mengembuskan napas lega, sekaligus ia kagum pada sosok pria yang sudah menjadi suaminya tersebut. Terbuat dari apa hati laki-laki di hadapannya ini. Rasanya sangat jarang sekali, ada laki-laki yang mau membantu menguruskan jenazah dari mantan mertua istrinya. Kania masih menatap terkagum-kagum ke

    Last Updated : 2024-10-02

Latest chapter

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 53

    “Terima kasih atas semuanya, Nia,” ucap Arman setelah pemakaman selesai. Dia harus kembali ke tahanan, kembali menghabiskan hari-harinya di sana untuk sisa enam bulan ke depan.“Ya,” jawab Kania singkat tanpa sedikitpun menoleh.Arman hanya bisa menelan ludahnya yang terasa pahit. Sebenci itu Kania padanya. Bahkan melirik saja pun tidak.“Sampai jumpa lagi nanti, Nia. Semoga saja sang pemilik semesta masih memberiku kesempatan untuk hidup dan kita bertemu lagi.”Kania berdecak sinis. “Aku malah berdoa, agar Allah mencampakkanmu sejauh-jauhnya dari hidupku dan Indah. Sumpah, aku gak sudi melihatmu, apalagi bertemu.” Puas sekali Kania meluapkan perasaannya di depan laki-laki yang sudah menyakitinya selama lima tahun lebih pernikahan mereka.Arman hanya mend*sah pilu. Memang sudah merupakan kesalahannya, sehingga benar-benar benih kebencian tersemai di hati Kania.“Sudah, Arman. Kita harus balik ke rutan,” ujar salah seorang pria berseragam lengkap.Arman menurut dan melangkahkan kakinya

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 52

    Entah berapa lama mereka di sana. Kania tak tahu. Dia memilih untuk tidak peduli dan tak mau tahu. Kalau bukan karena suaminya yang seakan sok berhati malaikat, dia pun tak sudi mengurusi jenazah Bu Rahma. Wanita itu sendiri yang sudah menyemai benih kebencian dan meninggalkan bekas luka yang mendalam. Tak hanya pada dirinya, tetapi juga pada Indah, cucunya sendiri.“Sudah selesai, Sayang.” Abimanyu menghampiri Kania yang memilih menunggu di luar bersama Indah dan Keisha, sambil memandangi kolam ikan kecil yang berada di samping dapur tempat para tahanan wanita.“Baguslah, Mas. Aku sudah bosan berada di sini.” Kania tidak bisa menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.“Kania.” Abimanyu menarik tangan Kania pelan.Kania menghentikan langkahnya. Tapi, ia tetap tidak menoleh.“Mas tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Mas juga tahu, memaafkan sesuatu yang pernah sangat menyakiti kita juga gak mudah. Mas gak akan memaksa kamu, kok.” Abimanyu sangat lembut dan hati-hati sekali dalam berbicara.

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 51

    Demikian pula dengan Kania. Pesona sang suami semakin terpancar. Tak henti-hentinya batinnya mengucap syukur, telah diberikan suami seperti lelaki yang tengah memegang lingkar kemudi di sebelahnya. Sang pemilik semesta benar-benar memberikan ganti yang tepat, untuk menjadi imam dunia akhirat bagi Kania dan Indah. "Ya sudah kalau begitu. Bapak titip anak bapak dan calon cucu bapak ke kamu, ya, Nak Abi.""Njih, Pak. Insya Allah, Kania dan Indah akan aku jaga dengan sangat baik." "Bapak percaya kamu, njih. Bapak tutup dulu teleponnya, ya. Bapak mau nyusul ibumu ke sawah. Assalamu'alaikum, salam untuk Kania, ya.""Wa'alaikumussalam. Njih, Pak."Setelah obrolan melalui sambungan whatsapp berakhir, Abimanyu meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula. Dilayangkannya pandangan ke wanita berdagu terbelah yang menatapnya lekat. "Kenapa ngeliatin mas seperti itu?" tanya Abimanyu, lantas sesekali kembali memfokuskan pandangan ke jalan. "Tidak apa-apa, Mas. Aku semakin merasa beruntung puny

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 50

    Season 2 Part 30 Kania mengangkat bahu. "Entahlah, aku juga tidak tahu pasti, Mas. Karena Mas Arman belum menjelaskan tentang itu. Mas Arman cuma meminta bantuan kita. Kakak dan adiknya sudah tidak bisa dihubungi sama sekali lagi. Jadi, Mas Arman butuh bantuan kita untuk mengurus jenazah ibunya."Arman terdiam. Lelaki itu tampak tengah berpikir. "Bagaimana, Mas? Apakah kamu mau membantu Arman?" tanya Kania lagi dengan sangat berhati-hati. Ia takut, suaminya tersinggung. "Ya, sudah. Kita bantu dia. Mengurus jenazah itu termasuk fardu kifayah. Apalagi, tidak ada yang mau menguruskan jenazah itu. Termasuk tanggung jawab kita sebagai sesama muslim. Apalagi almarhum itu neneknya Indah."Kania mengembuskan napas lega, sekaligus ia kagum pada sosok pria yang sudah menjadi suaminya tersebut. Terbuat dari apa hati laki-laki di hadapannya ini. Rasanya sangat jarang sekali, ada laki-laki yang mau membantu menguruskan jenazah dari mantan mertua istrinya. Kania masih menatap terkagum-kagum ke

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 49

    Season 2 Part 48"Minggir, minggir!" ucap salah satu sipir wanita yang berusaha membubarkan kerumunan, agar mayat yang digotong bisa lewat. "ASTAGAAA ... MBAAAAK!"Bruuukkk. Ningsih pingsan, begitu melihat mayat yang digotong melewatinya. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sebelum pingsan, Ningsih masih sempat melihat keadaan mayat yang katanya mati bunuh diri itu. Lidahnya terjulur, matanya melotot ngeri. "Bawa dia ke ruang kesehatan," titah salah satu sipir wanita. Segera tiga orang napi wanita mengangkat tubuh ramping Ningsih dan membawanya ke ruang kesehatan yang terletak di pojok. "Nyusahin aja nih perempuan!" Salah satu napi wanita mengumpat kesal. Sebatang kecil rokok filter terselip di antara bibir berwarna kehitaman tersebut. "Emang! Nih perempuan sama aja dengan yang mati bunuh diri itu. Suka nyusahin!" celetuk yang lainnya. "Lapas ini makin serem, dong. Udah berapa banyak napi yang mati bunuh diri di sini. Hiii ...." Napi lain yang sebagian tubuhnya dipenuhi dengan ukir

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 48

    "Mama gak mau nolong aku. Semua jahat sama aku," lanjutnya lagi. "Kei ...," panggil Kania pelan. "Siapa yang jahat, Sayang?"Keisha sedikit terkejut, sambil menoleh. "Mama, Tante. Om juga. Mama dan Om yang jahat sama aku. ""Kalau tante boleh tahu, jahat gimana, sih, mereka?" Kania mencoba kembali mengajak Keisha mengobrol. "Aku sering dipukul, Tante. Tiap hari malah. Terus, Om juga sering nyuruh aku buka celana dan baju kalau mama gak ada.""Astaghfirullah. Biar apa dia nyuruh Keisha buka baju, Nak?"Keisha mengangkat bahu. "Aku gak tau. Kata om, aku sakit dan harus diperiksa dada dan sininya aku." Gadis berambut panjang lewat bahu itu menunjuk ke arah kem*luannya.Refleks, Kania menutup mulutnya. Dia menepis bayangan kemungkinan yang melintas. Cepat-cepat ditepisnya bayangan itu dengan menggeleng kuat. "Om suka memasukkan jarinya ke sini. Sakit, Tante. Aku pengen teriak, tapi langsung dibentak. Katanya, kalau aku berani teriak apalagi ngadu ke mama, aku dan mama akan dibunuh paka

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 47

    Season 2 PART : 47Kania yang menyadari kegelisahan sang suami, menggenggam erat tangan yang sudah basah dan terasa dingin seperti es. Wanita itu paham, bagaimana perasaan Abimanyu saat ini. "Hasil visum atas nama korban Keisha Anastasia ada di tangan saya," ujar polisi yang bertugas sebagai penyidik. Terasa bergetar hebat tangan kokoh itu di genggaman Kania. Ayah mana, yang tak merasakan hal yang sama, jika menghadapi situasi seperti ini. Putri kesayangan, satu-satunya pula, diduga mendapatkan kekerasan secara s3k5u4l oleh ayah tirinya. Polisi bertubuh gemuk itu, merobek ujung amplop. Kania dan Abimanyu semakin tegang. Dalam hati, Abimanyu tak henti berkomat-kamit berdoa. Berharap ada keajaiban yang Tuhan berikan atas putri kecilnya tersebut. "Di sini .... " Polisi paruh baya itu menggantung ucapannya. Perasaan Kania dan Abimanyu semakin tak karuan. "Gi-gimana, Pak?" Abimanyu sedikit mendesak. Wajahnya tak menunjukkan reaksi apapun, padahal, yakin, dia sudah membaca hingga akh

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   S2 Part 46

    Kania menggeleng sambil tersenyum. "Aku menangis terharu, Mas. Aku baik-baik saja, kok.""Terharu kenapa?""Aku terharu memiliki suami seperti kamu, Mas. Hal yang paling patut aku syukuri. Dari sekian tahun aku merasakan pahitnya pernikahan, sampai akhirnya aku bertemu dengan kamu," ujar Kania seraya mengusap matanya yang mengembun. "Jangan berubah, ya, Mas. Selamanya seperti ini."Abimanyu membawa Kania ke dalam pelukannya. Bukan hanya Kania, dirinya pun merasakan pahitnya pernikahan dengan Liana yang berselingkuh dan ia sendiri memergoki dengan kedua belah matanya. Belum lagi putrinya yang selalu mendapatkan kekerasan dari ibu kandungnya sendiri. Belum lagi Keisha yang dic4bul1 ayah tirinya. Itu yang paling membuat dunia Abimanyu sangat hancur. Anak sekecil itu harus mendapatkan hal yang tidak sepantasnya ia dapatkan. "Insya Allah, kita sama-sama membangun rumah tangga kita, ya, Sayang. Senyum kamu dan janin di kandungan kamu ini merupakan obat mujarab buatku."Tok tok tok. Obrola

  • Kita Beli Kesombongan Mertuamu, Nduk!   Season 2 Part 45

    Season 2 Part 45"Gak, Bang. Jangan tinggalkan aku. Aku sudah gak punya siapa-siapa. Arman di penjara. Ima dan Ella juga aku gak tahu di mana keberadaan mereka. Aku sendirian, Bang."Wahyu hanya mengangkat bahu. "Entahlah, Rahma. Itu bukan urusanku. Nikmati saja hasil yang sudah kamu tabur selama ini. Itu pula yang akhirnya kamu tuai.""Mas .... " Rahma mencekal pergelangan Wahyu. Matanya menatap nanar, ketika lelaki itu menoleh. Besar harapannya lelaki itu trenyuh dan mengurungkan niatnya untuk bercerai. Bukankah Wahyu selalu seperti itu sejak dulu? Ia paling tidak bisa membantah perintah Rahma. Tak jarang Wahyu langsung menuruti pinta Rahma, jika wanita paruh baya itu merajuk. Wahyu melepaskan tangannya dengan menghempaskan tangan sang istri. Cukup kasar perlakuan Wahyu. Sungguh di luar dugaan Rahma. "Mas ... Apa maksudnya?""Pakai nanya lagi kamu. Perasaan ini sudah habis. Sudah gak ada lagi untukmu, Rahma. Jadi, jangan mimpi aku akan membatalkan perceraian kita. Aku sudah capek,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status