KITA BELI KESOMBONGAN MERTUAMU, NDUK!Part 16 Season 2Kania beranjak dari ranjang yang dibalut seprei berwarna putih itu. Kondisinya sudah sangat acak-acakan. Bantal dan guling, tergolek ke lantai. Hanya selimut yang masih berada di atas, menutupi tubuhnya dan juga Abimanyu yang masih terlelap. Kelihatannya, lelaki itu lelah sekali. Ia menyempatkan tersenyum dulu, baru kemudian melangkah menuju kamar mandi. Kebahagiaan yang tiada henti, terus menghampirinya, semenjak menikah dengan Abimanyu. Semoga saja, kebahagiaan ini tidak akan pernah meninggalkan dirinya lagi, bahkan sampai selamanya.Kania menghabiskan waktu sekitar lima belas menit, membersihkan tubuh dan rambut panjangnya. Perut yang lapar, semakin membuat Kania untuk bergegas menyelesaikan mandinya. Dengan menggunakan daster berbahan kaus dengan panjang selutut, Kania duduk di tepi ranjang dan handuk masih membungkus kepala. Sebaiknya memesan makanan saja untuk dibawakan ke kamar. Tidak enak kalau harus sarapan di restoran
Part 17 Season 2 Abimanyu melirik ke arah Kania yang duduk di sebelahnya. Ia khawatir, istrinya itu mendengar ucapan ibunya yang cukup kuat. "Siapa, Mas?" tanya Kania heran, melihat ekspresi sang suami yang tiba-tiba berubah tegang. "Ibu." Abimanyu menjawab hanya dengan gerak bibir, tanpa suara. Kemudian ia bergegas menjauh, melangkah ke arah balkon. Kania membulatkan bibirnya seraya mengangguk. Terbesit tanya sebenarnya, kenapa sang ibu mertua tidak hadir di acara pernikahannya. Sementara, Abimanyu itu anak semata wayang, sama seperti dirinya. Ketika ditanya, Abimanyu hanya menjawab bahwa ibunya sedang sibuk dengan urusannya. Selebihnya, lelaki itu terus menghindar dan mengalihkan topik pembicaraan. Hingga akhirnya Kania sendiri jadi lupa. Lalu, apa yang membuat Abimanyu menjadi setegang itu, ketika mendapatkan telepon dari ibunya? Kania terus bertanya-tanya. "Ibu sudah bilang berapa kali, ibu gak setuju kalau kamu menikah dengan anak si Danu itu. Tapi, kenapa kamu gak dengerin
Part 18 Season 2 "Lasmi, tolong, angkat tas nyonya besar!" titah Kania, memanggil asisten rumah tangganya. "Hei, kamu ngapain teriak-teriak?" Santi berbalik, melotot. "Mau panggil asisten rumah tangga, Bu. Untuk angkatin tas-tas ibu ini," sahut Kania polos. "Gak usah! Saya itu nyuruh kamu, bukan pembantu. Paham?" omel Santi. Mendengar omelan ketus dari ibu mertuanya, Kania sedikit terkejut. Ia tak menyangka, wanita yang sejak kecil ia panggil dengan sebutan bude tersebut, berubah menjadi sejudes ini. Kania menggeret koper beroda itu menuju kamar yang sudah disediakan untuk Santi, tanpa sepatah kata. Terus terang saja, hatinya terluka mendapat bentakan seperti itu. Kalau dulu ibunya Arman berbuat demikian, ia sudah terbiasa. Sementara, dengan Santi, ia baru pertama kali mendapat perlakuan seperti ini. Apalagi Kania sudah mengenal Santi sejak dirinya kecil. Seingatnya, Santi itu ramah dan lembut. Kenapa bisa berubah menjadi seperti sekarang, Kania sendiri pun bertanya-tanya sembar
Part 19 season 2 Kania terdiam mendengar ucapan Santi. Apa yang salah dengan masakannya? Apakah menu ikan saus asam manis ini adalah sebuah menu kampungan? Pikiran Kania terus berperang. "Bu, apa yang salah dengan masakan Kania? Ini enak, kok. Enak banget malah. Ikan yang dibeli juga kualitas premium. Standar mall, bukan pasar," ujar Abimanyu membela. "Dicoba dulu, Bu, baru berkomentar." Santi terdiam mendengar pembelaan sang anak pada istrinya. Ia menatap ragu ke atas ikan yang tersaji di piring. Diambilnya juga sendok dan garpu untuk mengambil daging ikan, lantas meletakkan ke atas nasinya. Kania menatap penuh harap, ketika melihat Santi menyuap nasi beserta daging ikan masuk ke mulutnya. "Bagaimana, enak, Bu?" tanya Abimanyu. "Biasa saja," sahutnya berbohong. Padahal, di dalam hati, Santi memuji kelezatan masakan Kania. Hanya saja, gengsinya terlalu besar untuk mengakui. Abimanyu tersenyum melihat ibunya yang lahap menikmati masakan sang istri. Ia tahu, Santi suka, hanya s
Part 20 Season 2 "Sepagi ini, kalian sudah datang bertamu?" cetus Santi. Tangannya dilipat di depan dada. "Kami ke sini, sekalian ingin bertemu dengan Kania--putri kami, kami juga ingin bertemu dengan Mbak Santi." Kali ini Danu yang mengambil alih menjawab. Mata Santi melirik ke arah beberapa kantongan belanjaan di atas meja. "Mau bertemu saya, atau karena ingin mengambil oleh-oleh?" ketus Santi. Danu dan istrinya saling melempar pandang. Di hati keduanya saling menyimpan tanya, ada apa dengan wanita yang kini sudah menjadi besan mereka. Kenapa sikapnya tidak seramah dulu? "Kami ke sini, murni untuk bertemu Kania dan Mbak. Kita 'kan sudah lama gak bersua, Mbak," lanjut Danu lagi. Santi mengambil duduk di sofa tunggal, menatap ke arah tas belanjaan yang bertuliskan nama toko pakaian terkemuka di Bali. Apakah Abimanyu juga membawakan oleh-oleh untuknya? Tapi, kenapa tadi malam putranya tidak ada menunjukkan apapun? "Ya, ya, ya. Aku sih percaya-percaya saja. Meskipun aku tahu, ora
Part 21 Season 2 "Danu, makasih banyak, kamu sudah banyak membantu saya. Apalagi, ketika pabrik saya hampir bangkrut, kamu yang membantu menyelamatkan semuanya," ucap Agung Brawijaya. "Ah, gak begitu, Mas. Itu juga, 'kan, hasil kerja keras Mas juga," jawab Danu. "Gak, Danu. Aku benar-benar beruntung punya sahabat seperti kamu. Kamu sudah aku anggap seperti adikku sendiri," tambah Agung lagi. Danu tersenyum. Ia memang sudah berteman dengan Agung sejak awal pabrik teh milik Agung dibangun. Bermula dari menjadi asisten biasa, hingga akhirnya menjadi orang kepercayaan. "Uhuk uhuk." Agung terbatuk-batuk, seraya memegangi dadanya. Hasil diagnosa dokter, Agung divonis mengidap kanker paru-paru stadium awal. "Mas, kenapa, Mas? Dadanya sakit lagi? Mau ke rumah sakit?" tanya Danu panik, melihat batuk Agung yang tak kunjung berhenti. Lelaki bersyal coklat itu mengangkat lima jarinya. "Aku gak apa-apa, kok, Dan. Kamu tenang saja. Aku masih kuat. Jatah hidupku masih panjang." Danu tergel
Part 22 Season 2 "Apa maksud kamu, katakan aku gila, Santi? Kalau aku membantu kakakmu itu, itu baru yang dikatakan gila." Agung bersikeras. "Enak saja kamu, Mas. Kamu katakan Mas Aditya gila?" "Ya, kangmasmu itu memang sudah gila! Kamu lupa, berapa banyak yang sudah aku berikan untuk membantu Mas Aditya? Lihat, apa yang sudah dihasilkan dari bisnis-bisnis fiktif dia? Semua itu cuma bohong, karena uangnya habis dihambur-hamburkan untuk foya-foya berjudi dan main perempuan," jelas Agung panjang lebar. Santi terdiam, membenarkan. Tapi, ia tak sudi untuk mengakui hal itu di depan Agung--suaminya. Karena bagaimanapun juga, Aditya itu kakak laki-laki satu-satunya, yang dimiliki Santi. "Apa, kenapa kamu diam? Kamu gak terima, kalau aku berkata demikian tentang kakakmu yang penjudi itu?" "Cukup, Mas! Aku gak suka kamu menghina Mas Aditya. Dia itu kangmasku! Cuma dia saat ini satu-satunya yang aku punya." Santi menyorot tajam pada Agung yang terlihat cuek. "Gak usah membela kangmasmu
Part 23 Season 2 "Ternyata seperti itu ceritanya. Kenapa kamu gak pernah cerita padaku, Mas? Lima belas tahun kamu menyimpan semua ini sendiri?" Nining menanggapi cerita Danu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Aku gak mau kamu jadi kepikiran soal ini, Dek. Biarlah ini jadi rahasiaku saja. Karena aku gak menyangka, semua ini terbuka juga pada akhirnya." Danu memijat dahinya. "Apakah ini akan berimbas pada Kania, Mas? Seperti yang Rahma lakukan dulu pada anak kita?" tanya Nining lirih. Danu masih memijat dahinya seraya menggeleng dan mengangkat bahu. "Entahlah, Dek. Aku melihat sikap dingin Mbak Santi tadi, membuat perasaan tak enak menghampiri. Sikap bingung Kania tadi, menghadirkan tanda tanya besar untukku. Seperti ada yang dirahasiakan," duga Danu. Nining mengangkat bahunya. "Entahlah, Mas. Aku juga menyimpan firasat gak baik. Apakah Mbak Santi akan menjadi pengganti Rahma yang kejam dalam memperlakukan Kania?" ** Mendung bergelayut di langit yang mulai diselimuti warn
“Terima kasih atas semuanya, Nia,” ucap Arman setelah pemakaman selesai. Dia harus kembali ke tahanan, kembali menghabiskan hari-harinya di sana untuk sisa enam bulan ke depan.“Ya,” jawab Kania singkat tanpa sedikitpun menoleh.Arman hanya bisa menelan ludahnya yang terasa pahit. Sebenci itu Kania padanya. Bahkan melirik saja pun tidak.“Sampai jumpa lagi nanti, Nia. Semoga saja sang pemilik semesta masih memberiku kesempatan untuk hidup dan kita bertemu lagi.”Kania berdecak sinis. “Aku malah berdoa, agar Allah mencampakkanmu sejauh-jauhnya dari hidupku dan Indah. Sumpah, aku gak sudi melihatmu, apalagi bertemu.” Puas sekali Kania meluapkan perasaannya di depan laki-laki yang sudah menyakitinya selama lima tahun lebih pernikahan mereka.Arman hanya mend*sah pilu. Memang sudah merupakan kesalahannya, sehingga benar-benar benih kebencian tersemai di hati Kania.“Sudah, Arman. Kita harus balik ke rutan,” ujar salah seorang pria berseragam lengkap.Arman menurut dan melangkahkan kakinya
Entah berapa lama mereka di sana. Kania tak tahu. Dia memilih untuk tidak peduli dan tak mau tahu. Kalau bukan karena suaminya yang seakan sok berhati malaikat, dia pun tak sudi mengurusi jenazah Bu Rahma. Wanita itu sendiri yang sudah menyemai benih kebencian dan meninggalkan bekas luka yang mendalam. Tak hanya pada dirinya, tetapi juga pada Indah, cucunya sendiri.“Sudah selesai, Sayang.” Abimanyu menghampiri Kania yang memilih menunggu di luar bersama Indah dan Keisha, sambil memandangi kolam ikan kecil yang berada di samping dapur tempat para tahanan wanita.“Baguslah, Mas. Aku sudah bosan berada di sini.” Kania tidak bisa menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.“Kania.” Abimanyu menarik tangan Kania pelan.Kania menghentikan langkahnya. Tapi, ia tetap tidak menoleh.“Mas tahu apa yang kamu rasakan saat ini. Mas juga tahu, memaafkan sesuatu yang pernah sangat menyakiti kita juga gak mudah. Mas gak akan memaksa kamu, kok.” Abimanyu sangat lembut dan hati-hati sekali dalam berbicara.
Demikian pula dengan Kania. Pesona sang suami semakin terpancar. Tak henti-hentinya batinnya mengucap syukur, telah diberikan suami seperti lelaki yang tengah memegang lingkar kemudi di sebelahnya. Sang pemilik semesta benar-benar memberikan ganti yang tepat, untuk menjadi imam dunia akhirat bagi Kania dan Indah. "Ya sudah kalau begitu. Bapak titip anak bapak dan calon cucu bapak ke kamu, ya, Nak Abi.""Njih, Pak. Insya Allah, Kania dan Indah akan aku jaga dengan sangat baik." "Bapak percaya kamu, njih. Bapak tutup dulu teleponnya, ya. Bapak mau nyusul ibumu ke sawah. Assalamu'alaikum, salam untuk Kania, ya.""Wa'alaikumussalam. Njih, Pak."Setelah obrolan melalui sambungan whatsapp berakhir, Abimanyu meletakkan kembali ponselnya ke tempat semula. Dilayangkannya pandangan ke wanita berdagu terbelah yang menatapnya lekat. "Kenapa ngeliatin mas seperti itu?" tanya Abimanyu, lantas sesekali kembali memfokuskan pandangan ke jalan. "Tidak apa-apa, Mas. Aku semakin merasa beruntung puny
Season 2 Part 30 Kania mengangkat bahu. "Entahlah, aku juga tidak tahu pasti, Mas. Karena Mas Arman belum menjelaskan tentang itu. Mas Arman cuma meminta bantuan kita. Kakak dan adiknya sudah tidak bisa dihubungi sama sekali lagi. Jadi, Mas Arman butuh bantuan kita untuk mengurus jenazah ibunya."Arman terdiam. Lelaki itu tampak tengah berpikir. "Bagaimana, Mas? Apakah kamu mau membantu Arman?" tanya Kania lagi dengan sangat berhati-hati. Ia takut, suaminya tersinggung. "Ya, sudah. Kita bantu dia. Mengurus jenazah itu termasuk fardu kifayah. Apalagi, tidak ada yang mau menguruskan jenazah itu. Termasuk tanggung jawab kita sebagai sesama muslim. Apalagi almarhum itu neneknya Indah."Kania mengembuskan napas lega, sekaligus ia kagum pada sosok pria yang sudah menjadi suaminya tersebut. Terbuat dari apa hati laki-laki di hadapannya ini. Rasanya sangat jarang sekali, ada laki-laki yang mau membantu menguruskan jenazah dari mantan mertua istrinya. Kania masih menatap terkagum-kagum ke
Season 2 Part 48"Minggir, minggir!" ucap salah satu sipir wanita yang berusaha membubarkan kerumunan, agar mayat yang digotong bisa lewat. "ASTAGAAA ... MBAAAAK!"Bruuukkk. Ningsih pingsan, begitu melihat mayat yang digotong melewatinya. Kondisinya sangat memprihatinkan. Sebelum pingsan, Ningsih masih sempat melihat keadaan mayat yang katanya mati bunuh diri itu. Lidahnya terjulur, matanya melotot ngeri. "Bawa dia ke ruang kesehatan," titah salah satu sipir wanita. Segera tiga orang napi wanita mengangkat tubuh ramping Ningsih dan membawanya ke ruang kesehatan yang terletak di pojok. "Nyusahin aja nih perempuan!" Salah satu napi wanita mengumpat kesal. Sebatang kecil rokok filter terselip di antara bibir berwarna kehitaman tersebut. "Emang! Nih perempuan sama aja dengan yang mati bunuh diri itu. Suka nyusahin!" celetuk yang lainnya. "Lapas ini makin serem, dong. Udah berapa banyak napi yang mati bunuh diri di sini. Hiii ...." Napi lain yang sebagian tubuhnya dipenuhi dengan ukir
"Mama gak mau nolong aku. Semua jahat sama aku," lanjutnya lagi. "Kei ...," panggil Kania pelan. "Siapa yang jahat, Sayang?"Keisha sedikit terkejut, sambil menoleh. "Mama, Tante. Om juga. Mama dan Om yang jahat sama aku. ""Kalau tante boleh tahu, jahat gimana, sih, mereka?" Kania mencoba kembali mengajak Keisha mengobrol. "Aku sering dipukul, Tante. Tiap hari malah. Terus, Om juga sering nyuruh aku buka celana dan baju kalau mama gak ada.""Astaghfirullah. Biar apa dia nyuruh Keisha buka baju, Nak?"Keisha mengangkat bahu. "Aku gak tau. Kata om, aku sakit dan harus diperiksa dada dan sininya aku." Gadis berambut panjang lewat bahu itu menunjuk ke arah kem*luannya.Refleks, Kania menutup mulutnya. Dia menepis bayangan kemungkinan yang melintas. Cepat-cepat ditepisnya bayangan itu dengan menggeleng kuat. "Om suka memasukkan jarinya ke sini. Sakit, Tante. Aku pengen teriak, tapi langsung dibentak. Katanya, kalau aku berani teriak apalagi ngadu ke mama, aku dan mama akan dibunuh paka
Season 2 PART : 47Kania yang menyadari kegelisahan sang suami, menggenggam erat tangan yang sudah basah dan terasa dingin seperti es. Wanita itu paham, bagaimana perasaan Abimanyu saat ini. "Hasil visum atas nama korban Keisha Anastasia ada di tangan saya," ujar polisi yang bertugas sebagai penyidik. Terasa bergetar hebat tangan kokoh itu di genggaman Kania. Ayah mana, yang tak merasakan hal yang sama, jika menghadapi situasi seperti ini. Putri kesayangan, satu-satunya pula, diduga mendapatkan kekerasan secara s3k5u4l oleh ayah tirinya. Polisi bertubuh gemuk itu, merobek ujung amplop. Kania dan Abimanyu semakin tegang. Dalam hati, Abimanyu tak henti berkomat-kamit berdoa. Berharap ada keajaiban yang Tuhan berikan atas putri kecilnya tersebut. "Di sini .... " Polisi paruh baya itu menggantung ucapannya. Perasaan Kania dan Abimanyu semakin tak karuan. "Gi-gimana, Pak?" Abimanyu sedikit mendesak. Wajahnya tak menunjukkan reaksi apapun, padahal, yakin, dia sudah membaca hingga akh
Kania menggeleng sambil tersenyum. "Aku menangis terharu, Mas. Aku baik-baik saja, kok.""Terharu kenapa?""Aku terharu memiliki suami seperti kamu, Mas. Hal yang paling patut aku syukuri. Dari sekian tahun aku merasakan pahitnya pernikahan, sampai akhirnya aku bertemu dengan kamu," ujar Kania seraya mengusap matanya yang mengembun. "Jangan berubah, ya, Mas. Selamanya seperti ini."Abimanyu membawa Kania ke dalam pelukannya. Bukan hanya Kania, dirinya pun merasakan pahitnya pernikahan dengan Liana yang berselingkuh dan ia sendiri memergoki dengan kedua belah matanya. Belum lagi putrinya yang selalu mendapatkan kekerasan dari ibu kandungnya sendiri. Belum lagi Keisha yang dic4bul1 ayah tirinya. Itu yang paling membuat dunia Abimanyu sangat hancur. Anak sekecil itu harus mendapatkan hal yang tidak sepantasnya ia dapatkan. "Insya Allah, kita sama-sama membangun rumah tangga kita, ya, Sayang. Senyum kamu dan janin di kandungan kamu ini merupakan obat mujarab buatku."Tok tok tok. Obrola
Season 2 Part 45"Gak, Bang. Jangan tinggalkan aku. Aku sudah gak punya siapa-siapa. Arman di penjara. Ima dan Ella juga aku gak tahu di mana keberadaan mereka. Aku sendirian, Bang."Wahyu hanya mengangkat bahu. "Entahlah, Rahma. Itu bukan urusanku. Nikmati saja hasil yang sudah kamu tabur selama ini. Itu pula yang akhirnya kamu tuai.""Mas .... " Rahma mencekal pergelangan Wahyu. Matanya menatap nanar, ketika lelaki itu menoleh. Besar harapannya lelaki itu trenyuh dan mengurungkan niatnya untuk bercerai. Bukankah Wahyu selalu seperti itu sejak dulu? Ia paling tidak bisa membantah perintah Rahma. Tak jarang Wahyu langsung menuruti pinta Rahma, jika wanita paruh baya itu merajuk. Wahyu melepaskan tangannya dengan menghempaskan tangan sang istri. Cukup kasar perlakuan Wahyu. Sungguh di luar dugaan Rahma. "Mas ... Apa maksudnya?""Pakai nanya lagi kamu. Perasaan ini sudah habis. Sudah gak ada lagi untukmu, Rahma. Jadi, jangan mimpi aku akan membatalkan perceraian kita. Aku sudah capek,