Share

Bab 38

Author: Norman Tjio
last update Last Updated: 2022-11-18 15:49:56

Cio San, tanpa disadarinya, sebenarnya sudah mengerti tentang pemahaman ini. Ia menjalani semua kejadian dengan hati lapang dan pikiran terbuka. Akhirnya ia malah bisa mengambil makna dan menciptakan hal-hal baru.

Kalau diibaratkan penyair, jika mengalami banyak kejadian, pastilah ia menangkap makna itu dan menjadikannya syair. Kalau diibaratkan pemain musik, pastilah ia menjadikan kejadian dan pengalamannya menjadi lagu yang merdu dan indah.

Kalau pesilat, maka pastilah juga ia menciptakan ilmu-ilmu silat melalui kejadian dan makna yang bisa ia tangkap. Karena itulah, ilmu silat selalu berkembang semakin luas dan hebat. Karena ilmu silat tidak lahir dengan sendirinya. Ia harus diciptakan.

Memang banyak sekali orang yang beruntung belajar ilmu silat dari guru atau menemukan kitab-kitab sakti. Namun bukankah guru pun belajar dari gurunya. Gurunya pun belajar dari gurunya. Begitu terus runut keatas sampai pada pencipta ilmu silat itu. Begitu juga dengan kitab sakti. Pastilah ada orang y
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
boezang
terlalu besar koins di novel ini thoor
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 39

    Ada kekaguman tersendiri yang ditimbulkan oleh ular itu. Kulitnya berwarna emas yang sangat indah. Gerakan tubuhnya lincah dan gesit untuk tubuh sebesar itu. Bahkan gerakan serangannya pun menyerupai serangan-serangan dalam teori ilmu silat.Ketika diserang, Cio San mencoba menghindar lagi ke samping dan memukul leher ular itu. Gerakan serangan ular dan pukulan balasan Cio San ini sangatlah cepat, bahkan mata seorang ahli silat pun susah untuk melihat ini.Kaget sekali Cio San ketika mengetahui bahwa kulit ular itu sungguh keras seperti logam. Cio San bergerak menggunakan tenaga dorongan dari ular itu untuk membumbung tinggi. Ia melesat ke arah kepala ular itu. Sebuah tendangan berputar yang amat cepat dilakukannya ke arah kepala, namun ular itu berhasil menghindar.Kagum sekali Cio San. “Ular ini seperti mengerti ilmu silat,” pikirnya. Ia malah senang sekali. Akhirnya menemukan juga lawan latih-tanding. Walaupun itu sebuah ular besar yang menakutkan.Begitu ular itu berhasil menghind

    Last Updated : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 40

    Cio San tidak tega untuk memukul mata ular itu dan membutakannya. Dia telah memutuskan untuk membiarkan ular itu hidup-hidup. Entah kenapa, ada perasaan ‘kasihan’ yang timbul di hatinya melihat ular itu.Melihat Cio San yang diam saja tidak melakukan gerakan apapun, ular itu pun diam saja. Namun kepalanya tetap dalam posisi menyerang. Lidahnya kadang terjulur keluar dari mulutnya. Cio San tahu ular ini bukan ular berbisa, karena sejak dulu ia telah diajarkan bagaimana cara membedakan ular yang beracun dengan yang tidak.Tapi ia menjadi sedikit ragu, karena ia belum pernah membaca tentang ular jenis ini. Segala ciri-ciri ular ini menunjukkan bahwa ia tidak berbisa. Tetapi ekornya yang berderik membuatnya menjadi berbeda, karena tidak ada ular berderik yang tidak berbisa. Bahkan bisanya pun ganas sekali.Cio San berpikir keras, mencoba mencari jalan untuk menaklukan ular itu. Akhirnya dia memutuskan untuk ‘bertaruh’ saja. “Jika nanti aku mati karena ular ini, ya sudahlah. Bisanya pasti

    Last Updated : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 41

    Berjam-jam Cio San mengalirkan tenaganya. Berangsur-angsur ular itu pulih. Memang tubuh ular berbeda dengan tubuh manusia. Apalagi ini tergolong ular sakti yang langka, sehingga serangan dahsyat tadi tidak sampai membuatnya mati.Perlahan-lahan kesadaran ular itu pulih. Dia merasakan sakit sekali pada mulut dan rahangnya. Kekuatannya seperti terserap habis, tubuhnya lunglai. Tetapi dia juga merasakan kehangatan yang nyaman di dalam mulutnya. Lama kelamaan rasa nyaman itu berhasil mendorong pergi rasa sakitnya.Cio San tahu bahwa ular itu sudah mulai pulih. Ia lalu memberhentikan penyaluran tenaganya, dan keluar dari mulut ular. Lalu mengelus-elus kepala ular. Sang ular sepertinya paham bahwa musuhnya baru saja menolongnya. Ia pun diam saja dan tidak berusaha melakukan apa-apa.Cio San pun mengelus-elus ular itu dengan lembut.*** Beberapa hari kemudian, ular itu sudah pulih tenaganya. Serangan Cio San yang dahsyat di dalam mulut ular itu tidak sampai menyebabkan kematian. Tetapi jela

    Last Updated : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 42

    Tak lama, pertanyaannya terjawab. Sedikit demi sedikit, terlihat retakan di kulit si ular. Lalu retakan itu menjadi banyak. Ternyata ular itu sedang berganti kulit.“Oh.., ternyata kau sedang berganti kulit, Kim-ko? Bikin kaget saja. Hahaha….” Cio San menjadi lega. Memang ular itu sedang mengganti kulit.Tetapi ada yang aneh. Jika ular berganti kulit, biasanya kulit barunya sudah ada di dalam kulit yang lama. Akan tetapi ular ini…….Tidak ada sedikitpun kulit baru di tubuhnya!Ketika seluruh kulitnya tanggal, yang terlihat hanyalah dagingnya yang berwarna putih bersih.“Hey.., kenapa begini, Kim-ko??? Apakah kau sakit hingga pergantian kulitmu tidak sempurna?” tanya Cio San. Seperti mengerti, ular itu malah menggeleng-geleng.“Tidak sakit?? Berarti memang begitukah cara pergantian kulitmu?” tanya Cio San lagi. Kali ini ular itu mengangguk-angguk.Hawa tubuh ular itu panas sekali. Bahkan sanggup memanaskan air tempat ia berbaring dan berendam. Malah sampai bisa menguapkan air itu.“Heb

    Last Updated : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 43

    Pagi-pagi benar, Cio San sudah bangun. Sang ular masih tertidur pulas. Karena khawatir terjadi sesuatu, Cio San meraba tubuh ular itu. Ia bersyukur bahwa keadaan ular itu sehat-sehat saja. Mungkin cuma agak lemah karena kejadian pergantian kulit itu.Cio San lalu membereskan kulit-kulit sang ular yang terkelupas. Ia mengumpulkan kulit-kulit yang berserakan itu dan meletakkannya di tempat yang kering. Kulit-kulit itu sangatlah berat. Jangankan hanyut terbawa air sungai, bahkan Cio San pun harus menggunakan tenaga dalamnya untuk bisa mengangkat kulit-kulit itu.Tak berapa lama saat Cio San bekerja, ular itu pun terlihat bangun. Ia seperti mengerti akan apa yang dilakukan Cio San. Karena tubuhnya yang masih lemah, ular itu hanya memperhatikan saja. Lalu sang ular dengan mengunakan mulutnya menggali daerah berpasir yang ada di dekatnya. Setelah ada lubang, dengan kepalanya, si ular mendorong Cio San mendekati lubang itu.“Eh, kenapa, Kim-ko? Kau ingin agar aku menguburkan kulit-kulit ini?

    Last Updated : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 44

    Tionggoan Ngo Koay yang malang melintang di dunia hitam, kini malah dihajar seorang anak ingusan dengan menggunakan jurus mereka sendiri.Dari lima jurus yang Cio San perhatikan, ia malah bisa mengembangkannya menjadi jurus-jurus lain. Bahkan ada yang digabungkannya dengan jurus-jurus Bu Tong-pay.Keempat orang yang mengeroyok Cio San itu semakin terbelalak matanya. “Bagaimana mungkin..??!”, seru mereka.Akhirnya karena putus asa, mereka sepakat untuk menggunakan jurus pamungkas mereka, ‘Memindahkan Gunung Bersama-sama’. Jurus ini sangat dahsyat jika dilakukan oleh mereka berlima. Walaupun kini berempat, karena salah satu anggotanya dilukai Cio San, ilmu itu tetap dahsyat juga.Cio San dengan ilmu-ilmu ciptaannya di dalam goa, menerima serangan gabungan itu dengan percaya diri. Ia menghadapinya seperti menghadapi serangan air bah ketika di dalam goa. Ketika serangan itu tiba, tubuhnya berputar. Ketika putaran itu kembali ke posisi semula, tangannya telah menyambut kedelapan telapak it

    Last Updated : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 45

    Cio San hanya bisa meneteskan air mata menghadapi kenyataan ini. Ia telah kehilangan sahabat baik untuk kali kedua. Dibunuh karena ketamakan manusia. Mendengar suara daging diiris-iris, serta tawa keenam orang itu, hati Cio San semakin sedih.Bahkan mereka memasak dagingnya pun di situ. Sambil makan mereka mengobrol.“Ah.., memang nikmat daging ini. Walaupun tipis, rasanya mungkin yang paling enak di dunia. Apalagi darahnya sudah dicampur dengan arak....Hmmm, lezaaaaatttt....”“Iya, memang tak percuma jerih payah kita melacak jejak ular ini bertahun-tahun. Sulit sekali menangkapnya.”“Eh, Yap-heng. Coba ceritakan apa saja khasiat ular ini...”Orang yang dipanggil Yap-ko itu lalu berkata, “Khasiatnya banyak sekali. Dagingnya menambah kekuatan tubuh bagian luar (gwakang). Bagi orang seperti kita, gwakang ini berguna untuk meniduri perempuan.”Terdengar suara tawa bergema.Ia melanjutkan lagi, “Darahnya jika dicampur arak khusus yang kubawa ini, bisa untuk menyembuhkan segala penyakit. B

    Last Updated : 2022-11-22
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 46

    Cio San memutuskan untuk melihat isi bungkusan itu. Siapa tahu ada jati diri pelakunya di dalam. Segera Cio San membuka bungkusan itu dengan tangan kirinya, karena jari tangan kanannya telah tertempel padalapisan kulit itu.Ternyata bungkusan itu berisi sebuah surat dan satu stel pakaian. Cio San membuka surat itu, dan membacanya.Jika kau ingin menggunakan lapisan kulit itu sebagai topeng, gunakan tenaga api untuk membentuknya sesuai keinginan. Jika terkena daging makhluk hidup, maka lapisan itu akan menempel dengan kuat. Namun sifat lengketnya akan hilang jika kau menggunakan panas.Aku kirimkan juga sebuah pakaian yang pantas kau pakai. Selamat datang di dunia Kang Ouw.Salam.Hanya itu saja isi surat tersebut. Cio San yakin, pasti ada seorang sakti yang ingin menolongnya. Ia memutuskan untuk percaya saja kepada surat itu. Siapapun yang ingin menolongnya, pasti mempunyai maksud yang baik terhadapnya.Cio San akhirnya membuat api dengan menggunakan batu-batuan dan ranting kayu yang

    Last Updated : 2022-11-22

Latest chapter

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status