Share

Bab 32

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-18 15:42:19

Cio San lalu menyalakan api yang ia gunakan sebagai penerang. Lalu menyusuri sungai itu. Ia ingin mencari dimana sumber air itu. Jalan itu ternyata panjang sekali. Bahkan kira-kira sepembakaran hio (sekitar 15 menitan), ia belum menemukan sumber air itu.

“Panjang juga terowongan ini,” pikirnya.

Tapi di sepanjang perjalanan, ia menemukan bahwa ternyata pijakannya tidak hanya berupa bebatuan keras saja, namun ada juga yang berupa tanah.

“Hmmm...daerah yang diliputi tanah ini bisa dijadikan sebagai kuburan Liang-lopek. Syukurlah.”

Walaupun sudah menemukan tempat yang baik untuk kuburan A Liang, Cio San memutuskan untuk terus menyusuri jalan itu. Sampai kira-kira sepeminum teh baru akhirnya ia mendengar suara bising yang cukup keras. Cio San bergegas ke arah suara itu, ternyata suara itu berasal dari deburan air terjun.

“Ah, ternyata ada sebuah air terjun yang muncul dari dinding goa. Indah sekali.”

“Mungkin dari dalam air terjun inilah aku bisa masuk ke dalam terowongan ini.”

Cio San lal
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 33

    Ia terbangun saat cahaya kecil sudah muncul lagi dari ‘jendela air’, begitu Cio San sekarang menyebut lubang tempat keluarnya air sungai itu.“Hey, bagaimana jika aku mencari ikan? Siapa tahu di dalam sungai ini ada banyak ikan.”Segera ia menyalakan api dan mencari ranting-ranting lain. Kebetulan ia menemukan beberapa bilah bambu di sebuah tempat. Bilah-bilah ini memang tidak terlalu panjang, yang terpanjang hanya kira-kira satu depa. Tapi itu sudah cukup membuatnya senang. Dengan pisau peninggalan A Liang, ia membuat berbagai keperluan dengan bambu-bambu itu. Seperti membuat tempat minum, dan juga tempat penyimpanan jamur-jamur, pisau, dan batu api. Ia juga membuat tombak ikan.Setelah tombaknya selesai, mulailah ia berburu ikan. Ternyata walaupun tidak banyak, ikan-ikan di dalam sungai lumayan besar juga. Cio San menangkap 2 ekor. Satu dimakannya pagi hari, satunya lagi ia simpan untuk malam hari.Untuk siang hari, Cio San memanggang jamur. Sedangkan jamur-jamuran yang beracun ia p

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 34

    Berhari-hari ia di dalam perut bumi itu, ilmu silatnya semakin hebat. Itu dikarenakan ia selalu rajin melatihnya dan juga berkat kecerdasannya, sehingga ia bisa menciptakan ilmu baru dari hal-hal sederhana.Adanya jamur Sin Hong menambah tenaga dalam yang sangat dahsyat di dalam tubuhnya. Dalam kurun waktu sebulan lebih, kepandaian silatnya sudah jauh melebihi kebanyakan orang di dunia Kang Ouw.Suatu hari ketika selesai menggoreskan penanda di dinding goa, Cio San termenung. Tanda yang ia goreskan di tembok menggunakan pisau A Liang sudah berjumlah 50. Itu berarti sudah hampir 2 bulan ia berada di dalam perut bumi.Betepa mengherankan nasibnya. Mampu bertahan hidup di tengah kegelapan dan kesepian. Namun begitulah takdir. Cio San pun tak pernah lupa bersyukur kepada Thian (langit), bahwa ia masih dinaungi keselamatan dan perlindungan.Ketika sedang asyik melamun, Cio San seperti merasa ada yang aneh. Ia merasa bahwa air di dalam terowongan ini semakin meninggi. Biasanya air tidak per

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 35

    Setelah sadar dari pingsannya, ia mencoba mengerahkan tenaga ke seluruh organ tubuhnya. Ternyata cepat sekali badannya terasa segar kembali. Cio San lalu mengisi perutnya dengan jamur-jamuran yang tumbuh lebat di dinding. Untungnya, walaupun air banjir sangat deras, tidak mengikis seluruh jamur-jamuran yang ada di dalam terowongan goa itu.Ia mulai melihat ke sekeliling mencoba mengamati keadaan ‘rumah’nya itu. Cio San tak sadar bahwa perlahan-lahan ia sudah mulai bisa melihat di dalam kegelapan. Kehidupannya yang prihatin di dalam goa itu membuatnya harus menghemat segalanya. Mulai dari makanan, ranting-ranting untuk bahan bakar, serta penggunaan batu api. Dia malahan kadang bertelanjang untuk menghemat penggunaan bajunya. Karena bila terlalu sering dipakai akan cepat rusak. Apalagi jika dipakai untuk berlatih silat.Peristiwa banjir tadi malah semakin merusak bajunya. Cio San mencari cara untuk mencari pengganti bajunya itu. Akhirnya ia menemukan ide untuk menggunakan kulit kayu yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 36

    Teringat akan A Liang, ia lalu berkunjung ke kuburannya. Untungnya, walau banjir sangat deras, tidak begitu merusak kuburan A Liang. Sebelumnya, Cio San sudah menumpuk beberapa batuan besar diatas kuburan itu. Ternyata batu-batu itu bergesar juga, meskipun tidak jauh. Cio San lalu mengembalikan batu-batu itu ke posisi semula, lantas membersihkan kotoran berupa ranting-ranting dan tumbuh-tumbuhan yang terbawa oleh banjir. Ia lalu ‘bercerita’ kepada A Liang, bahwa ia baru saja menemukan ilmu baru yang sangat dahsyat. Setelah lama bercerita, akhirnya ia kembali ke ‘tempat tinggal’nya di dekat ‘jendela air’. Hari sudah malam rupanya.Begitulah Cio San melewati hari-harinya dengan melatih ilmu baru itu. Jika dulu di dalam air, maka kini ia memutuskan untuk berlatih di air terjun untuk mencoba kekuatan ilmunya itu. Bergegas ia ke air terjun tempat masuknya aliran air ke dalam terowongan. Cukup lama juga perjalanannya di dalam terowongan itu.Sampailah Cio San di sekitar air terjun. Bentukny

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 37

    Memang dahsyat sekali kekuatan yang ia hasilkan. Dengan cara mengikuti aliran tenaga dorongan air terjun, Cio San malah berhasil mengumpulkan tenaga itu di dalam dirinya. Lalu dengan kemampuannya mengarahkan tenaga, kekuatan dahsyat itu ia jadikan kekuatannya sendiri. Hasilnya sangat dahsyat. Jika ini dipukulkan pada seratus orang, maka bisa dipastikan mereka semua akan mati dengan tubuh hancur luluh.Menyadari hal ini, Cio San ngeri. Ia menjadi sangat takut. Bagaimana mungkin seorang manusia bisa memiliki kekuatan sebesar ini? Jika ada orang punya kekuatan sebesar ini, pastilah nafsunya akan menyuruh untuk mengalahkan siapa saja. Pantas saja ahli-ahli silat gemar sekali bertarung. Adalah untuk memuaskan nafsu bertarung.Cio San menjadi sangat takut jika nanti ia akan berakhir seperti Liang-lopeknya. Sang Lopek di masa mudanya telah melatih ilmu hebat, dan sanggup mengalahkan jagoan-jagoan kelas satu. Bahkan menantang tokoh paling terkemuka di dunia Kang Ouw sehingga akhirnya kalah da

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 38

    Cio San, tanpa disadarinya, sebenarnya sudah mengerti tentang pemahaman ini. Ia menjalani semua kejadian dengan hati lapang dan pikiran terbuka. Akhirnya ia malah bisa mengambil makna dan menciptakan hal-hal baru.Kalau diibaratkan penyair, jika mengalami banyak kejadian, pastilah ia menangkap makna itu dan menjadikannya syair. Kalau diibaratkan pemain musik, pastilah ia menjadikan kejadian dan pengalamannya menjadi lagu yang merdu dan indah.Kalau pesilat, maka pastilah juga ia menciptakan ilmu-ilmu silat melalui kejadian dan makna yang bisa ia tangkap. Karena itulah, ilmu silat selalu berkembang semakin luas dan hebat. Karena ilmu silat tidak lahir dengan sendirinya. Ia harus diciptakan.Memang banyak sekali orang yang beruntung belajar ilmu silat dari guru atau menemukan kitab-kitab sakti. Namun bukankah guru pun belajar dari gurunya. Gurunya pun belajar dari gurunya. Begitu terus runut keatas sampai pada pencipta ilmu silat itu. Begitu juga dengan kitab sakti. Pastilah ada orang y

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 39

    Ada kekaguman tersendiri yang ditimbulkan oleh ular itu. Kulitnya berwarna emas yang sangat indah. Gerakan tubuhnya lincah dan gesit untuk tubuh sebesar itu. Bahkan gerakan serangannya pun menyerupai serangan-serangan dalam teori ilmu silat.Ketika diserang, Cio San mencoba menghindar lagi ke samping dan memukul leher ular itu. Gerakan serangan ular dan pukulan balasan Cio San ini sangatlah cepat, bahkan mata seorang ahli silat pun susah untuk melihat ini.Kaget sekali Cio San ketika mengetahui bahwa kulit ular itu sungguh keras seperti logam. Cio San bergerak menggunakan tenaga dorongan dari ular itu untuk membumbung tinggi. Ia melesat ke arah kepala ular itu. Sebuah tendangan berputar yang amat cepat dilakukannya ke arah kepala, namun ular itu berhasil menghindar.Kagum sekali Cio San. “Ular ini seperti mengerti ilmu silat,” pikirnya. Ia malah senang sekali. Akhirnya menemukan juga lawan latih-tanding. Walaupun itu sebuah ular besar yang menakutkan.Begitu ular itu berhasil menghind

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 40

    Cio San tidak tega untuk memukul mata ular itu dan membutakannya. Dia telah memutuskan untuk membiarkan ular itu hidup-hidup. Entah kenapa, ada perasaan ‘kasihan’ yang timbul di hatinya melihat ular itu.Melihat Cio San yang diam saja tidak melakukan gerakan apapun, ular itu pun diam saja. Namun kepalanya tetap dalam posisi menyerang. Lidahnya kadang terjulur keluar dari mulutnya. Cio San tahu ular ini bukan ular berbisa, karena sejak dulu ia telah diajarkan bagaimana cara membedakan ular yang beracun dengan yang tidak.Tapi ia menjadi sedikit ragu, karena ia belum pernah membaca tentang ular jenis ini. Segala ciri-ciri ular ini menunjukkan bahwa ia tidak berbisa. Tetapi ekornya yang berderik membuatnya menjadi berbeda, karena tidak ada ular berderik yang tidak berbisa. Bahkan bisanya pun ganas sekali.Cio San berpikir keras, mencoba mencari jalan untuk menaklukan ular itu. Akhirnya dia memutuskan untuk ‘bertaruh’ saja. “Jika nanti aku mati karena ular ini, ya sudahlah. Bisanya pasti

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-18

Bab terbaru

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status