Share

Bab 158

Author: Norman Tjio
last update Last Updated: 2023-01-09 09:53:50

‘Jika ada orang mampu melakukannya, maka apapun yang orang itu katakan, harus kau dengarkan.’

Ketujuh nona itu diam membisu. Lalu jatuh terduduk.

“Ah…. Ada pendekar besar di hadapan kami. Sungguh sempit pandangan kami tidak mampu mengenal gunung Thay San.”

“Pergilah,” kata Cio San. Ia melepaskan pedang-pedang itu dari jarinya.

Nona-nona itu bersoja. “Harap ampuni kami… harap ampuni kami.., Tayhiap.”

Mereka pun berlari pergi dari situ penuh rasa malu.

“Ah. Mengapa nama besar selalu sebagian besarnya berisi nama kosong? Tujuh Pendekar Cantik Go Bi-pay. Menyandang nama ‘pendekar’ pun tidak pantas. Menyandang kata ‘cantik’ pun tidak pantas,” kata Bwee Hua sambil tersenyum.

Jika yang mengatakan ini adalah orang paling cantik di dunia, tentunya kau harus setuju.

Bwee Hua menatap Cio San dalam-dalam. Lelaki ini sungguh mengagumkan hatinya. Ia tidak sanggup berkata apa-apa.

Malah Cio San yang berkata, “Nona, bukankah kau tadi berkata, apapun yang aku minta malam ini, akan kau berikan?”

“Benar
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Thomas Aquino
lanjutan ceritanya mana nih? jangan kelamaan dong updatenya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 159

    Bwee Hua Sian sudah menghilang dari hadapannya. Ia masih tetap tersenyum. Dalam hujan lebat seperti ini, hanya orang gila yang mau berada di luar. Suma Sun, Bwee Hua, dan Tujuh Pendekar Cantik Go Bi-pay. “Mereka mungkin semua sudah gila,” pikir Cio San.Ia lalu kembali ke dalam kuil dan tidur.Malam semakin larut, hujan semakin lebat, dan siapa yang akan tahu jika ada musuh yang menanti? Tapi Cio San memilih pergi tidur. Seolah-olah tidak ada satu pun di dunia ini yang sanggup menghalanginya untuk tidur.Saat pagi, ia terbangun. Hujan sudah berhenti. Yang tertinggal hanya kesejukan embun pagi, dan matahari pagi yang hangat. Tubuhnya terasa segar. Dengan sekali lompatan, ia sudah memetik beberapa buah-buahan yang berada di pepohonan.Segar!Hari ini dimulai dengan semangat dan kesegaran. Memang begitulah seharusnya seseorang memulai harinya. Apa yang terjadi di depan nanti, toh belum terjadi. Mengapa harus kau pikirkan dan takutkan?Dan jika terjadi, ya harus kau hadapi. Memangnya kau

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 160

    Cio San kemudian bergegas. Dalam keramaian ia mencari-cari orang. Entah siapa yang dicarinya. Tak lama kemudian ia menemukan orang yang dicarinya itu.“Selamat siang,” kata Cio San sambil menjura.“Siang,” kata orang itu menjawab sekenanya.“Angin dari barat menyapa. Apakah Saudara merasakan cahayanya?” kata Cio San.Orang itu kaget sebentar.“Cahaya di depan mata. Masakah kami buta? Tapi entah siapa pembawa cahaya ini?”, kata si orang itu.“Raja tanpa mahkota, adalah kaisar di tengah cahaya.”Si orang terbelalak. Ia lalu menjatuhkan diri,“Mohon maaf, hamba tidak mengenal Kauwcu! Hamba pantas mati.. pantas mati!”“Berdirilah, dengarkan perintah Ketua,” kata Cio San.Orang itu lalu berdiri.“Siapa nama Saudara? Apakah dari cabang Bu Tiauw?” tanya Cio San.“Nama hamba Kou Sim. Hamba adalah wakil ketua cabang kota Bu Tiauw. Hamba siap menerima perintah.”“Baik. Saudara Kou Sim, aku memintamu untuk mengantarkan surat kepada Pangcu partai Kay Pang di markas besar mereka. Apa kau tahu di m

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 161

    “Ah, aku sampai lupa memperkenalkan nama. Kadang-kadang jika bertemu pria tampan, aku memang suka bingung, tak tahu harus melakukan apa.”“Hahaha…” mereka berdua tertawa.“Eh, namaku Cin Cin. Tuan yang gagah, siapakah namanya?”“Namaku Cio San.”“Ah, nama yang bagus sekali, Tuan.” Ia tersenyum sambil menatap mata Cio San.Kadang-kadang, Cio San memang suka bingung menghadapi wanita yang langsung menatap matanya. Takut kalau-kalau sinar mata wanita malah akan menyihirnya, atau membuatnya sedikit mabuk. Di dunia ini, memang yang paling indah sekaligus juga menakutkan, adalah mata wanita.Jika kau berani menatapnya, maka bersiap-siaplah kau terjatuh ke dalam dunia mimpi.Mereka menghabiskan seguci arak. Cio San mengeluarkan satu tael emas. Begitu melihat uang satu tael itu, mata si nona terbelalak.“Cin-siocia (Nona Cin), aku ingin bertanya. Apakah kau pernah melihat sahabatku kesini? Ciri-cirinya rambutnya sedikit merah. Bajunya putih semua. Dan selalu menenteng pedang.”“Ah, maksud Tua

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 162

    Hari itu tiba.Tepat tengah hari, Cio San sudah berada di gerbang kota. Ia hanya perlu menanti sebentar. Ji Hau Leng pun sudah datang dengan menunggang kuda.Dengan menunggang kuda, berarti ia menghemat tenaganya. Jika ia menghemat tenaganya, berarti ia telah bersiap-siap untuk bertempur. Jika ia telah bersiap-siap untuk bertempur, berarti secara tidak langsung ia telah mengakui kesalahannya.Pemahaman ini muncul di benak Cio San hanya dalam sekelebatan.“Aku datang,” kata Ji Hau Leng sambil tersenyum.“Terima kasih,” balas Cio San sambil menjura dan tersenyum pula.“Kauwcu ada petunjuk apa?” kata Ji Hau Leng sambil turun dari kudanya.“Justru cayhe yang ingin minta petunjuk dari Pangcu,” jawab Cio San. Tangannya memainkan ujung rambutnya.“Tentang?”“Tentang empat sahabat cayhe yang menghilang.”“Mengapa Kauwcu bertanya kepadaku?”“Cayhe tidak tahu harus bertanya kepada siapa lagi”“Baiklah. Aku akan membantu Kauwcu mencari sahabat-sahabat Kauwcu yang menghilang itu,” katanya.“Kau b

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 163

    Cio San tercekat melihat gerakan ini!Ini adalah jurus pertama dari ilmu silat yang paling ditakuti di dunia persilatan!18 Tapak Naga!Cio San tak sempat berpikir lagi. Dengan satu gerakan sederhana, ia menerima pukulan itu dengan kedua telapaknya. Saking dahsyatnya gerakan itu, sampai-sampai tubuh Cio San terlempar ke belakang belasan tombak. Ia memang sengaja tidak mau menyalurkan tenaga itu ke tanah, dan benar-benar menerima kekuatan pukulan Ji Hau Leng.Ia terlempar tapi tidak terluka! Ini membuat Ji Hau Leng kaget. Biasanya, orang yang berani menerima pukulan itu, akan langsung hancur organ dalamnya dan mati mengenaskan.Tapi Cio San bangkit dan malah tersenyum!“Mengapa kau tersenyum?”“Pukulanmu hebat. Sayang belum sempurna,” kata Cio San.“Apa?” Dengan kemarahan yang meluap-luap, Ji Hau Leng menyerang lagi. Kali ini jurusnya datang lebih dahsyat lagi.Gerakan yang maha hebat ini dibarengi dengan teriakan,“Naga Terbang di Langit!”Jurus kedua dari 18 Tapak Naga.Ji Hau Leng s

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 164

    Ji Hau Leng tidak menjawab. Hanya tatapan kosong yang ada di wajahnya.Jiwanya terguncang.Cio San heran. Ia tahu pukulannya tadi tidak mungkin membunuh Ji Hau Leng, karena itu disambungnya lagi dengan serangan jurus gasing. Tak tahunya Ji Hau Leng malah tak melawan sama sekali.Dalam batinnya, Ji Hau Leng benar-benar terguncang. Jurus 18 Tapak Naga adalah jurus rahasia Kay Pang. Bagaimana orang luar sanggup menggunakannya? Apalagi orang itu malah ‘menyempurnakannya’ dengan cara menggabungkannya dengan beberapa ilmu lain sekaligus?Bagi orang yang belajar silat berdasarkan kitab-kitab, maka ilmu silatnya hanya akan sebatas apa yang dijelaskan oleh kitab-kitab itu. Jarang sekali timbul pemahaman yang luas dan mendalam, selain apa yang tertulis di dalam kitab itu. Oleh karena itu, ilmu Ji Hau Leng menjadi terbatas. Memang kekuatannya dahsyat. Bahkan sungguh sangat dahsyat. Tapi sangat sempit dan terbatas.Cio San yang pemahamannya sangat luas, cukup sekali saja melihat jurus orang lain

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 165

    “Ada yang bisa menjelaskan maksud semua ini?” tanya Cio San.“Sebelum pergi, mendiang Ji-pangcu telah menuliskan surat. Ini suratnya, Pangcu.”Cio San membuka dan membacanya,Aku Ji Hau Leng, Ketua ke-28 Kay Pang, menerbitkan surat perintah sekaligus wasiat kepada seluruh anggota Kay Pang di manapun berada.Saat ini, aku akan menjalani pertempuran hidup-mati. Sebuah pertarungan karena masalah pribadi dan tidak ada hubungannya dengan Kay Pang. Oleh sebab itu, aku melarang setiap anggota Kay Pang untuk turut campur dalam masalah pribadi ini.Kesalahan masa lalu harus ditebus, harga diri harus diraih kembali. Jika aku pulang dalam keadaan hidup, maka semua akan tetap berjalan seperti biasa. Jika aku mati, maka jabatan Ketua ke-29, aku serahkan kepada Cio San.Jabatan ini dipegangnya sementara, sampai seluruh Kay Pang berhasil memilih ketua terbaru berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh partai kita.Kepada seluruh anggota Kay Pang, aku mengucapkan hormat sebesar-besarnya ata

    Last Updated : 2023-01-14
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 166

    “Harap Saudara-saudara tidak salah mengerti. Cayhe sendiri adalah Kauwcu dari sebuah partai. Cayhe takut jika tidak mampu mengurus 2 partai sekaligus,” kata Cio San.“Ah.. Partai apakah?”“Ma Kauw.”Semua hadirin yang ada di sana berdecak kagum. Cio San lebih muda daripada Ji Hau Leng. Sudah menjadi salah satu ketua partai besar.“Aih.. Kalau begini, malah akan semakin merepotkan,” kata pengemis tua tadi.Di pundaknya tergantung sejenis tas yang berisi banyak kantong. Jumlah kantongnya ada 9. Dalam Kay Pang, pengemis berkantong sembilan adalah golongan pengemis yang paling tinggi derajatnya.Semua orang menggeleng-geleng.“Ada apa?” tanya Cio San.“Menurut peraturan partai kami, seorang ketua tidak boleh menyandang 2 jabatan.”“Aha..! Cocok kalau begitu,” kata Cio San sambil tersenyum. “Cayhe memang tidak pantas jadi ketua.”“Tapi pesan terakhir mendiang Ji-pangcu harus tetap dilaksanakan,” kata pengemis tua itu, yang disambut dengan anggukan setuju oleh semua yang hadir di situ.“Lal

    Last Updated : 2023-01-14

Latest chapter

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status