Share

Bab 124

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-26 09:10:03

“Iya, Kauwcu. Tadi pengkhianat-pengkhianat itu datang dengan kapal. Mereka adalah anggota-anggota Ma Kauw juga. Mungkin ada juga beberapa orang luar yang menyusup. Mereka bilang, akan mengantarkan mayat Kauwcu yang lama. Mereka juga bilang, kalau Kauwcu yang baru telah diangkat, namanya Cio San. Kauwcu baru itu yang memerintahkan mereka untuk mengantarkan peti mati yang berada dipojok sana,” jelas si nenek sambil menunjuk peti mati yang berada di pojok.

“Ternyata setelah peti kami buka, ada beberapa orang yang keluar dari dalam dan langsung menyerang. Untunglah hamba bisa menghindar. Tapi beberapa saudara yang lain, tidak. Kami semua bertempur, dan akhirnya bisa Kauwcu saksikan sendiri.”

Cio San manggut-manggut. Ia sendiri sudah paham apa yang terjadi. Peti mati kosong yang berada di pojok ruangan sudah ‘menceritakan’ banyak hal kepadanya.

“Ah sampai lupa, hamba belum memperkenalkan diri…,” kata si nenek. “Tapi tentunya Kauwcu telah tahu siapa hamba.”

“Sesungguhnya engkau sakit apa se
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 125

    Pagi telah tiba hanya dalam beberapa kedipan mata. Cio San dan Cukat Tong tidur pun hanya beberapa jam saja. Tapi badan mereka telah segar saat mereka bangun. Suara hewan-hewan yang ada di dalam hutan membuat pagi itu terasa indah. Seperti tidak ada kematian yang semalam meliputi istana ini.Bau wangi teh dan makanan memenuhi balairung istana kecil ini. Cio San bangkit dan menuju ke sumber wangi ini. Sebuah dapur ternyata berada di bagian belakang istana yang indah ini. Ang Lin Hua rupanya sedang menyiapkan sarapan.Melihat kedatangan Cio San, ia mengangguk dan memberi salam. Cio San membalas salamnya, lalu bertanya, “Siocia (Nona) sedang masak apa?”“Hanya makanan kecil untuk sarapan, Kauwcu. Hanya ini yang tersisa dari kemarin. Hamba bermaksud berburu dulu baru kemudian memasak untuk makan siang,” jawabnya.“Tidak perlu repot-repot, Siocia. Biar nanti kami saja yang berburu dan memasak,” kata Cio San. Tangannya sudah menjawil sebuah kue yang ada di situ. “Enak juga.”“Kalau semua-se

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 126

    Cukat Tong agak sedikit tercekat, tapi ia berkata “Ini pengalaman pribadi hampir semua lelaki di dunia. Kau pun sebentar lagi akan mengalaminya.”Cio San tidak berkata apa-apa. Malah terdengar suara Ang Lin Hua, “Tuan Raja Maling salah. Perempuan justru jauh lebih setia daripada lelaki.”“Nah, sudah mulai ramai nih,” kata Cio San.“Sudah berapa wanita yang Tuan temui? Apakah Tuan sudah mengencani mereka satu-satu?” tanya Ang Lin Hua. Kata-katanya lembut saja. Tapi Cukat Tong tidak bisa menjawab.“Wanita yang mati bunuh diri karena dikhianati lelaki, sudah tak terhitung jumlahnya di dunia. Wanita yang tidak menikah sampai seumur hidup karena menanti kekasihnya pun, juga sudah tak bisa dihitung.”“Mari duduk, Siocia,” Cio San berdiri dan menarik kursi di sebelahnya.Ang Lin Hua lalu duduk. Ia menuangkan teh ke cangkirnya. Gerakannya halus dan lembut.Melihat Cukat Tong yang diam saja sambil senyum-senyum sendiri, Cio San ikut senyum-senyum juga.Kaum lelaki di mana-mana memang sama saja

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 127

    “Dulu, istana ini dibangun oleh Kaisar Hong Wu. Sebagai tempat pertahanannya untuk daerah sungai. Makanya ada sebuah dermaga besar di depan. Dinamai Istana Ular karena dulu sebelum istana ini dibangun, banyak ular di daerah ini. Tapi Kaisar memanggil seorang ahli racun dari barat untuk mengusir semua ular-ular itu, sebelum membangun istana ini.”“Ooo, jadi istana ini dulunya milik kerajaan. Lalu kenapa sekarang jadi milik Ma Kauw?”“Setelah bangsa Goan (Mongol) berhasil di usir, istana ini lantas ditinggalkan, dan tak ada yang mengurusi. Akhirnya banyak ular yang kembali ke sini. Karena itu, jarang ada orang yang mau datang ke sini. Seorang ahli racun dari Ma Kauw berhasil mempelajari rahasia untuk mengusir ular, dia lalu tinggal di sini.”Cio San manggut-manggut.Mereka kini telah berada di luar istana. Hutan di luar istana sangat lebat dan rapat. Cahaya matahari hanya bisa menembus sedikit saja. Cio San banyak memetik dedaunan. Rupanya kebiasaan mengumpulkan bahan masak dan obat, ti

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 128

    Thay Kek Kun sebenarnya sama saja dengan ilmu Menghisap Matahari. Hanya penggunaan dan pengembangannya yang berbeda. Jika pengembangannya dihapus, maka inti yang tertinggal dari kedua ilmu itu pasti sama persis.Mereka berdua lalu ke balairung. “Siocia, coba lihat gerakan ini lalu hafalkan.”Cio San bergerak. Tubuhnya seperti orang menari. Gerakan Thay Kek Kun memang seperti orang menari. Ang Lin Hua memperhatikan, baginya jurus itu bukan jurus baru. Melainkan Thay Kek Kun. Tapi saat di gerakan kedua, gerakan Cio San sudah berubah. Kali ini adalah gerakan beberapa jurus ilmu Menghisap Matahari.Pada dasarnya, Cio San tidak menggabungkan kedua ilmu itu. Ia hanya bersilat menggerakkan tubuhnya. Matanya tertutup, merasakan desahan angin dari jendela. Menghirup udara segara dari hutan yang lebat. Suara gemericik air di kolam belakang pun dinikmatinya.Tubuhnya bergerak, hentakan tenaga terasa berat namun lembut. Cio San seperti kembali ke Bu Tong-san, saat ia bersilat secara sembarangan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 129

    Ang Lin Hua tersenyum. “Di dunia ini, mungkin tempat yang paling banyak menyimpan arak adalah tempat ini.” Ia segera pergi. Tak lama kemudian, ia sudah kembali membawa dua buah guci.Saat menghirup baunya, Cio San langsung terpana, “Arak Cui Ju.”Arak ini dibuat dari beras yang direndam lama. Warnanya seperti susu. Rasanya manis dan gurih. Ini adalah minuman khas dalam istana kaisar.“Ada arak apa saja yang ada di sini?” tanyanya tertarik.“Apa saja yang Tuan cari, semua ada di dalam ruang penyimpanan bawah tanah,” jawab Ang Lin Hua.“Wuah…!” Hanya kata itu saja yang keluar dari mulut Cio San.Orang jika terlalu senang, memang susah berkata-kata. Dan apa yang lebih menyenangkan bagi peminum, selain mendengarkan bahwa ada sebuah ruangan yang menyimpan segala macam arak?Entah sejak kapan dia jadi peminum.Kedua orang ini lalu menikmati makan siangnya. Kelinci panggang yang bagian perutnya dikeluarkan dan diisi rempah-rempah, butiran jagung rebus, serta potongan daging asap yang sebelum

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 130

    Saat sore, pemandangan di Istana Ular juga tidak kalah indahnya. Cio San berada di taman belakang. Ia sedang menikmati arak dan pemandangan di sekitarnya. Ada kolam kecil yang indah. Di dalamnya terdapat berbagai macam ikan hias. Melihat mereka berenang dan bermain, sudah merupakan hiburan tersendiri bagi Cio San.Di sekeliling kolam terdapat jalan setapak dengan batuan warna-warni yang indah. Di sekeliling jalan setapak itu pun diliputi rumput hias yang terpotong rapi. Di pojok taman, terdapat pavilliun kecil. Di sini terdapat meja kecil dan sebuah khim (kecapi) yang besar. Cio San pernah memainkan kecapi yang besar saat di rumah Khu-hujin dulu. Kini ia duduk memainkannya.Entah karena memang bakat musik yang menurun dari ayahnya, Cio San memainkan khim dengan sangat indah. Ang Lin Hua yang saat itu sedang berada di kamarnya, sayup-sayup mendengar suara khim dan nyanyian Cio San. Sebuah lagu yang indah namun menyedihkan.Lagu yang menyedihkan memang seringkali terasa jauh lebih menye

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 131

    Terdengar suara gerbang depan terbuka. Pintu gerbang itu terbuat dari besi besar yang tinggiya beberapa kaki. Gerbang yang sangat kokoh, karena memang tempat itu dulunya adalah benteng pertahanan.Puluhan orang lalu masuk. Pakaian dan dandanan mereka pun aneh-aneh. Sekali pandang saja, Cio San tahu jika mereka adalah anggota Ma Kauw.Begitu tiba di hadapan Cio San, segera orang-orang itu berlutut dan kembali mengucap kalimat yang sama.“Salam hormat kepada Kauwcu, semoga panjang umur. Juga salam kepada Seng Koh (Perawan Suci).”“Berdirilah,” jawab Cio San. Dalam hati, dia kagum juga dengan nama panggilan Ang Lin Hua. Perawan suci! Dia ingin tersenyum.Tapi Cio San sadar, bahwa saat ini bukan waktunya untuk Cio San yang senyumnya jenaka dan berkelakuan seenaknya.Cio San saat ini adalah seorang Ma Kauw-kauwcu.“Apa yang membawa Saudara-saudara sekalian ke sini?” tanyanya.“Kami mendengar bahwa Kauwcu yang lama telah meninggal, dan Tuan telah diangkat sebagai Kauwcu yang baru,” jawab sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 132

    “Akulah pemuda aneh itu, saat itu aku sedang menyamar pula” tukas Cio San sambil tersenyum.“Hamba saat itu mendapat perintah dari Kauwcu yang lama untuk menetap di sana. Beberapa orang anggota memang mendapat perintah untuk menetap dibeberapa daerah sekitar kaki gunung Bu Tong-san.”“Oh.. Kalian diperintahkan Kauwcu yang lama untuk mencari tahu tentang Cio San yang menurut kabar membawa kabur kitab sakti, bukan?”“Benar, Kauwcu! Hamba diperintahkan untuk memperhatikan siapa-siapa saja yang berada di sekitar Bu Tong-san pada saat itu. Oleh karena itu, hamba memberi penanda jejak di sepatu, agar mudah dikuntit”“Lalu setelah aku tiba di kota Liu Ya, dua orang yang menguntitku adalah anak buahmu?” tanya Cio San.“Benar, Kauwcu.”“Lalu kenapa mereka mati?”“Yang membunuh mereka adalah ketua Ma Kauw cabang Liu Ya, Kauwcu. Mereka berdua terpaksa harus dibunuh, agar jangan sampai membocorkan rahasia, bahwa Ma Kauw tertarik untuk mencari tahu rahasia anda, Kauwcu.”“Oh, aku mengerti sekarang

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29

Bab terbaru

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status