Share

Bab 130

Penulis: Norman Tjio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-29 10:46:09

Saat sore, pemandangan di Istana Ular juga tidak kalah indahnya. Cio San berada di taman belakang. Ia sedang menikmati arak dan pemandangan di sekitarnya. Ada kolam kecil yang indah. Di dalamnya terdapat berbagai macam ikan hias. Melihat mereka berenang dan bermain, sudah merupakan hiburan tersendiri bagi Cio San.

Di sekeliling kolam terdapat jalan setapak dengan batuan warna-warni yang indah. Di sekeliling jalan setapak itu pun diliputi rumput hias yang terpotong rapi. Di pojok taman, terdapat pavilliun kecil. Di sini terdapat meja kecil dan sebuah khim (kecapi) yang besar. Cio San pernah memainkan kecapi yang besar saat di rumah Khu-hujin dulu. Kini ia duduk memainkannya.

Entah karena memang bakat musik yang menurun dari ayahnya, Cio San memainkan khim dengan sangat indah. Ang Lin Hua yang saat itu sedang berada di kamarnya, sayup-sayup mendengar suara khim dan nyanyian Cio San. Sebuah lagu yang indah namun menyedihkan.

Lagu yang menyedihkan memang seringkali terasa jauh lebih menye
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
sidiq
kbnyakan syair yg gak mutu gk lngsung ke inti cerita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 131

    Terdengar suara gerbang depan terbuka. Pintu gerbang itu terbuat dari besi besar yang tinggiya beberapa kaki. Gerbang yang sangat kokoh, karena memang tempat itu dulunya adalah benteng pertahanan.Puluhan orang lalu masuk. Pakaian dan dandanan mereka pun aneh-aneh. Sekali pandang saja, Cio San tahu jika mereka adalah anggota Ma Kauw.Begitu tiba di hadapan Cio San, segera orang-orang itu berlutut dan kembali mengucap kalimat yang sama.“Salam hormat kepada Kauwcu, semoga panjang umur. Juga salam kepada Seng Koh (Perawan Suci).”“Berdirilah,” jawab Cio San. Dalam hati, dia kagum juga dengan nama panggilan Ang Lin Hua. Perawan suci! Dia ingin tersenyum.Tapi Cio San sadar, bahwa saat ini bukan waktunya untuk Cio San yang senyumnya jenaka dan berkelakuan seenaknya.Cio San saat ini adalah seorang Ma Kauw-kauwcu.“Apa yang membawa Saudara-saudara sekalian ke sini?” tanyanya.“Kami mendengar bahwa Kauwcu yang lama telah meninggal, dan Tuan telah diangkat sebagai Kauwcu yang baru,” jawab sa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 132

    “Akulah pemuda aneh itu, saat itu aku sedang menyamar pula” tukas Cio San sambil tersenyum.“Hamba saat itu mendapat perintah dari Kauwcu yang lama untuk menetap di sana. Beberapa orang anggota memang mendapat perintah untuk menetap dibeberapa daerah sekitar kaki gunung Bu Tong-san.”“Oh.. Kalian diperintahkan Kauwcu yang lama untuk mencari tahu tentang Cio San yang menurut kabar membawa kabur kitab sakti, bukan?”“Benar, Kauwcu! Hamba diperintahkan untuk memperhatikan siapa-siapa saja yang berada di sekitar Bu Tong-san pada saat itu. Oleh karena itu, hamba memberi penanda jejak di sepatu, agar mudah dikuntit”“Lalu setelah aku tiba di kota Liu Ya, dua orang yang menguntitku adalah anak buahmu?” tanya Cio San.“Benar, Kauwcu.”“Lalu kenapa mereka mati?”“Yang membunuh mereka adalah ketua Ma Kauw cabang Liu Ya, Kauwcu. Mereka berdua terpaksa harus dibunuh, agar jangan sampai membocorkan rahasia, bahwa Ma Kauw tertarik untuk mencari tahu rahasia anda, Kauwcu.”“Oh, aku mengerti sekarang

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 133

    Mereka berdua minum sampai tengah hari. Saat itu, anggota-anggota Ma Kauw sudah bersiap-siap untuk kembali ke posisi masing-masing. Mereka mungkin segan mengganggu Cio San yang sedang minum-minum, sehingga menunggu sampai ia selesai dulu.Tapi bukankah pekerjaan yang paling membosankan adalah menunggui lelaki pemabuk minum arak, dan menunggui wanita cantik bersolek?Oleh sebab itu, para anggota Ma Kauw menunggu hingga tengah hari. Padahal mereka sudah ingin berangkat sejak tadi.Ketika Cio San dan Cukat Tong selesai, baru para anggota Ma Kauw itu berani mendatangi Cio San untuk minta diri.“Kami berangkat, Kauwcu! Segala titah Kauwcu, akan kami laksanakan!”“Bagus. Selamat jalan, Saudara-saudara. Apakah bekal kalian sudah cukup?” tanya Cio San.“Lebih dari cukup, Kauwcu!”“Baiklah. Hati-hatilah di jalan.”“Kebaikan hati Kauwcu tidak kami lupakan. Kami mohon diri!”Mereka bersoja di hadapannya, dan Cio San membalas dengan menjura. Lalu puluhan orang itu pun pergi. Terdengar ramai suara

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 134

    “Belum saatnya. Karena sekarang adalah saat makan siang.” Cio San berkata begitu karena melihat tiga orang anggota Ma Kauw yang wanita sudah datang membawa nampan-nampan berisi makanan.Mereka makan dengan lahap. Setelah makan, Cio San meminta diri untuk bekerja sebentar. Cukat Tong tidak tahu apa yang dilakukan Cio San. Karena sungkan bertanya, ia memilih berdiam saja di kamar yang sudah dipersiapkan anggota Ma Kauw kepadanya.Cio San sendiri pergi ke ruangan obat-obatan. Rupanya, ia berusaha keras untuk memecahkan rahasia racun hebat itu. Dari siang sampai tengah malam, ia bekerja keras. Ia hanya keluar untuk makan malam. Saat makan malam bersama, Cukat Tong pun tidak bertanya apa-apa, karena ia kini sudah tahu apa yang sedang dilakukan Cio San.“Lakukanlah yang terbaik,” begitu kata Cukat Tong. Cio San hanya membalasnya dengan anggukan dan senyuman.Memang jika dua sahabat sudah saling mengerti kemampuan masing-masing, kebanyakan mereka akan lebih banyak diam dan saling tersenyum.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 135

    “Sungai Huang Ho ini lumayan lebar. Mungkin tengah hari, baru kita sampai di seberang,” jawab si Raja Maling. Cio San mengangguk. Mereka berangkat. Cio San, Cukat Tong, Ang Lin Hua, serta dua orang anggota Ma Kauw yaitu Sie Peng dan Yan Tian Bu. Sie Peng adalah seorang wanita yang lumayan cantik dan tangkas. Sejak awal ia datang, Cio San sudah memperhatikannya. Ia menganggap Sie Peng cocok untuk menemani Ang Lin Hua. Sedangkan Yan Tian Bu adalah seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar dan tidak banyak bicara. Gerak-geriknya pun tangkas dan cerdas. Cio San butuh seorang anggota yang mampu melaksanakan perintah-perintahnya jika diperlukan. Perjalanan menyeberang sungai memang tepat selesai pada saat tengah hari. Mereka mendarat di sebuah hutan lebat. Cukat Tong yang memilih tempat ini, karena ia yang paling paham daerah-daerah. Setelah menyusuri hutan selama kira-kira sepeminum teh, tibalah mereka di pinggiran kota Kun Tau. Sebuah kota kecil yang lumayan ramai. Mereka tiba di gerb

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 146

    Pada hari ke-8, mereka beristirahat di sebuah hutan. Mereka membuat perapian dan menikmati makan malam. Rusa panggang dan nasi hangat. Tentunya dengan beberapa cangkir arak untuk menghangatkan badan. Setelah makan, mereka semua tidur. Kecuali Yan Tian Bu. Malam itu, ia memang mendapat giliran berjaga. Perapian dan arak memberi mereka semua kehangatan. Padahal mereka tidur di alam terbuka.Memasuki tengah malam, Cio San tiba-tiba terbangun. Cukat Tong juga ikut terbangun beberapa saat kemudian.“Kau dengar itu?” tanyanya kepada Cio San.Yang ditanya hanya mengangguk-angguk. Yan Tian Bu tetap berada di tempatnya. Ia heran, suara apa yang sedang didengarkan kedua orang itu. Tak berapa lama, muncul bayangan hitam. Seseorang telah muncul di situ. Ia berjalan dengan santai. Wajahnya tertutup topeng.“Salam kepada Mo Kauw-kauwcu dan Raja Maling,” kata orang itu sambil bersoja.“Salam,” jawab Cio San. “Tuan siapakah?”“Jika kau ingin tahu, silahkan ikut aku,” jawab si orang bertopeng.“Kau tu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 137

    Cio San menggeleng. “Tentu saja itu bukan dia.”“Mereka menggiringmu pergi agar dapat meringkus kami. Tapi dia salah perhitungan. Ang-Siocia (Nona Ang) menghabisi mereka semua. Dalam beberapa hari ini, ilmu silatnya meningkat pesat. Sungguh hebat.”Cukat Tong memujinya secara terang-terangan.Ang Lin Hua hanya bisa berkata, “Tidak berani..tidak berani..,” sambil menjura. “Semua berkat Kauwcu yang mulia.”“Baiklah. Mari kita kuburkan mayat-mayat ini secara layak,” kata Cio San.Mereka semua bekerja dan menguburkan belasan mayat saat itu juga. Setelah selesai, mereka kembali beristirahat.Kali ini giliran Cukat Tong yang berjaga-jaga.Lama ia diam saja. Akhirnya, karena tidak kuat menahan rasa penasaran, ia mengajak Cio San bicara. Padahal Cio San terlihat sudah tertidur.“Kau tidak ingin menjelaskan kepadaku apa yang tadi terjadi?”Dengan agak malas-malasan Cio San menjawab,“Mengapa kau anggap remeh akalmu sendiri? Kau adalah Raja Maling.”“Raja Maling jika berada di sebelahmu, hanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 138

    Perjalanan yang dilakukan dengan santai dan tawa canda, jika dilakukan selama bertahun-tahun, tetap saja menyenangkan. Sudah 15 hari mereka lalui. Mengunjungi berbagai tempat yang indah. Di sebuah kota, Cio San membeli sebuah khim kecil. Tentu saja perjalanan kemudian menjadi ramai oleh nyanyian.Kadang-kadang, jika sedang berhenti di danau atau telaga yang indah, mereka menikmati pemandangan di sana sambil menikmati lagu-lagu Cio San. Suaranya merdu dan permainan khimnya mendayu-dayu. Tapi tak satupun yang tahu jika lagu-lagu itu adalah ciptaan Cio San sendiri.Hari ke 20. Mereka berhenti di sebuah telaga indah di pinggiran kota Yang Lin. Saat itu telah memasuki musim gugur. Bunga Bwee yang berguguran di sepanjang danau, membuat daerah sekitar situ terlihat seperti lautan bunga. Cahaya mentari pagi membuat warna pantulan bunga-bunga itu meliputi seluruh danau. Air terlihat berwarna merah muda.Melihat air sesegar itu, Cio San jadi ingin berenang. Cukat Tong yang memang jarang mandi m

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05

Bab terbaru

  • Kisah Para Penggetar Langit   Penutup Kisah - TAMAT

    PENUTUPCio San telah selesai menjura 3 kali di hadapan makam kedua orangtuanya. Ia lalu membersihkan makam itu. Sekuat mungkin ia menahan air matanya. Tak terasa, segala kejadian yang berlalu di dalam hidupnya ini terkenang kembali. Segala penderitaan, ketakutan, kesepian, dan kepedihan hatinya seakan tertumpahkan di hadapan makam kedua orangtuanya ini. Sejak sekian lama, baru kali ini ia berkunjung kesini.Sore telah datang. Warna lembayung langit mulai menghiasi angkasa.Ketika ia selesai membersihkan makam dan membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya ia ketika di hadapannya sudah bediri seorang kakek dan seorang nenek. Sang kakek walaupun sudah tua sekali, namun ketampanannya masih terlihat sangat jelas. Tubuhnya pun masih tegap. Begitu pula dengan sang nenek, terlihat masih sangat cantik.Cio San tidak mengenal mereka. Tapi ia tahu mereka berdua tentu suami-istri. Dan ia paham pula, di dunia ini orang yang bisa menyelinap sedekat ini tanpa suara di belakangnya, kemungkinan belum per

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 253

    Cio San mengangguk membenarkan.“Gila!”“Mengapa Beng Liong ingin menghapus dirinya dari kecurigaan? Bukankah tanpa melakukan itu pun, tak ada orang yang akan curiga kepadanya?” tanya Ang Lin Hua.“Ia orang yang terlalu berhati-hati. Ia ingin semua sesempurna mungkin. Selain itu, dia memang ingin menghancurkan musuh-musuhnya,” jelas Cio San.“Karena ingin sempurna, malah terbongkar seluruhnya,” tukas Kao Ceng Lun.“Lanjutkan, Cio San.”“Nah, setelah aku bisa menemukan kunci rahasia itu, awalnya aku mengira Beng Liong hanyalah anak buah biasa. Mungkin ia terlibat karena terpaksa. Aku berpikir keras apa latar belakang semua ini? Pergerakan mereka terlalu rapi, sangat terencana, dan sukar ditebak. Jika hanya sekedar memperebutkan kitab sakti, aku merasa hal ini terlalu berlebihan. Lalu aku mengambil kesimpulan, mungkin semua ini berhubungan dengan perebutan Bu Lim Bengcu di puncak Thay San.”Ia melanjutkan,“Tapi kemudian aku ragu. Jika hanya memperebutkan Bu Lim Bengcu, mengapa orang-ora

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 252

    Entah sudah berapa lama kejadian itu lewat.Kejadian penuh darah di kotaraja.Tapi juga merupakan kejadian dimana keberanian, kesetiakawanan, dan kekuatan ditunjukkan.Mereka kini sedang duduk dengan tenang di atas menara. Menara tempat di mana Cio San berdiri sepanjang hari menatap pertempuran dahsyat itu. Saat itu, di puncak menara, ia telah mengambil keputusan. Tak ada lagi darah yang tertumpahkan oleh tangannya.Saat semua ini berakhir, ia ingin menghilang sejenak. Entah kemana. Entah berbuat apa. Sejenak menikmati kedamaian dunia.Di menara ini, adalah perjamuan sebelum perpisahan itu.Arak sudah mengalir, berbagai makanan pun sudah terhidang. Ada pula tulusnya persahabatan. Jika kau kebetulan mengalami keadaan seperti ini, kau harus terus bersyukur sepanjang masa.Cio San, Cukat Tong, Suma Sun, Luk Ping Hoo, dan Kao Ceng Lun.“Sebaiknya kau harus menceritakan semua ini dari awal,” kata Cukat Tong.Cio San menatap langit.“Awalnya sendiri aku tidak tahu. Cuma mungkin bisa kucerit

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 251

    Ang Lin Hua pun balas tersenyum.Senyum ini.Cio San baru sadar, betapa indahnya wajah Ang Lin Hua saat tersenyum.Ia juga baru sadar, ternyata ia merindukan senyuman ini.“Nona beristirahatlah.”“Baik, Kauwcu. Kauwcu sendiri mohon segera beristirahat.”“Segera,” jawab Cio San. Ia lalu kembali mengobati para korban.Tak terasa, matahari telah kembali menyapa dunia dengan cahayanya yang perlahan tapi pasti.Cio San akhirnya lega. Semua orang telah ditangani dengan baik. Tabib-tabib istana dan tabib-tabib yang ada di kotaraja semua bekerja keras mengobati para pemberani-pemberani ini.Sekali lagi, orang Han mampu mempertahankan tanah airnya dari penjajah Goan. Kegembiraan ini syahdu, karena diliputi oleh semangat kebangsaan yang tinggi, kebanggaan, dan juga kesedihan atas gugurnya para pahlawan. Semua perasaan ini melebur menjadi satu.Cio San keluar ruangan itu.Walaupun di luar udara masih berbau tak sedap karena bercampur amis mayat dan bakaran, tetap saja terasa lebih segar dibandin

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 250

    Cio San dan kawan-kawannya bergerak keluar tembok istana. Peperangan dahsyat sedang berlangsung. Walaupun berjalan dengan payah, Cio San masih memaksa untuk ikut bertarung. Melihat ia akan bergerak, Cukat Tong segera menahannya.“Kau duduk saja di sini,” kata Cukat Tong.“Benar. Dengan keadaanmu yang sekarang, kau tak akan mampu berbuat apa-apa,” tukas Suma Sun membenarkan.Berpikir sejenak, Cio San lalu berkata, “Baiklah. Tolong bawa aku ke puncak tembok benteng.”Sekali bergerak, mereka bertiga sudah tiba di atas puncaknya yang tinggi itu.Di atas tembok besar yang mengelilingi istana kaisar itu terdapat pasukan pemanah yang sibuk menghalau serangan.“Ah, selamat datang para Tayhiap,” kata seseorang.Cio San tidak mengenal siapa dia, tapi Cukat Tong segera menjawab, “Terima kasih, Goanswe (Jenderal). Hamba ingin menitipkan Cio-tayhiap di sini. Apa boleh?”“Tentu saja, Tayhiap.”Dengan sigap, ia mengeluarkan perintah. Dua orang bawahannya sudah datang memapah Cio San, dan seorang lag

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 249

    Apa yang dituliskan di buku menjadi lebih efektif, karena semua yang tidak diperlukan, tidak perlu dituliskan. Karena itu serangan-serangan Beng Liong terlihat lebih dahsyat dan mengagumkan.Sebaliknya, di dalam pemahaman yang dimiliki Cio San, segala hal menjadi bisa, dan segala hal bisa saja menjadi tidak bisa. Ada proses memilih bisa atau tidak bisa, yang membuat gerakannya menjadi sedikit berkurang kedahsyatannya jika dibanding dengan gerakan Beng Liong.Dari tangan kanannya, Beng Liong mengeluarkan jurus-jurus terakhir 18 Tapak Naga. Dari tangan kirinya, ia mengeluarkan ilmu Inti Es yang membuat siapapun yang terkena pukulan itu menjadi es batu. Langkah kakinya lincah seperti langkah-langkah perawan Go Bi-pay yang gemulai namun tak tertangkap mata.Seolah-olah, segala ilmu di dunia ini telah dipelajarinya dengan sangat baik.Seolah-olah, sejak lahir ia memang telah memahami seluruh ilmu itu satu persatu.Ia menggunakannya dengan luwes dan tanpa kecanggungan.Cio San pun menanding

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 248

    Pedang masih di tangan Bwee Hua. Padahal saat mereka masuk tadi, tak seorang pun yang diperbolehkan membawa senjata.Pedang itu terhunus ke depan.Tapi gadis itu tidak bergerak.Begitu pula ibunya yang berdiri membelakanginya. Di hadapan sang ibu, berdiri seorang laki-laki gagah dengan rambut riap-riap. Tangan laki-laki itu buntung sebelah.“Kau akan melawanku dengan keadaan seperti itu?” tanya perempuan tua itu.“Aku telah menanti sejak puluhan tahun yang lalu,” jawab laki-laki itu.“Bagus. Keturunan Suma memang tidak memalukan.”Lalu perempuan tua itu bergerak.Kecepatan yang tak mungkin diikuti dengan mata manusia biasa.Tapi pemuda bermarga Suma itu bukan manusia biasa. Orang mengenalnya sebagai ‘Dewa Pedang Berambut Merah’, Ang Hoat Kiam Sian.Dan ‘dewa’ adalah ‘dewa’.Ia hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan sudah cukup.Jika kau adalah ‘Dewa Pedang’ maka kau hanya membutuhkan satu gerakan.Satu gerakan yang tidak mungkin seorang pun mau percaya jika diceritakan.Tidak ad

  • Kisah Para Penggetar Langit   Bab 247

    Apa yang terjadi di puncak Thay San telah tersiar ke seluruh dunia. Beng Liong, pemuda belia dari Bu Tong-pay keluar sebagai pemenangnya. Semua orang mengakui, walaupun masih sangat muda, ia sangat pantas memikul tanggung jawab sebagai Ketua Dunia Persilatan.Selama ini, Bu Lim Bengcu selalu dijabat oleh kalangan sepuh. Baru 2 kali, jabatan ini dipegang oleh anak muda. Pertama kali sekitar 50an tahun yang lalu. Hebatnya lagi, kedua-duanya adalah pemuda Bu Tong-pay.Harapan besar kini berada di pundak Beng Liong. Ia diharapkan mampu menuntaskan tugas-tugas berat yang cukup rumit. Salah satunya adalah tugas melawan gangguan dan serangan tentara Mongol di ujung perbatasan. Belum lagi urusan pembunuhan-pembunuhan yang harus ia selesaikan setuntas-tuntasnya. Orang-orang butuh kejelasan, apakah memang Cio San berada di balik semua ini.Hari ini, tepat 30 hari sejak pertandingan di puncak Thay San. Kotaraja ramai dan penuh sesak manusia. Hari ini adalah hari pelantikan Bu Lim Bengcu. Hampir

  • Kisah Para Penggetar Langit   246

    Segala kemegahan dan keramaian itu pun berangsur-angsur memudar. Bu Lim Beng Cu telah terpilih, banyak orang menunjukan wajah puas. Sebagian lagi belum bisa melupakan kejadian dahsyat saat Cio San menghadapi ribuan orang di atas gunung itu.Masing-masing kemudian kembali pulang. Ada yang bersedih karena kehilangan saudara dan teman di gunung ini. Ada yang bahagia karena hasilnya memuaskan. Ada pula yang semakin bersemangat untuk memperdalam ilmu silatnya. Satu hal yang pasti, tidak ada satu pun yang bisa melupakan kejadian dahsyat di gunung itu.Beng Liong tentu saja tidak lupa. Walaupun hatinya gembira telah menyelesaikan tugas ini, tentu saja ia bersedih pula atas semua kejadian yang telah berlangsung. Segera setelah pertandingan selesai dan ia memulihkan tenaganya, ia bersama rombongan Bu Tong-pay segera mencari jalan menuju ke dasar jurang. Di tengah jalan pun mereka bertemu dengan dengan rombongan Siau Lim-pay dan Go Bi-pay yang rupanya memiliki maksud dan tujuan yang sama: menge

DMCA.com Protection Status