Lama sekali mereka saling diam. Cio San masih tidak percaya dengan apa yang tadi ia lakukan. Ia tidak tahu kalau selama ini ia memiliki kekuatan dan kesaktian yang menakjubkan.“Apa yang kau lakukan tadi, setidaknya membuat si ‘otak besar’ ketakutan juga. Mereka pasti tidak menyangka kau adalah musuh yang setangguh itu,” kata Cukat Tong memecah kesunyian.Cio San mengangguk.“Setidaknya, kini dia sedang pusing memikirkan berbagai langkah,” katanya.“Jika ia tahu kau sehebat itu, tentunya dia tidak akan buang-buang waktu dan tenaga untuk mengajakmu bertempur. Ia pasti memikirkan cara yang lebih licik. Racun misalnya. Tapi racun pun tidak bisa melukaimu,” ujar Cukat Tong.“Dia sudah tahu satu kelemahanku,” tukas Cio San.“Apa itu?”“Aku tidak bisa melempar senjata rahasia. Hahahahaah…….,” tawa Cio San yang ditimpali dengan tawa Cukat Tong.“Kau tahu, aku juga punya satu kelemahan yang fatal,” kata Cio San.“Apa?”“Aku tidak bisa menunggang kuda.”“Hahahahahaahah…” Mereka berdua tertawa.
Cio San mengelak. Hanya memiringkan sedikit badannya ke kiri. Tanpa melangkahkan kaki, bagian atas tubuhnya bisa berputar jauh sampai ke belakang. Cukat Tong terkaget lagi. Cio San memang tak pernah berhenti menimbulkan kekagumannya. Orang yang badannya bisa selentur itu yang pernah dilihatnya, memang baru Cio San.Gerakan Cio San tadi dilakukan di saat-saat terakhir ujung serangan jari itu akan menyentuhnya. Orang manapun yang melihat, pasti akan menyangka jari itu sudah masuk menembus ulu hatinya. Gerakannya jauh lebih cepat dari serangan yang datang. Bahkan si nenek sendiri terbelalak, karena menyangka serangannya sudah menemui sasaran.Tapi si nenek tidak lama kagetnya. Karena ia tahu kini daerah punggungnya sudah terbuka. Dengan gerakan sangat cepat, kakinya sudah menendang. Tendangan belakang yang dilakukan dengan cara membengkokkan kaki dan lutut ke ke belakang.Serangan ini mengincar kepala Cio San. Dengan menggunakan punggung kirinya, Cio San mendorong tubuh si nenek.Si nene
Telapak tangan si nenek sudah menempel di dada Cio San. Kepulan asap keluar dari tubuh mereka. Cio San menutup matanya. Si nenek justru matanya semakin terbelalak.Duaaaarrrrrrrrrrrrr……….!!!!!!!Suara ledakan besar terdengar. Tubuh si nenek terlempar beberapa tombak ke belakang. Meluncur sangat cepat! Si nenek seperti tidak bisa berbuat apa-apa ketika tubuhnya akan menghunjam tangga batu di belakangnya. Ia hanya menunggu kematian saat nanti tulang punggungnya menghunjam tangga batu.Cukat Tong bergerak, tapi posisinya terlalu jauh, dan gerakannya sedikit terlambat.Tapi bukankah yang sedikit itu justru menentukan hidup atau mati??Si nenek menutup mata.Pluk!Tubuhnya tidak menghunjam tangga batu, melainkan ujung telapak Cio San.Entah bagaimana, Cio San telah berada di sana. Menahan hunjaman tubuh si nenek, hanya dengan putaran telapak tangan. Tenaga hunjaman yang sekeras dan secepat itu, langsung buyar hanya oleh putaran telapak tangan yang sederhana!Cukat Tong terhenyak lagi, “Tha
Cio San tidak menjawab pertanyaan Cukat Tong. Ia hanya tersenyum walaupun air mata sedikit menggenang di matanya.Malah si nenek usai membaca surat itu lantas bersoja, bersujud di hadapan Cio San.“Salam hormat, Kauwcu. Semoga panjang umur!”Cio San segera bergegas menuju si nenek dan membantunya berdiri.Katanya, ”Buat apa segala adat begini, Nona.”“Mari ikut hamba masuk,” kata si nenek.Mereka bertiga masuk ke dalam Istana Ular. Pemandangan di dalam lebih mengerikan dibandingkan dengan yang diluar. Puluhan mayat berserakan. Ada yang sudah menjadi arang, ada yang masih utuh. Banjir darah menggenang hampir di seluruh lantai. Cio San dan Cukat Tong hanya geleng-geleng kepala. Katanya pada Cukat Tong, “Urusan kubur-mengubur ini ternyata masih panjang.” Ditimpali oleh Cukat Tong dengan tertawa sedikit meringis.“Kauwcu, mohon ceritakan apa yang telah terjadi?” tanya si nenek pada Cio San.Cio San lalu bercerita sejak awal. Mulai dari saat ia ditotok Bun Tek Thian, dibawa ke markas Ma Ka
“Iya, Kauwcu. Tadi pengkhianat-pengkhianat itu datang dengan kapal. Mereka adalah anggota-anggota Ma Kauw juga. Mungkin ada juga beberapa orang luar yang menyusup. Mereka bilang, akan mengantarkan mayat Kauwcu yang lama. Mereka juga bilang, kalau Kauwcu yang baru telah diangkat, namanya Cio San. Kauwcu baru itu yang memerintahkan mereka untuk mengantarkan peti mati yang berada dipojok sana,” jelas si nenek sambil menunjuk peti mati yang berada di pojok.“Ternyata setelah peti kami buka, ada beberapa orang yang keluar dari dalam dan langsung menyerang. Untunglah hamba bisa menghindar. Tapi beberapa saudara yang lain, tidak. Kami semua bertempur, dan akhirnya bisa Kauwcu saksikan sendiri.”Cio San manggut-manggut. Ia sendiri sudah paham apa yang terjadi. Peti mati kosong yang berada di pojok ruangan sudah ‘menceritakan’ banyak hal kepadanya.“Ah sampai lupa, hamba belum memperkenalkan diri…,” kata si nenek. “Tapi tentunya Kauwcu telah tahu siapa hamba.”“Sesungguhnya engkau sakit apa se
Pagi telah tiba hanya dalam beberapa kedipan mata. Cio San dan Cukat Tong tidur pun hanya beberapa jam saja. Tapi badan mereka telah segar saat mereka bangun. Suara hewan-hewan yang ada di dalam hutan membuat pagi itu terasa indah. Seperti tidak ada kematian yang semalam meliputi istana ini.Bau wangi teh dan makanan memenuhi balairung istana kecil ini. Cio San bangkit dan menuju ke sumber wangi ini. Sebuah dapur ternyata berada di bagian belakang istana yang indah ini. Ang Lin Hua rupanya sedang menyiapkan sarapan.Melihat kedatangan Cio San, ia mengangguk dan memberi salam. Cio San membalas salamnya, lalu bertanya, “Siocia (Nona) sedang masak apa?”“Hanya makanan kecil untuk sarapan, Kauwcu. Hanya ini yang tersisa dari kemarin. Hamba bermaksud berburu dulu baru kemudian memasak untuk makan siang,” jawabnya.“Tidak perlu repot-repot, Siocia. Biar nanti kami saja yang berburu dan memasak,” kata Cio San. Tangannya sudah menjawil sebuah kue yang ada di situ. “Enak juga.”“Kalau semua-se
Cukat Tong agak sedikit tercekat, tapi ia berkata “Ini pengalaman pribadi hampir semua lelaki di dunia. Kau pun sebentar lagi akan mengalaminya.”Cio San tidak berkata apa-apa. Malah terdengar suara Ang Lin Hua, “Tuan Raja Maling salah. Perempuan justru jauh lebih setia daripada lelaki.”“Nah, sudah mulai ramai nih,” kata Cio San.“Sudah berapa wanita yang Tuan temui? Apakah Tuan sudah mengencani mereka satu-satu?” tanya Ang Lin Hua. Kata-katanya lembut saja. Tapi Cukat Tong tidak bisa menjawab.“Wanita yang mati bunuh diri karena dikhianati lelaki, sudah tak terhitung jumlahnya di dunia. Wanita yang tidak menikah sampai seumur hidup karena menanti kekasihnya pun, juga sudah tak bisa dihitung.”“Mari duduk, Siocia,” Cio San berdiri dan menarik kursi di sebelahnya.Ang Lin Hua lalu duduk. Ia menuangkan teh ke cangkirnya. Gerakannya halus dan lembut.Melihat Cukat Tong yang diam saja sambil senyum-senyum sendiri, Cio San ikut senyum-senyum juga.Kaum lelaki di mana-mana memang sama saja
“Dulu, istana ini dibangun oleh Kaisar Hong Wu. Sebagai tempat pertahanannya untuk daerah sungai. Makanya ada sebuah dermaga besar di depan. Dinamai Istana Ular karena dulu sebelum istana ini dibangun, banyak ular di daerah ini. Tapi Kaisar memanggil seorang ahli racun dari barat untuk mengusir semua ular-ular itu, sebelum membangun istana ini.”“Ooo, jadi istana ini dulunya milik kerajaan. Lalu kenapa sekarang jadi milik Ma Kauw?”“Setelah bangsa Goan (Mongol) berhasil di usir, istana ini lantas ditinggalkan, dan tak ada yang mengurusi. Akhirnya banyak ular yang kembali ke sini. Karena itu, jarang ada orang yang mau datang ke sini. Seorang ahli racun dari Ma Kauw berhasil mempelajari rahasia untuk mengusir ular, dia lalu tinggal di sini.”Cio San manggut-manggut.Mereka kini telah berada di luar istana. Hutan di luar istana sangat lebat dan rapat. Cahaya matahari hanya bisa menembus sedikit saja. Cio San banyak memetik dedaunan. Rupanya kebiasaan mengumpulkan bahan masak dan obat, ti