Pertemuan denganmu adalah sebuah kesialan tersendiri bagiku.
- JinJai -
Januari 2017, satu tahun setelah perkenalan terjadi.
Jinny tengah berlarian menuju gerbang sekolah, sesekali ia melihat jam tangannya.
Oh astaga! Sedikit lagi di tutup!
Sambil berlari, Jinny sedikit mendumel dan memaki dirinya sendiri dalam hati, salah siapa tadi pagi ia bangun terlambat sekali.
Saat sudah mencapai pintu gerbang Jinny ingin menerobos masuk, namun apalah daya, seseorang juga ingin masuk dan jadilah mereka terduduk di tanah. Ironis memang.
Jinny melotot.
"Woy anjir! gara-gara lo gue gak bisa masuk tau gak!" maki Jinny pada seseorang yang menabraknya. Padahal sedikit lagi ia akan lolos dari yang namanya 'terlambat' namun lagi-lagi ia terkena sial, dan itu akibat seseorang di sampingnya ini.
Setelah memarahi pria yang menabraknya, ia berbalik dan menatap Pak Ujang.
"Pak Ujang plis dong Pak, sekali ini doang elah Pak," rayuan maut Jinny keluar sudah, dengan ekspresi puppy eyes-nya ia berusaha membujuk Pak Ujang selaku satpam sekolah. Namun, Pak Ujang yang sudah kebal akan godaan beberapa siswa sudah pasti menolaknya.
"Pak bukain dong, ada ulangan mendadak nih," ucap Jai, pria yang menabrak Jinny tadi.
Jinny mendengus.
"Alasan kuno," gumamnya pelan. Namun jangan katakan Jai kalau pendengarannya tak setajam silet.
Jai melotot kearah Jinny.
"Maksud lo apa?" tanya Jai, jengkel.
"Maksud gue, kalo bukan karna lo gue bisa masuk, lo tu pembawa sial tau gak!" sentak Jinny dengan muka memerah menahan marah.
"Yang ada, lo tuh yang pembawa sial tau gak? gue yang mau masuk duluan tapi lo dengan seenaknya nabrak-nabrak gue! Dasar kecebong lumpur!" dengus Jai.
"Lo gak tau diri banget ya jadi cowok, harusnya lo tuh ngalah sama cewek, pengecut tau gak!" ucap Jinny seraya mencibir ke arah Jai.
"Gue gak pegecut ya!"
"Trus apa?! Oh gue tau, Banci!"
"Heh! cewek jadi-jadian, gue bukan pengecut dan gue bukan banci, lagian ngapain juga gue ngalah sama cewek kayak lo, huh?!"
"Maksud lo apa?!"
"Maksud gue lo i-"
"STOOOPPPP!!!!" Pak Ujang yang sudah tak tahan mendengar pertengkaran merekapun berteriak, ia membuka sedikit pintu gerbangnya, lalu membiarkan mereka untuk masuk, untuk kali ini saja.
"Udah sana kalian berdua masuk, pusing saya liat kalian bertengkar," lanjut Pak Ujang.
Jinny tersenyum ceria lalu mulai memasuki sekolahnya. Namun baru saja selangkah ia maju, lagi-lagi Jinny terduduk di tanah.
"Lo tuh yaa!" teriak Jinny, dia sangat emosi kali ini, karna dengan sengaja Jai menarik tangan Jinny hingga ia terjatuh.
"Itu balasan buat lo!" Jai menyeringai dan beranjak masuk ke sekolahnya.
Jinny meremas kuat rok abu-abunya, dia berjanji akan membalasnya nanti, nanti jika ia mendapatkan kesempatan emas.
"Cowok sialan! Awas aja lo nanti!" teriak Jinny, sekuat tenaga. Namun Jai hanya mengedikkan bahu dan mengangkat tangan kanannya seraya tetap berjalan menuju kelas.
Jinny berdiri lalu mulai berlarian kecil menuju kelas, dalam hati ia tak ada hentinya berdoa, semoga nanti guru itu belum masuk ke kelasnya.
Oh syukurlah. Batin Jinny, kala tak mendapati guru di kelasnya, dengan senyum bahagia, Jinny memasuki kelasnya. Ia menatap sinis kearah Jai, lalu setelah itu mulai menduduki bangkunya. Sebuah kesialan tersendiri jika dirinya sekelas dengan Jai si brengsek.
"Tumben lo telat," ucap Sasya, sahabat Jinny sekaligus teman sebangkunya.
Jinny menghela napas kasar.
"Tadi ketemu sama si monyet, " ucap Jinny agak sedikit keras agar Jai mendengarnya. Jai yang berada dua bangku dari samping Jinny hanya tertawa, ia mendengar itu namun berpura-pura mengacuhkannya.
"Udah kali Jinn, setiap hari lo pada bertengkar, jodoh ntar," ucap Sasya.
Jinny bergedik ngeri, bagaimana hidupnya kelak jika setiap hari terus bertemu dengan Jai, menyiapkan makanan untuknya, dan jadi istrinya. oh amit-amit jabang bayi, selamanya ia tak akan suka pada orang tengil seperti Jai, selamanya.
Najis! Ucap Jinny dalam hati.
"Selamat pagi anak anak,"
"Pagi Buk!"
Lamunan Jinny terhenti karna seorang guru memasuki kelasnya, ia merapikan duduknya, mengeluarkan buku dan pulpen lalu mulai mendengarkan penjelasan dari guru matematikanya itu.
***
"Jinn, lo mau makan apa?" tanya Sasya.
Sasya mengangguk mengerti lalu mulai memesan pesanan mereka pada penjaga kantin.
Jinny merogoh ponselnya, membuka aplikasi I*******m dan mendapati beberapa notifikasi, ia tersenyum kala membaca beberapa komentar difotonya. Ada beberapa comment yang meminta agar dirinya di follback, ada yang mengatakan bahwa Jinny cantik dan bertanya siapa pacarnya, sudah punya pacar belum, Jinny tersenyum lalu mulai mengetikkan sesuatu dikolom komentar.
Selain cantik, ramah dan baik hati- terkeculi pada Jai, Jinny yang juga seorang kapten tim basket putri, cukup terkenal, baik di sekolahnya maupun di sekolah tetangga. Banyak yang memujanya, setiap hari lokernya selalu dipenuhi oleh coklat dan surat cinta.
Jai juga tak kalah populer dengannya, dia juga adalah seorang kapten basket putra, perawakannya yang tinggi dan tampan berhasil memukau seluruh siswi di SMA Merah Putih. Namun sifat usilnya selalu membuat Jinny membencinya. Baginya, Jai tak ada tampan-tampannya, Jai adalah Setan! Setan brengsek.
Jinny menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ngapain juga gue mikirin si kampret itu," gumam Jinny.
"Ngapain lo bicara sendiri, kayak orang gila aja," ucap Sasya yang datang dengan membawa dua mangkok bakso dan dua es teh.
Jinny menggeleng pelan membalas ucapan Sasya, lalu mulai menyantap baksonya.
"Bismillah dulu elah, langsung sikat-sikat aja lo," tegur Sasya.
Jinny tak menggubrisnya, ia tetap memakan baksonya dengan lahap. Maklum saja, tadi pagi ia tak sempat sarapan karna sudah buru-buru menuju sekolah.
"Pulang sekolah lo latihan kan?" tanya Sasya.
Jinny hanya mengangguk.
"Habis latihan lo temenin gue dong," pinta Sasya dengan muka memelas.
"Kemana?" tanya Jinny.
"Toko buku," jawab Sasya antusias.
"Males ah, minta temenin aja tuh sama pacar lo," jawab Jinny. Jujur saja, ia paling malas jika sudah di ajak ke toko buku, ke perpustakaan sekolah saja ia tak pernah.
"Ya elah, lo tau sendiri kan tim basket putra latihannya sampe sore banget, mana bisalah si Andi nemenin gue. Plis dong Jinn,"
"Mager gue, capek,"
"Cuman bentar ini elah,"
"Males ah,"
"Plis deh, nanti gue traktir. Sepuas Lo dah,"
Mata Jinny tampak berbinar, kalau soal traktiran Jinny tak akan menolaknya.
"Kalo lo udah ngomong traktir gue bisa apa?"
Sasya mendengus kesal, ia sudah tau pasti cara ini akan berhasil membujuk Jinny. Jinny itu mahluk yang haus akan traktiran.
"Dasar mata traktiran!"
Jinny tertawa pelan membalas perkataan Sasya.
Dari jarak sekitar enam meter dari tempat Jinny dan Sasya berada, terdengar beberapa siulan dan teriakan. Jinny menoleh. Disana, di meja paling ujung kantin ada sekelompok cowok yang sudah bisa dipastikan adalah Jai dan para sahabatnya, entah apa yang sedang mereka lakukan, disana juga ada seorang perempuan. Jinny penasaran, ia memasang telingannya.
"Kak lo mau gak jadi pacar gue?" mulut Jinny menganga matanya melebar.
Astaga dia pasti sudah gila, apa dia tidak malu menembak cowok ditempat yang seramai ini ?!
Jinny memicingkan matanya, kelas X. Perempuan itu adalah adik kelas Jinny.
"Daebak!" desis Jinny.
"Sya lo liat deh, gila! Si monyet ditembak cewek!" gumam Jinny seraya menarik-narik tangan Sasya.
Sasya yang merasa acara makannya terganggu pun menoleh, mengikuti arah yang sedang Jinny tunjuk. Seketika Sasya melongo. Ini bukan pertama kali Jai ditembak oleh cewek. Tapi, sekarang itu berbeda, perempuan ini berani menembak Jai dibanyak orang. Setau mereka berdua, para siswi yang menyukai Jai pasti akan menembaknya ditempat yang sepi atau lewat surat yang ditaruh dilokernya. Tapi, siswi itu sungguh luar biasa, dia sangat berani, padahal potensi cinta wanita itu di tolak oleh Jai sangat besar.
"Terima kali bang, tuh si dedek gemes nembak lo tuh!" teriak Dio sahabat Jai.
Jai hanya tersenyum, ia berdiri mendekati adik kelasnya itu seraya mengelus pundaknya.
"Lo masih kecil dek, belajar yang rajin, gak usah pacar-pacaran, sini gue antar ke kelas lo," ucap Jai santai seraya menarik tangan adik kelasnya yang setau Jai bernama Mawar.
Mawar menarik tangannya kasar, Jai mengernyit lalu berbalik menatap Mawar.
"Kenapa kak?" tanya Mawar.
Jai mengangkat satu alisnya, tak mengerti dengan pertanyaan Mawar.
"Kenapa kakak nolak gue?" sambungnya.
Jai tersenyum kecil.
"Udah gue bilang kan, lo masih kecil, belajar yang rajin sana, gak usah pacar-pacaran," ucap Jai tulus.
Mawar meneteskan air matanya lalu berlari meninggalkan kantin yang penuh dengan siswa siswi yang menonton mereka.
Jai mengangkat bahunya tak acuh lalu mulai menduduki bangkunya, dan kembali melanjutkan aktivitas makannya yang tadi tertunda.
"Apa lo gak keterlaluan bro?" tanya Dio.
"Lo udah nolak dia di depan umum loh, bakal sakit hati tuh cewek," ucap Dika.
"Lo gak suka cewek ya Jai?" tanya Zidan. Sekedar informasi, Zidan itu adalah sahabat Jai yang paling loading dan yang paling sedeng.
Jai menghela napasnya kasar.
"Gue masih suka sama cewek, tapi bukan berarti gue nerima dia. Gue gak suka ini, cinta kan gak perlu dipaksakan," ucap Jai seraya kembali memakan baksonya.
Zidan, Dio, Dafa dan Dika terdiam di tempat. Jika Jai sudah berkata seperti itu, maka mereka tak akan bisa membantahnya lagi, mereka paham itu betul dengan sifat Jai. Maklum saja, mereka sudah berteman sejak kecil, orang tua mereka juga saling mengenal bahkan sudah berteman sejak SMA.
Sementara diseberang sana.
"Gila! si monyet buta kali ya nolak cewek cantik kayak si Mawar,"
"Biarin aja kali Jinn, suka suka dia,"
"Si mawar cantik lo Sya,"
"Kalo dianya gak suka mau gimana lagi, lagian juga ngapain lo urusin hidup dia, biasanya juga ogah,"
"Tapi di-... eh iya ya, ngapain juga gue kepoin urusan dia," Jinny mendengus lalu mulai memakan kembali makanannya.
***
"Lagi-lagi surat cinta sama coklat, sekali kali naroh seblak atau martabak gitu diloker gue," ucap Jinny kala mendapati isi lokernya yang dipenuhi oleh coklat dan beberapa surat. Jinny mengambil coklat dan suratnya. Coklatnya ia isi kedalam tas sedangkan suratnya berakhir di tong sampah. Bukannya ia tak menghargai surat cinta dari para fansya, hanya saja Jinny terlalu malas untuk membacanya satu-satu. Untuk itulah ia membuang semua surat surat itu ditempat yang tak terjangkau oleh siapapun.
"Kasian ya fans lo kalo tau tu surat mereka berakhir ditong sampah," ucap Jai, seraya mencibir ke arah Jinny.
"Bacot lo!" jawab Jinny lalu beranjak pergi ke ruang ganti.
Jinny dan beberapa anggota basket putri lainnya tengah berkumpul di lapangan. Pertama, mereka melakukan pemanasan di tempat lalu mulai mengelilingi lapangan basket lima kali. Setelah itu, mereka membentuk dua tim untuk saling melawan. Jinny selaku kapten terus memberi arahan pada teman-temannya. Berhubung pembinanya sedang berhalangan dan tak hadir maka semua tugas diserahkan pada masing-masing kapten tim, baik putra maupun putri.
Setelah 2 jam lamanya latihan akhirnya mereka selesai, berganti dengan tim putra yang baru masuk. Jinny berjalan ke tepi lapangan beristrahat sebentar lalu mengambil tasnya dan beranjak pergi dari lapangan itu. Baru beberapa langkah ia berjalan, sebuah bola basket mengenai kepalanya.
"Adohh!!!" teriak Jinny.
"Siapa ni yang ngelempar?" Jinny berbalik dan mencari-cari siapa pelakunya.
Terdengar suara tawa disana, Jinny menoleh dan mendapati Jai yang sedang menertawakannya.
"Lo yang lempar gue?!" tanya Jinny, kasar.
"Kalo iya kenapa?" balas Jai dengan senyum sinisnya.
"Lo nyolot ya jadi orang!" Jinny mulai geram dengan tingkah Jai.
"Lo nyolot ya jadi orang," cibir Jai mengikuti kata-kata Jinny.
Jinny semakin geram dibuatnya, ia melepas sepatunya lalu melemparnya kearah Jai dan ...
"Makan tuh sepatu!" ucap Jinny sembari tertawa mengejek.
Jai merasa geram, ia memngambil sepatu Jinny yang dilempar tadi lalu melemparnya ke selokan.
"Mamam tuh selokan!" Jai tertawa lepas, ia berhasil membuat Jinny kesal, liat saja mukanya yang sudah semerah tomat, biar saja.
Jinny berusaha menahan amarahnya.
stay calm Jinny stay calm, lo harus nenangin diri lo, batin Jinny.
Jinny berjalan mengambil sepatunya, ia mulai berjalan pulang tapi sebelum itu ia berbalik lagi dan berteriak.
"Gue bakal bales lo, Monyet brengsek!"
***
Sekalinya pembawa sial, tetep aja pembawa sial.- Jinny -***Jinny berjalan ke kelasnya dengan langkah yang lesu. Dia sangat tak mood hari ini, semalaman ia begadang untuk menonton film drakor kesukaannya, tapi ending yang tak diharapkan terjadi. Sang tokoh utama yang notabenenya adalah fans-nya pada akhir episode malah meninggal, sungguh menyebalkan. Bahkan niatnya untuk balas dendam pada Jai lenyap sudah karna mood-nya yang buruk.Jinny masuk ke kelas dan langsung mendudukkan pantatnya di bangku."Lo kenapa Jinn?" tanya Sasya kala mendapati sahabatnya yang menekuk kini tengag mukanya, sampai tak enak dipandang.Jinny menggeleng pelan, bahkan untuk mengeluarkan suaranya saja ia malas. Sasya hanya mengangguk mengerti
Tuhan berbaik hati karna kasi gue kesempatan buat deket sama orang yang gue suka.- Jinny -***"Ma, Pa. Jinny berangkat ya," pamit Jinny pada Mama dan Papanya seraya mencium tangan mereka."Gak bareng abang kamu aja Jinn?" tanya Bita- Mamanya."Iya, atau bareng papa aja sekalian," sambung Fero- Papanya."Gak ah, Jinny kan pengen aja tuh naik angkot, merakyat gitulah," jawab Jinny seraya terkekeh pelan.Mama Papanya hanya menggeleng, dalam hati mereka bersyukur mempunyai anak seperti Jinny dan Tara, walaupun dari orang yang berada, perusahaan Papanya pun dimana-mana, belum lagi dengan butik dan kafe yang dimiliki Mamanya, tapi mereka masih merasa sederhana, tak menghambur-hamburkan uang orang tuanya.Jinny tersenyum begitu pun dengan ora
Gue usil, gue nakal. Itu semua karna di mata gue lo itu beda.- Jai -***Jinny tengah asik memakan bekalnya di kelas, nasi goreng spesial buatan Mamanya yang tersayang. Sendok demi sendok ia suapkan ke mulutnya, ia tak ingin buru-buru. menurutnya, salah satu kasih sayang seorang Ibu dapat ia rasakan melalui masakan yang dibuat oleh Mamanya."Wih enak tuh, bagi dong," Jai mengambil tempat duduk di samping Jinny dan segera merampas bekal Jinny lalu melahapnya hingga habis.Jinny yang dari tadi diam pun akhirnya tersadar, ia merampas kemabali kotak bekalnya lalu melihat isinya. Kosong, dengan hati yang panas Jinny menatap Jai."Lo apa-apaan sih!" ucap Jinny jengkel."Gue laper," balas Jai, santai kayak di pantai."Trus, harus gitu lo ambil
Dimata gue, perempuan itu sangat berharga. Gue gak suka sama mereka yang membuang harga dirinya hanya karna Cinta.- Jai -***Jinny duduk diam disebuah bangku taman, ia masih menunggu Jai yang entah pergi kemana, ia merasa kesal, sudah diajak bolos bareng, kini ia ditinggal sendiri.Karena bosan, Jinny membuka ponselnya, ada beberapa notifikasi dari instagram dan Line. Jinny membuka aplikasi Line-nya, ada chat dari sahabatnya, Sasya.Salsyabilla : Jinn, lo dimana ? Tadi Bu Sita nyariin lo, lo bareng Jai gak?Jinny mendengus sebal."Kata siapa guru-guru rapatnya sampai siang, buktinya Bu Sita masuk tuh di kelas, Jai sialan!" gerutu Jinny.Setelah itu ia mengetikkan sesuatu untuk Sasya.
Lo yang ceria dan ngeselin pun bisa jatuh.- Jai -****Jinny sedang duduk santai di kafe milik mamanya, ia menyesap sebuah coklat panas dengan santai. Dilihatnya langit yang semakin mendung, sepertinya ia akan lama berada di sini. Ia juga mendapat pesan dari Pak Teo bahwa latihannya untuk sore ini diundur minggu depan.Tanpa sengaja mata Jinny menangkap seseorang yang tak asing, tak jauh dari tempatnya duduk. Dia sedang asik bermesraan dengan seseorang, Jinny melotot kala mendapati orang itu sedang berpelukan.Jinny berdiri."Mbak, minta air putih segelas ya," pinta Jinny pada seorang pelayan. Pelayan itu mengangguk lalu secepatnya memberikan air putih itu pada Jinny.Wajah Jinny mulai memerah menahan marah, ia melangkah mendekati mereka. Diangkatnya se
Kalo hadiah dari kesialan gue adalah senyum lo, maka gue rela kena sial tiap hari.- Jai -***Jai tengah asik berjalan di koridor, namun matanya tak sengaja menangkap sosok Jinny yang ditarik paksa oleh seniornya, setau Jai itu adalah Aldi-mantan ketua osis.Jai memicingkan matanya, entah mengapa ia merasa tak suka. Kemudia ia berjalan mengikuti mereka, sesekali ia bersembunyi ala-ala seorang Spy agar tak ketahuan.Aldi dan Jinny berhenti di taman belakang sekolah. Jai pun ikut berhenti, namun dari tempatnya ia tak dapat mendengar apapun, untuk itu ia memutuskan melangkah lebih dekat."Lo harus dengerin penjelasan gue dulu Jinn," ucap Aldi seraya menggengam tangan Jinny.Melihat adegan ini, entah mengapa hati Jai merasa sedikit panas.
Kadang gue suka mikir, lo itu benci apa cinta ?- Jinjai -***Jai memasuki kelas dengan santai, teman kelasnya tengah sibuk dan ribut membahas tentang ulangan kimia nanti. Ia membuang tasnya di meja lalu mendudukkan pantatnya di bangku. Namun seketika matanya melotot dan mulutnya menganga."Anjirrr! Lo nulis apaan woy?" teriak Jai heboh, kala mendapati beberapa kalimat yang tertulis dipapan tulis. Teman kelasnya pun menengok ke arah yang Jai tunjuk, mereka bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat Jai heboh seperti itu. Namun setelah melihat apa yang tertera dipapan tulis, seketika mereka tertawa terbahak-bahak.DAN JANGANLAH KAMU BERPURA PURA TULI SAAT SESAMAMU SEDANG MEMINTA TOLONGSekiranya, begitulah
Gue benci sama orang yang gak mau denger penjelasan orang lain dulu dan langsung main fisik.- Jinny -***Jinny menggerakkan kelopak matanya perlahan, kepalanya masih agak sedikit pusing."Udah gue bilang kan tadi,"Jinny memutar bola matanya jengah, karna Jai langsung menyambutnya dengan omelan-omelan yang tambah membuat Jinny pusing.Jai melangkah mendekat seraya memberikan semangkok bubur pada Jinny."Nih, makan dulu," lanjut Jai."Gak usah," tolak Jinny, ia masih saja berpegang teguh pada gensinya, walaupun kini perutnya berterik minta diisi."Gak usah sok nolak deh, lo kira gue gak capek apa nungguin lo bangun dari tadi," Jai semakin merasa jengah dengan kelakuan Ji
Butuh kesabaran ekstra buat dapetin lo, dan kini gue harap lo mau nerima cinta gue.***Jai berdiri di sana, di atas panggung, lengkap dengan gitarnya. Ia melihat Jinny dari sana sambil tersenyum, sementara yang ditatap hanya diam melotot di tempatnya. "Gue berdiri di sini, buat ngungkapin perasaan gue sama seseorang." Jai masih menatap Jinny, sementara para penonton, khususnya wanita berteriak heboh."Terimakasih untuk dia yang sudah memakai gaun biru, warna kesukaan gue." Penonton kembali berteriak heboh, apalagi mereka yang juga memakai gaun biru. Berharap saja jika yang di maksud oleh Jai adalah me
Untuk hari yang spesial, tentunya harus tampil memukau.***"BANG TARA!!"Tok. Tok.. Tok.Jinny tak ada hentinya mengetuk pintu kamar Tara, sudah sedari tadi ia teriak sampai habis suara namun sama sekali tak di dengar oleh Tara. Jinny semakin kesal dibuatnya, ia menatap pintu kamar itu lekat.Brakk.."JINNY! SUARA APA ITU?""ANJING TETANGGA NABRAK PAGAR MA." Jinny mendengus sebal sambil
Kekhawatiranmu, membuatku tersadar, apa mungkin kau juga punya rasa?***"Harusnya lo itu langsung lari aja!"Jai memarahi Jinny habis-habisan, ia merasa sangat panas saat melihat Luis memegang tangan Jinny begitu. Sedangkan Jinny hanya diam di tempatnya sambil menundukkan kepalanya."Maaf," Jai tertegun, ia menatap perempuan yang ada di hadapannya itu lekat. Jai menjulurkan tangannya dan menghapus air mata yang telah menetes di pipi Jinny. Ia benar-benar bodoh, mengapa ia bisa kelepasan seperti ini. Apalagi sampai membuat Jinny menangis begini, kalau sudah begini, apa bedanya ia dengan laki-laki brengs
Bukan gak mau, hanya mencari waktu yang tepat saja.***"Jai kampret!" Jai menutup telinganya rapat-rapat. Sudah sejak tadi Sasya terus mengomelinya, beginilah, begitulah, ia bosan, bosan dan bosan. Ia mengerti maksud dari Sasya itu baik, hanya saja dia butuh waktu yang tepat. Untuk saat ini mentalnya belum terlalu kuat."Jai, lo ngerti gak sih? Gue gemes deh sama kalian, sama-sama gengsi, udah sama-sama cinta aja masih ditutup-tutupin." Sasya mulai mendesah frustasi. Angga yang berada di sampingnya hanya terkekeh geli melihat kelakuan pacarnya itu."Iya Sya, gue ngerti." Jawab Jai.
Mungkin ini jawaban, dari lelahnya menunggu.***Jai memegang erat buku di tangannya. Dalam hati ia tak henti bersyukur, akhir dari perjuangan ini sangat memuaskan, setidaknya cinta pertamanya tak berakhir dengan kisah yang tak terbalaskan."Sasya, cepetan."Jai melotot, sesegera mungkin ia berlari ke bangkunya lalu menyembunyikan buku di tangannya ke dalam laci meja. Ia merogoh sakunya, mengambil sebuah ponsel dari sana dan pura-pura memainkannya."Sya, cepetan elah." Teriak Jinny, kini ia sudah berada di dalam kelas, dan sedikit terkejut karna melihat Jai juga ada di sana. 
Kalau memang cinta, katakan saja, kenapa harus takut? kenapa harus malu?***Sudah dua minggu sejak Jinny terbaring lemah di rumah sakit, dan kini ia bisa bersekolah seperti biasanya. Jinny menatap gerbang sekolahnya lekat, ia merindukam sekolahnya ini.Jinny melangkah memasuki sekolahnya, ia menoleh pada Pak Ujang yang sedang asyik meminum kopinya."Pagi, pak Ujang." Sapanya.Pak Ujang menoleh lalu ia tersenyum hangat pada Jinny."Eh, ada neng geulis, udah sembuh neng?"Jinny mengangguk menanggapi pertanyaan pak Ujang, setelah itu ia pamit menuju kelasnya."JINNNNNNYYY!!!" teriak Sasya, heboh, ia segera berlari dan berhambur ke pelukan sahabatnya itu."Gue kangen sama lo."Jinny berdecih. "Alay
Gak nyangka aja, lo bisa berbuat sekeji itu.***"Gue bisa bantu kalian nyari siapa pelaku sebenarnya."Jai terdiam di tempatnya, begitu pula dengan beberapa orang yang berada di sana. Tara maju mendekat ke arah Sindi."Gue harap lo serius sama kata-kata lo." Setelah mengucapkannya, Tara membuka ikatan Sindi dan membiarkannya mencari bukti siapa pelaku sebenarnya.Sementara Mawar, masih dibiarkan terikat karna ada sesuatu yang harus mereka tanyakan. Zidan menatap wajah sepupunya itu, dalam hati juga ia kasian, tapi kalo dia bersalah, Zidan tak akan segan-segan untuk menghabisinya.
Siapapun itu, gak bakal dapat maaf dari gue. Kalo dia udah nyakitin seseorang yang gue sayang.- Jai -***Jai masih duduk di bangku kantin dengan wajah lesu, ia sangat lelah, juga sangat frustasi. Sudah dua malam ia tak tidur karna terus menunggu Jinny yang berada di rumah sakit. Kata Dokter, tulang belakang Jinny mengalami keretakan akibat pukulan benda keras. Jai kembali memeras otaknya, memikirkan siapa pelaku sebenarnya.Apakah Mawar dan Sindi? Ataukah orang lain? Batin Jai terus berdebat.Sampai sebuah pukulan mendarat indah di tengkuknya. Jai mendongak dan mendapati para sahabatnya yang sudah duduk manis di tempat masing-masing."
Satu waktu, di satu tempat yang terasa hitam dan gelap, aku melihatmu sebagai cahaya yang terang.- Jinny -***Jinny mengemasi buku-bukunya dan memasukkan kedalam tas berwarna pink miliknya- hadiah dari papanya saat ia berulang tahun yang ke-16. Sesekali ia tersenyum dan tertawa menanggapi lelucon yang di lontarkan oleh Sasya."Jinn.."Jinny menoleh dan mengerutkan keningnya, menatap Sasya bingung."Pangeran lo nungguin tuh," ucap Sasya seraya menunjuk orang yang tengah bersandar di pintu kelas, menunggu Jinny."Pangeran, pala lo peang." Dengus Jinny seraya menatap orang itu jengah, namun tak sengaja matanya menatap orang yang masih dudu