Mata Kinan kembali melebar, tetapi kini dihiasi dengan kerutan pada dahinya. Rasa malu itu kini kembali menjalar, hingga membuat kedua pipi Kinan terasa panas. Ah, Noah memang tidak bisa ditebak. Ada apa dengannya, kenapa pria itu sampai menawarkan untuk tidur bersama lagi?
"Kalian telah tidur bersama?" tanya Rey, nada bicaranya jelas terlihat bahwa ia terkejut.
"Ya." Kinan menoleh, tetapi kemudian ia menyadari jawabannya. "Tidak, ma-ksudku."
Rey melihat ke arah Noah, keduanya beradu pandang. Tatapan tajam Rey lebih terlihat seperti sebuah peringatan keras. "Kuharap kau tidak lupa Noah."
"Bagaimana jika aku ingin?" tanya Noah seolah menantang.
Bibir Rey membentuk garis tipis. "Kau tahu kau tidak bisa melakukannya."
Kinan menatap kedua orang kakak beradik itu bingung, ia tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Ketika Kinan melihat ke arah Noah, ia bisa melihat kekesalan tergambar sangat jelas di sana.
"Ya,
Sudah hampir 3 minggu berlalu, Kinan sudah mulai bisa berjalan kembali meski tidak bisa terlalu sering dan memakai heels. Sudah dari 2 pekan yang lalu ia kembali ke rumahnya, saat Ibu dan Andini menjemputnya pulang dari apartement Noah setelah mengetahui bahwa kakinya sakit.Semenjak itu, ibu kerap kali datang ke apartement Noah untuk memberinya banyak makanan padahal ibu tahu jika pria itu pandai memasak. Tapi, ibu bersikeras dan mengatakan kalau Noah bisa saja tidak punya waktu untuk memasak. Lagi pula katanya ini sebagai rasa terima kasih ibu karena sudah merawat dirinya. Ibu memang terlalu berlebihan."Sekarang kau akan kemana?" tanya Andini melihat Kinan sudah rapi dengan celana jeans dan kemeja polosnya.Kinan menoleh sekilas dan kembali menata rambutnya yang ia biarkan tergerai. Hari ini ia akan memakai sneaker saja, untuk menghindari kakinya terasa sakit lagi. "Aku masih harus menemui 3 pria lagi, agar aku bisa seg
Kinan terpaku menatap dirinya di depan cermin, di tubuhnya sudah melekat sempurna gaun pengantin brokat bewarna putih dengan model sabrina berlengan panjang. Lekuk tubuhnya sangat sempurna, dengan gaun tersebut. Rambutnya yang ditata sedemikian rupa dengan sebuah mahkota di atasnya menjadikan Kinan tidak mengenali dirinya sendiri.Ternyata begini rasanya memakai gaun pengantin, tampak biasa saja. Ia tidak terlalu menyukainya, untung saja gaun pengantin tersebut tidak berat dan panjangnya hanya sampai mata kaki. "Lalu sekarang apa lagi?" tanya Kinan sudah sangat kesal. Hampir satu jam lamanya orang-orang di sana meriasnya. Ia pun melangkah keluar dari ruangan tersebut dan bertemu dengan Ferdinand."Ayo kemarilah cepat!" kata Ferdinand berdiri di depan salah satu ruangan, yang letaknya bersebelahan dengan ruangan tempatnya berada tadi.Kinan melangkah masuk, di sana ia bisa melihat Noah sudah menunggunya dengan setelan jas bewarna hitam lengkap dengan
Kinan mendesah pelan, sudah 3 jam semenjak ia membuka tokonya tetapi belum ada satu pun pelanggan yang datang. Kinan ingin menutup tokonya saja dan pulang ke rumah. Tapi, rumah sudah seperti neraka sekarang. Orang-orang selalu saja mempertanyakan soal menikah. Memangnya itu adalah sesuatu yang membuat manusia bisa bertahan hidup? Kalau tidak menikah apakah seseorang akan segera mati?Kinan cukup muak, ingin sekali rasanya ia menyumpal satu-persatu mulut tetangganya dengan bunga-bunga di tokonya. Memang apa salahnya jadi perawan tua? Sex tidak selalu bagus, lagi pula ia tidak terlalu peduli akan hal itu. Kinan ingin hidup tenang dan bersyukur dengan apa yang ia miliki meski umurnya hampir memasuki kepala 3Nyaring lonceng terdengar, saat seseorang datang—membuka pintu. Kinan yang semulanya menenggelamkan wajahnya di meja tiba-tiba mendongak. "Selamat datang di Toko Bunga Kinan."Seorang pria, setelan jas hitam, dan tampan. Kinan pun langsung tersenyum sumringa
Kinan merutuki kebodohannya untuk tetap menerima tawaran dari sang ibu, luar biada sekali. Sekarang ia harus menunggu pria yang menyebut dirinya biro jodoh itu. Kinan melirik ke arah jarum jam, sudah pukul 9 pagi rupanya, pria itu akan datang. Kinan berdeham pelan, merapikan sedikit gaun floralnya. Tak lama lonceng yang sengaja ia gantung di atas pintu toko berbunyi, pertanda seseorang datang. Tepat waktu juga pikirnya, Kinan memasang wajah datang saat pria itu dengan gagah melangkah masuk. "Bagaimana?"Apanya yang bagaimana? Dia tidak lihat, wajah Kinan sekarang begitu kesal. "Sekarang apa?""Anda sudah siap rupanya," katanya setelah sesaat melihat penampilan Kinan.Kinan mendesah kesal, ini adalah perbuatan sang ibu yang memaksanya memakai gaun floral selutut ini. "Katakan cepat, sekarang apa? Aku ingin segera menyelesaikan hal ini dan hidup dengan tenang lagi.""Anda harus memulainya dengan tenang, tidak akan ada hasil yang sempurna jika Anda terlalu t
Sepanjang jalan Kinan tidak berhenti menggerutu kesal, Noah hanya sesekali tertawa mendengar ocehan dari wanita berambut cokelat itu. "Ayolah, ketika dia melepas kaca matanya. Aku yakin, dia pria yang tampan."Kinan menatap geram, Noah hanya tahu cara berbicara. "Aku tidak melihat seorang pria dari wajahnya, tapi kepribadiannya.""Syukurlah Kinan, aku pikir awalnya kau tidak normal."Kinan mengumpat kecil, apakah dirinya terlihat tidka normal? Tidka ingin menikah apakah hal itu disebut tidka normal? Ayolah, zaman sudah modern, banyak wanita-wanita yang memilih untuk tidak menikah."Baiklah, bagaimana Wisnu?" tanya Noah, menggerakkan alisnya selai.Jengah, Kinan hanya ingin pulang. "Out.""Oke. Mari tentukan pilihan Anda yang kedua." Noah memberhentikan laju mobilnya di depan toko bunga Kinan. Ia menunggu Kinan keluar terlebih dahulu, sebelum kemudian ia juga menyusul wanita itu masuk ke dalam toko.Seperti saat pertama kali, pria itu kembali
Kinan mendadak gugup, kini ia duduk di hadapan seorang pria yang bisa Kinan katakan cukup tampan. Rambutnya tertata dengan rapi, style yang ia kenakan juga sangat menggambarkan ia seorang pemilik cafe. Kaos coklat, celana jeans panjang dengan sedikit robekan di lututnya."Jadi kegiatan kau sehari-hari apa?" tanya pria itu, sedari tadi ia tidak berhenti menyesap kopi panasnya. Sangat jelas tergambar ia sedang gugup sekarang."Aku mengelola toko bunga," jawab Kinan seraya meraih gelas kopinya dan menyesapnya untuk pertama kalinya sedari tadi. Sejujurnya Kinan, tidak terlalu suka kopi."Berapa pendapatan bersih yang bisa kau dapatkan dalam setahun?" tanya pria itu lagi yang sontak membuat Kinan mengerutkan alisnya bingung.Seseorang yang baru ia kenal, sudah bertanya perihal pendapatan bersih atas usahanya? Itu sangat tidak sopan. Apakah sekarang saat yang tepat untuk membahas bisnis, di mana seharusnya mereka berkenalan dengan pertanyaan-pertanyaan
Kinan tidak tahu maksud pria yang akan ia temui malam ini, Kinan tidak mengerti kenapa ia harus berpakaian seperti ini?Midi dress hitam polos telah melekat di tubuhnya. Sepatu boot warna senada juga telah terpasang di kaki jenjangnya. "Bertemu di apartemen saja harus berpakaian warna hitam, seperti hendak ke pemakaman saja."Kinan membaca kembali daftar yang harus ia kenakan pada kertas di tangannya. Kinan sedikit terkejut, membaca daftar paling akhir di sana. Apa? Membawa pakaian ganti? Apa maksudnya ini? Tidak, Kinan tidak ingin permintaan pria yang bahkan belum ia temui itu. Lagi pula kenapa juga ia harus menurutinya. Setelah menatap pantulan dirinya sekali lagi ke cermin, Kinan pun bergegas keluar dari kamarnya dan dengan cepat menuruni anak tangga. "Aku akan pergi."Senyum Ibu mengembang sekali malam ini, Kinan tahu Ibu sangat bahagia melihat anaknya bisa keluar di malam hari karena biasanya Kinan akan mendekam di kamar kumuhnya. "Hati-hati ya nak, Ibu udah n
Kinan mengedarkan seluruh pandangannya, langit-langit kamar yang ia lihat sekarang bukan yang biasa ia lihat saat bangun tidur. Kinan meringis pelan, saat tiba-tiba rasa nyeri menyerang kepalanya."Apa kau sudah bangun?" tanya seseorang yang lantas membuat Kinan bangkit duduk dan melotot kaget."Kau—" Kinan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia edarkan seluruh pandangannya ke sekeliling, ini bukan kamarnya. Lalu di mana kah, ia sekarang? Kinan memeluk dirinya sendiri, menatap pakaian yang ia pakai sekarang. Kaos abu-abu dan celana pendek. Ini bukan pakaiannya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!"Noah merasa pengar mendengar suara cempreng wanita itu. Ia meletakkan segelas air putih di atas nakas, dengan helaan napas panjang ia berkata, "coba kau ingat lagi, apa yang terjadi pada dirimu."Kinan terdiam, ingatan tentang kejadian semalam langsung menyelusup masuk ke dalam kepalanya. Ia hampir saja celaka, kalau Noah tidak datang dengan cepat. Kinan
Kinan terpaku menatap dirinya di depan cermin, di tubuhnya sudah melekat sempurna gaun pengantin brokat bewarna putih dengan model sabrina berlengan panjang. Lekuk tubuhnya sangat sempurna, dengan gaun tersebut. Rambutnya yang ditata sedemikian rupa dengan sebuah mahkota di atasnya menjadikan Kinan tidak mengenali dirinya sendiri.Ternyata begini rasanya memakai gaun pengantin, tampak biasa saja. Ia tidak terlalu menyukainya, untung saja gaun pengantin tersebut tidak berat dan panjangnya hanya sampai mata kaki. "Lalu sekarang apa lagi?" tanya Kinan sudah sangat kesal. Hampir satu jam lamanya orang-orang di sana meriasnya. Ia pun melangkah keluar dari ruangan tersebut dan bertemu dengan Ferdinand."Ayo kemarilah cepat!" kata Ferdinand berdiri di depan salah satu ruangan, yang letaknya bersebelahan dengan ruangan tempatnya berada tadi.Kinan melangkah masuk, di sana ia bisa melihat Noah sudah menunggunya dengan setelan jas bewarna hitam lengkap dengan
Sudah hampir 3 minggu berlalu, Kinan sudah mulai bisa berjalan kembali meski tidak bisa terlalu sering dan memakai heels. Sudah dari 2 pekan yang lalu ia kembali ke rumahnya, saat Ibu dan Andini menjemputnya pulang dari apartement Noah setelah mengetahui bahwa kakinya sakit.Semenjak itu, ibu kerap kali datang ke apartement Noah untuk memberinya banyak makanan padahal ibu tahu jika pria itu pandai memasak. Tapi, ibu bersikeras dan mengatakan kalau Noah bisa saja tidak punya waktu untuk memasak. Lagi pula katanya ini sebagai rasa terima kasih ibu karena sudah merawat dirinya. Ibu memang terlalu berlebihan."Sekarang kau akan kemana?" tanya Andini melihat Kinan sudah rapi dengan celana jeans dan kemeja polosnya.Kinan menoleh sekilas dan kembali menata rambutnya yang ia biarkan tergerai. Hari ini ia akan memakai sneaker saja, untuk menghindari kakinya terasa sakit lagi. "Aku masih harus menemui 3 pria lagi, agar aku bisa seg
Mata Kinan kembali melebar, tetapi kini dihiasi dengan kerutan pada dahinya. Rasa malu itu kini kembali menjalar, hingga membuat kedua pipi Kinan terasa panas. Ah, Noah memang tidak bisa ditebak. Ada apa dengannya, kenapa pria itu sampai menawarkan untuk tidur bersama lagi?"Kalian telah tidur bersama?" tanya Rey, nada bicaranya jelas terlihat bahwa ia terkejut."Ya." Kinan menoleh, tetapi kemudian ia menyadari jawabannya. "Tidak, ma-ksudku."Rey melihat ke arah Noah, keduanya beradu pandang. Tatapan tajam Rey lebih terlihat seperti sebuah peringatan keras. "Kuharap kau tidak lupa Noah.""Bagaimana jika aku ingin?" tanya Noah seolah menantang.Bibir Rey membentuk garis tipis. "Kau tahu kau tidak bisa melakukannya."Kinan menatap kedua orang kakak beradik itu bingung, ia tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Ketika Kinan melihat ke arah Noah, ia bisa melihat kekesalan tergambar sangat jelas di sana."Ya,
Noah terdiam, hentakan saat memotong wortel tak lagi terdengar. Ucapan Kinan mengacaukan seluruh pikirannya, terlebih sesuatu yang bergemuruh di dadanya. Noah berkedip, ia kembali melanjutkan. "Tentu," ujarnya singkat."Kalau begitu, aku harus segera menemukan orang itu." Kinan akan bertekad, ia harus membahagiakan orang-orang di sekitarnya termasuk pria itu. Noah pasti akan sangat senang, pekerjaan dengannya yang super merepotkan juga akan selesai. Jadi pria itu tidak lagi harus mengurusinya yang memang cukup melelahkan. "Aku berhutang banyak padamu, jadi aku tidak akan melupakanmu."Noah mencoba untuk terkecoh, meski pikirannya begitu berantakan. Ia sekarang melanjutkan ke sayuran yang lain, memotongnya hingga semuanya siap untuk di masak."Setelah kakiku sembuh, aku akan menemui pria yang tersisa sehingga aku bisa segera melepas bebanmu.""Kau sama sekali bukan beban bagiku."Kinan menoleh, dilihatnya Noah yang telah berbalik. Keduanya men
"Noah."Noah tersentak dalam tidurnya saat mendengar suara lirihan Kinan. Ia menenggakkan kepala serta tubuhnya dari kursi yang telah menahannya saat tidak sengaja tertidur tadi. Noah menatap tangannya yang masih di genggaman wanita itu dan bertanya, "iya, ada apa?""Tidurlah, kau juga butuh istirahat," kata Kinan seraya menarik pelan tangannya dari genggaman pria itu."Aku sudah tidur." Noah sengaja mengambil salah satu kursi meja makan dan membawanya ke kamar agar ia bisa tetap menjaga wanita itu dalam tidurnya."Tubuhmu bisa sakit nanti, tidurlah di sofa." Kinan merasa bersalah setelah melihat bagaimana Noah menjaganya dalam tidur. Ia telah banyak menyusahkan pria itu. "Ah, sofa juga buruk. Aku telah banyak menyusahkanmu."Noah mengambil beberapa helai tisu yang sudah ia taruh di atas nakas. "Ini adalah tanggung jawabku karena telah membuatmu sakit," katanya seraya menghapus keringat ya
Kinan mengernyit saat melihat Noah mendekatkan sesendok bubur ke dekat mulutnya. "Aku bisa memakannya sendiri," tolak Kinan seraya mengambil sendok di tangan Noah dan memasukkannya ke dalam mulutnya."Bagaimana rasanya?" tanya Noah, karena ia benar-benar ragu dengan rasa bubur buatannya itu. "Aku jarang membuat bubur, jadi aku pikir aku tidak akan membuatnya dengan enak.""Ini enak, aku menyukainya." Kinan tersenyum sekilas sebelum kembali menyuapi bubur itu ke mulutnya. "Terima kasih."Tangan Noah refleks menyentuh puncak kepala Kinan dan mengusapnya pelan. "Sama-sama," kata Noah lalu tiba-tiba terdiam saat pandangan keduanya bertemu.Noah buru-buru menjauhkan tangannya, ia sungguh melakukannya dengan spontan hingga ia tidak menyadarinya. "Maaf, aku tidak sengaja."Tanpa Noah ketahui, jauh di dalam sana Kinan hampir terlempar dari bumi. Kinan berusaha untuk menyamarkannya ekspresi k
Kinan bergeming, keduanya saling pandang. Perlahan senyumnya kecilnya terbit, ia melirik ke arah Noah yang juga ikut memandanginya. Sepertinya Noah tidak masalah, jika kakaknya yang tampan itu masuk ke dalam kandidat pria yang akan ia kencani. "Kupikir Noah setuju, jadi ya tentu.""Kapan aku mengatakan setuju?" tanya Noah. Ia belum mengatakan sepatah katamu sejak beberapa detik yang lalu, lalu dari mana wanita itu bisa menyimpulkan bahwa Noah setuju."Ah, ayolah. Kau juga harus membiarkan aku berkencan," kata Rey membuat perhatian Noah teralih. "Aku juga ingin menikah.""Tapi, wanita itu tidak," ucap Noah spontan. Rey sempat terdiam beberapa saat, memandangi Kinan dan Noah secara bergantian dengan wajah bingung."Aku tidak sedang mengajaknya menikah." Rey mencoba meluruskan, ia sedang mengajak wanita yang terbaring di sana untuk berkencan dengannya karena ia merasa tertarik. "Aku hanya mengajaknya berkencan, apa hal itu salah?""Tidak ada gunanya."
Kinan sudah terbaring di atas tempat tidur, ia melihat ke arah pria itu sinis. Tapi, kaki kanannya yang terasa nyeri bukan main membuatnya langsung meringis pelan. "Bagaimana aku bisa berjalan, kalau seperti ini." "Bukankah sudah kukatakan kau menginap saja di sini?" Noah duduk di atas ranjang, di ujung kaki Kinan. "Lihat kakimu semakin parah." Kinan mendengus kesal, lebih baik ia tidur saja sekarang dan berharap kakinya bisa segera sembuh besok. "Aku ingin tidur saja, keluarlah!" Noah mengembuskan napasnya panjang, ia bangkit dan menarik selimut untuk menutupi tubuh wanita itu. "Kalau kau butuh sesuatu, bisa panggil aku." "Aku haus," kata Kinan serak. "Sebentar, akan aku ambilkan." Noah beranjak keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Ia menuangkan segelas air putih lalu kembali masuk ke dalam kamar. "Ini." "Terima kasih." Kinan duduk bersandar, lalu kemudian mengambil gelas tersebut dan menegak air putih tersebut hingga tinggal
Noah telah sampai di apartemennya, saat melangkah masuk ia langsung disambut oleh senyum hangat Kinan yang tampak sedang melakukan sesuatu di dapur. Noah mengernyit, ia melepas sepatunya dan beranjak mendekat. "Apa kakimu sudah sembuh?""Sudah agak mendingan," jawab Kinan kemudian menunjukkan sop buntut yang baru saja selesai ia panaskan. "Kau pasti lapar, aku sudah menyiapkan makan malam."Noah kembali mengernyit, ia melihat beberapa hidangan telah tersusun di meja makan. "Kau memasak semua ini?""Tidak." Kinan berjalan tertatih ke arah meja makan dan menaruh mangkuk berisi sup di tangannya ke atas meja. "Tadi Ibu datang kemari, katanya ia memasak banyak hari ini.""Ibu datang kemari?" Wajah Noah sedikit terkejut."Maaf jika aku tak meminta izin terlebih dulu padamu karena mengizinkan Ibu dan Andin masuk ke apartemenmu," ucap Kinan merasa tidak enak karena ia membiarkan keluarganya begitu saja ke apartemen milik orang lain."Ah