Kinan tidak tahu maksud pria yang akan ia temui malam ini, Kinan tidak mengerti kenapa ia harus berpakaian seperti ini?
Midi dress hitam polos telah melekat di tubuhnya. Sepatu boot warna senada juga telah terpasang di kaki jenjangnya. "Bertemu di apartemen saja harus berpakaian warna hitam, seperti hendak ke pemakaman saja."
Kinan membaca kembali daftar yang harus ia kenakan pada kertas di tangannya. Kinan sedikit terkejut, membaca daftar paling akhir di sana. Apa? Membawa pakaian ganti? Apa maksudnya ini? Tidak, Kinan tidak ingin permintaan pria yang bahkan belum ia temui itu. Lagi pula kenapa juga ia harus menurutinya. Setelah menatap pantulan dirinya sekali lagi ke cermin, Kinan pun bergegas keluar dari kamarnya dan dengan cepat menuruni anak tangga. "Aku akan pergi."
Senyum Ibu mengembang sekali malam ini, Kinan tahu Ibu sangat bahagia melihat anaknya bisa keluar di malam hari karena biasanya Kinan akan mendekam di kamar kumuhnya. "Hati-hati ya nak, Ibu udah nyuruh Noah jaga kamu."
Kenapa juga pria itu harus menjaganya? Apa jangan-jangan ibu juga membayar biaya tambahan untum pria itu agar menjaga dan mengantar jemputnya?
"Bu—"
Belum sempat Kinan hendak protes, sang Ibu langsung memotong ucapan Kinan. "Nak Noah, sudah menunggu. Jangan biarkan dia menunggumu terlalu lama," katanya seraya mendorong Kinan untuk segera keluar dari rumah.
"Iya Bu." Kinan berjalan cepat keluar dari rumah. Mobil sedan hitam itu sudah terparkir sempurna di pelataran rumahnya.
"Kau telah membuang waktuku sebanyak 10 menit. Seharusnya aku mendapat biaya tambahan untuk ini." Noah membuka pintu mobilnya, ia sendiri baru menyadari jika keduanya kini berbicara tak lagi dengan formal.
"Kau ini memang mata duitan ya!" Kinan mendengus kesal, lalu kemudian masuk ke dalam mobil.
Kinan merasa sedikit tidka nyaman dengan baju ini, padahal miliknya sendiri. Mungkin karena terlalu pendek, hingga secara keseluruhan memperlihatkan kaki jenjangnya. Terlebih ia hanya akan bertemu dengan pria beranak Darren itu di apartemen. Terlalu norak, jika ia memakai pakaian seperti ini. "Apa kau yakin pria itu tidak aneh?" tanyanya sesaat setelah Noah ikut masuk ke dalam mobil.
"Memangnya kenapa?" tanya Noah. Ia memasang sabuk pengamannya.
"Entahlah, hanya firasatku." Kinan tidak tahu, pikirannya merasa aneh ketika membayangkan pria itu sengaja menyuruhnya memakai pakaian sangat terbuka seperti ini.
Mobil sedan itu melaju cepat, membelah jalan raya yang masih dipadati ratusan kendaraan. Sedikit berbeda, Noah tidak lagi dengan jas hitamnya. Pria itu hanya memakai celana kain bewarna putih dengan kaos oversized coklat susu. Kinan yang melihat penampilan pria itu, tergerak ingin bertanya. "Apakah jam kerjamu sudah habis?"
Noah menoleh sebentar, kemudian ia mengangguk. "Ya, sudah habis sejak satu jam yang lalu."
Kinan hanya bergumam, pandangannya kini beralih ke arah kaca mobil. Lampu-lampu kota bisa ia lihat terangnya satu persatu. Tanpa sadar Kinan tersenyum kecil, sudah lama ia tidak keluar malam untuk melihat kelap-kelip lampu kota.
Noah yang semula fokus mengendarai mobilnya, sesekali mencuri kesempatan untuk melihat wanita itu. Cantik, itulah hal pertama yang Noah katakan saat melihat wanita itu untuk pertama kalinya.
Setelah berkendara sekitar 20 menit, akhirnya keduanya sampai. Kinan masih terdiam di tempatnya, matanya melihat ke arah gedung apartemen luar biasa besar itu.
"Dia sudah menunggu di dalam," kata Noah setelah mendapat pesan dari kliennya tersebut.
Kinan membuang napasnya gusar, ia akan masuk ke dalam sana sendirian? Kenapa mendadak Kinan merasa takut. "Kau akan menunggu di mana?"
"Di sini," sahut Noah.
"Tidak bisa kah kau ikut masuk?" tanya Kinan, lebih seperti sebuah permohonan. Meski usianya hampir memasuki kepala 3, tetapi nyari Kinan kasih seperti gadis remaja. Kinan sebelumnya tidak pernah menemui seorang pria langsung di kediamannya seperti itu.
"Saya hanya bisa mengantarkan dan menunggumu di sini."
Kinan membuang napasnya berat, tidak ada pilihan lain. Kinan harus tetap masuk dan hanya 1 jam. Tidak lama, hanya demi ibunya. Kinan membuka sabuk pengaman yang masih terpasang di tubuhnya dan keluar tanpa mengucap apapun lagi ia langsung melangkah masuk ke dalam gedung apartemen itu.
Kinan masih berusaha menurunkan sedikit dress-nya, ia tidak nyaman dengan bagian pahanya yang terpampang dan ini dingin.
Menaiki lift, Kinan diantarkan ke lantai 20. Wanita itu masih berusaha untuk tidak gugup. Kinan telah sampai, ia berdiri tepat di depan pintu yang tertera nomor 222. Belum sempat Kinan memencet bel, tiba-tiba pintu di depannya telah terbuka.
Kinan sempat tersentak pelan dan menjauhkan dirinya. Seorang pria dengan hanya menggunakan celana boxer dan tanpa pakaian?
"Akhinya kau datang sayang, aku telah lama menunggu." Wajahnya menyeringai lebar, persis seperti sosok penjahat di film horror. "Lihatlah, kau mengenakan pakaian yang Kusuka, kau begitu cantik dan ... sexy."
Kinan melangkah masuk, ia menjaga jarak untuk antisipasi. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan itu, cukup luas dan penuh furniture tidak berguna di dalamnya. Seperti meja kerja yang ditaruh di setiap ruangan. Cukup aneh, bagi Kinan. Saat ia hendak duduk, pria itu tiba-tiba melarangnya dan menyuruhnya untuk ikut masuk ke dalam sebuah ruangan yaitu kamar tidur.
"Kita akan berbicara di kamar tidur?" Kinan sudah mengambil ancang-ancang jika pria itu ingin berbuat macam-macam.
"Ya, kita akan mengobrol dan memasak," katanya seraya membuka pintu kamar tersebut dan terlihatlah sebuah ruangan yang lengkap dengan sebuah tempat tidur king size dan dapur? Hah? Mengapa ada dapur di sini?
Darren berjalan mendahului Kinan, ia mendekat ke arah dapur yang hanya terhalang sebuah meja. "Aku sangat suka memasam, kau sendiri sudah tau kalau aku ini adalah seorang koki."
Kinan masih belum mengerti, lalu kenapa ada tempat tidur di sini? Apa memasak sambil tidur?
Darren berjalan mendekati kasur. "Setelah masak, biasanya aku lelah dan langsung tidur."
Kinan tidak mampu menahan keterkejutannya, bukankah ia masih bisa tidur meski dapur terletak di luar kamar tidur?
"Oh iya." Darren menarik Kinan untuk ikut bersamanya ke dapur. "Apa kau bisa memasak?"
"Sedikit."
"Kalau begitu, akan aku ajarkan."
Kalau pria itu ingin mengajarkannya masakan, lalu untuk apa pria itu menyuruhnya memakan gaun seperti hendak datang ke sebuah acara.
"Ayo, pakai ini." Darren memberikannya sebuah celemek berwarna merah muda dan memaksa membantu memakaikannya ke tubuh Kinan meski wanita itu telah menolak.
Satu yang Kinan sudah tau pasti, Darren adalah tipe seorang pemaksa. "Lalu sekarang?"
Darren kembali menyeringai, kini ia mengambil beberapa bahan makan di dapur dan menaruhnya di hadapan Kinan. "Kita akan memotong ini dengan pelan-pelan."
Tidak paham, Kinan hanya diam dan mengambil pisau yang pria itu berikan. "Dipotong saja?"
"Ya, mari kita mulai." Tiba-tiba pria tinggi berbadan atletis itu memeluk tubuh ramping Kinan dari belakang. Hal itu sontak membuat Kinan, berbalik dan melotot tajam.
"Kenapa kau menyentuhku tanpa izin?" Kinan menjauh.
Darren mengangkat tangannya ke udara. "Aku melakukan apa yang memang seharusnya aku lakukan."
Kinan semakin tidak mengerti dengan situasi ini. Kenapa banyak sekali pria tidak sopan sekarang, memberlakukan wanita seenak jidatnya. Inilah salah satu alasan Kinan tidak ingin menikah dan hidup sendiri sampai mati.
"Itulah gunanya seorang wanita," kata Darren lagi. Ia mendekat dan kembali melingkarkan tangannya di pinggang Kinan dan menariknya cukup kuat. "Untuk disentuh."
"Lepaskan aku!" Pinggangnya yang kecil tentu saja sangat mudah bagi pria itu untuk menahannya dengan tangan besarnya itu. "Atau aku akan teriak!"
Darren melangkah pelan, ia sama sekali tidak kesulitan saat membawa Kinan yang ia rengkuh dengan tangannya. "Kau tau, kenapa aku menyuruhmu memakai pakaian ini?"
Kinan melotot tajam, pikiran buruknya membuat Kinan berusaha mendorong tubuh pria itu. "Lepaskan aku pria brengsek!"
Darren melempar tubuh Kinan ke atas ranjang, seringai lebarnya begitu menakutkan sekarang. "Itulah mengapa aku menaruh tempat tidur ini di sini, ini akan sangat memudahkanku!"
Kinan bergetar takut, ia benar-benar tidak lagi punya nyali untuk melawan. Tenaganga yang kecil tak mampu melawan pria itu. "Lepaskan aku!"
Dengan satu gerakan, pria itu berhasil merobek dress yang Kinan gunakan, sehingga memperlihatkan setengah tubuhnya. Kinan berteriak takut, ia berusaha menendang pria itu tetapi tidak bisa. "Tolong!"
"Berisik!" Sebuah tamparan kini ia dapatkan, membuat Kinan terdiam di tempatnya. Pusing langsung menghinggapi kepalanya saat itu juga.
"Kalau kau tidak berisik dan melawan, aku akan melakukannya dengan perlahan."
"Kau Brengsek!" Kinan menutupi dadanya yang terbuka, pria bejat itu pasti ingin mengotorinya.
Suara bel berbunyi, pria itu menoleh ke arah pintu. "Kau tunggu di sini," ucapnya dingin.
Kinan hanya bisa melihat pria itu beranjak dari kamar. Ia tidak tahu bagaimana caranya lepas dari pria itu, Kinan menangis perlahan. Air matanya mengucur deras, pipinya terasa terbakar akibat tampan pria itu tadi. Kinan meringkuk di atas ranjang itu, ia tidak ingin menikah. Kinan takut, Kinan takut dirinya disakiti.
"Kinan?"
Suara bariton yang begitu Kinan kenali, membuatnya menangis lebih keras. Noah, pria itu datang.
Bisa Kinan lihat wajah pria itu terlihat sangat panik. Dengan cepat pria itu membuka jaket kulit yang ia kenakan dan menutupi tubuh Kinan yang gaunnya telah dirobek. "Maafkan aku," kata pria itu sembari mengangkat tubuh Kinan, menggendongnya keluar dari apartemen itu.
Kinan hanya ingin pulang sekarang, ia lelah. Tubuhnya sakit, dan pria bernama Noah itu telah menolongnya malam ini. Kalau saja pria itu tidak datang, Kinan tidak tahu entah apa yang akan terjadi pada dirinya.
Kinan mengedarkan seluruh pandangannya, langit-langit kamar yang ia lihat sekarang bukan yang biasa ia lihat saat bangun tidur. Kinan meringis pelan, saat tiba-tiba rasa nyeri menyerang kepalanya."Apa kau sudah bangun?" tanya seseorang yang lantas membuat Kinan bangkit duduk dan melotot kaget."Kau—" Kinan tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia edarkan seluruh pandangannya ke sekeliling, ini bukan kamarnya. Lalu di mana kah, ia sekarang? Kinan memeluk dirinya sendiri, menatap pakaian yang ia pakai sekarang. Kaos abu-abu dan celana pendek. Ini bukan pakaiannya. "APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!"Noah merasa pengar mendengar suara cempreng wanita itu. Ia meletakkan segelas air putih di atas nakas, dengan helaan napas panjang ia berkata, "coba kau ingat lagi, apa yang terjadi pada dirimu."Kinan terdiam, ingatan tentang kejadian semalam langsung menyelusup masuk ke dalam kepalanya. Ia hampir saja celaka, kalau Noah tidak datang dengan cepat. Kinan
Noah nyaris saja tertawa di tempatnya, wanita sampai hilang akal karena saking tidak ingin ia menikah. "Kau tidak akan bisa menghindari pernikahan meski kau bergabung dengan anggota kami."Kinan mendesah pasrah, tidak ada yang bisa ia lakukan lagi. Apa ia pergi saja dari rumah? Tidak, ibunya akan sedih dan ia juga punya penyakit jantung."Bukankah kau melakukan ini demi ibumu?""Ya, tapi apa kah kau pikir ada yang akan menikahi seseorang yang menikah karena paksaan dari ibunya?" tanya Kinan. "Bukankah menikah adalah tentang saling mencintai?"Noah mengangguk, membenarkan ucapan Kinan. "Ya, tapi untuk sekarang kau tidak akan bisa menghindarinya. Mengapa kau tak mencoba mencintai seseorang?""Aku tidak pernah paham bagaimana rasanya jatuh cinta." Kinan melipat tangannya di dada. "Belum ada seorang pun pria yang masuk kriteriaku."Noah menghela napas pelan dan beranjak dari sana. "Tidak ada yang sempurna di dunia ini Kinan.""Aku tidak mencari
Kinan yang semula menunjukkan pandangannya, kini kembali menatap bola mata pria itu. Ia masih diam, bingung ingin membalas ucapan pria itu."Aku tahu, kau juga tidak bisa memaksa hal yang sama sekali tidak kau inginkan.""Tidak, aku akan terus melanjutkannya," ucap Kinan setelah cukup lama terdiam. "Aku tahu, sisa uangnya tidak akan kembali jika aku membatalkannya.""Tentu saja, perjanjian awal sudah seperti itu.""Bukan karena perjanjian, kau saja yang gila uang!"Mulut wanita itu memang sepedas cabai, lihatlah sudah berapa kali ia mengejek Noah gila uang. Semua manusia juga gila uang, tidak ada manusia yang tidak membutuhkan uang. "Aku akan pergi keluar untuk berbelanja. Kau tunggu saja di sini.""Tidak!" Kinan berkata cukup lantang, mengagetkan Noah yang baru saja berdiri. "Aku ikut!"Noah menghela napasnya lelah. "Kau tidak bisa ikut dengan pakaian seperti itu!""Ta ta—pi aku.""Diam di sini, aku akan mencarikanmu bebet
Kinan mencoba salah satu pakaian yang dibelikan oleh Noah, pria itu cukup pinter memilih baju yang pas di tubuh Kinan. Sebuah gaun bewarna kuning yang panjangnya hingga menutupi lutut, sangat cantik melekat di tubuh rampingnya. Bagian atasnya yang dibuat model Sabrina, membuat penampilan Kinan semakin cantik pagi ini. Wajahnya tak lagi terdapat memar, karena ia sudah menutupnya dengan sempurna. Kinan juga bisa menyamarkan dengan rambut yang sengaja ia uraikan. "Berikan aku foto-foto yang harus aku pilih lagi, aku akan menemui salah satu pria itu lagi hari ini agar aku bisa cepat terbebas," katanya seraya melangkah menghampiri Noah yang duduk di kursi makan."Wajah memarmu?" tanya Noah kebingungan. Ia tidak lagi melihat warna itu di pipi Kinan.Kinan mendekatkan wajahnya, agar pria itu bisa melihat dengan jelas pipi yang sudah ia samarkan dengan segala macam make up yang memang selalu ia bawa di dalam tasnya."Apa pakaian dalam itu pas di tubuhmu?" tanya
Kinan saat ini berada di toko ice cream, bersama Noah yang sudah ia paksa hingga berkali-kali sampai mau menemaninya. Kinan memakan pelan es krim vanillanya, rasa yang sama yang dimakan oleh Noah."Aku sungguh bangga dengan diriku," kata Kinan pongah. "Aku pasti berhasil menyatukan dua orang itu."Noah hanya menatap malas, ia ingin cepat-cepat menghabiskan es krim berukuran besar di hadapannya saat ini. Kalau saja ia tahu, Kinan akan memesan dengan ukuran sebesar ini sudah pasti ia lebih memilih pulang."Apa aku sudah cocok mendaftar jadi anggota biro jodoh?" tanya Kinan, menangkup pipi dengan kedua tangannya dan tersenyum sambil mengedip-ngedipkan matanya ke arah Noah.Noah masih memandang dengan wajah datar, ia memasukkan sesendok es krim ke mulutnya dan berkata, "tidak. Kau tidak lulus semua kriteria yang ada.""Hah?" Kinan tidka percaya, pasti Noah sedang ingin menipunya."Kami tidak mencari seorang wanita yang memiliki sifat kasar
Kinan sudah bersiap, long dress bewarna merah sudah melengkapi penampilannya pagi ini. Tapi, ia tidak berniat untuk menjumpai salah satu pria itu karena pagi ini ia hanya ingin berkeliling dengan menyewa sebuah sepeda. Tentu saja ia tidak akan sendiri, ia tetap memaksa Noah untuk ikut dengannya."Sekarang kau ingin apa?" tanyanya pada Kinan yang sudah menyiapkan dua sepeda yang memiliki keranjang di depannya itu dan mengisyaratkan Noah untuk naik. "Kau menyuruhku naik sepeda?"Kinan mengangguk. "Kau harus menemaniku, kalau saja kau tidak salah memilih orang. Luka memar di pipiku tidak akan aku dapatkan dan aku tidak harus—""Hentikan ocehanmu," potong Noah seraya naik ke sepeda yang sangat tidak cocok untuk tubuh kekarnya.Kinan tampak sangat antusias, ia mendayung sepedanya—mengejar Noah yang sudah berlalu cepat di depannya. "Tunggu aku!"Keduanya berkeliling pada sebuah taman yang membentang luas di dekat gedung apartemen yang N
"Sejujurnya aku tidak terlalu suka baca buku," kata Kinan seraya memperhatikan satu persatu buku yang terpajang di toko buku tersebut. Ia berdiri di samping Noah, sesekali melihat buku yang pria itu pilih."Aku juga tidak," ujar Noah seraya membaca bagian belakang sebuah buku yang baru saja ia ambil dari rak. "Aku hanya membaca jika aku membutuhkan hal yang penting."Kinan hanya bergumam pelan, tangannya tergerak untuk mengambil salah satu buku yang letaknya cukup jauh di atas. Kinan berjinjit, berusaha menggapai tersebut.Namun, karena tubuhnya yang pendek Kinan menjadi sedikit kesulitan. Beruntung Noah menyadari hal itu, pria itu menjadi pahlawan yang mengambil buku yang wanita itu ingkan dan memberikannya. "Kau harus sering-sering olahraga, untuk menambah tinggi badanmu," kata Noah.Kinan memutar matanya malas. "Aku juga bisa mengambil buku itu tanpa bantuanmu.""Untuk mencari pasangan saja kau membutuhkan aku." Noah membicarakan keb
Renaldi pria yang hangat, Kinan bisa melihat jika Renaldi hanyalah seorang pria sederhana yang bekerja seperti orang normal pada umumnya. Ia terlihat penyayang, terbukti dari anjing jenis Siberian Husky jantan yang ia pelihara itu. Kinan sesekali tertawa saat anjing bernama Ace itu berlari dan bersikap manja kepadanya."Sepertinya Ace menyukaimu," kaya pria berkemeja biru tua itu. Dari penampilannya juga terlihat jelas bahwa Renaldi adalah orang yang rapi."Benarkah?" Kinan mengelus anjing berwarna putih dengan sedikit corak hitam di bulunya itu. "Apa kau menyukaiku?""Ngomong-ngomong Kinan, apa pendapatmu tentang pernikahan?"Kinan berhenti, pertanyaan itu lagi. Tapi, kali ini ia akan berusaha menjawab. "Aku tidak terlalu tertarik dengan pernikahan."Kinan bisa melihat ada guratan rasa penasaran langsung tercipta di wajah pria itu."Kenapa?" tanyanya. "Banyak wanita yang menginginkan pernikahan."Kinan yang semula berjong
Kinan terpaku menatap dirinya di depan cermin, di tubuhnya sudah melekat sempurna gaun pengantin brokat bewarna putih dengan model sabrina berlengan panjang. Lekuk tubuhnya sangat sempurna, dengan gaun tersebut. Rambutnya yang ditata sedemikian rupa dengan sebuah mahkota di atasnya menjadikan Kinan tidak mengenali dirinya sendiri.Ternyata begini rasanya memakai gaun pengantin, tampak biasa saja. Ia tidak terlalu menyukainya, untung saja gaun pengantin tersebut tidak berat dan panjangnya hanya sampai mata kaki. "Lalu sekarang apa lagi?" tanya Kinan sudah sangat kesal. Hampir satu jam lamanya orang-orang di sana meriasnya. Ia pun melangkah keluar dari ruangan tersebut dan bertemu dengan Ferdinand."Ayo kemarilah cepat!" kata Ferdinand berdiri di depan salah satu ruangan, yang letaknya bersebelahan dengan ruangan tempatnya berada tadi.Kinan melangkah masuk, di sana ia bisa melihat Noah sudah menunggunya dengan setelan jas bewarna hitam lengkap dengan
Sudah hampir 3 minggu berlalu, Kinan sudah mulai bisa berjalan kembali meski tidak bisa terlalu sering dan memakai heels. Sudah dari 2 pekan yang lalu ia kembali ke rumahnya, saat Ibu dan Andini menjemputnya pulang dari apartement Noah setelah mengetahui bahwa kakinya sakit.Semenjak itu, ibu kerap kali datang ke apartement Noah untuk memberinya banyak makanan padahal ibu tahu jika pria itu pandai memasak. Tapi, ibu bersikeras dan mengatakan kalau Noah bisa saja tidak punya waktu untuk memasak. Lagi pula katanya ini sebagai rasa terima kasih ibu karena sudah merawat dirinya. Ibu memang terlalu berlebihan."Sekarang kau akan kemana?" tanya Andini melihat Kinan sudah rapi dengan celana jeans dan kemeja polosnya.Kinan menoleh sekilas dan kembali menata rambutnya yang ia biarkan tergerai. Hari ini ia akan memakai sneaker saja, untuk menghindari kakinya terasa sakit lagi. "Aku masih harus menemui 3 pria lagi, agar aku bisa seg
Mata Kinan kembali melebar, tetapi kini dihiasi dengan kerutan pada dahinya. Rasa malu itu kini kembali menjalar, hingga membuat kedua pipi Kinan terasa panas. Ah, Noah memang tidak bisa ditebak. Ada apa dengannya, kenapa pria itu sampai menawarkan untuk tidur bersama lagi?"Kalian telah tidur bersama?" tanya Rey, nada bicaranya jelas terlihat bahwa ia terkejut."Ya." Kinan menoleh, tetapi kemudian ia menyadari jawabannya. "Tidak, ma-ksudku."Rey melihat ke arah Noah, keduanya beradu pandang. Tatapan tajam Rey lebih terlihat seperti sebuah peringatan keras. "Kuharap kau tidak lupa Noah.""Bagaimana jika aku ingin?" tanya Noah seolah menantang.Bibir Rey membentuk garis tipis. "Kau tahu kau tidak bisa melakukannya."Kinan menatap kedua orang kakak beradik itu bingung, ia tidak tahu apa yang tengah mereka bicarakan. Ketika Kinan melihat ke arah Noah, ia bisa melihat kekesalan tergambar sangat jelas di sana."Ya,
Noah terdiam, hentakan saat memotong wortel tak lagi terdengar. Ucapan Kinan mengacaukan seluruh pikirannya, terlebih sesuatu yang bergemuruh di dadanya. Noah berkedip, ia kembali melanjutkan. "Tentu," ujarnya singkat."Kalau begitu, aku harus segera menemukan orang itu." Kinan akan bertekad, ia harus membahagiakan orang-orang di sekitarnya termasuk pria itu. Noah pasti akan sangat senang, pekerjaan dengannya yang super merepotkan juga akan selesai. Jadi pria itu tidak lagi harus mengurusinya yang memang cukup melelahkan. "Aku berhutang banyak padamu, jadi aku tidak akan melupakanmu."Noah mencoba untuk terkecoh, meski pikirannya begitu berantakan. Ia sekarang melanjutkan ke sayuran yang lain, memotongnya hingga semuanya siap untuk di masak."Setelah kakiku sembuh, aku akan menemui pria yang tersisa sehingga aku bisa segera melepas bebanmu.""Kau sama sekali bukan beban bagiku."Kinan menoleh, dilihatnya Noah yang telah berbalik. Keduanya men
"Noah."Noah tersentak dalam tidurnya saat mendengar suara lirihan Kinan. Ia menenggakkan kepala serta tubuhnya dari kursi yang telah menahannya saat tidak sengaja tertidur tadi. Noah menatap tangannya yang masih di genggaman wanita itu dan bertanya, "iya, ada apa?""Tidurlah, kau juga butuh istirahat," kata Kinan seraya menarik pelan tangannya dari genggaman pria itu."Aku sudah tidur." Noah sengaja mengambil salah satu kursi meja makan dan membawanya ke kamar agar ia bisa tetap menjaga wanita itu dalam tidurnya."Tubuhmu bisa sakit nanti, tidurlah di sofa." Kinan merasa bersalah setelah melihat bagaimana Noah menjaganya dalam tidur. Ia telah banyak menyusahkan pria itu. "Ah, sofa juga buruk. Aku telah banyak menyusahkanmu."Noah mengambil beberapa helai tisu yang sudah ia taruh di atas nakas. "Ini adalah tanggung jawabku karena telah membuatmu sakit," katanya seraya menghapus keringat ya
Kinan mengernyit saat melihat Noah mendekatkan sesendok bubur ke dekat mulutnya. "Aku bisa memakannya sendiri," tolak Kinan seraya mengambil sendok di tangan Noah dan memasukkannya ke dalam mulutnya."Bagaimana rasanya?" tanya Noah, karena ia benar-benar ragu dengan rasa bubur buatannya itu. "Aku jarang membuat bubur, jadi aku pikir aku tidak akan membuatnya dengan enak.""Ini enak, aku menyukainya." Kinan tersenyum sekilas sebelum kembali menyuapi bubur itu ke mulutnya. "Terima kasih."Tangan Noah refleks menyentuh puncak kepala Kinan dan mengusapnya pelan. "Sama-sama," kata Noah lalu tiba-tiba terdiam saat pandangan keduanya bertemu.Noah buru-buru menjauhkan tangannya, ia sungguh melakukannya dengan spontan hingga ia tidak menyadarinya. "Maaf, aku tidak sengaja."Tanpa Noah ketahui, jauh di dalam sana Kinan hampir terlempar dari bumi. Kinan berusaha untuk menyamarkannya ekspresi k
Kinan bergeming, keduanya saling pandang. Perlahan senyumnya kecilnya terbit, ia melirik ke arah Noah yang juga ikut memandanginya. Sepertinya Noah tidak masalah, jika kakaknya yang tampan itu masuk ke dalam kandidat pria yang akan ia kencani. "Kupikir Noah setuju, jadi ya tentu.""Kapan aku mengatakan setuju?" tanya Noah. Ia belum mengatakan sepatah katamu sejak beberapa detik yang lalu, lalu dari mana wanita itu bisa menyimpulkan bahwa Noah setuju."Ah, ayolah. Kau juga harus membiarkan aku berkencan," kata Rey membuat perhatian Noah teralih. "Aku juga ingin menikah.""Tapi, wanita itu tidak," ucap Noah spontan. Rey sempat terdiam beberapa saat, memandangi Kinan dan Noah secara bergantian dengan wajah bingung."Aku tidak sedang mengajaknya menikah." Rey mencoba meluruskan, ia sedang mengajak wanita yang terbaring di sana untuk berkencan dengannya karena ia merasa tertarik. "Aku hanya mengajaknya berkencan, apa hal itu salah?""Tidak ada gunanya."
Kinan sudah terbaring di atas tempat tidur, ia melihat ke arah pria itu sinis. Tapi, kaki kanannya yang terasa nyeri bukan main membuatnya langsung meringis pelan. "Bagaimana aku bisa berjalan, kalau seperti ini." "Bukankah sudah kukatakan kau menginap saja di sini?" Noah duduk di atas ranjang, di ujung kaki Kinan. "Lihat kakimu semakin parah." Kinan mendengus kesal, lebih baik ia tidur saja sekarang dan berharap kakinya bisa segera sembuh besok. "Aku ingin tidur saja, keluarlah!" Noah mengembuskan napasnya panjang, ia bangkit dan menarik selimut untuk menutupi tubuh wanita itu. "Kalau kau butuh sesuatu, bisa panggil aku." "Aku haus," kata Kinan serak. "Sebentar, akan aku ambilkan." Noah beranjak keluar dari kamar dan menuju ke dapur. Ia menuangkan segelas air putih lalu kembali masuk ke dalam kamar. "Ini." "Terima kasih." Kinan duduk bersandar, lalu kemudian mengambil gelas tersebut dan menegak air putih tersebut hingga tinggal
Noah telah sampai di apartemennya, saat melangkah masuk ia langsung disambut oleh senyum hangat Kinan yang tampak sedang melakukan sesuatu di dapur. Noah mengernyit, ia melepas sepatunya dan beranjak mendekat. "Apa kakimu sudah sembuh?""Sudah agak mendingan," jawab Kinan kemudian menunjukkan sop buntut yang baru saja selesai ia panaskan. "Kau pasti lapar, aku sudah menyiapkan makan malam."Noah kembali mengernyit, ia melihat beberapa hidangan telah tersusun di meja makan. "Kau memasak semua ini?""Tidak." Kinan berjalan tertatih ke arah meja makan dan menaruh mangkuk berisi sup di tangannya ke atas meja. "Tadi Ibu datang kemari, katanya ia memasak banyak hari ini.""Ibu datang kemari?" Wajah Noah sedikit terkejut."Maaf jika aku tak meminta izin terlebih dulu padamu karena mengizinkan Ibu dan Andin masuk ke apartemenmu," ucap Kinan merasa tidak enak karena ia membiarkan keluarganya begitu saja ke apartemen milik orang lain."Ah