Share

celah

Author: Budi Mae
last update Last Updated: 2022-04-12 17:58:13

Aku membereskan semua barang yang hendak dibawa ke Bali besok pagi. Malam ini tidak boleh aku terlupa satu barang pun agar aku tidak kena marah si Bos menyebalkan yang satu itu. Aku harus membereskan malam ini karena besok harus pergi pagi dan tidak boleh terlambat.

"Mbak lagi ngapain sih, berisik banget jam segini belum tidur?" protes Desi, teman satu kosku.

"Mbak lagi beresin perlengkapan buat pergi ke Bali besok. Lu baik-baik, jagain kontrakan ini jangan sampai lu bawa cowok kedalam. Awas aja  ya lengang dari pengawasan, Mbak nggak ada bukan berarti lu bebas ngapain aja," ujarku.

"Sendiko dawuh, Ibu Ratu," kelakarnya.

Desi adalah anak tetangga di desa tempat Bunda tinggal. Kebetulan orang tuanya menitipkan dia untuk aku awasi saat bekerja. Dia karyawan di salah satu mall terbesar di kota ini.

"Bakal berapa hari di Bali, Mbak?"

"Enggak tahu pasti. Bos kadang suka memperpanjang waktu atau memperpendek tergantung mood dan keinginan dia aja, Mbak si berharap nggak lama karena berlama-lama dengan bos yang satu itu bikin tensi suka naik. Bisa stress dan hipertensi tiap hari," ucapku.

Bos Zidan memang seperti itu, tetapi kadang dia suka melakukan perihal yang bikin kami semua mati berdiri. Kadang marah tiba-tiba tanpa sebab, kadang juga diam ketika kami semua melakukan pekerjaan yang sedikit salah, hanya sekedar menegur lalu pergi begitu saja. Itu jika dia mood sedang baik dsn kalau sedang sebaliknya bisa kiamat kita semua. Dia bos yang cukup dipertimbangkan dalam dunia entertainment karena sikap tegas dan dinginnya.

Aku langsung merebahkan badan di ranjang setelah semua pekerjaan selesai. Aku sambil membaca tugas dan kewajiban yang harus aku kerjakan besok. Terlalu lama membaca, aku merasa mata ini berat dan akhirnya terpejam. 

Pukul empat pagi, aku sudah dibangunkan oleh suara alarm yang aku setel lebih pagi daripada biasanya. Aku langsung bergerak turun dari ranjang dan langsung ke kamar mandi untuk mandi.

Aku sengaja tidak membangunkan Desi karena biasanya dia akan bangun ketika sudah jam 5 pagi. Dinginnya air keran tidak membuat aku mengurungkan mandi. Demi menghindari keterlambatan datang ke bandara, aku rela mandi dan bersiap meski sepertinya badan ini menolak untuk lebih awal mandi dan bersiap.

Hacih!

Berulang kali aku bersin setelah mandi karena dinginnya air kran. Desi sampai terbangun dan menatapku bingung.

"Mbak, jam segini sudah mandi, pantas saja bersin-bersin. Nggak takut masuk angin?" ucapnya sambil menguap lebar.

"Mbak harus bergegas pergi setelah ini. Jarak menuju bandara lumayan, Mbak takut telat. Lu buru salat subuh, sebentar lagi Mbak mau berangkat."

Terdengar helaan napas beratnya, mungkin ia sangat malas melakukan segala perintahku. Tapi, dia juga harus  sadar jika ada orang tuanya yang mencemaskannya setiap hari. Aku meleng aja membiarkan Desi, maka ibunya akan merepet sepanjang jalan kenangan. Eh...

Aku sudah selesai berkemas, juga sudah selesai solat. Tinggal menunggu Desi mengantarku, itu jika dia mau. 

"Des, antar Mbak ya ke bandara."

"Naik motor?" tanyanya kaget.

"Iya dong. Masa naik pesawat, pan lu bukan pilot. Ya? Kelamaan pake taksi, takut macet."

"Tapi, Mbak. Badan Mbak Mantra kan ...."

"Iya-iya. Nggak usah dijelaskan juga Mbak udah tahu Mbak subur. Mbak yang bawa deh, lu bonceng. Pulangnya lu bisa pakai motor Mbak. Tapi inget, jangan buat kelayapan."

Tampak wajah bahagia tergambar. Desi memang selama ini aku antar jemput. Walau dia bukan saudara kandung, tapi aku adalah tipe orang penyayang pada siapa pun. 

Setelah pintu terkunci, kami bergegas ke bandara. Dengan memakai jaket tebal, Desi justru menertawakanmu.

"Kenapa?" tanyaku heran.

"Mbak mirip kaya buntelan nasi." Aku menoyor kepalanya pelan. Bocah yang satu ini memang butuh ilmu tata krama sama orang tua kayak aku. Eh, kok jadi mengaku tua. Ya sih, aku sama Desi memang selisih banyak. Aku 26 dia 20. Well, nggak begitu tua kan aku. Masih bisa lah dapatin cowok ganteng seumuran Kyung Soo. Hahaha

"Mau jalan nggak? Malah ngelamun." Tepukan keras Desi di pundak membuat aku segera memutar kunci motor dan menaiki matik Varia hadiah dari kantor tempatku bekerja.

Jalanan mulai terlihat ramai. Walau baru jam setengah enam, tapi matahari sudah tak sabar naik ke permukaan. Mirip kayak aku yang sudah tak sabar naik ke pelaminan. Bismillah, semoga di Bali beneran dapat calon suami dan membawanya pulang ke Wonogiri.

Motor tiba di bandara tepat pukul enam pagi. Penerbangan masih sejam lagi dan aku bisa menunggu sembari sarapan di dalam.

"Lu jaga si Vivi kesayangan Mbak. Jangan dibuat ngelayab ya. Nanti Mbak minta ibu kos ngontrol Lu sepanjang malam." 

"Iya-iya. Mbak ini cerewetnya melebihi ibuku. Dah sana, nanti telat dimarahi bos Mbak yang galak itu. Desi jalan dulu, Mbak juga hati-hati di sana. Wassalamualaikum," salamnya lalu mencium tanganku dan pergi menaiki si Vivi, motor kesayanganku.

Aku seret koper berisi beberapa file laporan dan tugas dari Bos Zidan kemarin. Serta beberapa pakaian gantiku. Aku mencari benda pipih yang ternyata lupa tidak aku bawa.

Kenapa bisa seceroboh ini. Bagaimana jika Bos menelpon, mati aku. Lebih baik aku mau minta tolong seseorang untuk menelpon kan Desi untuk mengantarnya ke sini.

Aku menghampiri seorang pria yang sedang duduk di ruang tunggu bandara. Dari umurnya, aku rasa tidak jauh berbeda dengan si bos.

"Maaf, Tuan. Maaf mengganggu, bolehkah saya pinjam ponsel Anda untuk menelepon adik saya? Ponsel saya ketinggalan, saya hendak memintanya untuk mengantar ponsel saya ke sini karena jadwal penerbangan saya masih satu jam lagi. Please," ucapku memohon. Aku berharap dia mau meminjamkannya karena jika tidak, aku pasti dalam posisi berbahaya.

"Silakan." Aku lega saat ia memberikan ponsel miliknya dan aku segera memanggil nomor Desi. Beruntung nomornya langsung tersambung dan dia menggerutu kesal karena aku suruh mau kembali ke bandara.

"Terima kasih, Tuan." Aku mengembalikan ponsel padanya dan dia tersenyum manis kepadaku.

"Sama-sama. Saya Ronald, boleh tahu kemana anda mau pergi?"

"Saya hendak melakukan kunjungan kerja ke Bali bersama bos saya. Sepertinya dia belum datang," ucapku sambil menengok ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan bos  Zidan.

"Oh, Semoga perjalanannya menyenangkan. Permisi orang yang saya tunggu sudah datang, mari!" pamitnya lalu berdiri hendak pergi meninggalkanku yang masih mencari keberadaan Bos Zidan.

"Baik, terima kasih atas bantuannya. Semoga hari anda menyenangkan juga," balasku.

Aku melihatnya mendekati seorang wanita yang sedang melambaikan tangan padannya. Mungkin wanita itu adalah kekasihnya, karena aku melihat dia mencium pipi kanan dan kiri kemudian pelukan. Sungguh sangat membuat jiwa jombloku ini kepanasan.

"Tra."

Aku menengok ke arah sumber suara.

"

"Berkas sudah siap?" tanya Bos Zidan berjalan menghampiriku.

"Sudah, Pak. Tapi_"

"Ayo!" Dia langsung pergi tanpa mendengar ucapanku. Aku berjalan sedikit berlari mengejar ketertinggalan langkah Bos Zidan. Sesekali menengok ke belakang untuk memeriksa apakah Desi sudah sampai ke sini atau belum. 

"Pak tunggu, aku lagi nunggu_"

"Pesawat akan terbang lima menit lagi," ucapnya langsung memberikan tiket pesawat pada petugas bandara untuk check in.

"Pak, tapi saya lagi nunggu teman saya untuk_"

"Tak ada waktu untuk perpisahan dengan pacar sekarang. Seminggu lagi kalian akan bertemu, tenang saja," ucapnya sok tahu.

Aku hanya pasrah. Bosku yang satu ini memang susah sekali dibantah. Mau bagaimanapun, posisinya selalu benar.

"Pak, bentar napa jalannya jangan cepet-cepet. Nafas saya ngos-ngosan ini. Bapak enak jalan nggak bawa beban, lah saya? Beban hidup berat ditambah beban lemak pula. Tungguin napa, Pak." Aku terus merepet hingga tak sadar jika Bos Zidan berhenti di depanku.

Bluk!

Badan Bos Zidan sedikit terdorong ke depan saat badanku menyeruduknya. Sedikit ya, nggak sebanyak yang kalian pikirkan. Aku kaget dan hanya bisa nyengir saat dia menatapku tajam.

"Jalan pake mata, sana kamu depan. Biar nggak saya tinggalkan," ucapnya.

Tumben dia baik, biasanya aku selalu dimarahi kalau berbuat salah. Mungkin dia sadar telah membuat gadis gemuk ini kesulitan bernafas karena jalannya begitu cepat. 

"Seriusan?"

"Kalau kamu tak mau, biar saya tinggal saja. Kita tak punya banyak waktu. Dengar nggak suara pengumuman itu? Cepat kita naik pesawat."

"Pak, saya lagi_"

Bos Zidan justru meninggalkanku dengan  cepat menaiki pesawat dan ninggalin aku dibelakang. Takut menambah Bos marah, aku memilih pasrah. Akan aku jelaskan nanti saja saat di Bali bahwa ponselku ketinggalan.

Aku duduk di kursi yang masih kosong. Aku memilih duduk di samping jendela di belakang kursi bos Zidan. Dan jujur, ini baru kali pertama aku menaiki pesawat. Dulu saat liburan sekolah, aku sempat ke Bali tapi memakai jalur darat. 

Saat sudah nyaman duduk, lelaki berjenggot tebal duduk d sampingku. Tanpa permisi, justru ia mengedipkan mata genit padaku. Aku jadi merinding melihat hal itu dan memilih menjaga jarak dengannya.

Aku merasa kesal kali ini. Ternyata berbadan gemuk membuat kursi yang aku duduki serasa sesak.

Suara pramugari menyatakan bahwa pesawat akan segera terbang dan kini aku merasa gugup. Aku mencoba biasa saja namun sedikit kaget saat sebuah tangan mendarat nakal di pahaku. Serentak aku kaget dan langsung berdiri.

"Hey, Tuan. Kalau punya tangan di jaga! Mau saya laporkan anda atas tindakan pelecehan di pesawat ini?!" Semua orang memandangku. Aku tak peduli karena aku kini benar-benar marah. Dia seperti tak mau kalah, lelaki tad juga ikut berdiri.

"Hey wanita gemuk! Jangan asal bicara. Secantik apa hingga anda terlalu pede untuk saya lecehkan. Anda tidak bisakah membiarkan penumpang untuk duduk dengan tenang? Hah?!" elaknya tak terima. Aku sungguh malu, semua orang menatapku tak percaya. Niat hati ingin membuat ia malu dan jera, justru kini aku yang malu sendiri.

Aku melihat ke arah Bos Zidan yang tenang tanpa melirikku. Dia baru berdiri saat bisik-bisik para penumpang terdengar. Pramugari juga mendekat ke arah kami untuk membuat kondisi kembali tenang.

"Bisakah anda duduk di tempat adik saya? Dia marah karena saya tinggal saat masuk pesawat tadi, jadi memilih tempat duduk sendiri. Akhirnya, dia kesal pada orang lain. Please," ucap Bos Zidan pada penumpang lelaki di sebelahnya. Aku sungguh terkejut karena Bos Zidan mengaku bahwa aku adalah adiknya.

"Oh, Mbaknya adik Mas? Beda sekali. Baiklah, saya akan pindah. Semoga adiknya tak marah lama-lama," ucapnya lalu pindah posisi duduk di kursi yang aku duduki tadi.

Aku ditarik oleh si bos untuk duduk di sebelahnya. Aku masih menatapnya sebal karena sudah mengajakku naik pesawat dan akhirnya menjadikan aku bahan gunjingan penumpang sepanjang perjalanan di dalam pesawat ini.

"Pak_"

"Duduk dan diam atau kamu mau saya  pindahkan lagi ke belakang!" ucapnya dingin. Sungguh aku ingin menelannya hidup-hidup. Dari tadi aku hendak bicara tapi ia tak memberikan aku waktu bicara. 

Related chapters

  • Keturunan 100 kg   agni

    Aku merasa lega karena bisa duduk dengan tenang tanpa terganggu perilaku tidak mengenakan lelaki tadi. Aku melirik sekilas pada Bos Zidan yang tampak tenang seperti tidak habis terjadi sesuatu.Aku menggeserkan badan ke kanan dan ke kiri karena tempat ini terlalu sempit."Kamu bisa tenang apa tidak?""Hehehe iya, Pak, maaf." Aku kembali diam agar tidak mengganggu bos yang sudah mengeluarkan tanduknya. Namun, sepertinya kali ini aku akan sedikit merepotka. Mendadak kepalaku pusing dan perutku serasa di aduk-aduk. Sial! Aku mabuk pesawat ternyata. "Kenapa?" tanyanya yang melihatku memegangi perut dan menekuknya."Sa-ya pusing, pe-rut saya nggak enak," rintihku menahan mual dan sakit perut.Dia berdiri dan mengulurkan tangannya."Ayo!""Ke-mana, Pak?" tanyaku sambil memegangi perutku."Kita ke belakang, kamu mau sembuh atau hanya duduk di sana dengan menangis dan merepotkan saya?" ucapnya lirih sambil menatapku tajam. Aku manut dan mengikutinya ke belakang. Aku memuntahkan isi perutk

    Last Updated : 2022-05-15
  • Keturunan 100 kg   Rangga

    "Kita nggak jadi satu minggu di Bali, Pak?" tanyaku saat baru sampai di bandara.Wajahnya mendekat dan menatapku tajam."Bukankah ini doa yang kamu sematkan kepada Tuhan agar kita kembali ke Jakarta lebih awal?""A-pa yang Bapak katakan?" kataku gugup. Bagaimana tidak gugup, nafasnya sampai terasa berhembus di pipi gembul ku ini."Saya rasa Dewi Fortuna sedang berpihak kepadamu, maka bersyukurlah. Ingat! Rahasiakan perihal ini dari siapapun, dan kamu akan bertanggung jawab penuh atas hal ini.""Loh, kok saya?" tanyaku kaget dengan tuduhan si Bos."Kamu ikut saya," titahnya.Hendak membantah namun pasti akan Percuma saja. Toh, dia atasan yang jarang mendengarkan alasan bawahannya.Aku kira kita akan pulang ke Jakarta. Namun ternyata si bos hanya akan menjemput seseorang.Tampak wajahnya tidak seperti tadi baru melihat Agni. Bahkan ia sangat ramah dan tersenyum hangat ketika memeluk lelaki yang aku taksir umurnya lebih muda daripada si Bos."Siapa, Kak?" lelaki tadi menunjuk ke arahku,

    Last Updated : 2022-06-17
  • Keturunan 100 kg   ketinggalan

    "Nggak ada yang berharga, Pak. Hati saya juga sering tertinggal di seseorang, tapi saya santai," celetukku sambil menerima ponsel dari Zidan. Mungkin ada yang salah dengan ucapanku barusan karena ia lalu menutup pintu keras dan aku sampai kaget dibuatnya.Aku langsung membalikkan badan dan mencoba acuh dengan sikapnya. Salah sendiri jatuh cinta, ya harus siap patah hati lah. Aku aja patah hati biasa aja, paling dua hari sembuh apalagi kalau diajak makan-makan gratis. Bisa langsung lupa seketika.Aku membolak balikan ponsel milik Zidan. Parahnya, aku tak tahu sandi untuk membuka ponselnya. Tiba-tiba panggilan masuk dari nomor bertuliskan Rangga dan aku segera mengangkatnya."Tra, nggak bisa pakai ponselnya ya?" Terdengar jelas dari seberang bahwa dia sedang terkikik menertawakanku. Syalan."Iya, berapa Mas Rangga?" tanyaku yang mulai memanggilnya Mas agar dia tak marah lagi aku panggil Pak."Sandinya tanggal lahir si kampret, 120788.""Oke, makasih." "Tra, kalau kamu tak keberatan nan

    Last Updated : 2022-06-17
  • Keturunan 100 kg   Pertemuan dengan Agni

    Kuketuk kembali kamar Zidan, sekarang yang membukanya adalah Rangga."Mas, ini sarapan paginya. Apa ada yang harus saya kerjakan lagi?" tanyaku."Wah, baunya enak sekali. Masuk aja yuk! Kita makan di kamar bareng-bareng, kamu belum sarapan 'kan?" "Sudah. Mas dan Pak Zidan saja silahkan sarapan. Jika sudah tak ada yang dibutuhkan, saya kembali dahulu ke kamar," pamitku. Aku sengaja berbohong agar tak diajak makan bertiga di kamar. Mau ditaruh dimana muka ini kalau makan bareng sama mereka dan ketahuan makan versi aku adalah super jumbo dengan dua porsi aku habiskan sendiri."Oh, baiklah. Sepertinya belum ada pekerjaan, Kak Zie lagi bersiap mandi mau pergi kayaknya. Makasih ya sarapannya," ucap Rangga dibalas senyuman manisku.Dengan memakai baju sedikit formal, aku menggunakan pakaian kerjaku. Aku lirik agenda hari ini yang sempat bos Zidan perintahkan untukku mengikutinya.Benar-benar padat. Bertemu produser, melihat proses pembuatan film, habis itu mencatat semua hasil pertemuan dan

    Last Updated : 2022-06-17
  • Keturunan 100 kg   baver

    "Tra, kamu jujur sama aku. Kamu tahu yang terjadi sama Kakakku 'kan? Jadi, katakan sebenarnya ada apa antara Kakak sama Mbak Agni?" tanya Rangga penuh selidik. Aku yang sudah diminta agar tidak memberitahu siapapun tak bisa mengatakan pada Rangga apa yang sudah terjadi."Kok ta-nya Mantra? Ya mana tahu," jawabku sambil terbata. Jujur, aku nervous ditanyai hal semacam ini. Merahasiakan hal besar dan harus berbohong untuk menutupinya."Sayangnya aku tak percaya. Apa kamu diminta kakak untuk merahasiakannya?" Dia kini menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap ke depan serius."Ya, me-mang saya tak tahu. Mo gimana lagi, jangan paksa untuk mengaku kalau nyatanya tak tahu apa-apa," dustaku."Tak tahu apa-apa atau tahu tapi menganggap ini bukan apa-apa? Tra, Mbak Agni pernah dibawa ke depan keluargaku. Dia sudah diminta secara khusus untuk menjadi istri Kakak setelah melihat betapa mencintainya Kak Zidan pada Agni. Melihat tadi, aku yakin telah terjadi hal besar. Kakak itu orang

    Last Updated : 2022-06-17
  • Keturunan 100 kg   Sakit Hati

    *Happy Reading*Banyak pasang mata yang melihatku iri. Bagaimana tidak, aku dan rangga ibarat langit dan bumi. Mana dia selalu menggandeng tanganku, dih murahan sekali. Tapi, sesekali tak apa lah. Kapan lagi bisa jalan sama cowok tajir plus ganteng kayak Rangga."Kamu mau nonton apa?" tanya Rangga saat hendak membeli tiket."Apa aja."Aku selama ini jarang nonton bioskop. Bukan jarang sih, tapi kayaknya nggak pernah. Bukan karena tak mau, tapi karena tak ada yang mengajak dan tak ada yang mau kuajak. Aku kadang lebih suka melihat di rumah atau nggak di ponsel. Terdengar aneh, tapi ini kenyataan. Di kampung ada punya banyak teman tapi nggak ada bioskop, di Jakarta ada bioskop tapi yang diajak tak ada. Ngenes gaes …Aku kaget saat Rangga ternyata mengajakku nonton horor. Ya ampun ni laki, mana aku orangnya penakut lagi."Mas, ini nggak salah?" tanyaku saat film sudah mulai ditayangkan."Nggak, kamu coba lihat aja. Ini film terbaru, kamu takut ya?" tanyanya terlihat khawatir."Eh, enggak

    Last Updated : 2022-06-17
  • Keturunan 100 kg   tak selera

    Terdengar pintu terbuka dan kembali tertutup. Rangga ternyata masuk sendiri ke restoran dan keluar dengan membawa kotak makanan."Nih! Nanti kita makan bersama dengan Kakak di villa. Dia pasti lapar juga karena nungguin kita," ucapnya.Aku masih tak menjawab. Hanya menerima bungkusan berisi makanan yang dibelikan Rangga tadi. Sepuluh menit kemudian, mobil sampai di depan villa. Aku langsung turun dan rasanya ingin bergegas menuju ke kamar. Bos Zidan tampak sedang menunggu di gazebo depan villa sambil memainkan ponselnya."Sudah kencannya? Lama bener," ucapnya dengan wajah sedikit tertekuk."Nih, Pak. Mas Rangga yang belikan ini buat Bapak, saya mau ke kamar dulu. Capek!" Aku meletakkan semua makanan itu di depan Zidan dan langsung pergi.Sampai kamar, aku merebahkan badan di kasur. Mengenang hari indah yang sangat berkesan dengan Rangga, adik bos yang super handsome itu. Seharusnya aku sadar dari awal, ini semua hanya formalitas saja. Bukan hanya dengan Rangga, dengan lelaki lainnya

    Last Updated : 2022-06-17
  • Keturunan 100 kg   Tamparan

    "Apaan?""Bantu aku buat balikan sama Mas Zidan.""Bukannya kalian sudah balikan?""Belum. Justru dia hendak melamar gadis pilihan orang tuanya saja daripada denganku. Kamu tahu 'kan kalau aku cinta banget sama Mas Zidan?" Salah sendiri bikin ulah. Ibarat belum nikah, sah sah saja cari pengganti yang lebih baik. Lagianz wanita di luar sana banyak kok yang baik meski tak cantik, alu contohnya. Kikiki"Maaf, untuk yang satu itu aku nggak bisa bantu. Hati urusannya, berat.""Please, bantu aku. Kemarin dia mau pergi denganku karena dia memintaku untuk melupakannya. Aku nggak bisa, aku sangat mencintainya.""Coba saja sekarang, Pak Zidan lagi di kamarnya. Besok kami akan pulang ke Jakarta," ucapku. Daripada aku repot-repot melakukan permintaan Agni lebih baik dia ngomong sendiri saja."Antar aku ke kamarnya ya? Please," rengeknya. Aku dasar orangnya nggak tegaan akhirnya memilih untuk menurut saja. Lagian hanya mengantar, bukan sebagai juru bicara Agni.Aku melangkah keluar kamar, mengetu

    Last Updated : 2022-06-17

Latest chapter

  • Keturunan 100 kg   akhirnya

    ******Hari pernikahan digelar sederhana di rumahku. Namun, setelah akad aku diboyong keluarga Bagas ke rumahnya untuk resepsi. Saat baru pertama melihat tempat acara, aku tertegun. Meski bukan meriah bak artis-artis, tapi itu indah banget.“Maaf, jika dekor dan panggungnya tak tanya konsepnya sama kamu. Habisnya Aa bingung, semua pihak keluargaku yang mengurus,” ucap Bagas saat kami naik ke atas panggung.“Tak apa. Neng suka, kok,” jawabku. Nyatanya emang aku suka. Dari warna hingga hiasannya, semua terlihat hidup. Bahkan semua keluargaku turut diberikan seragam.“A, makasih udah sayang sama Neng. Baik sama keluarga Neng. Pokoknya, Neng terlope dah,” batinku tanpa bersuara. Mau bilang love you takut ketahuan, kan malu. Tentu saja rasanya seperti kemarin saat ijab kabul. Jantung rasanya mau copot dari tempatnya karena semua orang mengagumi kecantikanku, eh … tapi lebih dominan ke Bagas si. Wajah oriental dengan tinggi badan pelukable dan nyaris sempurna itu serasi dengan apa yang dike

  • Keturunan 100 kg   pra nikah

    ***Aku dan Bagas mengurus kepentingan menikah bersama. Dari capeng hingga kelengkapan dokumen ke KUA, kami berdua bersama. Ibarat kata, aku dan dia sudah seperti pasangan yang sama-sam bucin.“Kak, hari H tinggal dua hari lagi. Semoga acaranya lancar,” pesanku saat kami esok hendak dipingit.“Iya. Eh, keluarga besar kamu orang Bogor semua?” tanyanya terlihat aneh. Sudah hampir sah baru menanyakan keluarga besar.“Nggak, ada juga yang di Bandung. Neng teh orang sunda, Aa Bagas. Kumaha atuh,” ujarku.“Ya kan nanti banyak yang hadir di resepsi kita. Ehm, panggilan Kakak ganti Aa, kitu?”“Bisa, kalau Aa mau teh. Neng seneng malah, jadi berasa kayak Akang kasep si Ucup di desa sana.”“Ucup?’“Hooh, orang Sunda asli Bandung yang dulu suka buli Eneng. Dia cakep, tapi mulutnya nyebelin.”Entah kenapa kami jadi membahas dia yang dulu pernah aku taksir. Dia yang menyebalkan tapi sayangnya aku suka, tapi dulu pas masih jadi monyet. Eh, maksudnya cinta monyet. Astaghfirullah! Aku langsung beris

  • Keturunan 100 kg   lamaran

    Pagi ini keluargaku benar-benar disibukkan dengan acara lamaran yang akan dilangsungkan nanti siang. Keluarga Bagas sudah mengabarkan jika mereka sudah sampai di perbatasan kota Bogor. Aku yang sudah berhias sederhana, merasa grogi saat semua adikku menggodaku. "Al, perasaan kita nggak punya keluarga yang mirip bidadari gitu. Ini siapa ya?" tanya Oji yang berusaha menggodaku. "Kak Oji cem mana, Mbak kita kan juga mirip bidadari. Tapi… kalau lagi makan, berubah menjadi hulk. Serem," ejek Aldo. Sialan."Kalian bisa diem nggak? Mbak slepet nih,” omelku. Bocah tua, dasar. Nggak tahu hatiku lagi kembang kempis kaya pompa balon.“Belum juga jadi manten, cantiknya dah kentara. Apa nggak pengin buru-buru dihalalin hari ini juga si Bagas. Opa yakin, anak itu nggak akan tahan lihat cucu opa yang cantiknya melebihi Eyang waktu muda,” ujar Opa.“Emang Eyang dulu nggak cantik, Opa? Wah. Al aduin sama EYang ah, biar Opa kena sembur,” ledek Aldi yang kemudian di hadiahi pentung tongkat kayu yang

  • Keturunan 100 kg   ciye

    ."Tapi, bukannya yang mau menikah sama lo itu … Pak Zidan? Lo jangan jadi playgirl gini, Tra. Awas lo ya kalau gonta ganti calon suami," cetus Tantri.Aku tertawa lepas sambil menepuk paha Lemi yang kebetulan ada di sampingku duduk. Mau nepuk Bagas, kasihan ayangku itu. Akhirnya, Lemi jadi bahan pelampiasan bahagiaku."Njirrr, sakit tau. Resek emang ya, lu. Ni paha bukan lawan tinju, sembarangan main pukul-pukul," omel Lemi."Habisnya kalian lucu. Sejak kapan Mantra Sekar Widodari ini suka mainin hati cowok? Yang ada dimainin sama cowok dan diputusin pas lagi sayang-sayangnya. Kalian itu salah kira ternyata. Gue itu udah temenan sama Rangga dan Pak Zidan, gue juga dah mau nikah. Nih calon suami gue, masih nggak percaya juga?" tanya aja sama orangnya. Nih, masih ada. Ya kan, Kak?" Paparku.Bagas mengangguk dengan menampakkan senyum termanisnya. Siapa sangka jika calon suamiku yang gantengnya mirip Kyungsoo dan manisnya mirip Lee Min Ho ini, adalah lelaki yang akan mendampingiku sehidu

  • Keturunan 100 kg   serius

    ."Apa-apaan ini?!" teriaknya. Sontak kami terkejut karena wanita di depanku ini tiba-tiba merebut barang yang diberikan Bagas untukku. Aku berdiri dan tangan mulus wanita tersebut menampar wajah oriku.Plak!"Dasar jalang!""Keysa! Apa yang kamu lakukan?!" Bagas mencoba melindungiku dan menyembunyikanku di belakang badannya. Aku yang tak mengerti apapun hanya bisa memegangi pipi yang terasa panas, perih dan ngilu.Terdengar dari teriakan nama tadi, Keysa, dialah wanita yang kini sedang menatap tajam ke arahku. Sayangnya, aku nggak ngaruh digitukan. Hanya sedikit bingung saja, kenapa dia tiba-tiba datang tanpa permisi."Mas Bagas tega! Aku nunggu Mas selama dua tahun di Jakarta, tapi Mas kembali justru melamar gadis ini. Mas janji pulang dari Ausy menikahiku, mana janjinya? Ternyata kepergian Mas waktu itu hanyalah alasan untuk menghindariku. Ya kan, Mas?" teriak wanita bernama Keysa itu."Iya. Memang aku sengaja menghindar dan meninggalkanmu. Kamu tahu apa sebabnya? Tanya sama Anton!

  • Keturunan 100 kg   Siapa

    Siapa."Aku jemput ya, Tra?"Pesan dari Bagas ternyata masuk setengah jam yang lalu saat aku masih mandi. Pukul jam 7 dia sudah mengirimi pesan membuat batinku bertanya-tanya. Apa dia tak tidur semalam karena mau bertemu denganku? Wah, pede sekali aku ye."Berani?" Baru saja hendak aku sent, sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Aku yakin, itu bukan anggota keluargaku.Aku intip dari dalam kamar, ternyata Bagas yang keluar dari mobil dengan membawa buah tangan."Assalamualaikum," salamnya yang masih terdengar olehku. Terdengar pula sahutan dari Bunda di luar. Tadi beliau memang sedang menyapu halaman. Aku merasa grogi. Kusisir kembali rambut lurusku dan menyemprotkan parfum babyswal kesukaanku.Bismillah. Semoga hari ini aku benar-benar dapat kabar baik. Kasihan adik-adikku, menungguku menikah selama ini."Mbak, ada Mas Bagas tuh!" Gala memanggilku dari luar kamar."Ya."Aku segera keluar dari kamar, meski harus dengan menetralkan detak jantung yang tak karuan. Kuhembuskan napas pe

  • Keturunan 100 kg   Tunggu saja

    ."Mampir dulu, Pak?" tawarku saat baru sampai di depan pintu rumahnya."Sudah malam. Nggak enak, Tra. Ya sudah, kamu hati-hati. Maaf atas segala salahku padamu, semoga kamu memiliki jodoh yang tepat.""Aamiin, makasih doanya. Pak Zidan dan Mas Rangga juga, hati-hati di jalan. Semoga di jalan ketemu jodoh yang pas sesuai keinginan," kelakarku."Jodoh di malam hari begini? Yang ada kuntilanak, Tra," sahut Rangga, spontan membuatku terkekeh."Jodoh nggak kenal waktu, Pak. Yang kenal waktu hanya sholat lima waktu saja. Good bye and see you tomorrow."Aku membuka pintu mobil namun Pak Zidan meraih tanganku."Tunggu, Tra."Pak Zidan meraih sesuatu di saku celananya dan meletakkan pada tanganku."Tadinya mau aku pakaikan di tanganmu. Hanya saja, kamu menolakku. Namun, aku berharap kamu mau menyimpannya sebagai kenang-kenangan dariku. Jika tidak menganggapku, setidaknya terimalah ini sebagai hadiah terakhirku.""Ish! Ngeri ih! Pakai hadiah terakhir, ada lagi juga nggak apa. Tapi ini apa, Pak?

  • Keturunan 100 kg   Jujur

    .Menyiapkan mental untuk jujur itu memang sulit. Ya, aku sadar aku bukanlah wanita yang sempurna dan aku sadar jika aku harus memilih salah satunya."Mbak Mantra …."Suara Kania yang cempreng memanggilku untuk segera keluar makan malam. Di rumah sebesar ini, aku merasa tak nyaman. Padahal orangtua Zidan sangatlah baik, tapi aku tidak bisa sesantai biasanya. Mungkin karena aku hendak jujur. Ya, jujurly, aku gugup."Ya."Aku beranjak setelah membetulkan baju yang aku kenakan. Desi yang sedari tadi bersama Kania, membiarkanku di kamar sendiri dan alhasil aku turun ke bawah sendiri."Tra …."Kali ini sosok yang pernah membuatku baver dan salting ada di depanku. Ya, Rangga, dia lelaki yang aku kira bisa menjadi pendamping namun sekarang hanya jadi tokoh figuran. Ngenes …."Eh, Mas Rangga," sapaku."Ini seriusan kamu? Aku sampai pangling loh. Cantik beut dah, makanya Kakak sampai jatuh cinta. Yuk kita makan malam, Mami Papi dan nunggu di bawah." Rangga merangkulku dan mengajakku turun. Dia

  • Keturunan 100 kg   Diantara dua pilihan

    Hati yang terlanjur gugup dan takut, membuatku berkeringat. Desi yang tadi ngoceh bak petasan lebaran, sepertinya tak lelah merepetkan suaranya dan aku menjawab seperlunya."Mbak jadi aneh ya? Biasanya kalau Desi ajak ngoceh Mbak jadi pemandunya. Paling nggak ikut ngegibah bareng. Ini seperti bukan Mbak Mantra yang Desi kenal," sungut Desi."Maunya aku ngapain? Ini di rumah orang loh. Dah, diem jangan berisik!" ujarku.Aku melihat Mami dan Papi Boz Zidan keluar dengan wajah bahagianya. "Wah, ini toh yang dimaksud calon mantu Mami. Cantik sekali, Mami kira kamu bakalan bawa si Mantra. Dah ganti?"Pak Zidan berdehem pelan."Tante, gimana kabarnya? Lama tidak berjumpa," sahutku setaya mencium tangannya takdim."Loh sudah pernah ketemu toh?" tanya Mami."Mami lupa atau gimana? Dia itu Mantra, sekarang memang sudah kurusan," sahut Pak Zidan. "Oh Mantra udah ganti casing toh. Sampai pangling Mami.""Selamat berjumpa kembali, Mantra. Mari kita ngobrol," ajak papinya Pal Zidan."Bagaimana k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status