Share

Sakit Hati

Author: Budi Mae
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

*Happy Reading*

Banyak pasang mata yang melihatku iri. Bagaimana tidak, aku dan rangga ibarat langit dan bumi. Mana dia selalu menggandeng tanganku, dih murahan sekali. Tapi, sesekali tak apa lah. Kapan lagi bisa jalan sama cowok tajir plus ganteng kayak Rangga.

"Kamu mau nonton apa?" tanya Rangga saat hendak membeli tiket.

"Apa aja."

Aku selama ini jarang nonton bioskop. Bukan jarang sih, tapi kayaknya nggak pernah. Bukan karena tak mau, tapi karena tak ada yang mengajak dan tak ada yang mau kuajak. Aku kadang lebih suka melihat di rumah atau nggak di ponsel. Terdengar aneh, tapi ini kenyataan. Di kampung ada punya banyak teman tapi nggak ada bioskop, di Jakarta ada bioskop tapi yang diajak tak ada. Ngenes gaes …

Aku kaget saat Rangga ternyata mengajakku nonton horor. Ya ampun ni laki, mana aku orangnya penakut lagi.

"Mas, ini nggak salah?" tanyaku saat film sudah mulai ditayangkan.

"Nggak, kamu coba lihat aja. Ini film terbaru, kamu takut ya?" tanyanya terlihat khawatir.

"Eh, enggak
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Keturunan 100 kg   tak selera

    Terdengar pintu terbuka dan kembali tertutup. Rangga ternyata masuk sendiri ke restoran dan keluar dengan membawa kotak makanan."Nih! Nanti kita makan bersama dengan Kakak di villa. Dia pasti lapar juga karena nungguin kita," ucapnya.Aku masih tak menjawab. Hanya menerima bungkusan berisi makanan yang dibelikan Rangga tadi. Sepuluh menit kemudian, mobil sampai di depan villa. Aku langsung turun dan rasanya ingin bergegas menuju ke kamar. Bos Zidan tampak sedang menunggu di gazebo depan villa sambil memainkan ponselnya."Sudah kencannya? Lama bener," ucapnya dengan wajah sedikit tertekuk."Nih, Pak. Mas Rangga yang belikan ini buat Bapak, saya mau ke kamar dulu. Capek!" Aku meletakkan semua makanan itu di depan Zidan dan langsung pergi.Sampai kamar, aku merebahkan badan di kasur. Mengenang hari indah yang sangat berkesan dengan Rangga, adik bos yang super handsome itu. Seharusnya aku sadar dari awal, ini semua hanya formalitas saja. Bukan hanya dengan Rangga, dengan lelaki lainnya

  • Keturunan 100 kg   Tamparan

    "Apaan?""Bantu aku buat balikan sama Mas Zidan.""Bukannya kalian sudah balikan?""Belum. Justru dia hendak melamar gadis pilihan orang tuanya saja daripada denganku. Kamu tahu 'kan kalau aku cinta banget sama Mas Zidan?" Salah sendiri bikin ulah. Ibarat belum nikah, sah sah saja cari pengganti yang lebih baik. Lagianz wanita di luar sana banyak kok yang baik meski tak cantik, alu contohnya. Kikiki"Maaf, untuk yang satu itu aku nggak bisa bantu. Hati urusannya, berat.""Please, bantu aku. Kemarin dia mau pergi denganku karena dia memintaku untuk melupakannya. Aku nggak bisa, aku sangat mencintainya.""Coba saja sekarang, Pak Zidan lagi di kamarnya. Besok kami akan pulang ke Jakarta," ucapku. Daripada aku repot-repot melakukan permintaan Agni lebih baik dia ngomong sendiri saja."Antar aku ke kamarnya ya? Please," rengeknya. Aku dasar orangnya nggak tegaan akhirnya memilih untuk menurut saja. Lagian hanya mengantar, bukan sebagai juru bicara Agni.Aku melangkah keluar kamar, mengetu

  • Keturunan 100 kg   perjalanan

    Perjalanan dari Bali ke Jakarta cukup melelahkan. Malam ini aku sampai di jakarta pukul 11 malam. Pak Zidan mengantarku menggunakan mobil jemputan supir pribadinya. Mau menolak tetapi dia memaksa karena memang hari ini sudah sangat larut dan aku akhirnya menyetujuinya."Makasih, Pak. Selamat malam," ucapku setelah turun di depan kamar kos."Tunggu, Tra. Maafin saya dan Agni ya, besok kamu tetap saya antar. Jangan nolak atau kamu saya coret dari_""Iya-iya. Serah Bapak aja deh, saya masuk dulu."Aku menundukan setengah badanku lalu pergi meninggalkan Pak Zidan yang masih menungguku benar-benar masuk kamar. Perhatian begini jika sang kekasih yang melakukan pasti lumer tuh hati, sayangnya baik Rangga dan Pak Zidan semuanya sama-sama menyebalkan.Tok! Tok! Tok!Kuketuk pintu kamar. Berulang kali aku ketuk dari ritme pelan hingga keras, Desi tak kunjung membuka pintu."Des, ini Mbak."Setelah aku menyuarakan nama, barulah Desi keluar. Dengan gagang sapu ia membuka pintu."Ngapain pegang sa

  • Keturunan 100 kg   kompak

    Perjalanan Jakarta-Bogor tak begitu lama. Makanya aku sering pulang pergi kalau sedang urgent diminta pulang sama Bunda."Bogornya desa ternyata," ucap Pak Zidan."Ya, memang desa. Apa ada masalah?""Pantas, subur." Aku mendelik mendengar jawabannya. Secara tidak langsung dia membahas masalah body shaming."Ya iyalah, saya ini anti stres. Nggak kayak Bapak, dikit-dikit marah. Dikit-dikit ngomel, dikit-dikit nyuruh. Apa nggak ada kesibukan lain selain membuli karyawannya?" ucapku sebal. Dia justru tertawa mendengar jawabanku."Kenapa tertawa? Ada yang lucu?" tanyaku dengan wajah yang aku pasang sekesal mungkin."Sepertinya saya punya hobi baru kali ini.""Paan, gaje banget," ucapku lirih. Semoga dia tak mendengarnya."Saya memang tak jelas, tapi kamu lebih nggak jelas," ucapnya. Aku memilih mengambil earphone dan menyumpal telingaku dengan musik dangdut kesukaanku. Meski aku bekerja di Ibukota tetapi aku lebih suka musik dangdut yang kadang bikin aku joget di kamar selain untuk olahra

  • Keturunan 100 kg   gara-gara mantan

    Apa yang aku pikirkan tentang Pak Zidan ternyata tidak betul. Dia lelaki yang humoris dan pribadi yang mudah berbaur. Buktinya baru sehari di sini semua keluargaku bisa akrab dengannya."Bun, Nino dapat gadis anak mana?" tanyaku saat sedang menata semua makanan untuk dibawa ke keluarga calon istri Nino."Kampung Suka Duka, keluarha si Burhan kayaknya. Itu mantan mbelgedesmu," ucap Bunda. Yaelah, pake diingetin nama mantan lagi ini si Bunda. Pan jadi terbayang dalam ingatan masa indah berdua di bawah pohon mahoni yang berguguran waktu itu."Oalah, Bukan kakaknya mantan kan?""Bunda gak tahu juga. Kenapa emangnya? Masih belum bisa mupon?""Move on, Bun, bukan mupon.""Ah apalah itu namanya sama saja. Tenang saja, 'kan kamu punya calon suami sendiri. Justru Burhan kalau lihat kamu sama Zidan nanti, bakal nyesel dia. Bunda seneng kamu pulang bawa calon, biar dia melek keluarga si Burhan karena dulu memutuskanmu dengan kalimat menyakitkan itu. Zidan itu paket komplit, Burhan akan mati kutu

  • Keturunan 100 kg   jangan mimpi

    Kenapa jadi begini? Aku tak menyangka Pak Zidan akan semarah ini. Lah, aku yang korban bullying aja woles kenapa dia yang marah.Sesampai di rumah, Pak Zidan benar-benar pamit. Aku jadi bingung sendiri, niat hati mau liburan di rumah tapi daripada di pecat aku memilih ikut Pak Zidan. Sembari menunggu Pak Zidan bersama para sesepuh di luar, aku memilih beberes peralatan yang akan dibawa ke Jakarta."Bun, Mantra harus balik juga. Maaf ya, kerjaan melambai-lambai harus diselesaikan," kilahku. "Loh, katanya seminggu?""Gak jadi, kondisi siaga tiga dan harus segera diatasi. Kalau nggak, gempa bumi, tanah longsor dan banjir bandang akan terjadi," ucapku asal sambil menata semua barang yang hendak aku bawa pulang kembali."Maaf, ya, Mbak. Ini semua pasti karena si Burhan borokokok itu. Udah Khair bilang, janganlah itu Abang Nino nikah sama Mbak Elly, eh ngotot. Jadi Mbak Mantra yang diginikan," sela Khair, adik ke enamku."Enggak, ini bukan salah siapa-siapa. Memang ini tuntutan pekerjaan.

  • Keturunan 100 kg   bertemu Kania

    Happy Reading....Bukan perkara mudah memang. Dikelilingi permasalahan yang erat kaitannya dengan masalah hati. Suka ngenes dan sedih berkepanjangan. Setelah kejadian itu, Pak Zidan sudah tak pernah menemuiku di apartemen. Aku juga sudah kembali bekerja sejak baru tiba di apartemen. Satu bulan sudah aku lewati bekerja seperti biasanya "Ta, laporan liputan yang dari Gorontalo sudah lu cek?" tanya Lemi."Belum," jawabku santai."Bos lebih sensitif sekarang. Kemarin Joni saja kena omel, coba lu ke Mike tanyakan hasil cek lapangannya. Lu kan editornya, gimana sih? Kena PHK nyaho lu," gertaknya. Dengan malas aku berjalan melewati meja kerja pegawai yang lain. Gedung TVRA, tempatku mengais rezeki. Ada ratusan pekerja di tempat ini dan kebetulan aku adalah karyawan redaksi berita yang bertugas di tempat sebagai editor berita yang sudah berhasil didapatkan reporter di lapangan. Bersyukur aku tak ditempatkan di lapangan, sehingga tak membuatku harus mengusap peluh kepanasan dan kehujanan set

  • Keturunan 100 kg   janji yang harus ditepati

    " Assalamualaikum. Hello, anybody home? Putri Tania pulang, Mommy ...!!" Suara Tania sungguh sangat nyaring hingga seluruh maid yang berada di sana mendekat."Oalah, Non Tania, mbok ya suaranya jangan keras-keras sampai Mbok yang di belakang kaget. Non Tania cari siapa?" tanya wanita yang aku kira adalah kepala maid di sini. Dari pakaian yang ia kenakan seperti wanita yang biasa aku lihat di film drakor kesukaanku."Mommy mana Mbok?" tanya Tania."Tadi ada di kamar, mau Simbok Panggil kan?" "Gak usah biar Tania saja yang panggil. Mbok bikinkan minum saja untuk tamu kita," ucap Tania ramah."Siap, Non."Semua maid kembali kepada tempatnya dan Tania mempersilahkan aku duduk di ruang tamu yang tampak luas seperti tempat rapat pejabat negara."Mbak Mantra tunggu di sini ya? Tania mau panggil mommy," ucap Tania."Oke."Tania langsung bergegas naik ke lantai atas. Sebelum duduk aku melihat ke sekeliling, di tembok dan dinding aku melihat banyak foto Pak Zidan dan juga Mas Rangga serta kelu

Latest chapter

  • Keturunan 100 kg   akhirnya

    ******Hari pernikahan digelar sederhana di rumahku. Namun, setelah akad aku diboyong keluarga Bagas ke rumahnya untuk resepsi. Saat baru pertama melihat tempat acara, aku tertegun. Meski bukan meriah bak artis-artis, tapi itu indah banget.“Maaf, jika dekor dan panggungnya tak tanya konsepnya sama kamu. Habisnya Aa bingung, semua pihak keluargaku yang mengurus,” ucap Bagas saat kami naik ke atas panggung.“Tak apa. Neng suka, kok,” jawabku. Nyatanya emang aku suka. Dari warna hingga hiasannya, semua terlihat hidup. Bahkan semua keluargaku turut diberikan seragam.“A, makasih udah sayang sama Neng. Baik sama keluarga Neng. Pokoknya, Neng terlope dah,” batinku tanpa bersuara. Mau bilang love you takut ketahuan, kan malu. Tentu saja rasanya seperti kemarin saat ijab kabul. Jantung rasanya mau copot dari tempatnya karena semua orang mengagumi kecantikanku, eh … tapi lebih dominan ke Bagas si. Wajah oriental dengan tinggi badan pelukable dan nyaris sempurna itu serasi dengan apa yang dike

  • Keturunan 100 kg   pra nikah

    ***Aku dan Bagas mengurus kepentingan menikah bersama. Dari capeng hingga kelengkapan dokumen ke KUA, kami berdua bersama. Ibarat kata, aku dan dia sudah seperti pasangan yang sama-sam bucin.“Kak, hari H tinggal dua hari lagi. Semoga acaranya lancar,” pesanku saat kami esok hendak dipingit.“Iya. Eh, keluarga besar kamu orang Bogor semua?” tanyanya terlihat aneh. Sudah hampir sah baru menanyakan keluarga besar.“Nggak, ada juga yang di Bandung. Neng teh orang sunda, Aa Bagas. Kumaha atuh,” ujarku.“Ya kan nanti banyak yang hadir di resepsi kita. Ehm, panggilan Kakak ganti Aa, kitu?”“Bisa, kalau Aa mau teh. Neng seneng malah, jadi berasa kayak Akang kasep si Ucup di desa sana.”“Ucup?’“Hooh, orang Sunda asli Bandung yang dulu suka buli Eneng. Dia cakep, tapi mulutnya nyebelin.”Entah kenapa kami jadi membahas dia yang dulu pernah aku taksir. Dia yang menyebalkan tapi sayangnya aku suka, tapi dulu pas masih jadi monyet. Eh, maksudnya cinta monyet. Astaghfirullah! Aku langsung beris

  • Keturunan 100 kg   lamaran

    Pagi ini keluargaku benar-benar disibukkan dengan acara lamaran yang akan dilangsungkan nanti siang. Keluarga Bagas sudah mengabarkan jika mereka sudah sampai di perbatasan kota Bogor. Aku yang sudah berhias sederhana, merasa grogi saat semua adikku menggodaku. "Al, perasaan kita nggak punya keluarga yang mirip bidadari gitu. Ini siapa ya?" tanya Oji yang berusaha menggodaku. "Kak Oji cem mana, Mbak kita kan juga mirip bidadari. Tapi… kalau lagi makan, berubah menjadi hulk. Serem," ejek Aldo. Sialan."Kalian bisa diem nggak? Mbak slepet nih,” omelku. Bocah tua, dasar. Nggak tahu hatiku lagi kembang kempis kaya pompa balon.“Belum juga jadi manten, cantiknya dah kentara. Apa nggak pengin buru-buru dihalalin hari ini juga si Bagas. Opa yakin, anak itu nggak akan tahan lihat cucu opa yang cantiknya melebihi Eyang waktu muda,” ujar Opa.“Emang Eyang dulu nggak cantik, Opa? Wah. Al aduin sama EYang ah, biar Opa kena sembur,” ledek Aldi yang kemudian di hadiahi pentung tongkat kayu yang

  • Keturunan 100 kg   ciye

    ."Tapi, bukannya yang mau menikah sama lo itu … Pak Zidan? Lo jangan jadi playgirl gini, Tra. Awas lo ya kalau gonta ganti calon suami," cetus Tantri.Aku tertawa lepas sambil menepuk paha Lemi yang kebetulan ada di sampingku duduk. Mau nepuk Bagas, kasihan ayangku itu. Akhirnya, Lemi jadi bahan pelampiasan bahagiaku."Njirrr, sakit tau. Resek emang ya, lu. Ni paha bukan lawan tinju, sembarangan main pukul-pukul," omel Lemi."Habisnya kalian lucu. Sejak kapan Mantra Sekar Widodari ini suka mainin hati cowok? Yang ada dimainin sama cowok dan diputusin pas lagi sayang-sayangnya. Kalian itu salah kira ternyata. Gue itu udah temenan sama Rangga dan Pak Zidan, gue juga dah mau nikah. Nih calon suami gue, masih nggak percaya juga?" tanya aja sama orangnya. Nih, masih ada. Ya kan, Kak?" Paparku.Bagas mengangguk dengan menampakkan senyum termanisnya. Siapa sangka jika calon suamiku yang gantengnya mirip Kyungsoo dan manisnya mirip Lee Min Ho ini, adalah lelaki yang akan mendampingiku sehidu

  • Keturunan 100 kg   serius

    ."Apa-apaan ini?!" teriaknya. Sontak kami terkejut karena wanita di depanku ini tiba-tiba merebut barang yang diberikan Bagas untukku. Aku berdiri dan tangan mulus wanita tersebut menampar wajah oriku.Plak!"Dasar jalang!""Keysa! Apa yang kamu lakukan?!" Bagas mencoba melindungiku dan menyembunyikanku di belakang badannya. Aku yang tak mengerti apapun hanya bisa memegangi pipi yang terasa panas, perih dan ngilu.Terdengar dari teriakan nama tadi, Keysa, dialah wanita yang kini sedang menatap tajam ke arahku. Sayangnya, aku nggak ngaruh digitukan. Hanya sedikit bingung saja, kenapa dia tiba-tiba datang tanpa permisi."Mas Bagas tega! Aku nunggu Mas selama dua tahun di Jakarta, tapi Mas kembali justru melamar gadis ini. Mas janji pulang dari Ausy menikahiku, mana janjinya? Ternyata kepergian Mas waktu itu hanyalah alasan untuk menghindariku. Ya kan, Mas?" teriak wanita bernama Keysa itu."Iya. Memang aku sengaja menghindar dan meninggalkanmu. Kamu tahu apa sebabnya? Tanya sama Anton!

  • Keturunan 100 kg   Siapa

    Siapa."Aku jemput ya, Tra?"Pesan dari Bagas ternyata masuk setengah jam yang lalu saat aku masih mandi. Pukul jam 7 dia sudah mengirimi pesan membuat batinku bertanya-tanya. Apa dia tak tidur semalam karena mau bertemu denganku? Wah, pede sekali aku ye."Berani?" Baru saja hendak aku sent, sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Aku yakin, itu bukan anggota keluargaku.Aku intip dari dalam kamar, ternyata Bagas yang keluar dari mobil dengan membawa buah tangan."Assalamualaikum," salamnya yang masih terdengar olehku. Terdengar pula sahutan dari Bunda di luar. Tadi beliau memang sedang menyapu halaman. Aku merasa grogi. Kusisir kembali rambut lurusku dan menyemprotkan parfum babyswal kesukaanku.Bismillah. Semoga hari ini aku benar-benar dapat kabar baik. Kasihan adik-adikku, menungguku menikah selama ini."Mbak, ada Mas Bagas tuh!" Gala memanggilku dari luar kamar."Ya."Aku segera keluar dari kamar, meski harus dengan menetralkan detak jantung yang tak karuan. Kuhembuskan napas pe

  • Keturunan 100 kg   Tunggu saja

    ."Mampir dulu, Pak?" tawarku saat baru sampai di depan pintu rumahnya."Sudah malam. Nggak enak, Tra. Ya sudah, kamu hati-hati. Maaf atas segala salahku padamu, semoga kamu memiliki jodoh yang tepat.""Aamiin, makasih doanya. Pak Zidan dan Mas Rangga juga, hati-hati di jalan. Semoga di jalan ketemu jodoh yang pas sesuai keinginan," kelakarku."Jodoh di malam hari begini? Yang ada kuntilanak, Tra," sahut Rangga, spontan membuatku terkekeh."Jodoh nggak kenal waktu, Pak. Yang kenal waktu hanya sholat lima waktu saja. Good bye and see you tomorrow."Aku membuka pintu mobil namun Pak Zidan meraih tanganku."Tunggu, Tra."Pak Zidan meraih sesuatu di saku celananya dan meletakkan pada tanganku."Tadinya mau aku pakaikan di tanganmu. Hanya saja, kamu menolakku. Namun, aku berharap kamu mau menyimpannya sebagai kenang-kenangan dariku. Jika tidak menganggapku, setidaknya terimalah ini sebagai hadiah terakhirku.""Ish! Ngeri ih! Pakai hadiah terakhir, ada lagi juga nggak apa. Tapi ini apa, Pak?

  • Keturunan 100 kg   Jujur

    .Menyiapkan mental untuk jujur itu memang sulit. Ya, aku sadar aku bukanlah wanita yang sempurna dan aku sadar jika aku harus memilih salah satunya."Mbak Mantra …."Suara Kania yang cempreng memanggilku untuk segera keluar makan malam. Di rumah sebesar ini, aku merasa tak nyaman. Padahal orangtua Zidan sangatlah baik, tapi aku tidak bisa sesantai biasanya. Mungkin karena aku hendak jujur. Ya, jujurly, aku gugup."Ya."Aku beranjak setelah membetulkan baju yang aku kenakan. Desi yang sedari tadi bersama Kania, membiarkanku di kamar sendiri dan alhasil aku turun ke bawah sendiri."Tra …."Kali ini sosok yang pernah membuatku baver dan salting ada di depanku. Ya, Rangga, dia lelaki yang aku kira bisa menjadi pendamping namun sekarang hanya jadi tokoh figuran. Ngenes …."Eh, Mas Rangga," sapaku."Ini seriusan kamu? Aku sampai pangling loh. Cantik beut dah, makanya Kakak sampai jatuh cinta. Yuk kita makan malam, Mami Papi dan nunggu di bawah." Rangga merangkulku dan mengajakku turun. Dia

  • Keturunan 100 kg   Diantara dua pilihan

    Hati yang terlanjur gugup dan takut, membuatku berkeringat. Desi yang tadi ngoceh bak petasan lebaran, sepertinya tak lelah merepetkan suaranya dan aku menjawab seperlunya."Mbak jadi aneh ya? Biasanya kalau Desi ajak ngoceh Mbak jadi pemandunya. Paling nggak ikut ngegibah bareng. Ini seperti bukan Mbak Mantra yang Desi kenal," sungut Desi."Maunya aku ngapain? Ini di rumah orang loh. Dah, diem jangan berisik!" ujarku.Aku melihat Mami dan Papi Boz Zidan keluar dengan wajah bahagianya. "Wah, ini toh yang dimaksud calon mantu Mami. Cantik sekali, Mami kira kamu bakalan bawa si Mantra. Dah ganti?"Pak Zidan berdehem pelan."Tante, gimana kabarnya? Lama tidak berjumpa," sahutku setaya mencium tangannya takdim."Loh sudah pernah ketemu toh?" tanya Mami."Mami lupa atau gimana? Dia itu Mantra, sekarang memang sudah kurusan," sahut Pak Zidan. "Oh Mantra udah ganti casing toh. Sampai pangling Mami.""Selamat berjumpa kembali, Mantra. Mari kita ngobrol," ajak papinya Pal Zidan."Bagaimana k

DMCA.com Protection Status