Perjalanan Jakarta-Bogor tak begitu lama. Makanya aku sering pulang pergi kalau sedang urgent diminta pulang sama Bunda."Bogornya desa ternyata," ucap Pak Zidan."Ya, memang desa. Apa ada masalah?""Pantas, subur." Aku mendelik mendengar jawabannya. Secara tidak langsung dia membahas masalah body shaming."Ya iyalah, saya ini anti stres. Nggak kayak Bapak, dikit-dikit marah. Dikit-dikit ngomel, dikit-dikit nyuruh. Apa nggak ada kesibukan lain selain membuli karyawannya?" ucapku sebal. Dia justru tertawa mendengar jawabanku."Kenapa tertawa? Ada yang lucu?" tanyaku dengan wajah yang aku pasang sekesal mungkin."Sepertinya saya punya hobi baru kali ini.""Paan, gaje banget," ucapku lirih. Semoga dia tak mendengarnya."Saya memang tak jelas, tapi kamu lebih nggak jelas," ucapnya. Aku memilih mengambil earphone dan menyumpal telingaku dengan musik dangdut kesukaanku. Meski aku bekerja di Ibukota tetapi aku lebih suka musik dangdut yang kadang bikin aku joget di kamar selain untuk olahra
Apa yang aku pikirkan tentang Pak Zidan ternyata tidak betul. Dia lelaki yang humoris dan pribadi yang mudah berbaur. Buktinya baru sehari di sini semua keluargaku bisa akrab dengannya."Bun, Nino dapat gadis anak mana?" tanyaku saat sedang menata semua makanan untuk dibawa ke keluarga calon istri Nino."Kampung Suka Duka, keluarha si Burhan kayaknya. Itu mantan mbelgedesmu," ucap Bunda. Yaelah, pake diingetin nama mantan lagi ini si Bunda. Pan jadi terbayang dalam ingatan masa indah berdua di bawah pohon mahoni yang berguguran waktu itu."Oalah, Bukan kakaknya mantan kan?""Bunda gak tahu juga. Kenapa emangnya? Masih belum bisa mupon?""Move on, Bun, bukan mupon.""Ah apalah itu namanya sama saja. Tenang saja, 'kan kamu punya calon suami sendiri. Justru Burhan kalau lihat kamu sama Zidan nanti, bakal nyesel dia. Bunda seneng kamu pulang bawa calon, biar dia melek keluarga si Burhan karena dulu memutuskanmu dengan kalimat menyakitkan itu. Zidan itu paket komplit, Burhan akan mati kutu
Kenapa jadi begini? Aku tak menyangka Pak Zidan akan semarah ini. Lah, aku yang korban bullying aja woles kenapa dia yang marah.Sesampai di rumah, Pak Zidan benar-benar pamit. Aku jadi bingung sendiri, niat hati mau liburan di rumah tapi daripada di pecat aku memilih ikut Pak Zidan. Sembari menunggu Pak Zidan bersama para sesepuh di luar, aku memilih beberes peralatan yang akan dibawa ke Jakarta."Bun, Mantra harus balik juga. Maaf ya, kerjaan melambai-lambai harus diselesaikan," kilahku. "Loh, katanya seminggu?""Gak jadi, kondisi siaga tiga dan harus segera diatasi. Kalau nggak, gempa bumi, tanah longsor dan banjir bandang akan terjadi," ucapku asal sambil menata semua barang yang hendak aku bawa pulang kembali."Maaf, ya, Mbak. Ini semua pasti karena si Burhan borokokok itu. Udah Khair bilang, janganlah itu Abang Nino nikah sama Mbak Elly, eh ngotot. Jadi Mbak Mantra yang diginikan," sela Khair, adik ke enamku."Enggak, ini bukan salah siapa-siapa. Memang ini tuntutan pekerjaan.
Happy Reading....Bukan perkara mudah memang. Dikelilingi permasalahan yang erat kaitannya dengan masalah hati. Suka ngenes dan sedih berkepanjangan. Setelah kejadian itu, Pak Zidan sudah tak pernah menemuiku di apartemen. Aku juga sudah kembali bekerja sejak baru tiba di apartemen. Satu bulan sudah aku lewati bekerja seperti biasanya "Ta, laporan liputan yang dari Gorontalo sudah lu cek?" tanya Lemi."Belum," jawabku santai."Bos lebih sensitif sekarang. Kemarin Joni saja kena omel, coba lu ke Mike tanyakan hasil cek lapangannya. Lu kan editornya, gimana sih? Kena PHK nyaho lu," gertaknya. Dengan malas aku berjalan melewati meja kerja pegawai yang lain. Gedung TVRA, tempatku mengais rezeki. Ada ratusan pekerja di tempat ini dan kebetulan aku adalah karyawan redaksi berita yang bertugas di tempat sebagai editor berita yang sudah berhasil didapatkan reporter di lapangan. Bersyukur aku tak ditempatkan di lapangan, sehingga tak membuatku harus mengusap peluh kepanasan dan kehujanan set
" Assalamualaikum. Hello, anybody home? Putri Tania pulang, Mommy ...!!" Suara Tania sungguh sangat nyaring hingga seluruh maid yang berada di sana mendekat."Oalah, Non Tania, mbok ya suaranya jangan keras-keras sampai Mbok yang di belakang kaget. Non Tania cari siapa?" tanya wanita yang aku kira adalah kepala maid di sini. Dari pakaian yang ia kenakan seperti wanita yang biasa aku lihat di film drakor kesukaanku."Mommy mana Mbok?" tanya Tania."Tadi ada di kamar, mau Simbok Panggil kan?" "Gak usah biar Tania saja yang panggil. Mbok bikinkan minum saja untuk tamu kita," ucap Tania ramah."Siap, Non."Semua maid kembali kepada tempatnya dan Tania mempersilahkan aku duduk di ruang tamu yang tampak luas seperti tempat rapat pejabat negara."Mbak Mantra tunggu di sini ya? Tania mau panggil mommy," ucap Tania."Oke."Tania langsung bergegas naik ke lantai atas. Sebelum duduk aku melihat ke sekeliling, di tembok dan dinding aku melihat banyak foto Pak Zidan dan juga Mas Rangga serta kelu
Tok! Tok! Tok!Aku membuka pintu saat Pak Zidan sudah mengizinkannya. Entah kenapa jantung ini berpacu cepat seakan takut hendak memutuskannya."Sore, Pak."Pak Zidan menengok dan melihatku dengan tatapan anehnya. Aku bertambah grogi karena dia hanya diam dan aku memilih berdiri saja sebelum dipersilakan."Maaf, Pak. Apa saya mengganggu?""Duduk!""Terimakasih, Pak.""Ada apa?" tanyanya tegas."Maaf, Pak, kedatangan saya ke sini, mau mengajukan resign."Wajahnya terpaku, mungkin dia tak akan percaya dengan yang aku ucapkan. Tapi ini keputusanku, aku tak ingin bekerja di tempat ini lagi. Aku sudah tak nyaman dan sungguh tak enak jika harus selalu dalam posisi seperti ini."Resign? Sudah dapat pekerjaan baru?" tanya Pak Zidan kembali melanjutkan pekerjaannya dengan tumpukan kertas di depannya. Betul-betul reaksi yang susah ditebak."Hm, belum. Tapi, saya hendak pulang.""Kamu hendak menikah? Saya akan mengizinkan kamu resign kalau kamu sudah menikah, Mantra. Untuk kali ini, saya beri ka
Aku mencoba kembali searching di google. Mencari cara diet cepat untuk menurunkan berat badan secara alami dan sehat. Namun kebanyakan justru iklan obat pelangsing serta testimoninya.Aku tertuju pada sebuah produk herbal pelangsing yang katanya bisa melangsingkan dalam seminggu. Karena herbal, aku percaya ini aman dan akhirnya aku memesannya.Dalam sehari, paket herbal sampai karena memang jaraknya masih dekat pengiriman. Aku langsung membaca komposisi dan aturan pakai lalu mencoba meminumnya satu butir.Malam ini Desi lembur. Katanya ada stok toko yang bongkar malam dan itu membuatku sendirian di kamar. Ponsel yang hanya berisi kontak Bunda itu beberapa kali bergetar.Ya, aku sengaja mensilent suara ponselku agar tak mengganggu. Aku hanya membaca pesan yang sudah aku atur mode privasi sehingga meski aku sudah baca tak akan terlihat jejak centang biru di sana.Ada 39 pesan dan 156 panggilan tak terjawab dari seluruh keluargaku. Karena kasihan, di jam 9 malam aku menelpon Khair."Assa
Mereka mendekat dan berbalik ke arah pintu untuk menengok sesuatu."Bos sudah pergi?" tanya salah satu orang berbadan besar tadi."Sudah.""Sip. Bocah ini mau kita apakan? Masa langsung kita habisi?" Sialan! Orang segede gini dibilang bocah. Baiklah kalau begitu, mari kita main!"Bang, Abang. Mantra ini punya ajian semar ngibing loh. Jadi, misal kalau kalian bisa mendapatkan sesuatu dari Mantra, kalian bisa kaya tujuh turunan. Nggak percaya?" Mereka yang tadi sudah agak mendekat, bertambah mendekat."Nggak usah coba ngibulin kita. Memangnya kita percaya kayak gituan? Cih!""Ya sudah kalau nggak percaya. Kalian kalau mau bunuh aku misalnya, kalian akan terkena kutukan gemukku seumur hidup. Jadi, misal kalian punya istri atau anak nanti kalian akan mendapati semuanya kayak Mantra gini. Badan gendut plus obesitas, mau?" geetakku lembut. Suara aku buat sedayu mungkin agar mereka mau membukakan tali pengikatku."Hahaha, hari gini takut kutukan? Heh, bocah gendut. Kami sudah punya banyak
******Hari pernikahan digelar sederhana di rumahku. Namun, setelah akad aku diboyong keluarga Bagas ke rumahnya untuk resepsi. Saat baru pertama melihat tempat acara, aku tertegun. Meski bukan meriah bak artis-artis, tapi itu indah banget.“Maaf, jika dekor dan panggungnya tak tanya konsepnya sama kamu. Habisnya Aa bingung, semua pihak keluargaku yang mengurus,” ucap Bagas saat kami naik ke atas panggung.“Tak apa. Neng suka, kok,” jawabku. Nyatanya emang aku suka. Dari warna hingga hiasannya, semua terlihat hidup. Bahkan semua keluargaku turut diberikan seragam.“A, makasih udah sayang sama Neng. Baik sama keluarga Neng. Pokoknya, Neng terlope dah,” batinku tanpa bersuara. Mau bilang love you takut ketahuan, kan malu. Tentu saja rasanya seperti kemarin saat ijab kabul. Jantung rasanya mau copot dari tempatnya karena semua orang mengagumi kecantikanku, eh … tapi lebih dominan ke Bagas si. Wajah oriental dengan tinggi badan pelukable dan nyaris sempurna itu serasi dengan apa yang dike
***Aku dan Bagas mengurus kepentingan menikah bersama. Dari capeng hingga kelengkapan dokumen ke KUA, kami berdua bersama. Ibarat kata, aku dan dia sudah seperti pasangan yang sama-sam bucin.“Kak, hari H tinggal dua hari lagi. Semoga acaranya lancar,” pesanku saat kami esok hendak dipingit.“Iya. Eh, keluarga besar kamu orang Bogor semua?” tanyanya terlihat aneh. Sudah hampir sah baru menanyakan keluarga besar.“Nggak, ada juga yang di Bandung. Neng teh orang sunda, Aa Bagas. Kumaha atuh,” ujarku.“Ya kan nanti banyak yang hadir di resepsi kita. Ehm, panggilan Kakak ganti Aa, kitu?”“Bisa, kalau Aa mau teh. Neng seneng malah, jadi berasa kayak Akang kasep si Ucup di desa sana.”“Ucup?’“Hooh, orang Sunda asli Bandung yang dulu suka buli Eneng. Dia cakep, tapi mulutnya nyebelin.”Entah kenapa kami jadi membahas dia yang dulu pernah aku taksir. Dia yang menyebalkan tapi sayangnya aku suka, tapi dulu pas masih jadi monyet. Eh, maksudnya cinta monyet. Astaghfirullah! Aku langsung beris
Pagi ini keluargaku benar-benar disibukkan dengan acara lamaran yang akan dilangsungkan nanti siang. Keluarga Bagas sudah mengabarkan jika mereka sudah sampai di perbatasan kota Bogor. Aku yang sudah berhias sederhana, merasa grogi saat semua adikku menggodaku. "Al, perasaan kita nggak punya keluarga yang mirip bidadari gitu. Ini siapa ya?" tanya Oji yang berusaha menggodaku. "Kak Oji cem mana, Mbak kita kan juga mirip bidadari. Tapi… kalau lagi makan, berubah menjadi hulk. Serem," ejek Aldo. Sialan."Kalian bisa diem nggak? Mbak slepet nih,” omelku. Bocah tua, dasar. Nggak tahu hatiku lagi kembang kempis kaya pompa balon.“Belum juga jadi manten, cantiknya dah kentara. Apa nggak pengin buru-buru dihalalin hari ini juga si Bagas. Opa yakin, anak itu nggak akan tahan lihat cucu opa yang cantiknya melebihi Eyang waktu muda,” ujar Opa.“Emang Eyang dulu nggak cantik, Opa? Wah. Al aduin sama EYang ah, biar Opa kena sembur,” ledek Aldi yang kemudian di hadiahi pentung tongkat kayu yang
."Tapi, bukannya yang mau menikah sama lo itu … Pak Zidan? Lo jangan jadi playgirl gini, Tra. Awas lo ya kalau gonta ganti calon suami," cetus Tantri.Aku tertawa lepas sambil menepuk paha Lemi yang kebetulan ada di sampingku duduk. Mau nepuk Bagas, kasihan ayangku itu. Akhirnya, Lemi jadi bahan pelampiasan bahagiaku."Njirrr, sakit tau. Resek emang ya, lu. Ni paha bukan lawan tinju, sembarangan main pukul-pukul," omel Lemi."Habisnya kalian lucu. Sejak kapan Mantra Sekar Widodari ini suka mainin hati cowok? Yang ada dimainin sama cowok dan diputusin pas lagi sayang-sayangnya. Kalian itu salah kira ternyata. Gue itu udah temenan sama Rangga dan Pak Zidan, gue juga dah mau nikah. Nih calon suami gue, masih nggak percaya juga?" tanya aja sama orangnya. Nih, masih ada. Ya kan, Kak?" Paparku.Bagas mengangguk dengan menampakkan senyum termanisnya. Siapa sangka jika calon suamiku yang gantengnya mirip Kyungsoo dan manisnya mirip Lee Min Ho ini, adalah lelaki yang akan mendampingiku sehidu
."Apa-apaan ini?!" teriaknya. Sontak kami terkejut karena wanita di depanku ini tiba-tiba merebut barang yang diberikan Bagas untukku. Aku berdiri dan tangan mulus wanita tersebut menampar wajah oriku.Plak!"Dasar jalang!""Keysa! Apa yang kamu lakukan?!" Bagas mencoba melindungiku dan menyembunyikanku di belakang badannya. Aku yang tak mengerti apapun hanya bisa memegangi pipi yang terasa panas, perih dan ngilu.Terdengar dari teriakan nama tadi, Keysa, dialah wanita yang kini sedang menatap tajam ke arahku. Sayangnya, aku nggak ngaruh digitukan. Hanya sedikit bingung saja, kenapa dia tiba-tiba datang tanpa permisi."Mas Bagas tega! Aku nunggu Mas selama dua tahun di Jakarta, tapi Mas kembali justru melamar gadis ini. Mas janji pulang dari Ausy menikahiku, mana janjinya? Ternyata kepergian Mas waktu itu hanyalah alasan untuk menghindariku. Ya kan, Mas?" teriak wanita bernama Keysa itu."Iya. Memang aku sengaja menghindar dan meninggalkanmu. Kamu tahu apa sebabnya? Tanya sama Anton!
Siapa."Aku jemput ya, Tra?"Pesan dari Bagas ternyata masuk setengah jam yang lalu saat aku masih mandi. Pukul jam 7 dia sudah mengirimi pesan membuat batinku bertanya-tanya. Apa dia tak tidur semalam karena mau bertemu denganku? Wah, pede sekali aku ye."Berani?" Baru saja hendak aku sent, sebuah mobil berhenti di depan rumahku. Aku yakin, itu bukan anggota keluargaku.Aku intip dari dalam kamar, ternyata Bagas yang keluar dari mobil dengan membawa buah tangan."Assalamualaikum," salamnya yang masih terdengar olehku. Terdengar pula sahutan dari Bunda di luar. Tadi beliau memang sedang menyapu halaman. Aku merasa grogi. Kusisir kembali rambut lurusku dan menyemprotkan parfum babyswal kesukaanku.Bismillah. Semoga hari ini aku benar-benar dapat kabar baik. Kasihan adik-adikku, menungguku menikah selama ini."Mbak, ada Mas Bagas tuh!" Gala memanggilku dari luar kamar."Ya."Aku segera keluar dari kamar, meski harus dengan menetralkan detak jantung yang tak karuan. Kuhembuskan napas pe
."Mampir dulu, Pak?" tawarku saat baru sampai di depan pintu rumahnya."Sudah malam. Nggak enak, Tra. Ya sudah, kamu hati-hati. Maaf atas segala salahku padamu, semoga kamu memiliki jodoh yang tepat.""Aamiin, makasih doanya. Pak Zidan dan Mas Rangga juga, hati-hati di jalan. Semoga di jalan ketemu jodoh yang pas sesuai keinginan," kelakarku."Jodoh di malam hari begini? Yang ada kuntilanak, Tra," sahut Rangga, spontan membuatku terkekeh."Jodoh nggak kenal waktu, Pak. Yang kenal waktu hanya sholat lima waktu saja. Good bye and see you tomorrow."Aku membuka pintu mobil namun Pak Zidan meraih tanganku."Tunggu, Tra."Pak Zidan meraih sesuatu di saku celananya dan meletakkan pada tanganku."Tadinya mau aku pakaikan di tanganmu. Hanya saja, kamu menolakku. Namun, aku berharap kamu mau menyimpannya sebagai kenang-kenangan dariku. Jika tidak menganggapku, setidaknya terimalah ini sebagai hadiah terakhirku.""Ish! Ngeri ih! Pakai hadiah terakhir, ada lagi juga nggak apa. Tapi ini apa, Pak?
.Menyiapkan mental untuk jujur itu memang sulit. Ya, aku sadar aku bukanlah wanita yang sempurna dan aku sadar jika aku harus memilih salah satunya."Mbak Mantra …."Suara Kania yang cempreng memanggilku untuk segera keluar makan malam. Di rumah sebesar ini, aku merasa tak nyaman. Padahal orangtua Zidan sangatlah baik, tapi aku tidak bisa sesantai biasanya. Mungkin karena aku hendak jujur. Ya, jujurly, aku gugup."Ya."Aku beranjak setelah membetulkan baju yang aku kenakan. Desi yang sedari tadi bersama Kania, membiarkanku di kamar sendiri dan alhasil aku turun ke bawah sendiri."Tra …."Kali ini sosok yang pernah membuatku baver dan salting ada di depanku. Ya, Rangga, dia lelaki yang aku kira bisa menjadi pendamping namun sekarang hanya jadi tokoh figuran. Ngenes …."Eh, Mas Rangga," sapaku."Ini seriusan kamu? Aku sampai pangling loh. Cantik beut dah, makanya Kakak sampai jatuh cinta. Yuk kita makan malam, Mami Papi dan nunggu di bawah." Rangga merangkulku dan mengajakku turun. Dia
Hati yang terlanjur gugup dan takut, membuatku berkeringat. Desi yang tadi ngoceh bak petasan lebaran, sepertinya tak lelah merepetkan suaranya dan aku menjawab seperlunya."Mbak jadi aneh ya? Biasanya kalau Desi ajak ngoceh Mbak jadi pemandunya. Paling nggak ikut ngegibah bareng. Ini seperti bukan Mbak Mantra yang Desi kenal," sungut Desi."Maunya aku ngapain? Ini di rumah orang loh. Dah, diem jangan berisik!" ujarku.Aku melihat Mami dan Papi Boz Zidan keluar dengan wajah bahagianya. "Wah, ini toh yang dimaksud calon mantu Mami. Cantik sekali, Mami kira kamu bakalan bawa si Mantra. Dah ganti?"Pak Zidan berdehem pelan."Tante, gimana kabarnya? Lama tidak berjumpa," sahutku setaya mencium tangannya takdim."Loh sudah pernah ketemu toh?" tanya Mami."Mami lupa atau gimana? Dia itu Mantra, sekarang memang sudah kurusan," sahut Pak Zidan. "Oh Mantra udah ganti casing toh. Sampai pangling Mami.""Selamat berjumpa kembali, Mantra. Mari kita ngobrol," ajak papinya Pal Zidan."Bagaimana k