Cengkeraman kuat pada pergelangan tangan mungilnya ini membuat Eva meringis. Ia berusaha untuk lepas, tapi justru bukan kebebasan yang ia dapatkan, melainkan rasa sakit yang semakin menjadi.
"Please Kak Arta, jangan gini. Gue nggak bisa. Gue harus ngomong berapa kali sih supaya lo ngerti?!! Gue nggak bisa!!" Eva meraung dalam cengkeraman cowok itu.
Tak henti-hentinya Arta meneror Eva untuk memaksanya ikut ke acara anniv Liondrak. Bukankan sudah Eva katakan bahwa ia tidak mau? Menolak ajakan orang lain itu adalah hak mutlak! Tak ada seorang pun yang berhak mengambil hak tersebut dari masing-masing manusia. Beginilah jika dua orang yang sama keras kepalanya dipersatukan. Yang satu arogan dan suka memaksakan kehendak, yang satu lagi teguh terhadap pendirian, tak goyah meski dipaksa sekali pun!
"Gue kasih perintah
Tangan yang mengepal erat, urat leher yang menyembul tercetak jelas, raut kian menyeramkan, geraman rendah yang terdengar .... Semua itu sudah cukup menjabarkan bagaimana kondisi emosional Arta saat ini. Ia melirik Melly dan dua temannya yang berdiri di dekat pintu markas Kompeni. Arta cukup tahu soal itu. Ia tak pedulikan mereka dan langsung membuka pintu dengan kasar hingga menciptakan suara dentuman keras. Cowok itu masuk ke dalam dengan langkah kaki penuh arogansi dan keangkuhan. "Mati gue! Mati!!" jerit Melly tertahan melihat betapa memukaunya Arta. Perpaduan antara tampan dan menyeramkan begitu meluluhlantahkan hati cewek-cewek yang melihatnya. Percayalah, jika seandainya Melly tak menampakkan secara terang-terangan rasa suka dan bagaimana tergila-gila cintanya ia pada Arta, sudah pasti Salsa dan Dina akan i
Tak terasa kini telah tiba juga hari di mana Kompeni akan berangkat ke Bandung. Pagi-pagi sekali Rehan sudah berdiri di teras rumah, menunggu Uma yang tak kunjung keluar."Lama," desisnya kesal saat cewek itu baru keluar dari tadi. Ia berlalu begitu saja masuk ke dalam mobil yang telah ia parkirkan di pekarangan rumah."Maaf Kak," lirih Uma menyesal telah membuat Rehan menunggu lama dirinya."Nggak usah banyak omong, cepet masuk!" titahnya dengan kepala menyembul di balik jendela mobil.Seolah tersadar, Uma dengan bergegas melangkah ke mobil dan masuk di kursi penumpang depan. Usai memasang seatbelt, Rehan melajukan mobilnya membelah jalanan.Selama perjalanan mereka, hanya keheningan yang menyelimuti ke-duanya. Uma yang masih canggun
Setelah mendengar jelas suara berat laki-laki yang menyahuti panggilannya, Vina langsung membulatkan mata tidak percaya. Setidaknya hal itu membuat Vina sedikit lega karena dari sebelum keberangkatan putrinya dia sudah khawatir Eva akan menyusahkan orang lain selama perjalanan. Namun, jika orang yang direpotkan adalah Arta, Vina jadi tidak terlalu mengkhawatirkan, memandang dia adalah anak dari sahabatnya yang sudah Vina anggap sebagai keponakan sendiri."Tante minta maaf ya, kalau Eva nyusahin kamu," ujar Vina lembut. "Hm, Arta!" panggilnya sedetik kemudian.Masih di ambang kebingungannya Arta berdeham sebelum merespon ucapan mamanya Eva ini. "Iya, Tan? Kenapa?""Tante titip Eva ya selama di sana. Tolong diurusin dan dijagain baik-baik. Tante tuh selalu khawatir kalau dia pergi-pergi tanpa Tante di sampingnya. Kamu udah ngeliat sendiri 'kan? Dia mabuknya parah banget.""Kasihan," bisik Arta pelan.Tentu saja Eva mendengar percapakan keduanya karena mode loudspeaker yang diaktifkan. Se
Sambil menyangga tubuh sang ketua OSIS cantik itu di bahunya, Rehan bersiul ria menggoda. "Ehm, sayang banget pake lejing, padahal gue pengen liat yang di dalam. Tapi gak papalah. Celana panjangnya juga ketat," katanya Rehan tidak tahu malu.Eva lekas menggeleng. Rasanya ia ingin menangis saja. Rehan baru saja melecehkannya bukan? "Ng-ngak. G-gue mau turun," ucapnya yang tentu saja tidak semudah itu melakukannya. Bagaimana caranya ia turun sekarang? Melihat ke bawah saja Eva rasanya tidak berani. "Turunin gue! Lo kelewatan."Bukannya merasa bersalah cowok itu malah terbahak karenanya. Merasakan Eva yang panik dengan suara gemetar adalah kepuasan tersendiri untuknya. Cowok sinting!"Lo kelewatah, Han!!" teriak Eva frustrasi. Tidak lagi memakai embel-embel 'kakak'. Kakel kurang ajar seperti ini tidak layak untuk dihormati.Karena kasihan akhirnya Rehan menghentikan tawanya. Tidak enak juga jika Eva
Sebuah tangan kekar dan kokoh seorang pria dipergunakan untuk mengelus pucuk kepala gadisnya. Tak terbendung lagi rasa rindu Edo untuk Aurel. Baru beberapa hari mereka tidak bertemu, tapi rasanya sudah sangat lama bagi Edo. Bahagia sekali saat mereka bisa bertemu lagi secara nyata seperti ini setelah sebelumnya hanya dapat saling melepas rasa melalui telepon."Nggak usah mampir," tukas Aurel sarat akan makna.Seperti biasa ia berpamitan pada ke-dua orang tuanya untuk pergi ke sekolah. Padahal nyatanya ia akan pergi ke Bandung bersama sang pacar. Dan saat ini Aurel harus mengganti seragam yang ia kenakan dengan baju sabrina yang telah ia persiapkan di dalam tas.Tak perlu mampir ke mana pun terlebih dahulu. "Gue ganti di sini aja." Walau padahal tujuan mereka bukan langsung ke Bandung. Sebagai anggota inti Kompeni, tentu saja Ed
Lo sekolah, Ka? Pak Thab udah masuk belum?70.45Eh, lo di mana? Gk sekolah? Btw pagi ini jam kosong, pak Thab gk masuk. Biasalah, kita dikasih tugas.07.47'Alhamdulillah', Eva mengucap syukur di dalam hati. Keberuntungan kali ini memihak padanya. Tak dapat dipungkiri, perasaan Eva sedikit tenang. Ia melewati koridor yang sepi karena memang sedang dalam jam KBM. Seraya berjalan menuju kelas lewat kawasan belakang sekolah, Eva mengetikkan balasan pada Riska.Gue tlat, ada kendala dikit di rumah.07.48Iya, kendala karena bangun kesiangan. Tidak mungkin Eva jujur segitunya, 'kan? Apa kata orang kalau tahu bahwa seorang ketos terlambat karena bangun kesiangan.Apa? Bangun kesiangan ya, lo?🤣07.49
Langkah Eva terhenti menyadari Adam telah berada di hadapannya saat ini. Eva mendongak untuk dapat menatap cowok itu dengan keadaan yang jauh dari kata baik-baik saja."Eva, gue harap lo baik-baik aja." Kedua manik itu bertemu. Eva merasakan hatinya menghangat. Ternyata, di antara ribuan murid Taruna Bangsa masih ada satu orang yang mengkhawatirkannya. Eva merasa disayangi ketimbang sahabatnya sendiri. Mereka bahkan tidak bersuara sama sekali ketika ia disudutkan kepsek. Tidak membelanya sedikit pun padahal mereka berada di ruangan yang sama.Lelah jika terus menyalahkan orang lain. Eva ingin hidup sebegininya saja.Mungkin memang sudah takdir ia mempunyai teman seperti itu."Jawab. Supaya gue berhenti ngekhawatirin lo."Dan saat itu juga tangis Eva pecah kian deras. Eva butuh sandaran, dan kenapa Adam datang seolah hendak menjadi tempatnya bersandar kala sudah rapuh seperti ini. Bolehkah jika ia berh
Seseorang terlihat sangat terganggu dengan postingan yang dikabarkan oleh lambe turah tadi hanyalah Rehan. Cowok itu seperti kebakaran jenggot sendiri. Padahal jika dipikir-pikir apa pula urusannya dengan mereka 'kan?"Nggak bisa dibiarin!" gumam Rehan mendesis geram.Eva kelewat berani seperti itu, dirinya tidak suka! Meski ia akui bahwa Eva lumayan pemberani juga untuk melawan orang-orang yang mengganggu, tetapi Eva masih punya batasan yang membuat cewek itu takut. Rehan sudah merasa candu. Eva harus kalah agar selalu bisa untuk ditindas."Gak nyangka sumpah!" Lain halnya dengan Yoyon, cowok itu berdecak kagum membuat Rehan kesal sendiri melihatnya."Paling cuman sehari ini doang dia kayak gitu. Besok bakal lo liat lagi ketos yang lembek di Taruna Bangsa. Satu lagi, dia bakal makin dihujat!" Rehan tersenyum miring dengan rencananya.Arta menoleh ke sumber suara kala mendengar babunya mas