"Aku beli obat dari apotik dulu dan membeli alat kompres instan agar Mawar bisa cepet turun panasnya!" ujar Denis dengan gugup.Denis segera menuju motor matic milik Aisyah dan langsung menstarter menuju apotik. Ia khawatir jika janin dalam kandungan Mawar kenapa-kenapa. Tidak lama, Denis sampai di apotik kemudian ia membeli obat yang diperlukan.Setelah mendapatkan obat tersebut, Denis segera pulang kembali.Setelah sampai di rumah, ia segera ke kamar Mawar. Dan ternyata Mawar sudah siuman. Aisyah memberikan air putih hangat untuk Si Mawar yang ternyata sedang dehidrasi.Terlihat Devan dan Zola sudah tidak ada di rumah tersebut."Kemana Zola dan Devan, Syah? Syukurlah kamu sudah siuman Mawar! Ini dipakai alat kompres instannya. Segera minum obat ya?"Terlihat Denis yang perhatian kepada Mawar. Ia mengompres Mawar dengan tulus serta memberikan obat kepada istri keduanya tersebut.Aisyah hanya diam. Cemburu pastinya. Tapi, ia tahan dalam relung kalbu paling dalam.Aisyah tidak menjawa
Malam itu Denis mendengar suara pria yang berbincang dengan Aisyah. Ia yang baru saja mencapai puncak kenikmatan dengan Mawar segera loncat dan mengenakan pakaiannya kembali. Ia ingin memastikan siapa yang datang.Ia langsung menuju ruang tamu untuk menemui tamu tersebut. Terlihat pria yang bersama Aisyah adalah Jiho. Penjual bubur ayam setiap pagi. Denis langsung di sebelah Aisyah yang sedang berbincang serius dengan Jiho. Pemuda campuran antara Indonesia dan Tionghoa."Jiho? Kenapa kamu malam-malam apel sama istri saya?" tanya Denis penasaran."Mas Jiho menawarkan aku untuk berbisnis usaha konveksi bersama. Kebetulan Mas Jiho ini ahli dalam bidan menjahit dan desainer juga. Besok rencana Mas Jiho dan aku akan bekerja di gedung yang sudah ia dirikan untuk tempat berlangsungnya proses produksi menjahit. Saya dan Mas Jiho menjadi leader dalam mengelola produksi tersebut. Nanti beberapa karyawan yang mahir menjahit akan direkrut," ujar Aisyah yang menceritakan kerja samanya dengan Jiho
Denis langsung pergi ke lemari untuk mencari uang agar Mawar tidak pergi meninggalkannya. Ia melangkah menuju kamar pribadinya.Ia mulai mencari uang dibawah tumpukan pakaian yang terlipat. Ia terus mencari sampai semua bagian lemari ia buka. "Ini dia yang aku cari. Akhirnya aku menemukan uang walau tidak seberapa. Ada lima ratus ribu. Aku akan memberikan pada Mawar sebesar tiga ratus ribu. Yang dua ratus ribu akan aku simpan," kata Denis yang akhirnya bisa menemukan uang. Dengan langkah cepat Denis menemui Mawar yang ternyata masih menunggu di ruang tamu. "Mawar, ini aku ada yang tiga ratus ribu. Kamu jangan pergi ya? Kamu udah nggak sayang aku ya? Yuk, kita ke kamar untuk tidur. Ini sudah malam!"Dengan wajah memelas Denis merayu Mawar agar mau ke kamar kembali dan mengurungkan niatnya untuk pergi.Mawar memanyunkan bibir. "Oke. Aku masih suka kamu kok, Sayang. Tapi aku gendong? Mas besok kita ke puskesmas ya? Aku mau periksa janinku yang mulai membesar ini! Dah dua bulan aku ngga
Pagi itu, Mawar akan membuat kopi untuk Zola. Ia sudah berada di dapur. Kemudian memasukkan sebungkus kopi hitam sachet ke dalam cangkir dan dibubuhi oleh obat penggugur kandungan yang sudah ia haluskan.Setelah bahan tercampur, ia mengucurkan air panas pada dispenser ke dalam cangkir tersebut.Tidak lama, kopi pun jadi. Ia langsung membawa secangkir kopi tersebut ke ruang makan."Ini kopinya. Silakan diminum," ujar Mawar yang sudah meletakkan secangkir kopi di atas meja yang tepatnya di depan di mana Zola duduk.Zola tersenyum. "Makasih, Mawar. Nanti kalau sudah hangat, akan saya minum!" Mawar tersenyum kecut. "Oke. Minum saja kalau mau. Kalau enggak ya nggak papa," jawab Mawar yang berpura-pura bersikap kalem dan duduk kembali di ruang makan. Ia melanjutkan makan sambil melirik ke arah Denis. Denis seharusnya Hari ini gajiannya namun, karena kartu ATM-nya diduga hilang, ia tidak bisa mengajak jalan-jalan Mawar.Setelah kopi agak hangat, Zola segera meminum kopi buatan Mawar."Huek
Pagi itu, sebelum Aisyah akan berangkat kerja, ia malah bertengkar dengan Mawar. Ia tidak sengaja mendorong Mawar hingga ia terjatuh.Saat itu juga Mawar mengeluarkan da rah dari jalan lahirnya."Sakit sekali Syah!!! Tolong aku!!! Semua ini gara-gara kamu! Lihat aku pen da ra han. Jika terjadi sesuatu sama ja nin aku, kamu harus tanggung jawab!!" ujar Mawar yang malah menyalahkan Aisyah. Mawar masih duduk dengan kaki lurus ke depan dan menahan sakit."Astaghfirullah, Mawar. Di saat kamu kena musibah kamu malah menyalahkan aku? Kamu mau aku tolong lho!! Tapi kamu malah bersikap seperti itu!! Tadi yang mulai siapa? Haduh, aku harus telepon pihak medis ini agar kamu segera di tangani oleh pihak Rumah Sakit!!"Aisyah tidak menghiraukan tuduhan buruk dari Mawar, ia langsung menelepon pihak rumah sakit langganannya. Setelah menekan nomor yang dituju, nomor tersebut segera diangkat. Akhirnya pihak rumah sakit akan segera datang dengan membawa ambulan. "Mawar, saya harap kamu jangan mengel
Mawar yang ada di ruang tunggu, sesegera mungkin akan menuju ke ruangan di mana Mawar dirawat karena ia mendengar suara rintihan Mawar yang kesakitan.Tidak lama, ia sudah di samping Mawar. "Mawar, kamu kesakitan? Apa aku harus panggil Dokter sekarang?" tanya Aisyah yang gugup karena ia melihat wajah Mawar yang sangat pucat. "Iya Syah. Perut aku sakit sekali. Seperti mau me nge jan. Hik hik!"Terlihat Mawar yang sedang meringis kesakitan. Tangannya memegang tiang besi yang ada disampingnya."Bertahanlah Mawar. Perbanyak istighfar. Aku akan panggil Dokter sekarang!!"Karena Aisyah sangat takut melihat Mawar yang kesakitan luar biasa, Ia segera menemui ruang Suster dan menyampaikan keluhan yang dialami oleh Mawar."Saya akan telponkan Dokter. Kakak silakan ke ruang Nona Mawar kembali untuk segera menemani! Khawatir dia akan kenapa-kenapa!" ujar salah satu perawat. Ia langsung menelepon Dokter yang tadi memeriksa Mawar.Aisyah kembali ke ruangan UGD untuk menemani Mawar yang ternyata m
Setengah jam kemudian, Aisyah sudah sampai di gedung barunya yaitu gedung yang dekat rumahnya Jiho. Gedung sebagai tempat produksi jahitan berkualitas bagus dan patut diacungi jempol. "Maaf, Jiho. Saya terlambat. Baru saja saya mengantar Mawar ke rumah sakit!" Dengan nafas ngos-ngosan Aisyah menjelaskan apa yang baru saja terjadi. Tepat pukul 09.00 pagi, Aisyah kemudian duduk di mesin jahit dan sedang mulai mengerjakan jahitan yang menumpuk. Waktu itu belum ada karyawan yang membantu karena masih proses perekrutan karyawan. Kerjaan Aisyah saat ini adalah menjahit pakaian dari Ibu-Ibu yang memesan dari tetangga dekatnya sendiri. "Mawar sakit apa Aisyah? Apakah dia sudah baik-baik saja dan ada yang menemani? Tahu gini, aku nggak mendesak kamu. Biarkan aku sendiri yang mengerjakan tadi. Maafkan aku ya Syah!" Jiho sangat ramah dan tidak galak sehingga Aisyah semakin betah bekerja sama dengan Jiho. Walaupun mereka belum terlalu akrab. "Dia pen da ra han, Jiho. Ternyata dia h
Saat sore hari, Aisyah sudah selesai bekerja ada suara-suara tidak enak yang menghina dirinya. Rina menghina dirinya sebagai wanita perebut pria lain dan disebut gan jen."Astaghfirullah, Rin, yang gan jen itu siapa? Saya di sini itu bekerja keras! Tidak ada waktu untuk menggoda pria. Kamu ke sini ngapain?" tanya Aisyah sambil menatap tajam ke arah Rina. Rina memicingkan mata. "Kamu itu, sukanya dekat sama Devan. Buktinya ia nyamperin kamu. Kamu juga kerjanya juga sama pria. Pria tampan pula! Apa kamu tidak malu?" ujar Rina yang tidak mau mengalah. Ia sudah sakit hati karena kalah dengan Aisyah.Aisyah berdiri mematung sambil mendengarkan ocehan Rina yang tidak bermutu. "Malu itu kalau aku berbuat zi na! Kalau aku kerja halal tidak akan malu! Nanti juga teman-temanku banyak!" Aisyah terbawa emosi dengan kata-kata pedas yang diucapkan oleh Rina."Selamat sore!"Saat Aisyah berdebat dengan Rina datanglah sepuluh orang wanita yang datang menemui Aisyah. "Selamat sore! Ini kesepuluh or
"Ada apa dengan Dokter Virginia? Apa ini erat kaitannya dengan racun kue itu? Oke, nanti aku akan ke sana lagi, tapi aku harus izin Aisyah dulu. Kalau perlu Aisyah ikut! Aisyah harus tahu kelicikan Rina!" batin Devan sambil melihat Aisyah yang sudah membayar totalan beberapa buah yang ia beli. "Mas, yuk kita pulang?" Ketika Aisyah sudah membayar seluruh buah yang ia beli, ia berbalik dan menatap Devan dengan wajah yang berbinar. "Sayang, kita jangan pulang dulu! Kita langsung ke Klinik milik Dokter Virginia. Lihat chat ini!" Devan langsung memberikan chat dari Bu Dokter Virginia yang baru saja muncul. Ia tidak mau ada yang ditutupi. Ia ingin selalu terbuka dengan Aisyah. Dengan terbuka, Aisyah akan semakin percaya pada dirinya. Devan tidak mau ia dianggap sebagai pria yang memiliki watak seperti Denis. "Maksud dari beliau apa ya? Yasudah, ayo kita ke Klinik. Mas, coba telepon Mbok Ginah bahwa kita tidak bisa sarapan dengan menu beliau soalnya ada keperluan penting. Kamu punya no
"Neli, kamu ngikutin kita? Kenapa tatapan kamu benci seperti itu kepada kita?" tanya Devan kepada Neli yang sudah ada tepat di belakangnya."Eng—nggak benci, saya hanya kepedasan ini Kak. Ingin beli es jeruk di taman ini," jawab Neli secara berbohong. Padahal Neli ingin mengintai pergerakan Devan dan Aisyah. Diam-diam, Neli menyembunyikan sesuatu dalam hatinya. "Jangan berbohong kamu Neli. Aku tahu kamu itu berbohong. Kamu pulang saja temani Mbok Ginah. Jangan ganggu acara kami!" jawab Devan dengan muka sinis ke arah Neli yang memang berbohong. Devan sudah pengalaman dengan wanita berwatak seperti Neli. Ia mungkin tidak akan terjebak dengan tipu muslihatnya. "Sudah, kalian jangan bertengkar. Neli, kalau kamu mau beli es jeruk lanjutkan. Jangan lupa nanti bayar sendiri, kamu masih pinjam uang aku loh. Hutang harus dibayar!" tegas Aiayah yang masih mengingat jika Neli pinjam uang kepadanya. "Eh, iya Kak, tenang saja. Nanti kalau aku sudah kerja dan gajian, hutang Kak Aisyah akan saya
Malam itu Devan dan Aisyah sedang mengalami puncak kebahagiaan meski salah satu pihak sedang dilanda hamil muda. Devan melakukan hubungan dengan istrinya secara lembut hingga mereka sama-sama merasakan puncak kejayaan yanh memuaskan. Hingga mereka terlelap dalam mimpi. ***Pagi pun tiba. Devan sebelum subuh bangun dan mulai mandi besar. Sementara Aisyah masih saja tertidur pulas mungkin karena kelelahan. "Aisyah, bangun. Mandi besar sana. Nanti kita sholat subuh bareng."Ketika Devan sudah mandi, ia membangunkan sang istri dengan menepuk pundak. Tidak lama, Aisyah mulai terbangun. "Ada apa Mas? Haduh, kok aku belum pakai pakaian sih? Aku belum mandi ya? Ini sudah jam berapa?" Asiyah tidak sadar jika waktu itu sudah subuh karena saking lelapnya dan lelah setelah tadi malam bertempur dengan sang suami. "Sudah mandi besar sana. Nanti sholat bareng sama aku. Kamu lupa dengan pertempuran tadi malam?" Devan tersenyum kecil dan gemas melihat Aiayah yang lupa dan cemas. Seperti boneka B
Dia pinjam tiga ratus ribu, Mas? Tapi aku hanya beri dia dua ratus. Aku bilang, uang yang di dompet hanya sisa segitu," jawab Aisyah yang masih menelepon Devan."Oh, yasudah nanti kita bicarakan lagi empat mata di kamar. Ini mungkin udah satu jam, aku mau lihat uji coba yang dilakukan Dokter Virginia. Kamu tetap waspada dengan Neli!'Tidak lama, sambungan telepon diputus oleh Devan. Devan mulai menemui Dokter Virginia untuk memastikan apakah hasil labnya sudah jadi. Sebelum Devan sempat berdiri dari sofa, Dokter yang dimaksud Devan ternyata mendekatinya. "Mas Devan, ayo ikut saya ke ruangan lab. Ada yang perlu saya bicarakan kepada Mas Devan!" Dengan raut wajah serius, wanita tinggi berseragam khas dokter itu mengajak Devan untuk ke ruangan lab."Bagaimana hasilnya, Dokter?" tanya Devan ketika sudah sampai di ruangan lab. Ia berharap-harap cemas dengan hasil yang akan dijelaskan oleh dokter tersebut."Hasilnya positif mengandung zat beracun. Padahal awalnya roti ini aman dan saya b
Sore itu Pak Ujang sudah membawa Mbok Ginah dan wanita muda yang berpakaian sederhana. Namun, tidak berjilbab. Dari cara berpakaiannya wanita tersebut seperti orang desa. "Mbok Ginah? Pak Ujang? Mari silakan duduk ke sana!"Karena Devan sangat menghormati tamu yang datang, tamunya dipersilakan duduk di ruang tamu. Tidak lama, Aisyah datang menghampiri siapa tamunya tersebut dan sudah membawakan air teh dan beberapa jamuan makanan. Beberapa teko dan gelas, beserta jamuan, ia letakkan di meja tamu. "Ini Neng Aisyah? Istrinya Mas Devan ya? Manis sekali. Kenalin Neng, ini Mbok Ginah dan Ini Neli anak saya yang baru pulang kerja dari Arab. Kebetulan, dia sudah berhenti bekerja. Boleh kah dia sama Mbok bekerja di sini? Sekalian jagain Enang jika Nak Devan pergi. Nak Devan itu sudah saya anggap anak sendiri," tutur Mbok Ginah sambil duduk di samping anaknya berumur sekitar 22 tahun. Aisyah mengamati Neli dan Mbok Ginah. Kemudian ia menoleh kepada Devan. "Bagaimana Mas Devan? Apa mereka b
Sore itu, Devan ingin membawa kue pemberian wanita asing ke Klinik milik Dokter Virginia. Namun, pria itu bingung karena Aisyah tidak mau diajak. Padahal Devan hanya ingin mengungkap keganjilan pada kue tersebut. "Syah, sebelum kue ini basi, ayo kita ke Klinik. Aku nggak mau kamu di rumah sendirian karena nggak ada yang jaga. Plis, ikut yuk? Kita harus tahu siapa wanita asing yang memberi kue pada kita itu!" Devan masih mendesak Aisyah untuk pergi ke Klinik. Baginya, keselamatan Aisyah lebih penting dari segalanya. Sedikit pun Devan nggak mau jika istri tercintanya celaka atau dijahatin orang. Apalagi Aisyah sedang mengandung benihnya. Suatu keluarga kecil yang harus diperjuangkan. "Tapi Mas, aku masih sedikit mual. Aku di rumah sendiri nggak papa. Yang jelas, kamu jangan lama-lama di sana. Aku 'kan bawa ponsel, jadi kamu jangan khawatir. Kita Bisa teleponan." Aisyah masih kelelahan sehingga ia hanya ingin di rumah untuk istirahat. Devan mendengus pelan. "Apa aku panggilkan Mbok
Rina sedang mengintai di balik celah jendela yang terbuka yang ada di samping kamar yang mengarah ke jalanan luar. Karena waktu itu Aisyah ada di kamar dan beristirahat dengan Devan. Wanita itu sedang memastikan apakah kita yang ia bawa benar-benar dimakan oleh Aisyah. "Kalau kamu suka dengan roti ini, saya ambilkan pisau pemotong kue dulu ya? Agar makanannya enak!" Devan mengambil pisau roti yang ada di atas piring kecil dekat dengan nakas. Kebetulan pisau tersebut ada di situ. Devan kemudian memotong-motong kue tersebut menjadi beberapa bagian. "Mas, kalau kamu suka, diicipin dulu ya rotinya. Kelihatannya enak banget! Porsinya juga jumbo. Pasti aku nek, jika makan kue sebanya itu!" Aisyah menyuruh Devan mencicipi kue yang dibawa oleh wanita yang katanya adalah suruhan dari Dokter Virginia. Yang sebenarnya wanita tersebut adalah Rina. "Oke deh, aku makan sepotong dulu!" Lalu Devan memakan sepotong kue berwarna coklat dan putih tersebut sepotong. Ia tergoda dengan ben
"Awas saja, aku tidak akan membiarkan janin yang dikandung Aisyah hidup. Kau telah mengambil Devan dariku. Aku juga bisa mengambil janinmu dan akan melenyapkannya." Siang itu, seorang wanita bergaun pink berdiri di balik pintu sambil menatap sinis ke arah Aisyah. "Ehm. Dek Rina, kenapa kamu di situ? Katanya ingin cepat pulang? Atau masih ingin mampir di sini. Nanti aku nitip uang ini untuk Mama ya?" Dokter Virginia ternyata adalah sepupunya Rina. Kebetulan Rina menjadi asisten baru Virginia saat ini. Jadi kesempatan untuk mencelakai Aisyah lebih besar. *** Pada siang itu, Aisyah sudah berada di rumahnya bersama Devan. Aisyah berbaring di ranjang tidurnya setelah meminum vitamin dari Dokter. "Sayang, kamu istirahat dulu ya? Kamu maunya dipesankan masakan apa agar nggak mual? Aku punya makanan rekomen yang sehat di restoran langgananku. Jadi, selama hamil, kamu nggak perlu repot," kata Devan sambil melihat-lihat layar ponselnya. Karena ia ingin memesan makanan online sehat
"Nggak papa. Terima kasih suamiku, aku menangis hari ini karena bahagia sekali," kata Aisyah yang masih dipeluk oleh Devan. Mereka menikmati pemandangan dari atas kemidi putar. "Udahlah jangan menangis lagi. Nanti kita turun beli es krim ya? Atau kita naik wahana lain?" tanya Devan yang masih di atas kemidi putar. Mereka berbincang saling tertawa dalam kesenangan sampai kemidi putar berhenti. Mereka turun dari kemidi putar menuju kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman termasuk es krim. Dua wadah es krim coklat vanila sudah ia pesan. Devan dan Aisyah menikmati es krim sambil duduk di taman yang di depannya penuh dengan bunga. "Es krimnya nambah nggak? Kalau nambah, saya pesankan?" Devan menikmati es krim sambil menoleh ke Aisyah yang juka menikmati es krim dengan lahap. Dalam hati ia tertawa sendiri karena istrinya sangat menggemaskan. "Udah. Tapi Mas, perutku mual banget. Aku seperti ingin muntah! Di sini nggak ada kamar mandi ya?" Ketika Aisyah suda