Hari yang sungguh sangat menyebalkan. Karena pertanyaan putranya pagi tadi seharian ia menjadi tak fokus dalam bekerja. Egonya sebagai seorang laki-laki tersentil. Ia kalah memperebutkan perhatian mereka melalui adu kecerdasan bersama Mischa.Bahu Vero melorot. Ingin mencoba sekeras apa, kalau perbandingannya mengenai otak sudah jelas jawabannya. Ia memang kalah. Tidak ada yang bisa Vero sombongkan, selain menerima kenyataan dan kekalahan.“Lahir dari benih siapa sih tuh bocah? Kenapa nggak ada bela-belain guenya sedikit. Kan gue penyumbangnya!” gerutu Vero membuat Fendi menyerngitkan alisnya. Sejak tadi bosnya itu selalu berbicara sendiri, marah tidak jelas dan anehnya tidak pernah absen menyalahkan anak-anaknya sendiri.“Kembar buat ulah ya Mas?” Fendi merupakan pengecualian yang tidak harus memanggil Vero ‘Pak’, di lingkungan kantor. Pria itu hanya perlu memanggilnya demikian jika berhadapan dengan kolega bisnis saja.“Mereka ngeraguin otak cerdas saya Fen.” Bersama Fendi, Vero tak
“TINTIN!!” Vero membuka lalu menanting ruang kerja Justine hingga membuat seluruh isi yang berada di ruangan tersebut bergetar karena ulahnya. “Gasswaaat!! Celaka Dua Puluh Empat!” pekiknya, rebut sendiri.Di mata Justine pria itu seperti bertransformasi menjadi seorang reog. Melangkah penuh hentakan dengan tarian yang akan menyedot seluruh energi Justine karena menonton pertunjukannya. Benar apa yang dikatakan Vero— memang celaka dua belas! Dikit aje! yang lagi edan Vero! Gue mah setia… Sekarang!“Jantung gue,” Vero menarik tangan Justine, meletakan telapak sahabatnya ke atas dadanya yang berdetak-detak seperti genderang mau perang. “Ngerasain kan lo? Gue kenapaaa Tin-Tin!” Vero menghempaskan tangan Justine, membuat pria itu tersentak karena kaget.“Pake aba-aba dong! Gue nih ntar yang lama-lama jantungan.” Omel Justine.Vero ber-sut. Ia meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Justine, “nggak boleh ngeluh. This is my day. Gue doang yang boleh kayak gini.” Ucapnya agar Justine tida
Layaknya gerakan slow motion yang semakin diperlambat Vero berlari lalu berlutut tepat di bawah kaki sang istri. “Sayang.. Ampuni aku!” Ia menangkupkan tangan ke depan dadanya. Meremas-remas jarinya sembari memejamkan mata. “Aku mau pengakuan dosa Stef..” tindakan ini tak pelak membuat karyawan yang ingin menuju meja Stefany untuk menyerahkan berkas laporan bertanya-tanya. Ada apakah gerangan sehingga bos mereka berlaku demikian. Cerita mengenai tingkah aneh Vero memang bukanlah isapan jempol belaka. Perilaku tersebut telah menyebar ke seluruh lantai gedung perusahaan utama Husodo. Jadi sebenarnya mereka tidak terlalu heran, tapi hanya kepo semata. Siapa tahu ada bahan gosip yang dapat dibagikan sebagai update-an terbaru grup rumpi. Seperti Netizen ternama, tanpa ada yang mengomandoi, salah satu karyawan Vero membuka fitur kamera ponselnya. Ia memotret adegan Vero secara sembunyi-bunyi melalui celah tubuhnya dan map ditangannya. ‘Tangkapan besar,’ batin laki-laki gemulai itu. “Saya
“Papi what are you doing at here?” tanya Jessen saat melihat Vero duduk mengemper di depan pilar rumah mereka. Mereka baju saja turun dari mobil untuk masuk ke dalam rumah. “Your Mami kabur, Jes.” “Kabur?” Pekik Jessen dan Mian bersamaan. “Maksud Daddy Mami missing?” Mian mengubah perbendaharaan Vero pada kata yang ia mengerti. Bodohnya Vero malah menjelaskan jika kabur dan hilang adalah dua kata yang berbeda meski sama-sama membuat Stefany tidak terlihat di mata mereka. “Confused Papi.. Nggak ada yang lebih simpel dari itu semua ya?” tawar Jessen. Masalahnya dia tidak sepintar Mian yang sudah mengangguk-anggukan kepalanya. Saudara kembarnya tersebut cepat sekali paham, tidak seperti dirinya yang terkadang cukup lemot dalam berpikir. “Mian, jelasin ke aku dong. Nanti aku bagi coklat yang dikasih Mami tadi.” “Jadi begini, Mami pergi. Intinya gitu.” Padat, jelas dan mudah sekali dicerna. Vero saja sampai melongo. Tenang, bukan karena putranya yang lebih pandai dalam menjelaskan dudu
Stefany terbatuk hebat. Seperti ada seseorang yang tengah membicarakan dan mengumpatinya sehingga membuatnya tersedak. “Vero pasti lagi maki-maki gue ini!” decaknya sebelum melirik ke arah Clara yang duduk dihadapannya. “Stef.. Pelan-pelan aja. Masih panas itu.” ucap Clara sembari mengangsurkan tisu ke tangan Stefany yang terbebas dari cangkir teh. Wanita itu memanggil asisten rumah tangganya, meminta agar minuman Stefany diganti dengan yang dingin. “Buatin baru ya Mbak, pakaiin es. Tambahin ekstrak camomile biar Bu Stef rileks.” “Baik Bu.” “Nggak perlu repot Cla. Sebentar lagi Siti juga telepon buat ngabarin.” Stefany telah meminta Siti untuk memesan kamar di dekat sekolah anak-anaknya. Ia bukan ibu yang buruk dengan meninggalkan mereka begitu saja. Setiap hari nanti ia akan menemani si kembar sekolah. Memastikan dua anaknya baik-baik saja. “Kayaknya cara gue agak salah ya, Cla?” tanya Clara hati-hati. Dirinyalah yang merekomendasikan agar Stefany menghilang terlebih dahulu untuk
Stefany menekuk wajahnya kala suara Vero mengisi dinding-dinding rumah Justine. Wanita itu membatin, mengapa suaminya cepat sekali sampai. Ia masih betah mengistirahatkan diri bersama sahabatnya– membahas langkah-langkah jitu tentang mengoptimalkan cara mengantisipasi gangguan orang ketiga dalam pe-rumah tanggaan. Mereka belum selesai bertukar pikiran. Beberapa strategi sedang disusun dan pria itu keburu sampai di rumah Justine. Ralat!Rumah milik Clara yang dikepalai oleh Justine sekarang. Secara tidak sengaja, Justinelah kepala keluarga yang tersisa di rumah tersebut. Semua orang tahu, pemilik utamanya sudah meninggal cukup lama. Memang keberuntungan Justine. Lepas dari bayang-bayang kursi nomor dua Darmawan lalu mendapatkan anak tunggal yang ditinggal pergi selamanya orang tuanya. “Kids.. Itu Mami kalian. Jangan nangis lagi. Peluk Mami biar nggak pergi-pergi.” Dari ekor matanya, Stefany dapat melihat telapak tangan Vero mendorong pelan tubuh putra-putra mereka. Sepertinya ia tela
“Bubuy?!” Vero mengulang kembali panggilan yang anaknya semangatkan untuk Princess. Monolog ini sukses membuat Stefany yang tengah membersihkan wajahnya menghentikan rutinitas hariannya. Wanita itu bergegas membalikan tubuhnya, menatap Vero nyalang dari tempatnya duduk– kursi di depan meja rias."Pi! Udah! Mami mual dengernya!" Stefany menjadi sangat kesal sendiri. Ia kira kelakuan alay Vero tidak akan menurun pada putranya yang satu itu. Dirinya pikir cukup Mian saja, tetapi nyatanya Tuhan begitu adil dalam menciptakan keturunan para manusia. Setiap pembagiannya ternyata mengalirkan percikan-percikan kenajisan Vero. "Bocah loh mereka, bisa-bisanya udah ada panggilan khusus gitu. Mana najisin lagi!" "Ya kelakuan anak Mami!" Stefany berdecak. Ia bangkit lalu menjejalkan kapan ditangannya ke mulut Vero. "Karena gue bikinnya sama lo, makanya kelakuannya pada nggak ada yang bener!" murkanya membuat Vero mendelik. Saat ini telah terjadi kekerasan dalam rumah tangga, dan pelakunya sudah
“End..” Vero membekap bibir Jessen. Pria yang sigap membungkuk demi menyabotase mulut laknatnya itu menggigit bibirnya sendiri sebelum mengangkat tubuh sang putra. “Papi.. Papi why.. Ada en..” “Diem Jessen. Kamu nggak liat ada Abangnya Achel disana. Nanti kamu ditembak!” Vero membawa Jessen kembali ke dalam mobil meninggalkan istri, Siti dan anaknya yang lain. Ditempatnya berdiri, Stefany juga tak dapat menahan ketakutannya. Ia berdoa dalam hati semoga saja pria yang mengantarkan Machellia ke sekolah hari ini itu tidak mendengar teriakan Jessen. Hilang ditelan bumi bisa-bisa mereka. Hanya mengetahui ceritanya dari mulut Vero dan Justine saja, ia bisa mengerti se-berdarah dingin apa manusia bernama Marchellino Darmawan tersebut. ‘Dari ceritanya aja nyeremin. Padahal wajahnya glowing ganteng banget,’ batin Stefany menyayangkan sikap arogan pria yang hanya ia nilai dari sebuah cerita belaka. “Achell.. Abang harus ke rumah sakit cepet. Nanti nggak bisa jemput. Papi yang akan gantiin Ab
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau