Refreshing..Vero membutuhkannya. Beberapa waktu ini mentalnya seakan terus diuji layaknya granat milik Kesatuan Militer. Bom-bom berisikan petaka terus saja dilemparkan tanpa jeda membuat jiwa dan raganya lelah. “Hamba capek Loorrddd! Mau jadi tumbuh-tumbuhan aja!” teriak Vero di depan pintu rumah Justine. Tujuannya membolos kerja dan meninggalkan kursi pimpinan ke tangan sekretaris semlohay-nya adalah untuk berguru pada satu-satunya manusia yang tidak takut dengan Marchellino Darmawan.The one and only– Clara Dirgantara yang terhormat. Ia telah berunding dengan Stefany tentang bagaimana caranya menyelamatkan masa depan suram putra kedua mereka. Jerat jaring yang ditebarkan oleh penyihir ala-ala itu terlalu kuat. Jaring-jaringnya dilindungi mantra terkuat bernama Marchellino. Jadi diperlukan orang yang sama kuatnya dengan pria muda nan cemerlang itu. Menarik napasnya dalam, Vero menyiapkan amunisi pada pita suaranya. “Claraaa!!!” jeritnya memanggil istri Justine yang sekarang sudah
"Kenapa?!" tanya Clara kembali menyulut emosi Vero yang tertunda. "Nggak usah sok perhatian deh lo, Cla!" jawab Vero sengit. "Tadi aja lo santai kayak dipantai waktu gue curhat!" Clara memutar bola matanya. Ciri khas Vero sejak lama memang– dikasih jantung, malah ujungnya minta diberikan ginjal sebagai pengganti. Clara yang tak lagi heran hanya bisa berdiam diri. Semakin ditanggapi, sahabat rasa ani-ani suaminya akan semakin menjadi. Kalau kata ibu mertuanya yang waras mengalah saja agar terlihat perbedaannya. "Bini gue masa katanya pingsan, Cla." Tanpa Clara ulik lebih dalam, Vero menceritakan apa isi pembicaraan yang baru saja dirinya lakukan bersama Fendi."Tumben lo nggak panik?!" "God! Lo bener juga!" pekiknya heboh. Vero segera berlari. Pria itu berteriak sembari melangkahkan kaki keluar dari rumah milik Clara. "Mamiii! Papi on the way!" Entah kepada siapa pria itu berbicara. Orang-orang Clara hanya memandangnya tanpa minat. Sudah biasa hal tersebut terjadi jika sahabat Tuann
"Vero memainkan kerikil yang ada di bawah kakinya. Ia tak menyangka jika sang istri benar-benar tengah berbadan dua. Nakal sekali angry birdnya sampai membuat istrinya kembali mengandung buah cinta mereka. Bukan apa-apa.. Masalahnya si kembar masih aktif-aktifnya dalam memecahkan kepala. Persoalan dengan Marchellino saja belum mereka bereskan, ini malah ditambah calon buah hati baru yang pastinya juga akan meresahkan. Nikmat mana lagi yang ingin Vero dustakan. Mau undo takdir, sudah jadi hasil begadang satu malamnya. Masa iya mau berdoa buruk untuk calon buah hatinya. Ia bukanlah ayah yang durhaka walau terkadang Mian dan Jessen berniat tukar tambah orang tua. “Papiii!!” Lambaian tangan Jessen membuat Vero yang menunduk menengadahkan wajahnya. Vero menegakkan tubuhnya, mengeluarkan telapak tangannya dari saku celana jeans yang dirinya kenakan. “Nggak usah lari!” teriak Vero. Jessen dan Mian langsung menghentikan langkah mereka. Beruntung keduanya bisa menjaga keseimbangan sehingg
"Abang, Abang!" Vallery melambaikan tangannya, mengganggil sang kakak yang sedang menuruni tangga rumah mereka. Perdebatan mengenai kakak iparnya yang hamil kembali sudah usai. Hasilnya tentu saja dimenangkan oleh mantan kekasih suaminya. Mana mungkin saudaranya tidak kalah– orang dia yang menghamili istrinya. Belum lagi bukti beberapa testpack yang diperlihatkan oleh kakak iparnya. "Abang mau kemana?!" tanya Vallery kepo. Melihat kunci mobil dan dompet ditangan Vero, wanita itu yakin jika kakaknya akan pergi keluar rumah. "Cari martabak!" Jawab Vero ketus. Istrinya yang hamil itu menginginkan makanan manis yang setengahnya memiliki rasa asin. Vero sedang berinisiatif untuk membuat tukang jajan langganan mereka ketika musim ngidam tersebut, ikut pusing bersamanya. Beruntung ia bukan calon ayah anyaran. Setidaknya, mentalnya sudah sedikit ditempa pada kehamilan si kembar dulu. “Emang udah buka jam segini?” Tunggu sebentar,Pertanyaan Vallery membuat Vero melihat jam yang melingkar
“Aku yang di depan Mian!” “Aku Abangnya Jessen. Jadi me yang temenin Papi nyetir.”Vero memijat kepalanya. Mereka baru saja akan berangkat mencari ngidam Stefany yang super telat, tapi kedua anaknya sudah membuat kehebohan sendiri. “Gimana kalau duduk berdua di depan?” tawar Vero mencarikan solusi. Percayalah, pertengkaran ini tak mungkin menemui ujungnya. Keduanya sama-sama berkepala batu. “Kalian temenin Papi semua?! Ya?!” “No!” Kedua anak Vero yang tak memiliki perbedaan paras tersebut sama-sama mengatakan tidak. Mereka mengacakkan lengan dipinggang sembari menatap sengit Vero. “Sempit ya!” tolak Jessen. “Harus ada yang duduk dibelakang.” ‘Itu lo tau, Ntong! Kenapa ngecepres doang!’ Gemas Vero tak menyampaikannya secara langsung. Bisa-bisa kosa kata anaknya bertambah dan dirinyalah yang mendapat pukulan maut Mami dan Opa, Omanya. “That you Jess! Kamu kan adek, harus nurut sama I!”“You!” balas Jessen sambil menunjuk Mian. “Bentar lagi aku juga jadi Abang!” Jessen tak mau kalah
“Mas turun, Mas! Anaknya hampir bikin mati orang!” Beberapa massa sudah mengerubungi mobil Vero. Ia jelas-jelas sudah tak lagi dapat melarikan diri kalau begini caranya. Jangan sampai namanya viral di salah satu akun lambe-lambean dan portal berita online lainnya. Bisa-bisa karir yang ia bangun setengah hidup hancur dalam beberapa detik saja. “Iya, Om.. Ini sebentar lagi saya turun. Kalian pada awas dulu. Ngalangin pintu saya ini!” Justine menatap Vero dengan pandangan tak percaya-nya. Setelah anak-anaknya membuat keributan besar, bisa-bisanya laki-laki itu berlagak santai seperti di pantai. Justine terkekeh sembari menengadahkan wajah. Tangannya berkacak dipinggang, “gue lupa kalau dia manusia hina-dina!” ucapnya bermonolog. Apa yang harus dirinya harapkan dari seorang Alvero Husodo?! Mereka berteman sudah cukup lama. Salahnya memang kalau menaruh ekspektasi setinggi langit. “Gimana sih Mas! Anak kok kecil kok dibiarin nyebrang jalan sendirian?!” tanya seorang bapak-bapak ketika
“Papi why kita around-around?! Jess udah ngantuk!” Vero melihat Jessen melalui kaca spion tengah mobilnya. Ia menggigit bibir bawahnya, tak tahu bagaimana cara untuk menjawab pertanyaan simpel sang putra. Di kursi belakang, kedua putranya tampak bosan. Wajar saja.. Sekarang sudah hampir tengah malam. Waktunya mereka berdua terlelap di atas ranjang ditemani oleh Siti. Bukannya tidur, anak-anaknya justru menemani dirinya berputar mengelilingi Kota Jakarta yang luas. “Kita pulang ke rumah Opa Unyut mau?!” tawar Vero. Setidaknya mungkin dirinya akan aman beberapa saat jika tinggal di rumah ayah dari ibunya. Disana ada Axel yang dapat menenangkan dirinya. Sepupunya pasti bisa mencarikan jalan keluar. Jujur Vero takut pulang ke rumah. Selain insiden hampir tertabraknya si kembar, ia juga takut akan murka sang istri karena tak berhasil membelikan apa yang wanita itu idamkan. Pengalamannya sebagai calon ayah pertama sangatlah buruk. Ia merasa sedikit gagal menjadi seorang suami sekarang.
Vero menatap layar diponselnya. Baru saja Justine mengirimkan beberapa rincian ganti rugi lengkap bersama biaya kerusakan mobil milik pria itu. Kepalanya dibuat berdenyut karena kelalaian anak-anaknya. Sebenarnya Vero tak masalah kalau harus mengeluarkan dana— ia hanya sedang mencoba berhemat tapi semesta sepertinya tidak mengizinkannya untuk menyimpan uang lebih sebagai saldo mengendap di rekeningnya.“Cil, Bocil!” Gerutu Vero.“Papi on the way miskin mulu perasaan kalau masalahnya nyangkut kalian!” Dengan amat terpaksa, Vero membuka Mobile Banking miliknya. Ia ingin mematahkan kedua jempolnya saat ini agar bisa membuat alasan pada sahabatnya. Rasanya begitu berat untuk menuliskan angka seperti yang Justine kirimkan. Nominalnya cukup banyak. Kemana ia nanti mencari uang gantinya?! Siang malam bekerja bagai kuda saja belum bisa membuatnya mengalahkan kekayaan pribadi Justine. “Dua puluh dua juta buat motor.. Sekian plus-plus buat mobilnya Tintin.” Ratap Vero. “Totalnya..” Vero tak sa
Blitz kamera para wartawan langsung bermunculan menyambut kedatangan tiga keluarga besar yang memasuki ballroom hotel milik salah satunya. Para wartawan seakan berlomba untuk mengambil gambar dari tempat mereka. Mengabadikan sebanyak-banyaknya momen langka yang baru saja tercipta.Husodo, Darmawan dan Dirgantara– Ketiga nama itu terlalu besar untuk dilewatkan. Kapan lagi mereka bisa menangkap dalam satu acara yang memang ditujukan untuk ketiganya.Malam ini, pesta akbar digelar untuk memperkenalkan pasangan muda yang resmi bergabung pada ketiganya. Memamerkan ikatan erat yang terjalin tidak hanya sebagai rekanan semata, melainkan sebagai keluarga besar utuh yang kelak tak dapat dipisahkan oleh apapun– termasuk itu maut. Katakanlah, Husodo pemenang dari segalanya. Keluarga bertamengkan baja berlapiskan emas tersebut mendapatkan menantu spektakuler– berasalkan putri-putri yang kekayaannya bahkan sebanding dengan milik mereka. Ini merupakan durian runtuh yang nilainya tidak terkira mesk
“Anak kesayangan Papa, mentang-mentang udah jadi bagian Husodo nggak pernah sekali-kalinya nengokin!” Melihat Princess berada di ruang keluarga rumahnya– Justine yang baru saja pulang dari kantor langsung melancarkan sindiran keras. Sebagai ayah, hatinya terluka. Putrinya seakan lupa jika dia memiliki orang tua setelah menikah. Jujur Justin kecewa, tapi dirinya juga tak dapat melakukan apa-apa. Jika saja bisa– Justine ingin protes. Menggerakkan massa untuk demo besar-besaran di depan rumah Vero. Berorasi agar Keluarga Husodo mau mengembalikan putri kesayangannya. Terdengar gila memang– Namun begitulah adanya. Justine ingin membuat keributan supaya putrinya di depak dan kembali padanya. Ia belum siap kehilangan Princess. Rasanya baru kemarin putrinya terlahir ke dunia.Seharusnya Justine telah terbiasa dengan alpanya Princess dari kehidupannya. Hampir empat tahun lamanya Princess tinggal memisahkan diri, memilih apartemen sebagai tempat bernaung. Namun kini kasusnya berbeda. Raga dan
“Jesseeeen!! Musuh bebuyutan gue!!” Mian berjalan cepat, ia menangkap pergelangan tangan Princess. “You are a pregnant woman! Nggak usah lari-lari. Jessen nggak akan kemana-mana!” Peringat Mian dengan wajahnya yang memerah.“Sorry..” Lirih Princess– menyesal karena tak mengingat keadaannya. “Thank you for reminding me, Buy.”“It’s okay. Jangan diulangi. Sini gandengan aja turunnya.” Mian menyatukan tangan mereka dalam genggaman. Ia tidak bisa memarahi Princess karena istrinya terlalu excited setelah bangun tidur. Ketika pertama kali membuka mata– Princess mencari-cari adiknya. Mungkin efek pemberitaan yang Oma Buyutnya sampaikan. Semalam Princess dan Marchellia diantarkan langsung oleh Marchellino. Keduanya terlelap begitu damai, sampai-sampai tak terusik pada pergerakannya dengan Jessen yang memindahkan tubuh mereka.“Sarapan Ces.. Papi denger kamu hari ini ada jadwal bimbingan? Isi tenaga dulu.” Ucap Vero sembari memindahkan sayuran ke piring Marchellia, “harus dimakan. Untuk keseh
Sudah diputuskan, lima persen saham Darmawan diakuisisi oleh Husodo. Saham itu diberikan secara khusus beratasnamakan Jessen Husodo sebagai pemilik saham yang sah. Saham tersebut didapatkan dari milik Ardira Darmawan yang mempunyai lebih dari dua puluh persen saham di perusahaan suaminya. Meski berita resmi dan berkas perpindahan belum diselesaikan secara legal– keluarga besar Darmawan telah mengetahui bergulirnya saham tersebut ke tangan Jessen. “Pilihan yang sangat baik Bu Dira.. Saya mengapresiasi pengorbanan Ibu untuk cucu-cucu kita.” Ucap Mellia. Michell yang mengantarkan Mamanya, memainkan kaki. Mamanya sedang diberikan lawan yang tangguh dalam bermain peran kehidupan. Baru kali ini Michell melihat Mamanya kalah selain dari Mami istri kakaknya.“Di keluarga Darmawan pantang hukumnya menceraikan atau diceraikan oleh pasangan, Merlliana Haryo. Sesuatu yang dipersatukan Tuhan, tidak sepantasnya dipisahkan manusia. Terlebih dalam kasus ini, anak dan cucu saya memang keterlaluan. M
Jessen terengah. Dadanya naik turun karena napas yang tak berjalan mulus keluar dari paru-parunya. Pria muda yang melarikan diri dari jerat saudara, papi dan sahabatnya tersebut mendudukan diri pada sebuah pohon besar dipinggir lapangan bola. Jessen merasa telah berlari sangat jauh, jadi kemungkinan untuk ditangkap sangatlah tipis.“Tega bener mereka,” hela Jessen sembari meluruskan kaki-kakinya. Kepalanya mengadah, bersandar pada batang pohon dengan mata terpejam.Tidak.. Jessen tak mau pernikahannya hancur. Sekuat hati ia memaklumi tingkah Papi dan Abang Marchellia. Menahan letupan amarah yang kadang singgah karena perkataan menjatuhkan mereka. Ia tidak ingin usahanya sia-sia.Jessen sendiri bukannya tidak mengetahui jika kata-kata sinis yang kerap kali ditujukan padanya merupakan bentuk ketidaksukaan mereka. Jessen mengetahuinya. Ia juga memiliki perasaan sama seperti kebanyakan orang. Terlebih mereka menunjukkannya tanpa aling-aling— tidak ditutup-tutupi atau diperhalus. Mereka m
“Kedainya masih lurus lagi Pi. Belokan pertama ke kanan,” Mian memberikan arahan kepada Vero. Mereka berniat untuk menjemput Jessen setelah mengetahui keberadaan anak itu dari balasan pesan Dodit.“Ini kalian seriusan kenapa kalau cari basecamp ngumpul! Nggak habis thinking Papi.” Omel Vero. Ia mengenal baik lingkungan yang sedang mereka lalui. Vero sendiri tidak akan pernah melupakan jalanan menuju indekos yang sempat ia tinggali. “Ini area kos-kosan, Yan! Papi belum pernah liat kedai bintang lima juga di area ini.”“Nggak ada yang namanya kedai berbintang, Papi. Ini warung yang sempet Papi liat pas VCall-an sama Jess.” Terang Mian agar Vero tidak salah paham kemana tujuan mereka yang sebenarnya. Papinya yang kasta bangsawan tidak boleh terkejut karena itu akan menggagalkan misi mereka untuk ke rumah Opa Ray.“Kalian kebanyakan ngumpul sama di Dodit, Dodit itu! Begini jadinya.” Vero melirik gerbang rumah berlantai dua di sisi kanan yang baru saja ia lewati. Pria itu tersenyum, ‘kosan
Usai memberikan bagiannya dalam melampiaskan emosi pada dosennya, Jessen keluar dari ruang kerja Chello. Ia sudah cukup puas menginjak-injak dua telur sang dosen menggunakan sol sepatunya. Setelahnya Jessen menyerahkan semua kepada mertua dan kakak iparnya. Terserah mereka ingin melakukan apa, setidaknya Jessen telah berusaha melindungi Marchellia semampu yang ia bisa.“Balik?”“Princess?” Jessen menjawab Mian dengan pertanyaan lain. Jika mereka pulang sebelum para wanita sampai di rumah, saudara kembarnya bisa mendapat masalah. Jessen tidak ingin hal tersebut terjadi. Mian hari ini banyak menunjukan sisi terhebatnya sebagai seorang kakak— dan Jessen berharap tidak menyulitkan posisi Mian walau hanya sesaat.“Bisa gue chat biar langsung pulang naik Taksi. Gue yakin dia nggak bakalan marah.” Ucap Mian seperti tahu apa yang memberatkan diri Jessen. “Cepetan! Gue males liat komuk mertua sama abang ipar lo, Jes!! Mumpung mereka masih sibuk sama Pak Wisnu.” Seloroh Mian mengajak agar Jesse
Menuruti permintaan Audi Mahendra untuk menyantap makanan yang wanita itu sajikan, telah Jessen lakukan bersama dua pengikut sekte aliran gelapnya. Siapa sangka Mian dan Princess mau diajak ikut serta menyatroni meja makan rumah orang lain. Ya, walau tidak sepenuhnya orang lain karena rumah Marchello Darmawan merupakan salah satu Opa Princess, tapi hebatnya wanita galak Mian rela dibangunkan secara paksa dengan iming-iming traktiran mie instan di Kedai Pelangi. Murahan memang istrinya Mian– Jessen saja dibuat tidak percaya pada awalnya jika makanan seharga sembilan ribuan lengkap dengan telur bisa membuat wanita itu luluh.Lupakan perihal Princess dan mie instan idamannya, kini saatnya Jessen berbicara serius dengan para lelaki di keluarga Darmawan. Ia ingin masalahnya cepat selesai dan manusia lancang yang menjadikan istrinya fantasi liar segera diangkut dan mendapatkan karma atas perbuatan beraninya.“Pi,” Jessen menyambangi Chello di ruang keluarga. Ia menghabiskan makanan lebih d
Jantung Vero berdetak sangat cepat ketika melihat menantu keduanya berlarian menuruni tangga rumah. Demi Tuhan! Jika terjadi sesuatu pada Princess sesungguhnya keluarga Darmawan itu– seluruh manusia bernama belakang Husodo mungkin akan di-bumi hanguskan untuk selama-lamanya. Trah keluarga mereka dipastikan mengalami kepunahan total. Kejadian buruk harus segera Vero cegah.. Sesegera mungkin! “Acheeellll!!! Jangan lari-larian! Jalan aja, Chell!” Teriak Vero dengan tetap menjaga pita suaranya agar tak terdengar membentak. Runyam dunia persilatan kalau si Tuan Putri tersinggung. Jet lee bisa berubah jadi personel boyband nanti.“Papi, Ecen mana?! Ini.. Papi Achell telepon. Dia mau ngomong sama Ecen.” Sulit juga jika memiliki nama panggilan yang sama. Bagaimana nanti jika mereka tengah berada di acara kumpul keluarga besar dan Marchellia hanya memanggil dengan sebutan Papi. Besok-besok, untuk menantu selanjutnya Vero akan meminta Jemima mencarikan besan yang julukannya Bapak, Daddy atau