Beranda / Urban / Ketika Perjaka Terpikat Janda / Bab 2. Jatuh Dalam Pelukan

Share

Bab 2. Jatuh Dalam Pelukan

Penulis: Astika Buana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pasti dia orang kota yang kesasar ke desa.

Penampilannya lumayan. 

Akupun kembali ke kegiatanku yang mentotal hasil timbangan menyelesaikan pekerjaanku. Begitu pula Bulik Narti yang sibuk membuat nota untuk pengiriman sebentar lagi. 

Bagi kami, laki-laki model apapun sama saja. Sebagai janda harus ekstra hati-hati menjaga hati, pikiran terutama,  mata.

Mang Diman langsung berdiri menghampiri lelaki itu di depan, terlihat mereka berbincang sambil sesekali dia menunjuk-nunjuk jalan. 

Ah, mungkin dia bertanya bertanya arah jalan. 

Biasa, orang kota akan salah jalan kalau ke desa kami. Jalan-jalan kecil banyak sekali di sini sebagai penghubung lahan pertanian. Jalannya tidak beraspal, tetapi cukup kuat untuk dilalui truk pengangkut hasil bumi.

Kalau tidak biasa ke daerah sini, bisa-bisa orang akan mutar-mutar terjebak di lahan pertanian itu saja.

Orang itu dan Mang Diman menghampiriku.

"Mbak Kartika, Mas ini mau beli tomat. Apa masih ada yang bisa di beli ngecer?" tanya Mang Diman.

Aku yang duduk menengadah ke arahnya yang menjulang tinggi di depanku. Dia menatapku seakan kaget dan menyerngitkan dahi. 

"Kamu?!" teriaknya. "Maaf, maaf. Saya mungkin salah orang," ralatnya secepatnya sambil mengusap tengkuknya dan tersenyum. 

Aku tersenyum canggung ke arahnya, aneh saja melihat ekspresinya tadi. Tetapi, dia terlihat manis, sih.

"Sebentar, ya," kataku langsung berdiri mencari tomat yang tersisa. 

Semua tomat sudah dimasukkan keranjang-keranjang yang sudah di timbang dan sudah dibuatkan nota untuk dikirim. 

"Maaf Mas, tomatnya habis. Yang ini sudah pesanan. Kalau di pasar ada kok," kataku sambil tersenyum.

Dia membuka kaca mata hitamnya dan menyelipkan di kerah bajunya. Wajahnya yang tampan terlihat jelas terpampang di depanku. 

"Mbak tadi saya sudah ke pasar. Di sana ada tomat, tetapi tidak ada yang warna merah dan matang. saya malah disuruh ke sini. Ayolah mbak. Bagi berapa kilo saja," katanya sambil tersenyum manis.

Memang kalau di pasar, mereka suka menjual tomat yang tidak terlalu matang. Karena lebih awet dan tidak gampang hancur. 

"Kalau saya tidak bawa tomat, bisa digantung saya sama orang rumah," ucapnya lagi.

Ih, orang ini beli tomat saja sampai acara gantung menggantung. Sadis amat istrinya. 

"Mas, tapi ini sudah pesanan semua. Kalau untuk besuk, pasti saya bisa sisihkan yang merah dan matang," ucapku lagi.

Tidak mungkin aku membongkar tomat-tomat ini untuk memilih tomat yang dia inginkan. Apalagi dalam satu keranjang campur ada yang matang dan ada yang setengah matang.

"Aduh! Bagaimana ini, ya?" gumamnya.

"Atau begini saja, saya beli satu keranjang nanti saya ambil yang warna merah saja. Tenang saja, saya bayar semuanya," ucapnya mengusulkan solusi.

"Maaf Mas. Semua sudah pesanan."

Mas satu ini, wajahnya tampan tapi kok bebal, ya. Dijelaskan tidak ngerti-ngerti!

"Kartika, tomatmu saja bagi sedikit!" teriak Bulik Surti dari dalam. 

Aku menoleh ke arahnya dan segera masuk dan ambil tas kresek berisi tomat yang aku sisihkan. Sebenarnya enggan membaginya, aku sudah ada rencana nanti sore akan membuat saus tomat. Sudah ada pesanan untuk besuk. 

Aku membuat saus tomat yang aku jual online, lumayan hasilnya, sekalian untuk membunuh waktuku yang tersisa banyak. 

"Nah! Tomat yang seperti ini yang saya cari!" teriaknya senang. Dia mengambil tomat yang merah dan segar dari kresek yang aku bawa.

"Mas! Saya hanya bisa bagi setengah kilo. Ini saya mau pakai sendiri!" ucapku kesal. Kalau dibagi banyak dengan dia, bisa-bisa rencanaku gagal.

"Mbaknya mau pakai apa, sih. Kok banyak sekali!" ucapnya ngotot juga. 

Dia menarik tas kresek yang aku pegang dan sekarang sekresek tomat sudah pindah di tangannya.

"Mas, jangan di ambil semua. Rencana saya bisa gagal!" 

Aku teriak sambil mencoba meraih tas kresek itu. Dia berkelit dengan memiringkan badannya ke samping. Gerakannya yang cepat itu membuatku hanya menangkap ruang kosong dan badanku terhuyun ke depan.

Aduh!

Mataku langsung terpejam dan pasrah dengan akhir pasti terjerembab di tanah. Rasa sakit dan malu sudah terbayang jelas di otakku.

"Mbak, buka matanya."

Bukan bunyi bruk yang aku dengar atau rasa sakit yang dirasa, tetapi suara detakan jantung terdengar jelas ditelingaku. Bau tanah juga tidak ada, terganti dengan parfum yang menguar di hidungku. Tidak sakit, tetapi terasa nyaman. 

Tanganku meraba dan bukan tanah yang rasa, tetapi seperti .... 

"Mbak."

Suara itu!

Berlahan aku buka mataku dan kaget melihat aku sudah di dalam pelukan. Aku mendongakkan wajahku, cahaya silau membutakan pandangan dan tersamar terlihat wajah tampan dengan senyuman manis.

Kupejamkan mataku lagi setelah tersadar dimana aku sekarang, berharap ini hanya bayangan. 

Secepatnya aku melepaskan diri dari pelukannya dan menjauh darinya. 

Pipiku menghangat dan jantungku berdetak lebih kencang. 

Aduh! Kenapa harus berakhir seperti ini?

Aku lihat sekeliling tomatku sudah berserakan dengan tas kresek yang sobek teronggok di tanah. Sepertinya aku berhasil meraihnya dan sobek sehingga tomat berhamburan seperti sekarang ini.

"Maaf, tadi saya mencoba menyelamatkan supaya tidak jatuh," katanya sambil tersenyum kikuk. Wajahnya juga memerah karena proses penyelamatan gaya India tadi.

"Terima kasih, ya," ucapku sambil menunduk.

Entah kenapa selain malu, jantungku juga berdetak lebih kencang. Ah, mungkin karena kaget saja, atau efek bertemu laki-laki tampan. Apalagi di kampung yang hanya bertemu dengan pak petani yang selalu bergulat dengan tanah.

Ah, itu hanya perasaan yang tidak penting. Aku berusaha menepis rasa yang tidak perlu ini. Fokusku sekarang, menyembuhkan diri dan melanjutkan hidup untuk bahagia.

Aduh! Malu, super malu!

*****

Bab terkait

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 3. Calon Baru, Ya?

    Aduh! Malu, super malu!*Segera aku ambil tas kresek lagi. Dalam diam, kami mengambil tomat-tomat yang berceceran. "Tomat segini banyak untuk apa, Mbak? Untuk luluran? Atau, buat berendam?" tanyanya ketika memberikan tomat yang terakhir.Aku tersenyum dan tertawa kecil. Ternyata orang ini selain tampan juga lucu."Mas, mana ada luluran pakai tomat. Ini saya pakai untuk membuat saus tomat. Makanya saya tidak bisa bagi lebih dari setengah kilo. Karena, saya sudah ada pesanan," jelasku."Saus tomat? Home made?" tanyanya kaget. Matanya membulat ke arahku. "Kenapa tidak bilang dari tadi, Mbak!" teriaknya. "Saya juga mau buat saus tomat. Kalau begitu, saya beli sekarang ada?" tanyanya dengan girang."Ada, tetapi di rumah. Hanya ada lima botol saja," ucapku."Kalau begitu saya ambil sekarang, ya!""Tapi, Mas. Saya belum selesai.""Tidak apa-apa. Saya tunggu. Sebentar, ya!" ucapnya dan berjalan menjauh, dia menerima telpon. Samar-samar dia berbicara tentang tomat dan memberitahu bahwa me

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 4. Gunjingan Janda

    "Mas, rumah kayu itu, ya!" Dia menepikan mobilnya dan parkir di depan rumahku. "Mari duduk dulu. Saya ambilkan sausnya," ucapku. Sengaja aku persilahkan di teras rumah. Statusku yang janda ini harus hati-hati dalam bersikap. Jangan sampai menimbulkan dugaan yang tidak benar."Eh, ada tamu!" Tiba-tiba nylonong Lela, temanku sekolah dulu sekaligus tetangga pas di sebelah rumah. Kami seumuran, bedanya dia masih single sedangkan aku sudah janda. "Temannya Kartika, ya. Aduh cakep sekali, sudah putih, tinggi, ganteng lagi!" ucapnya dengan memberikan senyum termanisnya."Mas, punya teman yang seganteng Masnya? Kenalin dong! Kalau Masnya, aku tidak berani menggoda. Nanti aku dimakan sama dia," katanya sambil mengarahkan dagunya kepadaku."Apa-apaan sih, Lela. Sudah sana pergi!""Cie ... cie .... Yang tidak mau diganggu. Bener ya, Mas! Pesenanku yang tadi!" teriaknya sambil pulang ke rumah yang berada di balik tembok ini."Maaf, ya. Sebentar saya ke dalam."Dia mengangguk tersenyum.Aku

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 5. Pesan Teror

    Tring!Suara ponselku tanda ada pesan masuk.[Pagi! Jangan lupa senyum yang cantik]Entah dari siapa, mungkin orang iseng, dari nomor ponsel yang belakangnya angka tujuh dua. Aku abaikan saja, pesan tidak penting.Ponselku memang tidak berhenti ada pesan masuk, tetapi itu pesan dari marketplace tempat aku jualan saus. Ada tiga marketplace yang aku pakai.Alhamdulillah, orderan masuk dengan lancar. Stok selalu habis terjual, padahal aku setiap hari membuatnya. Sengaja tidak lebih dari satu panci besar, selain keterbatasan tenaga, aku lebih menekankan kualitas. Sebelum pengemasan, dipastikan rasa tetap sesuai standart yang aku tetapkan.Padahal baru dua bulan aku memulai usaha ini, aku sudah kewalahan. Menyesal aku membuang waktu empat bulan sebelumnya, setelah menikah. Di waktu itu kegiatanku hanya di dalam rumah saja, meratapi nasib berpisah dengan Mas Faiz. Berpacaran dalam waktu lama, tidak menjamin suatu pernikahan tidak gagal. Seperti aku ini, pacaran selama dua tahun, menikah cu

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 6. Keributan di Pagi Hari

    Hari ini hari minggu, waktunya libur.Sengaja setiap hari minggu pagi, jualanku di marketplace, aku off. Begitu juga produksi, hari minggu aku tidak membuat saus.Hari libur ini aku gunakan untuk olah raga, perawatan tubuh dan malas-malasan. Me Time.Sebutan keren jaman sekarang.Seperti sekarang ini, lari-lari kecil dengan tujuan Serabi Solo Mbok Darmi, sebelah pasar. Yang penting niat awalnya olah raga walaupun terdampar di tempat makanan.Rasa gurih serabi yang dikasih taburan potongan nangka di atasnya, dan bau santan kentalnya terbayang di memoriku. Menggerakkan kakiku untuk berlari dengan sendirinya.Awalnya, kegiatan pagiku ini terlihat aneh di mata para tetangga. Kalau di kota sudah biasa, setiap minggu jalan dipenuhi orang lari pagi, kalau di kampung mana ada. Pertama-tama mereka rajin bertanya kepadaku, kenapa dan mau kemana. Lama kelamaan mungkin sudah bosan.Hanya yang membuatku heran, semakin hari pengikut lariku semakin bertambah. Walaupun mayoritas mas-mas dan bapak-ba

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 7. Punggung yang Menggemaskan

    "Mas, Lepaskan tanganku."Aku berusaha menarik lepas dari genggamannya. Dia berhenti dan berbalik menghadapku. Wajah mengeras dengan alis bertaut."Aku kan sudah bilang itu kerumunan tidak aman! Aku temani tidak mau! Dasar keras kepala!" ucapnya sambil mendengus kesal."Kenapa marah?" tanyaku dengan memberikan tatapan heran ke arahnya. "Kamu tidak bisa dibilangin!"Aku semakin heran, memang dia siapa. Kenalan saja baru, sudah sok ngatur.Namun, melihat wajahnya yang tegang membuatku tersenyum. Lucu saja, melihat orang kok tiba-tiba protektif tidak jelas gitu."Kenapa senyum-senyum!" "Enggak apa-apa. Aku naik angkot saja. Capek!"Aku berlari menuju angkutan umum yang berhenti di perempatan jalan, terserah dia ikut atau tidak. Sudut mataku menangkap dia berlari mengejarku sambil bergumam entah apa.Kemudian lelaki yang belum lam aku kenal ini, duduk di depanku. Bangku angkutan ini berhadap-hadapan."Tika, kamu pindah sini!" katanya, lebih tepatnya memerintah ketika ada penumpang lak

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 8. Pikiran Liar

    Dengan memegang ujung kaosnya, aku buka dengan perlahan. Kukompres luka memar yang selebar telapak tangan dengan perlahan. "Tika! Pelan-pelan, sakit!" teriaknya sambil mendesis menahan sakit."Mas, tahan sebentar, ini masih aku pegang. Saya tidak tekan, kok. Sabar, ya. Awalnya memang sakit, lama-lama akan hilang," ucapku dengan pelan dan tetap melanjutkan mengompres lukanya.."Auw ... ! ""Nanti enakkan, kok. Biar tidak bengkak dan darahnya tidak keluar."Sesekali dia meringis menahan sakit, terlihat tangannya yang terkepal erat memegang pinggiran kursi. "Iya, rasanya enak. Tidak sakit lagi. Loh, kok dilepas, Tik?" tanyanya sambil menoleh ke belakang."Sudah selesai, Mas."Sekarang tinggal aku oles anti septik di luka parutnya.BRAK...!Pintu kayu samping yang menghubungkan dengan rumah Lela, terbuka dengan tiba-tiba. Ada Lela, Bu Asih-ibunya Lela berdiri dengan wajah tegang dan mata melotot. Mereka menatap kami dengan pandangan aneh.Aku dan Mas Ilham kaget dan menoleh ke arah m

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 9.  Brondong Cerewet

    Baru kali ini aku bertemu orang baru kenal, tetapi sok ngatur. Seperti kemarin, sebelum pulang dia sudah melarang ini dan itu. Laki-laki kok ada yang cerewet, ya?"Kamu harus hati-hati dengan Pak Bambang. Mulai sekarang jangan pernah pergi sendirian," ucapnya."Tidak apa-apa, kok. Di kampung ini aman. Memang di kota. Orang saling cuek dan tidak kenal.""Kartika! Dibilangin selalu ngeyel, ya! Di tempat ramai saja, dia berani nyolek kamu! Apalagi di tempat sepi. Ngerti enggak, sih. Iih, anak ini!" ucapnya dengan mengatupkan giginya dengan keras.Melihat dia marah, justru membuatku tertawa, walaupun aku tahan. Lucu saja, ada orang yang berani marah-marah tidak jelas begini. Seperti tersulut, dia melanjutkan omelannya."Laki-laki kalau ada maunya akan menghalalkan segala cara! Ada aja akal-akalannya yang tidak aku pernah kamu pikirkan. Tiba-tiba sudah masuk jebakannya. Apalagi seperti Bambang Playboy kampung itu!" teriaknya dengan nada mulai meninggi."Ngomongnya biasa aja. Tidak usah t

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 10.  Lupakan

    "Siapa tamunya, Tika?" teriak Ibu dari dapur."Kang Bejo dari Kelurahan, Bu!"“Suruh tunggu sebentar!” teriak Ibu lagi. Kemudian Ibu keluar menemui kami, ditangannya sudah menenteng tas kresek kecil. "Ini buat kamu, Jo. Buat sarapan.” Ibu menyerahkan bungkusan itu."Terima kasih, Bu, Mbak Tika. Saya pamit."Kami mengangguk dan mengantarkannya sampai teras rumah."Surat apa, Tika? Kenapa Pak Lurah kirim surat?" tanya Ibu setelah Kak Bejo pergi.Aku menyerahkan surat itu, kemudian Ibu membacanya."Ini bagus, lo. Berarti dari Kelurahan melihat usahamu itu bisa berkembang. Besuk datang saja, apalagi nanti akan bertemu orang Dinas. Siapa tahu ketemu jodoh pegawai negeri. Biar tidak kelamaan menjanda!" Ibu tersenyum menggodaku."Ibu! Jangan mulai lagi!""Ibu bercanda," ucapnya sambil tertawa."Sekarang waktunya menggunakan ilmu yang kamu dapat dari kampus. Sejak wisuda, kamu belum ada kesempatan untuk itu. Apalagi ini untuk desa kita. Itu pahalanya besar, karena ilmu kita bermanfaat untuk

Bab terbaru

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 59. Jawaban Doaku

    "Terima kasih, Sayang. Aku bahagia sekali!" ucapnya dengan menciumku bertubi-tubi. Di meja terlihat kotak yang terbuka dengan stik di tengahnya dengan garis dua berwarna merah di layarnya. Alhamdulillah. * "Kamu bahagia, kan?" tanyanya kembali. Kami sudah tidak duduk berhadapan lagi, kursi dia ganti dengan sofa panjang menghadap pemandangan alam dari lantai dua sambil menunggu pesanan makanan datang. Kami duduk berdampingan dengan tangannya merangkul pundakku. Proteksinya naik satu tingkat, makanan semua atas pesanan Mas Ilham, yang sebelumnya dipastikan di internet bahwa aman untuk ibu hamil. Termasuk minuman yang aku minum. "Lebih dari bahagia, Mas. Hatiku lega sekarang. Selama ini, terus terang aku tertekan," ucapku dengan menurunkan badan sedikit dan menyandarkan kepala di bahunya. "Yang paling lega itu aku." "Kenapa?" "Karena, mereka serius latihan berenangnya. Ini buktinya!" selorohnya sambil tertawa. Aku tersenyum mengingat bagaimana usaha kami untuk tujuan ini. Set

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 58. Kejutan Buat Suamiku

    Mas Ilham memandang Pak Lurah, kemudian berganti memandangku. Dibukanya amplop tersebut dan dibaca kertas yang ada di dalamnya. Senyumnya seketika mengembang dan menatapku seperti tak percaya."Iya kalian mendapatkan penghargaan sebagai pemuda yang menginspirasi di tahun ini. Minggu depan, kita bersama-sama ke Pusat!" ucap Pak LurahTernyata kiprah kami terdengar sampai pusat, dan itu kebanggaan tersendiri untuk kami."Baiklah, Pakde Lurah. Kami permisi dulu," permisi kami sebelum meninggalkan Balai Desa.***"Mas Ilham, aku ke cafe yang kita pernah ke sana. Yang ada pisang krispynya," ucapku sambil menggelendot manja di lengannya. Hari ini hari minggu, jadi hanya ada kami berdua di sini. Waktunya, aku bermanja tanpa takut terpergok seseorang."O, yang di cafe itu. Kenapa? Mau napak tilas?" ucapnya berpaling ke arahku dan mencium sekilas pipi ini."Pingin pacaran.""Lho, ini sekarang sudah pacaran. Kurang mesra apa? Minta lebih?" ucapnya merengkuh tubuhku sambil menatapku dengan mata

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 57. Keseharian

    Hari itu merupakan langkah awal, desa kami untuk berubah. Agrowisata Tomat sudah di buka, dan usaha kami mendapatkan apresiasi dari pemerintah. Dinas Pertanian dan Dinas Pariwisata datang menjadi saksi lahirnya pembaharuan ini. Semua berjalan lancar.Mas Ilham mendatangkan media cetak dan itu sangat tepat untuk promosi.Hanya hitungan minggu, Agrowisata Tomat ramai pengunjung. Kamipun sibuk memaksimalkan fasilitas yang ada. Memperbaiki beberapa sistem yang kurang.Mas Ilham berusaha merinovasi terus menerus sampai mereka pengelola dari desa bisa mandiri. Usaha ini buka tidak ada halangan. Pernah beberapa pengepul tomat datang untuk menyampaikan inspirasi. Mereka kawatir tidak akan mendapatkan tomat lagi dari petani. Pak Lurah dan Mas Ilham langsung turun tangan. Mas Ilham memberikan skema pemasaran tomat, mereka diajari untuk mengembangkan bisnis mereka. Sehingga tidak terjebak dengan usaha yang tanpa pengembangan.Para pengepul akhirnya kembali dengan rasa puas. Dari kejadian ini,

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab  56. Pasti Tiba Waktunya

    Kami memarkir motor di halaman dan langsung menghampiri Ibu di teras rumah yang tersenyum-senyum."Assalamualaikum, Bu!" ucap Mas Ilham dan mencium tangan Ibu. Tangannya langsung ditariknya ke dalam. Mereka meninggalkanku sendiri di teras, huh! Benar-benar mengesalkan."Nak Ilham pasti lapar, kan. Sudah saya siapkan soto daging. Makan sekarang?" "Sebentar saya ke kamar mandi dulu, Bu. Capek keliling desa!" ucap Mas Ilham dengan tersenyum, dia langsung bergegas pergi. "Tika! Suamimu itu diurus yang benar. Tadi pagi kamu kasih sarapan tidak? Sekarang kalian tinggal berdua saja, kamu jangan semena-mena pada suami. Diperhatikan kebutuhannya. Dulu di rumah Bu Aisyah, Mamanya yang memperhatikan. Sekarang dia tanggung jawabmu!" kata-kata Ibu mulai berentetan panjang sekali. "Sudah, Bu. Tadi pagi kami sarapan roti. Ibu tidak usah kawatir," ucap Mas Ilham setelah keluar dari kamar mandi. "Apa?! Cuma roti? Mana bisa untuk menambah stamina? Sudah sekarang kalian makan!" teriak Ibu. Aku dan

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 55. Tersisih

    "Terima kasih atas kunjungannya ke Agrowisata Tomat di Desa Panggah Mulyo. Kalau ada sumur di ladang, boleh kita menumpang mandi, kalau ada umur yang panjang, boleh berjumpa di Agrowisata Tomat ini."Lela menutup simulasi pemandu wisata untuk pembukaan hari besuk. Disambut tepuk tangan Pak Lurah beserta perangkat desa.Walaupun sebagai sekretaris pengelola, dia juga ikut andil di lapangan. Mas Ilham menunjuknya sebagai pelatih dan mengawasi para pemandu. Ternyata kecerewetannya sangat berguna di program ini. Itulah kelebihan Mas Ilham, mengatur dan menempatkan orang sesuai kemampuan dan kemauan seseorang.Semua warga di sini bersiap menyambut hari besuk. Semua ketua RW dan RT mengatur warganya untuk berbenah bersih-bersih desa. Kelompok tani bersiap merapikan lahannya. Tumbuhan tomat dipangkas daun-daun kering dan dahan yang mengganggu. Para pemuda juga sibuk di pos yang sudah di tentukan. Para pelaku UMKM sibuk merapikan lapak dan produknya. Semua satu kampung sibuk, apalagi Pak Lu

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda    Bab 54. Mau Berenang

    “Apa enaknya, tidak ada acara belah duren!" Celetukan itu yang membuat Pak Bambang kehilangan satu gigi depannya. Kejadian itu sempat membuat desa heboh, banyak yang menuding Pak Bambang keterlaluan walaupun di belakang tetap ada kasak kusuk membenarkan perkataannya. Termasuk aku sendiri."Mas Ilham, benar yang diucapkan dia. Seumur hidup kamu tidak mempunyai momen itu. Aku iklas, kalau kamu ingin menikah lagi," ucapku yang memang tidak mungkin memberikan dia sesuatu itu."Gila, kamu! Kau pikir aku kambing, yang asal kawin untuk darah perawan yang hanya sesaat itu!" teriak Mas Ilham."Mas Ilham, aku hanya tidak ingin kamu menyesal. Kenapa kamu marah? Kau pikir aku senang dengan menawarkan ide ini?!" "Dasar istri bodoh! Sini istri bodohku yang membuatku jadi orang bodoh juga," ucapnya merengkuh tubuh ini."Kok kamu ikutan bodoh?""Iya iya, lah. Ganteng gini dapet janda," ucapnya sambil berkelit dari cubitanku."Kartika, menikah itu bukan beralasan janda, perjaka ataupun perawan. Teta

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 53. Celetukan

    Program pengembangan desa melalui agrowisata sudah mulai dirintis. Program seratus hari, nama yang diberikan Mas Ilham.Hitungan hari itulah, lahan tomat percontohan sudah bisa dimanfaatkan. Ada lima petak lahan desa yang di gunakan. Setelah diuji keberhasilannya, kami akan memgembangkan ke para petani. Tomat sudah siap untuk panen pertama di usia seratus hari. Ada beberapa varietas tomat yang dikembangkan, selain tomat sayur, tomat sambal, tomat buah dan tomat chery. Sengaja kami kembangkan sesuai peruntukannya, selain untuk edukasi juga untuk pengembangan hasil tomat yang berbeda jenis, berbeda pula produknya.Lega rasanya hati ini, melihat rencana sudah membuahkan hasil. Aku sangat senang seperti saat ini. Berkeliling di tengah kebun tomat yang sudah berbuah lebat. Beberapa warna merah menyembul di gerumbulan tomat berwarna hijau. Aku membayangkan wisatawan akan puas berkeliling di kebun tomat ini. Kelompok tani yang diketuai Pak Yanto, bekerja dengan keras dan cerdas. Aku hanya

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 52. Pondok Tomat

    Sudah lima belas hari kami di rumah Mas Ilham, hari ini giliran di rumahku. Begitu perjanjian awal kami, mempunyai orang tua tunggal mewajibkan kami berbagi hari di rumah mereka. "Sayang ... jangan ganggu saya," ucapku mencoba melepas tangannya. Kebiasaannya, setelah mandi pasti menggoda dengan memelukku. Seakan dia tahu, aku akan tergoda dengan aroma segarnya. Apalagi dia bertelanjang dada dan hanya menggunakan handuk yang dililit di pinggangnya. "Kalau seperti ini, kapan aku selesai berkemas?!" teriakku kesal dan seketika kesalku luruh dengan nafas hangatnya yang menyapu leher ini. "Dimana-mana, pengantin baru ya seperti ini," ucapnya setelah menyudahi aksinya. Rambutnya yang masih basah terlihat menggemaskan. "Iya ngerti. Tetap lihat waktu, Say. Aku membawa bajumu beberapa saja, ya. Yang ini, ini dan ini," ucapku sambil menunjuk yang aku maksud. "Yang merah diganti yang hijau saja. Kemejanya tambah satu, untuk pertemuan di balai desa. Nanti kita mampir ke Pondok Tomat. Aku

  • Ketika Perjaka Terpikat Janda   Bab 51. Tempat Aman

    "Mas Ilham, giliranmu!" ucapku setelah namanya dipanggil Pak Lurah.Dia langsung berdiri, merapikan bajunya dan berjalan ke depan. Sebelum mulai, dia menyebar senyum lebarnya dan tertahan sejenak ke arahku. Aku mengacungkan jempol dan tersenyum memberi semangat kepadanya. Lama-lama aku ketularan gokilnya dia, ya. "Salam semangat semuanya!" teriak Mas Ilham dengan peserta masih terpaku menatapnya. Untuk sesi ini, peserta seluruh undangan datang. Tidak sepertiku yang hanya di kelompok tani saja. "Aduh kok masih lemas, ya. Kami saja yang pengantin baru saja sudah semangat! Semangaaat ...!" "Semangaaaatt ...!" teriak semua yang hadir dan berakhir gelak tawa mereka. Mas Ilham memang pintar membuka sesi dengan memaksa peserta untuk fokus dengan yang dia katakan. Kalau sudah di depan seperti ini, Mas Ilham yang kolokan, manja dan gokil hilang. Tergantikan sosok yang karismatik, aku tersenyum bangga melihatnya.Dia langsung menjabarkan tentang program agro wisata ini. Pelan, jelas dan mud

DMCA.com Protection Status