Cindya keluar dari bilik ganti dengan tubuh di balut gaun pengantin model ballgown. Gaska yang duduk di sofa tepat di depan bilik ganti langsung bisa melihat Cindya. ”Yang ini gimana?” Cindya bertanya antusias sementara ekspresi wajah Gaska tampak datar lantaran gaun yang Cindya kenakan sekarang a
Isvara menatap sendu sebuah kotak besar berisi gaun, accesories, sepatu hingga tas seragaman khusus bridesmaid. Ada gemuruh kecil di dada yang mengakibatkan sesak mengingat mulai hari ini pria yang dia cintai akan menjadi milik wanita lain. Mereka tidak akan pernah bersama untuk selamanya. “Tuhan
“Bu Ara, dicariin bu Cindya.” Sekretaris Cindya tampak lega saat menemukan Isvara. “Ayo, Bu … ke Ballroom sekarang!” Gadis itu menarik tangan Isvara kembali masuk ke Ballroom. Isvara menurut saja karena memang tujuan dia juga ke sana. Di sana sedang diadakan sesi foto bersama bridesmaid dan groom
Gaska mencari-cari Isvara dengan mengedarkan pandangannya ke sekeliling Ballroom, perempuan itu tidak tampak setelah tadi mengucapkan selamat kepadanya. Akhirnya Gaska mengeluarkan ponsel dari saku celana untuk menghubungi sekretarisnya. Pak Gaska : Lang, kamu liat bu Isvara? Karena Gilang sedang
Benak Gaska sedang mencari-cari alasan apa yang tepat untuk menghindar dari kewajibannya melakukan malam pertama. Tatapannya kosong saat melepas arloji, menanggalkan jas lalu membuka kancing kemeja di lengan dan dada tanpa dia sadari Cindya telah keluar dari kamar mandi dan sekarang memeluknya dari
Seorang pria besar dan berumur seperti Adrian saja saja tidak dapat membendung air mata bila sudah menyangkut dengan hidup anaknya. Meski Isvara bukan putri kandungnya tapi Adrian yang merawat Isvara sejak kecil sepeninggalan mendiang sang istri. Adrian merasa kalau Isvara lebih dari putri kandung
Isvara mendapat informasi dari Meriana kalau Gaska mengambil cuti selama satu minggu untuk bulan madu. Dan mendengarnya membuat ulu hati Isvara terasa perih, telapak tangan Isvara dingin dan tremor. Sekuat apapun dia mencoba untuk merelakan namun nyatanya sangat sulit, butuh waktu. Entah sampai k
“Boleh, Pak … saya temani Pak Erwan makan malam.” Sebenarnya Isvara juga lapar, tadi dia dan klien terlalu asyik berbincang. Sebuah restoran fancy menjadi pilihan Erwan. Keduanya berjalan beriringan masuk ke dalam restoran dengan Erwan yang sibuk melinting lengan kemeja hingga sikut. “Ups! Sorry!