Bab 95. Mama Diva Menuduhku PELAKOR
Kedua orang tua mereka berbuat yang sama, menatapku penuh dendam.
Bagus! Orang tuanya ikut serta. Jadi begini tampang Papa Diva? Lelaki yang telah mempermalukan Papa Mas Darry di grup WA? Teringat saat Tante Nisa, Mamanya Mas Darry menceritakan perbuatan lelaki itu padaku, saat pertama kali Tante Nisa datang berkunjung ke rumahku. Karena perbuatannya, Papa Mas Darry bahkan tak berani masuk kantor selama tiga hari, sampai kena tegur olah Big Bos di kantornya.
Ok, apa yang kamu tanam, maka itu juga yang akan kamu tuai, Tuan! Kamu terima balasanku!
“Papa, Mama, Mas Danu … untung kalian cepat datang! Aku sudah tak tahan lagi, mereka sengaja bermesraan di depanku? Mereka sengaja berciuman di depan aku, Pa! Mereka sengaja manas –manasi aku. Huhuhuhu ….” Drama pun di mulai. Diva mengadu kepada keluarga terhormat, dis
Bab 96. Ternyata Papa Diva Seorang PenjilatKuhehela napas panjang. Mencoba menetralisir pacu jantung, agar aliran darah kembali normal. Keluarga aneh ini, bukanlah objek yang pantas untuk kujadikan lawan. Keributan pasti akan terjadi bila aku bertindak, dan itu hanya akan mencoreng nama baik perusahaanku, juga reputasiku.“Sudah cukup! Kalian diam!” Sang Papa kembali berteriak.Suasana hening. Diva mulai menghentikan sedu sedan.“Saya bisa saja menuntut balik Anda! Karena telah merekam putri saya. Anda bisa saya tuntut!” ancamnya kembali fokus menatapku beserta ponsel di tanganku.“Silahkan! Saya juga tak akan ragu menuntut Anda, dengan tuduhan mencemarkan nama baik, dan ujaran kebencian,” balasku tak mau lagi bersopan-sopan. Untuk apa menjaga kesopanan pada keluarga amburadul ini. Mereka yang lebih dahulu m
Bab 97. Embun Memuliakan Seorang Janda“Jangan begini, Nak! Kasihan Kakek! Masa Kakek di suruh jadi kuda!” ucapku langsung mengangkat tubuhnya dari atas punggung Om Darfan.“Enddak apa-apa, Mammma. Laya endak malah, kok, tudanya boongan. Tata Tatek, becok, tami naik tuda benalan, enddak boongan yagi.”“Iya, tapi, Kakek capek, Sayang disuruh jadi kuda?”“Enddak, Mammma. Tata Tatek, Tatek enddak tapek, iya, tan tatek?”“Enggak, Sayang. Kakek enggak capek. Ayo, naik lagi!” jawab sang kakek dengan napas terengah-engah. Jelas terlihat dia kelehan.“Yepas, Mammma!” Raya melepaskan peganganku di tangannya.“Ops, sudah mainnya! Sekarang kiat pulang, ya! Kasihan adek Radit di rumah!” tegasku, disertai dengan tatapan mata yang sudah dia pahami. Ya, Raya
Bab 98. Telolet Pengganggu“Benarkah ini, Nak Embun?” Om Darfan mengerjapkan matanya yang mulai basah. Mungkin terharu atau mungkin juga semakin menyesal pernah menghinaku di depan Mas Darry putranya.“Mendiang Mama saya, sangat mendukung, bila seorang wanita yang tersakiti, mau bangkit dari keterpurukan. Dia pasti bangga, jika putri sahabatnya mau berjuang mengembangkan perusahaan yang ditinggalkannya. Kak Dara mau, kan? Tunjukkan bahwa perempuan itu tidak lemah. Tak akan hancur hanya karena ulah seorang perempuan busuk yang mencuri cinta suami. Biarkan perempuan itu yang hancur bersama lelaki curiannya! Kak Dara harus bangkit! Jangan pernah terpikir untuk bunuh diri lagi!” tuturku dengan suara tegas.“Embun! Kau memang malaikat penolong, Dek!” Kak Dara memelukku. Kedua remajanya ikut memeluk.“Terima kasih, Nak Embun,” ucap Om Darfan dan Tan
Bab 99. Sandra Bebas Dari penjaraPOV Renata“Selamat datang, Kak!” ucapku begitu melihat Kak Sandra keluar dari balik tembok tinggi. Seorang sipir penjara wanita mengantarnya sampai depan pintu besi nan tebal.“Silahkan! Ingat semua pesan-pesan yang telah disampaikan padamu selamai ini! Jangan pernah kembali lagi ke sini! Kau ingat itu!” Begitu kalimat yang diucapkan oleh petugas bertubuh tinggi tegap itu.Kak Sandra hanya mengangguk, sambil tersenyum tipis.Pintu besi kembali tertutup, wanita itu menghilang di baliknya.“Ayo!” Kak Sandra langsung melangkah cepat mendahuluiku, menuju becak yang telah menunggu.Hening. Kak Sandra membisu sepanjang jalan, dan akupun segan untuk memulai percakapan. Becak mesin yang sengaja kusewa untuk menjemputnya, melaju dengan kecepa
Bab 100. Pekerjaan Apa di Kamar Hotel?Sebuah mobil mewah sudah menunggu kami di ujung gang. Pintunya langsung terbuka, begitu kami tiba di sampingnya. Tanpa ragu, Kak Sandra mendorong tubuhku masuk ke dalam. Lalu menghenyakkan tubuhnya di sampingku, yang semakin kebingungan.Pintu mobil langsung tertutup rapat. Pengemudi mobil menoleh ke belakang, menatapku dan kak Sandra bergantian.“Anggotanya Pak Herman?” tanya Kak Sandra kemudian.“Ya, saya anggotanya Pak Herman. Mbak Sandra?” jawabnya balik bertanya.“Ya, saya Sandra.”“Mbak yang ini, ya, Mbak?” tanya lelaki itu menatapku lekat.“Ya, Pak Hendra sudah ok, kok.”“Baik, ini depenya. Sisanya akan di transfer ke rekening Mbak Sandra!” Lelaki itu menyerahk
Bab 101. Darah Perawan di Seprei RanjangKutatap si pemilik suara. Lelaki itu terkekeh kecil, dengan gelas di tangannya. Gelas itu masih utuh.“Om, tidak minum? Katanya haus?” tanyaku penasaran.“Ya, Om sangat haus. Bahkan, rasanya sudah tak sabar, ingin segera menuntaskan dahaga ini,” jawabnya berjalan pelan, menuju nakas, lalu meletakkan gelas utuh itu, di sana.“Ma- maksud Om?” tanyaku bingung, lebih bingung lagi, karena kini kulihat Om Herman menjadi dua, ya, Om Herman ada dua. Tubuhnya berubah menjadi besar, berbayang, makin besar dan ….“Kenapa kepala saya sakit sekali, kepala saya berat,” lirihku memegangi kepala. Tatapan kini kian berkunang-kunang, kamar ini kulihat berputar. Lalu aku ambruk, jatuh di atas ranjang.“Ini pekerjaan yang saya ja
Bab 102. Kupinjam Nama Kak Embun Untuk Menjerat KorbankuPOV Renata=======Kutimang-timang ponsel hasil mengemisku. Jujur, bukan benda gepeng ini yang menjadi sasaran utamaku. Tujuanku adalah nomor-nomor yng ada di dalamnya. Khususnya nomor keluarga sang tua bangk*Kutatap nanar ranjang besar nan mewah itu. Tempat di mana aku telah melepas mahkotaku secara paksa. Begitu licik dan penuh rekayasa. Noda darah masih tampak masih segar membekas di sepre pembalut spring bed empuk. Kuelus dengan telunjuk. Impian seorang gadis lugu, akan memberikan tetesan darah ini kepada seorang pangeran yang datang meminang. Menjemput dengan kereta kuda. Membawaku ke istana cinta. Mereguk lautan madu asmara, diiringi senyum syahdu di malam pertama.Kini, impian sang gadis pupus sudah. Pangeran tampan tak pernah tiba. Peran sang pangeran telah digantikan oleh
Bab 103. Satu Foto Lima Ratus Juta“Bagimana? Ada perubahan di perutnya?” tanya Dokter itu semenit kemudian.“Iya, terasa lebih enakan,” jawabku asal.“Nah, berarti Mbak hanya terserang sakit mag biasa. Gak perlu khawatir! Sebelumnya gak pernah seperti ini rupanya?”“Enggak, Dok, makanya saya pikir salah makan. Atau lebih tepatnya diracun orang,” jawabku mulai merubah ekpresi wajah. Tak lagi kesakitan, kini tinggal meringis kecil.Dokter muda ini tertawa, menunjukkan barisan giginya yang putih bersih.“Mbak beneran sepupunya Bu Embun?” tanyanya sambil mengembalikan alat-alat ke dalam tas.“I-iya, Dok. Dokter enggak nelpon dia untuk memastikan?” jawabku balik bertanya.“Kebetulan saya dan Bu Embun sedang ada masalah se