Terima kasih kepada Kak Nur Fatihah, Kak Zhen Zhen, dan Kak 'Aku Suka Membaca' atas ulasan bintang 5 nya untuk buku ini.
“Gampang itu, biar Sherin di sini sama ibu. Kalau perlu saat kalian rujuk, ibu yang akan mengasuh Sherin setiap hari ....” “Serius, Bu?” “Asalkan kamu kasih uang untuk biaya Sherin, tidak masalah.” Nia mengangguk-angguk paham. Rasa putus asa yang sedari tadi hinggap di hatinya, kini seolah hilang tak berbekas setelah bertukar pikiran dengan sang ibu. Karena itu dia tidak akan menyerah untuk bisa mendapatkan hati Gio kembali. Beberapa hari setelah itu .... Nia berpikir jika seharusnya tenggat waktu yang berlalu membuat Gio sudah melunak hatinya, karena itu dia rela belepotan di dapur untuk membuatkan bekal spesial bagi mantan suaminya. “Tumben kamu rajin ....” “Demi Mas Gio, apa pun akan aku lakukan, Bu.” “Itu bagus, jangan sampai Gio keburu dipepet wanita lain. Tidak rela ibu, sampai kapan pun tidak akan rela.” Nia mengangguk setuju. “Aku juga tidak rela, Bu. Makanya aku harus melakukan apa pun sebelum Mas Gio berkenalan dengan wanita lain.” Setelah mem
Bik Jani tidak lagi memaksa dan pamit pulang. Gio tiba di dapur rumahnya yang sunyi senyap, tidak ada orang lain selain dia seorang. Gio duduk dan menatap meja makan yang kosong, bayangan Kalila saat sedang melayaninya tiba-tiba menyeruak hadir tanpa permisi .... Masih lekat dalam ingatan Gio bagaimana awal-awal Kalila menjadi istrinya dulu dan hal apa saja berusaha dia lakukan demi mendapatkan sedikit saja perhatiannya. Namun, Gio dengan kejam tidak menganggap keberadaan Kalila sedikit pun. ‘Mas, aku sudah siapkan sarapan untuk kamu ....” ‘Handuk dan baju bersihnya sudah aku pilihkan ....” ‘Aku bawakan bekal buat kamu makan siang, Mas ....’ ‘Aku tidak lapar!’ ‘Berhentilah menarik perhatianku, kamu membuatku muak!’ ‘Aku tidak sudi makan masakan kamu ....’ “DIAM!” Gio berteriak ke udara kosong yang sunyi, suara-suara dalam kepalanya serentak terdiam dengan sendirinya. Dia mengacak rambutnya dengan frustrasi, lalu pergi meninggalkan dapur yang masih men
Dendam itu semakin menyala-nyala di dadanya, meski Kalila juga sama-sama telah bercerai dari Gio. “Kenapa kamu marah-marah begitu?” Joey mengernyit heran ketika Nia muncul di rumahnya dengan wajah masam. “Jangan bilang kalau kamu diusir?” Tebakan Joey yang jitu justru membuat Nia semakin kesal. “Aku benci sekali sama mantan maduku.” “Mantan madu? Jangan bilang kalau suami kamu punya istri dua?” “Dulunya iya,” angguk Nia. “Sebelum akhirnya mereka berpisah dan Mas Gio mempertahankan aku sebagai istri pertama.” Joey mengangguk paham. “Terus kenapa kamu masih membencinya, bukankah dia juga sudah berpisah?” “Karena sejak awal, dialah sumber masalahnya! Coba kalau dia tidak pernah hadir dalam hubungan kami, pasti saat ini aku masih jadi istrinya Mas Gio.” Joey mengangkat bahu mendengar gerutuan Nia. “Ingin rasanya aku kasih pelajaran berharga ke dia, biar tahu rasa.” “Apa maksudmu?” Nia menatap Joey dengan sorot mata penuh benci, seolah pria itulah yang sudah
“Cepat!” “Tahan dia!” Kalila pun berteriak. “Bik, kunci pintu! Bawa Noah pergi!” Kurir perempuan itu terus menahan Kalila yang ingin menyusul si kurir pria tadi. “Lepas, tolong!” Kalila tidak memiliki jalan lain kecuali berteriak sekeras mungkin. “Ada penculik di sini!” Kurir perempuan itu membekap mulut Kalila dan menyebabkan teriakannya terhenti. Namun, Kalila berontak dan terjadilah tarik menarik di antara keduanya. “Kamu ini sebenarnya siapa sih?” Kalila merenggut masker dari wajah si kurir perempuan dan terbelalak seketika. “Nia?!” “Kurang ajar!” Kurir perempuan yang ternyata adalah Nia itu berusaha merebut masker dari tangan Kalila, tetapi gagal. “Berani-beraninya kamu datang ke sini untuk mengganggu keluargaku!” “Kamu yang lebih dulu mengganggu hubunganku dengan Mas Gio!” “Kalian berdua yang menjebakku, jangan lupa!” “Banyak omong kamu—Hey cepat ambil anak itu!” Kalila menatap tajam kepada Nia yang hendak masuk menyusul rekan pria tadi. “St
“Jangan bicara seperti itu, namanya musibah kan? Aku yakin Nia dan orang itu akan dapat hukumannya.” “Aku benar-benar tidak habis pikir, Arka. Kenapa Nia sampai bertindak sejauh itu ... Urusan dia hanya dengan Mas Gio kan?” “Motifnya bisa apa saja, nanti seharusnya pihak berwajib bisa menggali motif itu.” “Di mana Noah?” tanya Kalila seolah teringat sesuatu. “Dia tidak boleh sendirian!” “Tenang saja, Noah aman bersama Gio di depan. Ada Bik Nuri dan Bik Jani juga ... kalian berdua aman di sini.” Kalila menarik napas lega. “Habis Nyonya pingsan itu, orang-orang langsung mengamankan Bu Nia sama laki-laki yang mau culik Noah. Benar-benar menegangkan, kami takut Nyonya kenapa-kenapa ....” “... hampir saja Bu Nia dan laki-laki itu diamuk massa karena bikin keributan, sampai pihak keamanan datang untuk mengamankan situasi ....” Kalila mengangguk-angguk mendengarkan penuturan Bik Nuri dan Bik Jani. “Saya jadi takut kembali ke rumah itu, Bik ... Bagaimana kalau Nia dan laki-l
“Dia sudah berusaha menculik anakku, Nek. Aku tidak akan mengampuninya, biar pihak berwajib yang mengusut semua.” Mutia melipat kedua tangannya di dada. “Kamu serius kamu tega?” “Kenapa aku harus tidak tega, Nek?” “Bukankah kamu sangat mencintai wanita itu?” “Dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak lagi. Aku benar-benar membenci pengkhianatan, tapi Nia justru yang melakukannya di belakangku.” Mutia menatap Gio lurus-lurus. Meskipun dia sempat tidak suka dengan sikap keras kepala cucunya, tapi tetap saja ada sedikit rasa kasihan saat mengetahui jika kita telah dikhianati. “Sekarang kamu baru bisa paham kan kenapa nenek sangat merekomendasikan Lila?” Gio tidak segera menjawab ketika sang nenek melontarkan pertanyaan tentang mantan istri keduanya. “Nenek bisa melihat ketulusan di wajah Lila, meski baru sebentar mengenalnya.” Mutia menambahkan. “Dia menerima perjodohan ini bukan karena harta, terbukti kan?” Gio menarik napas. “Sepertinya begitu, Nek. Selama meni
“Aku ... masih memikirkannya, Arka.” “Setidaknya aku ingin melindungi kamu dan Noah dari kejahatan seperti kemarin, Lil.” Kalila menatap Arka. “Aku hargai niat baik kamu, tapi ... aku juga tidak ingin buru-buru mengambil keputusan. Kamu berhak bahagia, Arka.” “Bahagiaku adalah bersama kamu dan Noah.” Arka balas menatap Kalila tanpa berkedip. “Tapi ... aku belum kepikiran untuk menikah lagi, terlebih dalam waktu dekat ini.” “Apa karena kamu memikirkan komentar orang?” kejar Arka lagi. “Secara aku masih sepupunya Gio?” Kalila menggeleng. “Aku hanya merasa diriku belum siap untuk berumah tangga lagi, aku harap kamu mengerti.” Sunyi sejenak, Kalila sampai merasa tidak enak hati karena khawatir Arka merasa tersinggung kepadanya. “Baiklah kalau begitu ....” “Tapi kamu jangan marah, jangan juga tersinggung ya?” “Buat apa aku tersinggung? Aku seperti ini juga karena aku benar-benar serius sama kamu, Lil.” “Terima kasih, Arka. Aku harap setelah ini pertema
“Gio, tidak ada salahnya memberi kesempatan bagi orang lain yang berdosa untuk menebus kesalahannya kan?” bujuk mantan mertua Gio. “Tuhan saja maha pengampun, masa kalian tidak mau memaafkan Nia?” Gio menarik napas panjang. “Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, karena Lila juga berhak.” Nia dan ibunya saling pandang. “Lakukan saja,” kata ibu tanpa suara. Nia hanya mampu menarik napas panjang. “Jadi ... kamu ingin aku melakukan apa?” tanya Nia takut-takut sambil menatap Gio. “Apa saja akan aku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu ....” “Bukan hanya maafku saja yang harus kamu perjuangkan,” tukas Gio. “Jadi? Aku harus apa?” “Aku lihat dulu apakah Lila mampu memaafkan kamu atau tidak.” “Tapi ...” Nia sebetulnya keberatan, karena dia hanya peduli pada pemberian maaf dari Gio saja. Bukan Kalila. “Sudah, lakukan saja.” Ibu ikut membujuk. “Minta maaf kepada wanita itu ....” “Lila namanya,” tegas Gio kepada mantan mertua. “Ah, itu maksudnya. Jadi apakah
“Gio pasti mencariku!” Kalila agak kesulitan turun karena sudah mengenakan kebaya warna maron. “Kamu akan tetap di sini,” tegas Arka, mencekal pergelangan tangan Kalila. “Aku tidak bisa, mana ponselku? Aku harus pesan taksi!” “Aku bawa mobil, tidak usah pesan taksi.” Karena tidak ada pilihan lain, terlebih karena ponsel juga tidak dalam jangkauannya, Kalila terpaksa mengikuti saran Arka. Sebenarnya apa yang terjadi, batin Kalila saat mobil Arka mulai melaju. Dia ingat betul bahwa terakhir kalinya ada di gedung dan bersiap melangsungkan akad nikah dengan Gio, lalu saat berganti pakaian .... Sepertinya ada yang membekapku, sambung Kalila dalam hati. “Kenapa wajahmu tegang begitu?” tanya Arka memecah keheningan. “Tidak apa-apa!” Kalila buru-buru menggeleng. “Kamu ... hadir di acara Gio?” “Aku datang mewakili ayahku, tidak enak juga kalau tidak datang.” Kalila diam, ada setitik rasa curiga terhadap Arka. Namun, dia tidak ingin menampakkan rasa curiganya itu secara teran
“Sudah terlambat, percuma saja.” “Kenapa percuma, Mas? Aku akan bujuk Lila kalau itu yang kamu inginkan!” Arka menoleh dan menatap Sofi dengan penuh benci. “Sudah ada laki-laki lain yang akan merujuk Lila, sepupuku sendiri!” Sofi tercenung. “Jadi ... kita sudah terlambat?” Arka mendengus, merasa muak dengan sikap Sofi yang terkesan lemah. “Tapi ... apakah Lila benar-benar tidak bisa dibujuk lagi?” “Bujuk saja kalau kamu bisa,” pungkas Arka datar. Sofi masih berdiri membeku dengan pakaian dinas yang melekat di tubuhnya. Sepertinya ini bukan saat yang tepat, pikir Sofi muram. Suasana hati Arka jelas sedang buruk, sehingga akan sangat egois jika dia tetap meminta keinginannya. “Arka, akhir-akhir ini ayah perhatikan kamu semakin parah saja.” Sandy berkomentar di hadapan Sania dan Sofi saat sarapan pagi. “Pergilah berlibur kalau memang kamu membutuhkannya.” Arka menatap Sandy dengan sorot mata redup. “Ayah tahu apa yang aku inginkan.” “Arka, kamu bukan anak kecil lag
Ayah dan ibu Kalila saling pandang. “Kamu serius?” “Pernikahan ini tidak untuk main-main, kamu sadar?” “Aku sangat serius, dan aku sadar itu.” Gio menatap kedua orang tua Kalila bergantian. “Kamu pernah menduakan putri kami,” ungkit ayah Kalila, seolah hal itu belum lama terjadi. “Sekali lagi aku minta maaf, Yah. Tapi kali ini aku jamin, aku tidak akan mengecewakan Lila. Dia hanya jadi satu-satunya istri jika kami rujuk nanti.” Ayah Kalila menarik napas panjang dan tidak menjawab. “Lila sendiri bagaimana?” tanya ibu ingin tahu. “Kami sudah bertemu dan Lila menyerahkan sepenuhnya kepada Ayah dan Ibu.” “Kalau begitu kami juga harus membicarakannya dengan Lila terlebih dahulu,” pungkas ayah. “Kamu tidak bisa mengambil keputusan sepihak, karena nantinya Lila yang akan menjalani ini semua.” Gio mengangguk, menurutnya pertemuan ini tidaklah terlalu buruk dari yang dia bayangkan. Kalila sedang ikut mengepak pesanan reseller ketika ponselnya berdering nyaring. “Izin seb
Sesaat setelah mobil Gio melaju pergi, mobil Arka justru baru saja menepi di depan outlet Zideka. “Sepertinya Lila serius mau rujuk sama Gio,” gumam Arka nyaris putus asa. “Ya ampun, aku harus bagaimana?” Ingin rasanya Arka membuntuti mereka, tapi dia tidak kuat menyaksikan kebersamaan mantan istrinya. “Sudah kamu pertimbangkan matang-matang?” tanya Gio begitu dia dan Kalila sudah berada di dalam kafe miliknya. “Pertimbangkan apa?” “Rujuk lah!” Kalila mengerutkan keningnya. “Itu serius? Tidak, kan? Aku tahu kamu mengatakannya spontan saja karena terbatasnya waktu untuk berpikir, sekarang jadi seperti ini kan ...” Giliran Gio yang mengerutkan keningnya, dia tidak mengira jika Kalila menganggap apa yang dia katakan di media tempo hari adalah sebuah ketidaksengajaan. “Kita bisa menjadikannya benar-benar serius,” cetus Gio, tapi malah mendapat tatapan tajam dari Kalila. “Demi Noah, tentu saja!” imbuh Gio buru-buru supaya Kalila tidak salah paham. “Anak keci
Kalila untuk sementara tidak mau pusing-pusing memikirkan berita yang beredar tentang dirinya dan Gio. Namun, tetap saja dia merasa kebingungan juga saat ibunya menelepon untuk mengonfirmasi kebenaran itu. “Kamu serius mau rujuk sama Gio?” Kalila menarik napas panjang, tidak tahu harus memulai dari mana untuk menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. “Belum pasti kok, Bu ...” “Kok belum pasti, bagaimana sih? Jangan jadikan pernikahan sebagai permainan, Lil!” “Bukan maksudku begitu, tapi memang semua ini serba mendadak dan belum pasti. Aku tidak menganggap serius ucapan Gio di depan media, mungkin biar meredam kesalahpahaman saja.” “Salah paham seperti apa sampai kalian harus bicara dusta di depan orang-orang?” Kalila lagi-lagi bingung jika harus menjelaskan kejadian yang bermula di rumah kontrakannya. “Ceritanya panjang, Bu. Mungkin Ibu bisa hubungi Gio karena dia pertama kali punya ide bilang rujuk di depan orang-orang,” usul Kalila, mau tak mau harus menumbalkan Gio.
“Jelaskan ini, Dan! Apa maksudnya?” Dengan suara melengking miliknya, Soraya mengintrogasi sang putra begitu mereka bertemu. “Jelaskan soal apa, Bu?” “Itu, berita yang sedang beredar! Kamu bilang kalau kamu akan rujuk dengan mantan istri kedua kamu kan?” Gio menatap Soraya sekilas. “Doakan saja, Bu.” “Maksud kamu apa? Kalian betulan mau rujuk?” “Kalau memang itu takdirku, mau bagaimana lagi?” “Kamu jangan bercanda, Dan! Kalau kamu sudah ada keinginan untuk menikah lagi, kenapa tidak cari orang lain saja?” “Memangnya kenapa, Bu? Lila kan ibu dari anakku juga ...” “Tapi ibu tidak setuju! Apa kamu tidak ingat bagaimana dia berkeras untuk cerai dari kamu, jadi buat apa sekarang kamu rujuk sama dia? Buang-buang waktu, tenaga, dan pastinya uang!” Gio menarik napas. “Entahlah, kita lihat saja nanti. Setidaknya Lila bukanlah orang lain dalam keluarga kita.” Tidak puas dengan jawaban Gio, Soraya mencebikkan bibirnya. Susah payah dia mencarikan calon yang sesuai untuk Gio
Kalila memijat-mijat kepalanya yang terasa pening, di sebelahnya ada Bik Nuri yang sedang menyeduh secangkir teh lemon untuknya. “Jangan terlalu dipikirkan, Nyonya. Saya saksinya kalau Nyonya dan Tuan tidak berbuat seperti apa yang mereka tuduhkan ...” hibur Bik Nuri seraya menghidangkan teh buatannya. “Tapi kan masalahnya mereka lihat sendiri bagaimana Tuan ada di rumah ini, kami tidur hanya dengan Noah sebagai pembatas ... Saya malu, Bik. Orang-orang di luar sana pasti berpikiran macam-macam tentang kami ...” Bik Nuri mengusap-usap bahu Kalila untuk meredakan kegelisahannya. “Kita memang tidak bisa memaksa orang untuk percaya dengan apa yang kita jelaskan, Nyonya. Mereka cenderung mempercayai apa yang mereka lihat saja,” ujar Bik Nuri. “Mungkin butuh beberapa waktu lagi sampai kejadian ini mereka lupakan ...” Kalila menatap tehnya. Apa mungkin mereka akan lupa kejadian tadi seiring berjalannya waktu? Dia tidak yakin karena beberapa orang dari mereka bahkan secara terang-ter
Noah terbangun dengan kaget dan kebingungan melihat keberadaan banyak orang di depannya. “Sebentar, sebentar ... ada apa ini?” Gio yang baru terbangun dari tidurnya, tampak bingung dengan situasi ruang tamu yang kini penuh orang. “Ada apa, ada apa, ada yang mesum di lingkungan ini!” “Mesum?” “Jangan pura-pura tidak tahu, kamu bukan warga sini kan?” Melihat Noah yang bingung sekaligus ketakutan, Kalila mengisyaratkan kepada Bik Nuri untuk memeluknya. “Saya cuci muka sebentar,” kata Kalila tegas. “Tidak bisa begitu, kamu pasti mau kabur ya?” “Kalian harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!” Suara-suara ribut terus terdengar di seluruh ruangan. “Paling tidak jangan membuat anak ini takut!” seru Bik Nuri sambil mendekap Noah erat-erat. “Ini hanya salah paham, berikan kesempatan pada majikan saya untuk menjelaskan. Paling tidak biarkan nyonya saya cuci muka dulu!” “Nanti dia kabur ...” “Untuk apa saya kabur? Rugi, saya sudah membayar sewa rumah ini
Ketika hari mulai malam, demam di tubuh Noah semakin meninggi. “Minum obat dulu, ya?” bujuk Kalila. “Habis ini Noah tidur ...” “Ayah kapan datang, Bu?” Kalila tidak segera menjawab. “Telepon ayah ...” pinta Noah pelan, wajah yang biasanya ceria itu kini terlihat sayu. Sumpah demi apapun, Kalila tidak tega melihat Noah sakit seperti ini. Apa dia betul-betul harus menelepon Gio? Tapi ini kan sudah malam, batin Kalila tidak mengizinkan. “Noah tidur dulu ya, besok baru ibu telepon ayah.” “Gak mau, aku mau ayah sekarang ...” Kalila tidak mendengarkan dan malah berbaring di samping Noah, di dekatnya sang putra dengan erat dan berharap panas itu berpindah ke tubuhnya saja. “Sama ibu dulu, nama Harus istirahat biar cepat sembuh.” “Mau ayah sekarang ... Ayah ...” Kalila terlihat bimbang, dia tentu segan jika harus menghubungi Gio malam-malam begini. Namun, melihat keadaan Noah yang sedang terbaring demam, membuatnya tidak tega untuk tetap menolak keinginannya. “Halo?