“Gio, tidak ada salahnya memberi kesempatan bagi orang lain yang berdosa untuk menebus kesalahannya kan?” bujuk mantan mertua Gio. “Tuhan saja maha pengampun, masa kalian tidak mau memaafkan Nia?” Gio menarik napas panjang. “Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, karena Lila juga berhak.” Nia dan ibunya saling pandang. “Lakukan saja,” kata ibu tanpa suara. Nia hanya mampu menarik napas panjang. “Jadi ... kamu ingin aku melakukan apa?” tanya Nia takut-takut sambil menatap Gio. “Apa saja akan aku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu ....” “Bukan hanya maafku saja yang harus kamu perjuangkan,” tukas Gio. “Jadi? Aku harus apa?” “Aku lihat dulu apakah Lila mampu memaafkan kamu atau tidak.” “Tapi ...” Nia sebetulnya keberatan, karena dia hanya peduli pada pemberian maaf dari Gio saja. Bukan Kalila. “Sudah, lakukan saja.” Ibu ikut membujuk. “Minta maaf kepada wanita itu ....” “Lila namanya,” tegas Gio kepada mantan mertua. “Ah, itu maksudnya. Jadi apakah
Kalila berpikir sebentar. Dia sudah merasa dirugikan karena ternyata Nia bisa bebas dengan uang jaminan, tentu dia tidak ingin rugi lagi untuk kesekian kalinya. “Aku akan memaafkanmu asal kamu menandatangani perjanjian ini,” ujar Kalila setelah dia menghabiskan waktu untuk membuat surat kesepakatan. “Apa ini?” Nia menerima surat itu dan membacanya dengan teliti, sementara Gio tidak sedikitpun ingin ikut campur. “Kalau kamu setuju, silakan tanda tangan. Kalau tidak, maka aku akan memperpanjang kasus ini sekaligus melaporkan orang yang sudah menjamin kamu sehingga kamu bisa bebas begitu saja.” Nia menatap tak percaya ke arah Kalila. “Denda macam apa ini, jumlahnya tidak kira-kira ...!” “Kamu hampir menculik Noah dan juga sudah bikin aku terluka, kamu kira pengobatanku gratis?” “Tapi jumlah ini sangat tidak masuk akal! Ibuku bahkan harus mengeluarkan banyak uang dan kebebasanku ....” “Oh, jadi ibumu yang sudah menjamin kebebasan kamu? Kalau begitu cocok, kamu dan i
Nia tersenyum. “Makanya kalau mau bebas, kamu harus dukung setiap rencanaku. Dengan surat pernyataan ini, Mas Gio akan percaya kalau aku benar-benar bertobat. Setelah aku berhasil rujuk sama dia, aku akan membebaskan kamu dengan jaminan.” “Aku tidak mengerti. Kamu minta surat pernyataan menikah resmi dariku, kemudian kamu akan rujuk sama mantan suami kamu ....” “Sudah, tanda tangani saja. Kamu tinggal terima beres,” tukas Nia sebal. Dengan wajah tidak ikhlas, Joey segera membubuhkan tanda tangannya di surat pernyataan bermaterai itu. “Nah, begini kan enak. Segalanya akan berjalan lancar kalau kamu menuruti semua rencanaku,” komentar Nia dengan nada puas. “Jangan jumawa dulu kamu, aku tetap tidak akan tinggal diam kalau kamu sampai mengesampingkan aku di sini dan tidak ada usaha untuk membebaskanku ....” “Diam saja kalau kamu tidak ngerti apa-apa, aku tidak akan melupakan kamu seandainya urusanku berjalan lancar. Intinya adalah aku bisa rujuk lagi dengan Mas Gio, maka
“Ya, hiduplah dengan lebih baik lagi bersama keluarga kecil kamu.” Gio mengangkat tangannya sebagai isyarat bagi Nia untuk segera pergi. Sesaat setelah Nia keluar, sebuah taksi menepi di depan Kafe dan Kalila melangkah turun. “Aku sudah sampai, nih ... Masih lama? Ya sudah, aku tunggu!” Kalila mengakhiri percakapan dengan seseorang, kemudian menyimpan kembali ponsel miliknya ke dalam tas. Namun, langkah Kalila sontak terhenti saat seseorang menabraknya tepat setelah dia melangkah masuk ke dalam kafe. “Gio! Kok main tabrak saja?” Kalila terhuyung sebentar sebelum akhirnya bisa menyeimbangkan diri. “Hati-hati kalau jalan!” imbuhnya sedikit kesal. Gio menyipitkan matanya. “Mentang-mentang kita sudah bercerai, apa harus kamu seangkuh ini di depanku?” Kalila balas menatap Gio yang wajahnya sedikit memerah. “Aku tidak mengerti kamu ngomong apa.” Kalila bergegas pergi menjauh untuk mencari meja yang masih kosong. Jika sesuai rencana, seharusnya Zia akan menyus
“Tentu saja, Pak.” Kalila melirik Gio yang terbaring bisu di tempat duduk belakang, perlakuan bejatnya hari itu tidak akan pernah dia lupakan. Setibanya di klinik terdekat, Gio segera mendapatkan tindakan oleh para petugas medis yang bekerja. “Tenanglah, Gio pasti akan sembuh.” Arka yang mengira jika Kalila kalut memikirkan mantan suami, berusaha menghiburnya. Meski dalam hati, dia ikut terenyak juga dengan bekas yang tercetak jelas di leher Kalila .... Arka pikir semuanya sudah cukup jelas, Kalila kemungkinan akan rujuk kembali dengan Gio. “Bukan itu yang aku permasalahkan,” keluh Kalila dengan suara berat. “Kalau Gio sudah bangun nanti dan ... dia menuntut tanggung jawabku, bagaimana?” “Ya kalian tinggal rujuk saja, kenapa repot?” Kalila menatap Arka tidak percaya. “Kamu suruh aku rujuk ...?” “Kenapa, bukanlah kamu dan Gio tadi sudah ....” Arka dan Kalila saling pandang dengan asumsi masing-masing. “Aku tidak mengerti kenapa kamu berpikir kalau aku
Gio hanya memejamkan mata, malas berdebat dengan ibu kandungnya. “Arka, kamu harus jujur sama Tante.” Soraya terus menekan Arka begitu mereka duduk di luar. “Baik, Tante ....” “Itu Dano kenapa? Tante akan lapor polisi kalau memang dia dirampok orang.” Menyadari jika nasib Kalila dipertaruhkan, Arka buru-buru memikirkan kalimat yang tepat untuk menjelaskan kepada Soraya. “Hasil pemeriksaan dokter, kepala Gio terbentur benda keras dan terluka ... Tapi Tante tidak perlu khawatir, dokter sudah memastikan kalau tidak ada luka dalam di kepala.” “Kok bisa kepala Dano terbentur?” selidik Soraya tidak percaya. “Tante kok merasa kalau dia mengalami penganiayaan ya?” Arka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia tidak mungkin mengatakan jika Gio jadi seperti itu karena Kalila mencoba mempertahankan diri. “Aku juga tidak lihat langsung kejadiannya kok, Tante.” “Nah, terus?” “Aku hanya menyampaikan apa yang dokter katakan saja, lagipula Gio juga terlihat masih pusing
Gio menatap Arka dengan tegang. “Rekaman kamera pengawas itu, harus segera dimusnahkan!” Malam itu, di rumah yang disewa Kalila .... Ponsel yang tiba-tiba berdering, membuat jantung Kalila nyaris keluar dari tempatnya. “Halo, Arka? Kenapa kamu baru menghubungi aku?” “Bagaimana perasaan kamu, Lil? Aku pikir kamu butuh waktu untuk menenangkan diri ....” “Tentu saja aku tidak bisa tenang! Gio bagaimana, dia masih hidup kan?” Arka tertawa pelan. “Tentu saja masih, dia hanya terbentur dan bukan kena bom.” “Tidak lucu, Arka.” “Baiklah, kali ini aku serius. Aku dan Gio sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah kalian ....” “Menyelesaikan bagaimana? Apa Gio ingin meneruskan kejadian itu ke pihak berwajib?” tanya Kalila gelisah. “Gio sudah paham kalau kamu tidak bersalah, tapi ... Tante Soraya telanjur dengar saat kami sebut-sebut nama kamu.” Kalila mengaduh. “Terus bagaimana nasibku? Mantan mertua pasti marah besar!” “Begitulah, tapi kamu tidak usah terlal
Gio menarik napas. “Kamu tahu Lila sekeras apa kalau sama aku, kebenciannya sudah sangat mendarah daging ... tapi aku juga tidak ingin dia membatasi pertemuanku dengan Noah.” “Kamu harus memakluminya karena Lila itu wanita.” Gio menatap Arka dengan sedikit curiga. “Sekarang aku setuju dengan ibuku, kamu kelihatan sekali memihak Lila.” Mau tak mau, Arka nyengir. “Bukan begitu, aku hanya mencoba memandang masalah dari dua sisi. Kalau aku memihak Lila, mana mau aku menjemput Noah dan mempertemukannya dengan kamu.” Gio mengangkat bahu, lalu kembali memusatkan perhatiannya kepada Noah yang berusaha memakan dasinya. “Ini bukan untuk dimakan ....” Noah hampir saja memasukkan ujung dasi itu ke dalam mulut saat Gio menariknya menjauh dari jangkauan. “Aku ambilkan biskuit dulu di luar,” ujar Arka. “Sekalian suruh Haris bikin kopi untukmu.” “Oke.” Noah tidak tinggal diam dan berusaha memanjat tubuh Gio. “Kamu makin berat ya sekarang? Bajunya sampai ngepas be