Gio hanya memejamkan mata, malas berdebat dengan ibu kandungnya. “Arka, kamu harus jujur sama Tante.” Soraya terus menekan Arka begitu mereka duduk di luar. “Baik, Tante ....” “Itu Dano kenapa? Tante akan lapor polisi kalau memang dia dirampok orang.” Menyadari jika nasib Kalila dipertaruhkan, Arka buru-buru memikirkan kalimat yang tepat untuk menjelaskan kepada Soraya. “Hasil pemeriksaan dokter, kepala Gio terbentur benda keras dan terluka ... Tapi Tante tidak perlu khawatir, dokter sudah memastikan kalau tidak ada luka dalam di kepala.” “Kok bisa kepala Dano terbentur?” selidik Soraya tidak percaya. “Tante kok merasa kalau dia mengalami penganiayaan ya?” Arka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia tidak mungkin mengatakan jika Gio jadi seperti itu karena Kalila mencoba mempertahankan diri. “Aku juga tidak lihat langsung kejadiannya kok, Tante.” “Nah, terus?” “Aku hanya menyampaikan apa yang dokter katakan saja, lagipula Gio juga terlihat masih pusing
Gio menatap Arka dengan tegang. “Rekaman kamera pengawas itu, harus segera dimusnahkan!” Malam itu, di rumah yang disewa Kalila .... Ponsel yang tiba-tiba berdering, membuat jantung Kalila nyaris keluar dari tempatnya. “Halo, Arka? Kenapa kamu baru menghubungi aku?” “Bagaimana perasaan kamu, Lil? Aku pikir kamu butuh waktu untuk menenangkan diri ....” “Tentu saja aku tidak bisa tenang! Gio bagaimana, dia masih hidup kan?” Arka tertawa pelan. “Tentu saja masih, dia hanya terbentur dan bukan kena bom.” “Tidak lucu, Arka.” “Baiklah, kali ini aku serius. Aku dan Gio sedang berusaha untuk menyelesaikan masalah kalian ....” “Menyelesaikan bagaimana? Apa Gio ingin meneruskan kejadian itu ke pihak berwajib?” tanya Kalila gelisah. “Gio sudah paham kalau kamu tidak bersalah, tapi ... Tante Soraya telanjur dengar saat kami sebut-sebut nama kamu.” Kalila mengaduh. “Terus bagaimana nasibku? Mantan mertua pasti marah besar!” “Begitulah, tapi kamu tidak usah terlal
Gio menarik napas. “Kamu tahu Lila sekeras apa kalau sama aku, kebenciannya sudah sangat mendarah daging ... tapi aku juga tidak ingin dia membatasi pertemuanku dengan Noah.” “Kamu harus memakluminya karena Lila itu wanita.” Gio menatap Arka dengan sedikit curiga. “Sekarang aku setuju dengan ibuku, kamu kelihatan sekali memihak Lila.” Mau tak mau, Arka nyengir. “Bukan begitu, aku hanya mencoba memandang masalah dari dua sisi. Kalau aku memihak Lila, mana mau aku menjemput Noah dan mempertemukannya dengan kamu.” Gio mengangkat bahu, lalu kembali memusatkan perhatiannya kepada Noah yang berusaha memakan dasinya. “Ini bukan untuk dimakan ....” Noah hampir saja memasukkan ujung dasi itu ke dalam mulut saat Gio menariknya menjauh dari jangkauan. “Aku ambilkan biskuit dulu di luar,” ujar Arka. “Sekalian suruh Haris bikin kopi untukmu.” “Oke.” Noah tidak tinggal diam dan berusaha memanjat tubuh Gio. “Kamu makin berat ya sekarang? Bajunya sampai ngepas be
“Asal Gio mau cerita yang sebenarnya, pasti Tante Soraya tidak akan melapor ke polisi.” Kalila menarik napas panjang, dia masih tidak habis pikir dengan kejadian yang berlangsung hari ini. “Apa betul kalau Arka dan mantan istri kamu itu akan menikah?” tanya Soraya sambil menatap penuh selidik ke arah Gio. “Mantan istri yang mana?” “Ibunya Noah, jangan pura-pura tidak tahu kamu!” Gio mengangkat bahu, berusaha fokus mengemudi. “Aku memang tidak tahu apa-apa, Ibu tanyakan saja ke Arka.” “Mustahil kamu tidak tahu, Dan.” “Aku memang tidak tahu, Bu. Apa iya aku harus tahu semua hal tentang ibunya Noah?” Soraya mendengus tidak puas. “Kamu jangan mau kalah, Dan.” “Maksud Ibu apa?” “Segeralah menikah lagi.” Gio langsung geleng-geleng kepala mendengar permintaan Soraya. “Kenapa? Jangan mau kalah sama mantan kamu dua-duanya, si Nia saja juga akan menikah dengan ayah biologis Sherin kan? Terus Lila juga, kamu harus lakukan sesuatu—jangan diam saja!” Gio
“Besok aku akan ajak kamu untuk bertemu ayahku, Lil!” ucap Arka bersemangat. Kalila tidak mengira jika respons Arka akan seantusias itu. Namun, bukankah lebih cepat lebih baik? Seandainya orang tua Arka tidak setuju, Kalila tidak perlu berlama-lama mengalaminya. “Jangan tegang begitu,” canda Arka di hari yang sudah ditentukan, dia melirik Kalila yang duduk bersama Noah di pangkuan. “Aku sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi penolakan dari calon mertua.” “Ayolah, kamu harus berpikir positif. Aku tidak mungkin seyakin ini kalau ayahku mempersoalkan masalah status.” “Jangan bilang kalau kamu sudah menceritakan tentang latar belakangku kepada orang tuamu?” tebak Kalila. “Sesekali aku bahas kamu sih, karena itu kamu tidak perlu tegang. Santai saja apa pun hasilnya.” Kalila hanya menjawabnya dengan menarik napas panjang. Setibanya di rumah, hanya ada ayah Arka yang menyambut kedatangan Kalila. Sempat terbersit dalam hatinya, apakah ketidakhadiran ibu Arka menj
Dia mengulurkan tangan dan Kalila menyambutnya dengan senyum merekah. Semua itu tidak luput dari mata Gio yang menyaksikannya. Beberapa bulan kemudian .... “Apa kamu keburu ingin punya momongan?” tanya Kalila di bulan ke enam pernikahannya dengan Arka. “Kalau boleh jujur sih, iya. Wajar kan?” Kalila terdiam, teringat Noah yang masih terlalu kecil untuk memiliki adik. “Tapi kalau kamu belum siap, tidak apa-apa. Hitung-hitung kita membesarkan Noah dulu,” imbuh Arka sambil merangkul bahu Kalila. “Aku kira kamu juga masih ingin bekerja kan?” Kalila mengangguk. “Waktu yang aku punya sudah terbagi antara Noah dan pekerjaan, aku takut tidak mampu kalau tambah anak lagi dalam waktu dekat ini.” “Aku mengerti, tidak masalah kok.” Kalila menatap Arka dengan serius. “Aku jadi merasa tidak enak sama kamu ....” “Kenapa harus tidak enak?” “Karena kamu selalu mengerti apa yang mau.” Arka terkekeh. “Kalau begitu, kamu bisa membayarku dengan setimpal.” “Sebut
Kalila sempat bertatapan dengan mantan suaminya, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. “... jadi seperti itu,” pungkas Arka ketika dia selesai menjelaskan tentang rencana Kalila yang ingin menyebar brosur di kafe milik Gio. “Aku akan mempertimbangkannya, tapi akan jauh lebih bagus lagi seandainya aku diberi gambaran seberapa prospek bisnis istrimu itu.” Arka manggut-manggut. “Iya juga sih, kalau soal itu hanya istriku dan teman-temannya yang tahu.” Gio tersenyum tipis, dalam hati dia agak tersinggung juga karena Kalila dinilai tidak memiliki adab yang seharusnya sebagai seorang pengusaha. Jika dia memang membutuhkan bantuan untuk promosi, kenapa tidak membicarakan hal ini baik-baik dengan dirinya? Malah menyuruh Arka yang tidak mengerti apa-apa tentang bisnis kosmetik. “Aku perhatikan Noah semakin mirip kamu,” komentar Arka mengalihkan pandangan ke arah anak sambungnya yang duduk di karpet bersama Mutia. “Begitulah, sudah banyak yang bilang juga.” “Lila mir
Kalila mengangguk saja, toh dia juga tidak mengenal siapa orang itu. “Itu dia mereka datang!” Ayah Arka mengembangkan senyumnya ketika sang putra mendekat bersama Kalila. “Yah, apa kabar?” sapa Kalila sambil balas tersenyum. “Beginilah, sini ayah mau gendong cucu.” Noah pun berpindah tangan dari Arka ke ayahnya. “Sania, kenalkan. Ini anakku Arka dan istrinya Lila.” Wanita yang menjadi tamu misterius tadi tersenyum ke arah Arka dan Kalila. “Makanlah yang banyak kalian,” pinta ayah Arka saat anak dan menantunya tiba di dapur. “Wah, wah, ada acara apa sebenarnya ini, Yah?” tanya Arka penasaran. “Nanti saja ayah ceritakan, sekarang makanlah dulu. Noah biar ayah gendong.” Kalila dengan sigap mengambilkan makanan untuk Arka setelah sebelumnya tersenyum ke arah Sania yang duduk santai di samping ayah mertua. “Itu anak kalian?” “Betul, Tante ....” “Masih muda, sudah punya momongan. Kalian kejar tayang, ya?” Kalila dan Arka saling pandang sejenak. “T