Kalila sempat bertatapan dengan mantan suaminya, sebelum akhirnya mengalihkan pandangan. “... jadi seperti itu,” pungkas Arka ketika dia selesai menjelaskan tentang rencana Kalila yang ingin menyebar brosur di kafe milik Gio. “Aku akan mempertimbangkannya, tapi akan jauh lebih bagus lagi seandainya aku diberi gambaran seberapa prospek bisnis istrimu itu.” Arka manggut-manggut. “Iya juga sih, kalau soal itu hanya istriku dan teman-temannya yang tahu.” Gio tersenyum tipis, dalam hati dia agak tersinggung juga karena Kalila dinilai tidak memiliki adab yang seharusnya sebagai seorang pengusaha. Jika dia memang membutuhkan bantuan untuk promosi, kenapa tidak membicarakan hal ini baik-baik dengan dirinya? Malah menyuruh Arka yang tidak mengerti apa-apa tentang bisnis kosmetik. “Aku perhatikan Noah semakin mirip kamu,” komentar Arka mengalihkan pandangan ke arah anak sambungnya yang duduk di karpet bersama Mutia. “Begitulah, sudah banyak yang bilang juga.” “Lila mir
Kalila mengangguk saja, toh dia juga tidak mengenal siapa orang itu. “Itu dia mereka datang!” Ayah Arka mengembangkan senyumnya ketika sang putra mendekat bersama Kalila. “Yah, apa kabar?” sapa Kalila sambil balas tersenyum. “Beginilah, sini ayah mau gendong cucu.” Noah pun berpindah tangan dari Arka ke ayahnya. “Sania, kenalkan. Ini anakku Arka dan istrinya Lila.” Wanita yang menjadi tamu misterius tadi tersenyum ke arah Arka dan Kalila. “Makanlah yang banyak kalian,” pinta ayah Arka saat anak dan menantunya tiba di dapur. “Wah, wah, ada acara apa sebenarnya ini, Yah?” tanya Arka penasaran. “Nanti saja ayah ceritakan, sekarang makanlah dulu. Noah biar ayah gendong.” Kalila dengan sigap mengambilkan makanan untuk Arka setelah sebelumnya tersenyum ke arah Sania yang duduk santai di samping ayah mertua. “Itu anak kalian?” “Betul, Tante ....” “Masih muda, sudah punya momongan. Kalian kejar tayang, ya?” Kalila dan Arka saling pandang sejenak. “T
“Jadi dia mantan istri?” Soraya mengangguk membenarkan. “Tapi itu sudah masa lalu, Dano punya jalan hidupnya sendiri dan kamu adalah masa depannya ....” “Bu, aku belum memutuskan apa-apa!” sergah Gio. “Makanya cepat putuskan, Stevi ini memiliki kriteria yang lebih baik dari istri-istri kamu sebelumnya.” “Aku tidak mau buru-buru memilih pendamping, tolong ibu hargai keputusan aku.” Kalila memalingkan wajahnya tidak peduli, dan memilih untuk mengirim pesan kepada Arka dan memberi tahu jika dia sudah tiba di depan ruko. “Tante, tidak perlu memaksa Gio. Aku mungkin belum cukup pantas untuk menjadi pendampingnya,” ucap Stevi dengan wajah murung. “Kamu ini bicara apa, anak Tante ini hanya butuh dorongan saja. Dan, antar ibu sama Stevi pulang.” “Aku tidak bisa, Bu. Aku pesankan taksi saja, ya?” “Mana bisa begitu?” “Kan ibu sendiri yang tiba-tiba datang ke kafe dan minta aku untuk menyusul,” bantah Gio. “Nah, itu ada taksi. Ibu sama Stevi bisa pulang duluan, ak
“Kamu bilang Ibu menambah beban pekerjaan kamu? Ucapan macam apa itu?” Soraya semakin berang. “Temui Stevi sekarang, minimal jelaskan kalau kamu sedang sibuk!” Sebelum Gio sempat menjawab, Soraya sudah memutus pembicaraan. “Gio!” Stevi berdiri dari duduknya sambil tersenyum manis saat Gio akhirnya muncul. “Aku tidak ganggu kamu kan?” Jujur saja Gio merasa jengah dengan pertanyaan basa-basi dari Stevi. Sudah tahu dirinya sedang bekerja, kenapa masih saja datang? “Aku ada banyak pekerjaan, jadi mungkin aku tidak bisa ngobrol dengan siapa pun.” “Ah, baiklah—kebetulan aku hanya mampir saja ....” “Kalau begitu aku harus lanjut bekerja, bilang ibuku kalau dia tanya.” “Bilang apa?” “Bilang kalau aku sudah menemui kamu.” Stevi hanya bisa menganggukkan kepala, sementara Gio langsung pergi meninggalkannya tanpa kata. *** “Lil, ayahku mau menikah.” Kalila langsung membulatkan matanya saat mendengar pengakuan Arka. “Sama Tante Sania itu?” “Siapa lagi?” K
Kalila mengangguk pelan. “Ibu tenang saja, aku tidak pernah melakukan kewajiban aku kok. Tapi tidak sepagi ini juga, apalagi Noah masih menyusui ....” “Itu kodrat kamu, mungkin lebih baik kamu fokus saja di rumah dan tidak usah kerja. Jadi tidak ada alasan untuk terlalu capek lagi, bagaimana?” Rasa kantuk Kalila nyaris hilang setelah dia mendengarkan ucapan Sania. “Bu, maaf sekali sebelumnya. Tapi sejak awal Arka sudah menerimaku dalam kondisi seperti ini, aku bekerja, aku juga seorang ibu dan dia tidak mempermasalahkan hal itu. Aku tetap melakukan kewajibanku sebagai istri meskipun ada asisten yang membantuku.” Sania mengerutkan bibirnya. “Niat ibu baik, hanya ingin kamu jadi istri dan ibu seutuhnya. Apalagi anak kamu itu masih kecil ....” Kalila mengangguk saja. “Terima kasih untuk sarannya, Bu.” Diiringi seulas senyum tipis, Kalila terpaksa menutup pintu kamar bahkan sebelum Sania berlalu pergi. “Kenapa wajahmu begitu?” tegur Arka yang memperhatikan jika ekspres
Napas Stevi berubah menjadi lebih cepat, tapi Kalila tidak peduli. Bukan dia yang mencari perkara lebih dulu, melainkan wanita itu. “Nyonya, ini kopinya!” Bik Nuri muncul sambil membawa beberapa cup kopi dingin. “Tolong sekalian Bibik bagikan ke mereka, ya.” “Baik, ini saya juga beli untuk Nyonya sekalian.” “Terima kasih, Bik.” Kalila menerima satu cup kopi dingin favoritnya. “Tadi bilang tidak ada urusan sama Gio, tapi nyatanya juga beli kopi di tempat dia.” Stevi berkomentar. “Maaf, Anda siapa ya?” Bik Nuri menoleh dengan heran. “Nyonya saya beli kopi kan juga bayar.” “Tidak usah dipikirkan, Bik. Lebih baik kopinya dibagikan sekarang saja, kasihan mereka kehausan.” “Baik, Nyonya.” Stevi berbalik sambil menghentakkan kakinya kesal. “Itu tadi siapa sih, Nyonya?” tanya Bik Nuri penasaran ketika dia dan Kalila meluncur kembali ke outlet. “Calon istrinya Tuan Gio.” “Calon istri? Ya ampun, Nyonya rela kalau Noah mendapatkan ibu sambung seperti dia?”
"Kamu bilang Ibu menambah beban pekerjaan kamu? Ucapan macam apa itu?" Soraya semakin berang. "Temui Stevi sekarang, minimal jelaskan kalau kamu sedang sibuk!" Sebelum Gio sempat menjawab, Soraya sudah memutus pembicaraan. "Gio!" Stevi berdiri dari duduknya sambil tersenyum manis saat Gio akhirnya muncul. "Aku tidak ganggu kamu kan?" Jujur saja Gio merasa jengah dengan pertanyaan basa-basi dari Stevi. Sudah tahu dirinya sedang bekerja, kenapa masih saja datang? "Aku ada banyak pekerjaan, jadi mungkin aku tidak bisa ngobrol dengan siapa pun." "Ah, baiklah—kebetulan aku hanya mampir saja ...." "Kalau begitu aku harus lanjut bekerja, bilang ibuku kalau dia tanya." "Bilang apa?" "Bilang kalau aku sudah menemui kamu." Stevi hanya bisa menganggukkan kepala, sementara Gio langsung pergi meninggalkannya tanpa kata. ** "Lil, ayahku mau menikah." Kalila langsung membulatkan matanya saat mendengar pengakuan Arka. "Sama Tante Sania itu?" "Siapa lagi?" Kalila tetap menyeduh kopi unt
"Aku beruntung menikah sama kamu." "Maka jagalah keberuntungan itu." Satu bulan kemudian, ayah Arka dan Sania meresmikan hubungan mereka di depan penghulu dan tamu yang sengaja diundang terbatas. "Tuh lihat, om kamu saja menikah lagi. Kamu kapan?" bisik Soraya di telinga Gio. "Memangnya kenapa sih, Bu? Om Sandy sudah siap menikah lagi, kalau aku belum kepikiran ke arah sana." Soraya memberengut, dia sangat jengkel jika Gio membantah ucapannya. Setelah ijab qobul selesai, para tamu menikmati suguhan yang telah tersedia sembari memberikan selamat kepada sepasang pengantin. "Arka, kamu punya ibu lagi!" Soraya berkomentar saat berpapasan dengan Arka. "Iya Tante, terima kasih sudah datang." "Tentu saja, apa pun itu ...." Alih-alih memberi ucapan selamat, Gio lebih memilih untuk mendatangi Noah. "Aku pinjam Noah sebentar," kataku kepada Kalila. Tanpa menjawab, Kalila mengizinkan mantan suaminya menggendong anak mereka. "Jadi kapan secepatnya kalian pindah? Ayah dengar kontraka