Sebelum baca bab ini, silakan cek beberapa bab sebelumnya termasuk bab 87. Jika belum berubah, hapus dulu dari rak buku setelah itu masukkan kembali bukunya dan bab otomatis berubah.
“Jangan bicara seperti itu, namanya musibah kan? Aku yakin Nia dan orang itu akan dapat hukumannya.” “Aku benar-benar tidak habis pikir, Arka. Kenapa Nia sampai bertindak sejauh itu ... Urusan dia hanya dengan Mas Gio kan?” “Motifnya bisa apa saja, nanti seharusnya pihak berwajib bisa menggali motif itu.” “Di mana Noah?” tanya Kalila seolah teringat sesuatu. “Dia tidak boleh sendirian!” “Tenang saja, Noah aman bersama Gio di depan. Ada Bik Nuri dan Bik Jani juga ... kalian berdua aman di sini.” Kalila menarik napas lega. “Habis Nyonya pingsan itu, orang-orang langsung mengamankan Bu Nia sama laki-laki yang mau culik Noah. Benar-benar menegangkan, kami takut Nyonya kenapa-kenapa ....” “... hampir saja Bu Nia dan laki-laki itu diamuk massa karena bikin keributan, sampai pihak keamanan datang untuk mengamankan situasi ....” Kalila mengangguk-angguk mendengarkan penuturan Bik Nuri dan Bik Jani. “Saya jadi takut kembali ke rumah itu, Bik ... Bagaimana kalau Nia dan laki-l
“Dia sudah berusaha menculik anakku, Nek. Aku tidak akan mengampuninya, biar pihak berwajib yang mengusut semua.” Mutia melipat kedua tangannya di dada. “Kamu serius kamu tega?” “Kenapa aku harus tidak tega, Nek?” “Bukankah kamu sangat mencintai wanita itu?” “Dulu mungkin iya, tapi sekarang tidak lagi. Aku benar-benar membenci pengkhianatan, tadinya justru yang melakukannya di belakangku.” Mutia menatap Gio lurus-lurus. Meskipun dia sempat tidak suka dengan sikap keras kepala cucunya, tapi tetap saja ada sedikit rasa kasihan saat mengetahui jika kita telah dikhianati. “Sekarang kamu baru bisa paham kan kenapa nenek sangat merekomendasikan Lila?” Gio tidak segera menjawab ketika sang nenek melontarkan pertanyaan tentang mantan istri keduanya. “Nenek bisa melihat ketulusan di wajah Lila, meski baru sebentar mengenalnya.” Mutia menambahkan. “Dia menerima perjodohan ini bukan karena harta, terbukti kan?” Gio menarik napas. “Sepertinya begitu, Nek. Selama menikah dan mas
“Aku ... masih memikirkannya, Arka.” “Setidaknya aku ingin melindungi kamu dan Noah dari kejahatan seperti kemarin, Lil.” Kalila menatap Arka. “Aku hargai niat baik kamu, tapi ... aku juga tidak ingin buru-buru mengambil keputusan. Kamu berhak bahagia, Arka.” “Bahagiaku adalah bersama kamu dan Noah.” Arka balas menatap Kalila tanpa berkedip. “Tapi ... aku belum kepikiran untuk menikah lagi, terlebih dalam waktu dekat ini.” “Apa karena kamu memikirkan komentar orang?” kejar Arka lagi. “Secara aku masih sepupunya Gio?” Kalila menggeleng. “Aku hanya merasa diriku belum siap untuk berumah tangga lagi, aku harap kamu mengerti.” Sunyi sejenak, Kalila sampai merasa tidak enak hati karena khawatir Arka merasa tersinggung kepadanya. “Baiklah kalau begitu ....” “Tapi kamu jangan marah, jangan juga tersinggung ya?” “Buat apa aku tersinggung? Aku seperti ini juga karena aku benar-benar serius sama kamu, Lil.” “Terima kasih, Arka. Aku harap setelah ini pertema
“Gio, tidak ada salahnya memberi kesempatan bagi orang lain yang berdosa untuk menebus kesalahannya kan?” bujuk mantan mertua Gio. “Tuhan saja maha pengampun, masa kalian tidak mau memaafkan Nia?” Gio menarik napas panjang. “Aku tidak bisa memutuskannya sendiri, karena Lila juga berhak.” Nia dan ibunya saling pandang. “Lakukan saja,” kata ibu tanpa suara. Nia hanya mampu menarik napas panjang. “Jadi ... kamu ingin aku melakukan apa?” tanya Nia takut-takut sambil menatap Gio. “Apa saja akan aku lakukan untuk mendapatkan maaf darimu ....” “Bukan hanya maafku saja yang harus kamu perjuangkan,” tukas Gio. “Jadi? Aku harus apa?” “Aku lihat dulu apakah Lila mampu memaafkan kamu atau tidak.” “Tapi ...” Nia sebetulnya keberatan, karena dia hanya peduli pada pemberian maaf dari Gio saja. Bukan Kalila. “Sudah, lakukan saja.” Ibu ikut membujuk. “Minta maaf kepada wanita itu ....” “Lila namanya,” tegas Gio kepada mantan mertua. “Ah, itu maksudnya. Jadi apakah
Kalila berpikir sebentar. Dia sudah merasa dirugikan karena ternyata Nia bisa bebas dengan uang jaminan, tentu dia tidak ingin rugi lagi untuk kesekian kalinya. “Aku akan memaafkanmu asal kamu menandatangani perjanjian ini,” ujar Kalila setelah dia menghabiskan waktu untuk membuat surat kesepakatan. “Apa ini?” Nia menerima surat itu dan membacanya dengan teliti, sementara Gio tidak sedikitpun ingin ikut campur. “Kalau kamu setuju, silakan tanda tangan. Kalau tidak, maka aku akan memperpanjang kasus ini sekaligus melaporkan orang yang sudah menjamin kamu sehingga kamu bisa bebas begitu saja.” Nia menatap tak percaya ke arah Kalila. “Denda macam apa ini, jumlahnya tidak kira-kira ...!” “Kamu hampir menculik Noah dan juga sudah bikin aku terluka, kamu kira pengobatanku gratis?” “Tapi jumlah ini sangat tidak masuk akal! Ibuku bahkan harus mengeluarkan banyak uang dan kebebasanku ....” “Oh, jadi ibumu yang sudah menjamin kebebasan kamu? Kalau begitu cocok, kamu dan i
Nia tersenyum. “Makanya kalau mau bebas, kamu harus dukung setiap rencanaku. Dengan surat pernyataan ini, Mas Gio akan percaya kalau aku benar-benar bertobat. Setelah aku berhasil rujuk sama dia, aku akan membebaskan kamu dengan jaminan.” “Aku tidak mengerti. Kamu minta surat pernyataan menikah resmi dariku, kemudian kamu akan rujuk sama mantan suami kamu ....” “Sudah, tanda tangani saja. Kamu tinggal terima beres,” tukas Nia sebal. Dengan wajah tidak ikhlas, Joey segera membubuhkan tanda tangannya di surat pernyataan bermaterai itu. “Nah, begini kan enak. Segalanya akan berjalan lancar kalau kamu menuruti semua rencanaku,” komentar Nia dengan nada puas. “Jangan jumawa dulu kamu, aku tetap tidak akan tinggal diam kalau kamu sampai mengesampingkan aku di sini dan tidak ada usaha untuk membebaskanku ....” “Diam saja kalau kamu tidak ngerti apa-apa, aku tidak akan melupakan kamu seandainya urusanku berjalan lancar. Intinya adalah aku bisa rujuk lagi dengan Mas Gio, maka
“Ya, hiduplah dengan lebih baik lagi bersama keluarga kecil kamu.” Gio mengangkat tangannya sebagai isyarat bagi Nia untuk segera pergi. Sesaat setelah Nia keluar, sebuah taksi menepi di depan Kafe dan Kalila melangkah turun. “Aku sudah sampai, nih ... Masih lama? Ya sudah, aku tunggu!” Kalila mengakhiri percakapan dengan seseorang, kemudian menyimpan kembali ponsel miliknya ke dalam tas. Namun, langkah Kalila sontak terhenti saat seseorang menabraknya tepat setelah dia melangkah masuk ke dalam kafe. “Gio! Kok main tabrak saja?” Kalila terhuyung sebentar sebelum akhirnya bisa menyeimbangkan diri. “Hati-hati kalau jalan!” imbuhnya sedikit kesal. Gio menyipitkan matanya. “Mentang-mentang kita sudah bercerai, apa harus kamu seangkuh ini di depanku?” Kalila balas menatap Gio yang wajahnya sedikit memerah. “Aku tidak mengerti kamu ngomong apa.” Kalila bergegas pergi menjauh untuk mencari meja yang masih kosong. Jika sesuai rencana, seharusnya Zia akan menyus
“Tentu saja, Pak.” Kalila melirik Gio yang terbaring bisu di tempat duduk belakang, perlakuan bejatnya hari itu tidak akan pernah dia lupakan. Setibanya di klinik terdekat, Gio segera mendapatkan tindakan oleh para petugas medis yang bekerja. “Tenanglah, Gio pasti akan sembuh.” Arka yang mengira jika Kalila kalut memikirkan mantan suami, berusaha menghiburnya. Meski dalam hati, dia ikut terenyak juga dengan bekas yang tercetak jelas di leher Kalila .... Arka pikir semuanya sudah cukup jelas, Kalila kemungkinan akan rujuk kembali dengan Gio. “Bukan itu yang aku permasalahkan,” keluh Kalila dengan suara berat. “Kalau Gio sudah bangun nanti dan ... dia menuntut tanggung jawabku, bagaimana?” “Ya kalian tinggal rujuk saja, kenapa repot?” Kalila menatap Arka tidak percaya. “Kamu suruh aku rujuk ...?” “Kenapa, bukanlah kamu dan Gio tadi sudah ....” Arka dan Kalila saling pandang dengan asumsi masing-masing. “Aku tidak mengerti kenapa kamu berpikir kalau aku