“Kamu bilang Ibu menambah beban pekerjaan kamu? Ucapan macam apa itu?” Soraya semakin berang. “Temui Stevi sekarang, minimal jelaskan kalau kamu sedang sibuk!” Sebelum Gio sempat menjawab, Soraya sudah memutus pembicaraan. “Gio!” Stevi berdiri dari duduknya sambil tersenyum manis saat Gio akhirnya muncul. “Aku tidak ganggu kamu kan?” Jujur saja Gio merasa jengah dengan pertanyaan basa-basi dari Stevi. Sudah tahu dirinya sedang bekerja, kenapa masih saja datang? “Aku ada banyak pekerjaan, jadi mungkin aku tidak bisa ngobrol dengan siapa pun.” “Ah, baiklah—kebetulan aku hanya mampir saja ....” “Kalau begitu aku harus lanjut bekerja, bilang ibuku kalau dia tanya.” “Bilang apa?” “Bilang kalau aku sudah menemui kamu.” Stevi hanya bisa menganggukkan kepala, sementara Gio langsung pergi meninggalkannya tanpa kata. *** “Lil, ayahku mau menikah.” Kalila langsung membulatkan matanya saat mendengar pengakuan Arka. “Sama Tante Sania itu?” “Siapa lagi?” K
Kalila mengangguk pelan. “Ibu tenang saja, aku tidak pernah melakukan kewajiban aku kok. Tapi tidak sepagi ini juga, apalagi Noah masih menyusui ....” “Itu kodrat kamu, mungkin lebih baik kamu fokus saja di rumah dan tidak usah kerja. Jadi tidak ada alasan untuk terlalu capek lagi, bagaimana?” Rasa kantuk Kalila nyaris hilang setelah dia mendengarkan ucapan Sania. “Bu, maaf sekali sebelumnya. Tapi sejak awal Arka sudah menerimaku dalam kondisi seperti ini, aku bekerja, aku juga seorang ibu dan dia tidak mempermasalahkan hal itu. Aku tetap melakukan kewajibanku sebagai istri meskipun ada asisten yang membantuku.” Sania mengerutkan bibirnya. “Niat ibu baik, hanya ingin kamu jadi istri dan ibu seutuhnya. Apalagi anak kamu itu masih kecil ....” Kalila mengangguk saja. “Terima kasih untuk sarannya, Bu.” Diiringi seulas senyum tipis, Kalila terpaksa menutup pintu kamar bahkan sebelum Sania berlalu pergi. “Kenapa wajahmu begitu?” tegur Arka yang memperhatikan jika ekspres
Napas Stevi berubah menjadi lebih cepat, tapi Kalila tidak peduli. Bukan dia yang mencari perkara lebih dulu, melainkan wanita itu. “Nyonya, ini kopinya!” Bik Nuri muncul sambil membawa beberapa cup kopi dingin. “Tolong sekalian Bibik bagikan ke mereka, ya.” “Baik, ini saya juga beli untuk Nyonya sekalian.” “Terima kasih, Bik.” Kalila menerima satu cup kopi dingin favoritnya. “Tadi bilang tidak ada urusan sama Gio, tapi nyatanya juga beli kopi di tempat dia.” Stevi berkomentar. “Maaf, Anda siapa ya?” Bik Nuri menoleh dengan heran. “Nyonya saya beli kopi kan juga bayar.” “Tidak usah dipikirkan, Bik. Lebih baik kopinya dibagikan sekarang saja, kasihan mereka kehausan.” “Baik, Nyonya.” Stevi berbalik sambil menghentakkan kakinya kesal. “Itu tadi siapa sih, Nyonya?” tanya Bik Nuri penasaran ketika dia dan Kalila meluncur kembali ke outlet. “Calon istrinya Tuan Gio.” “Calon istri? Ya ampun, Nyonya rela kalau Noah mendapatkan ibu sambung seperti dia?”
"Kamu bilang Ibu menambah beban pekerjaan kamu? Ucapan macam apa itu?" Soraya semakin berang. "Temui Stevi sekarang, minimal jelaskan kalau kamu sedang sibuk!" Sebelum Gio sempat menjawab, Soraya sudah memutus pembicaraan. "Gio!" Stevi berdiri dari duduknya sambil tersenyum manis saat Gio akhirnya muncul. "Aku tidak ganggu kamu kan?" Jujur saja Gio merasa jengah dengan pertanyaan basa-basi dari Stevi. Sudah tahu dirinya sedang bekerja, kenapa masih saja datang? "Aku ada banyak pekerjaan, jadi mungkin aku tidak bisa ngobrol dengan siapa pun." "Ah, baiklah—kebetulan aku hanya mampir saja ...." "Kalau begitu aku harus lanjut bekerja, bilang ibuku kalau dia tanya." "Bilang apa?" "Bilang kalau aku sudah menemui kamu." Stevi hanya bisa menganggukkan kepala, sementara Gio langsung pergi meninggalkannya tanpa kata. ** "Lil, ayahku mau menikah." Kalila langsung membulatkan matanya saat mendengar pengakuan Arka. "Sama Tante Sania itu?" "Siapa lagi?" Kalila tetap menyeduh kopi unt
"Aku beruntung menikah sama kamu." "Maka jagalah keberuntungan itu." Satu bulan kemudian, ayah Arka dan Sania meresmikan hubungan mereka di depan penghulu dan tamu yang sengaja diundang terbatas. "Tuh lihat, om kamu saja menikah lagi. Kamu kapan?" bisik Soraya di telinga Gio. "Memangnya kenapa sih, Bu? Om Sandy sudah siap menikah lagi, kalau aku belum kepikiran ke arah sana." Soraya memberengut, dia sangat jengkel jika Gio membantah ucapannya. Setelah ijab qobul selesai, para tamu menikmati suguhan yang telah tersedia sembari memberikan selamat kepada sepasang pengantin. "Arka, kamu punya ibu lagi!" Soraya berkomentar saat berpapasan dengan Arka. "Iya Tante, terima kasih sudah datang." "Tentu saja, apa pun itu ...." Alih-alih memberi ucapan selamat, Gio lebih memilih untuk mendatangi Noah. "Aku pinjam Noah sebentar," kataku kepada Kalila. Tanpa menjawab, Kalila mengizinkan mantan suaminya menggendong anak mereka. "Jadi kapan secepatnya kalian pindah? Ayah dengar kontraka
Bab 1-Pertunangan yang Ditolak "Ayah sudah menyiapkan calon suami untuk kalian berdua," kata Henry sembari memandang kedua putrinya bergantian. Kissia yang baru saja lulus sekolah memandang ayah tirinya dengan kedua mata mengerjab tak percaya. Detik berikutnya dia menoleh memandang ibu kandungnya yang bernama Isabelle, wajah keduanya sama-sama melukiskan keterkejutan yang nyata. "Siapa mereka, Yah?" tanya kakak tiri Kissia yang bernama Feli dengan wajah tertarik. "Pastikan aku tidak perlu menolak ide perjodohan ini." Henry mengotak-atik ponselnya dan sesaat kemudian mengulurkan benda pipih itu kepada Feli. "Kamu bodoh kalau menolak berjodoh dengan salah satu dari mereka," komentar Henry lambat-lambat. Feli menyibakkan rambut pendeknya ke belakang bahu, kemudian dia mengambil ponsel yang diulurkan ayahnya. Sementara itu Kissia melirik saudara tirinya dengan wajah bertanya-tanya. “Ini kan ...” Feli menyipitkan matanya dan memperhatikan dua sosok pria yang tertampil di ponsel s
“Jangan harap aku akan menyentuhmu malam ini.”Giordano berkata dengan nada sedingin es kepada seorang wanita yang baru saja dia halalkan sebagai istri.“Aku mengerti,” sahut Kalila tanpa mengangkat wajahnya.“Saat kita tidur, jangan hadapkan wajahmu yang buruk rupa itu kepadaku. Aku ingin kita saling memunggungi ....”“A—aku akan tidur di kamar pembantu saja kalau begitu!”“Bagus, kamu ingin nenek menghujatku karena kita pisah kamar?”Kalila diam, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya Giordano inginkan.“Terus aku harus bagaimana?”“Bodoh, ini akibatnya kalau nenek asal memungut perempuan gembel buruk rupa untuk dijadikan istriku.”Ucapan Giordano tidak ada bedanya seperti pisau yang menyayat habis kulit Kalila sedikit demi sedikit.“Ganti bajumu dan tidur, tidak malukah kamu mengenakan gaun pengantin mewah itu?” hardik Giordano dengan emosi tertahan. “Fisik dan gaun itu sangat tidak serasi, bikin malu.”Hujan itu hampir saja luruh, jika saja Kalila tidak mati-matian m
“Aku sudah boleh mengaktifkan ponsel belum ya?” gumam Kalila, saat pagi harinya dia terbangun dan Gio masih belum terlihat di manapun.Meskipun demikian, Kalila tidak bisa mengurung diri di penginapan terus menerus hanya untuk menunggu Gio datang menjemputnya.Aku harus cari makan, pikir Kalila sambil bersiap untuk mandi. Beberapa saat kemudian, Kalila berjalan-jalan sendirian di sekitar pantai. Tidak lupa dia membawa uang yang sempat Gio masukkan ke dalam tasnya sebelum mereka berangkat bulan madu kemarin.Meskipun faktanya Gio berada entah di mana, Kalila bertekad untuk menikmati momen bulan madu ini. Kesempatan tidak datang dua kali, terlebih lagi bisa menjadi istri Giordano, seorang cucu konglomerat yang memiliki usaha di berbagai bidang.Karena perutnya mulai menjerit lapar, Kalila memutuskan untuk berhenti di depan salah satu resto yang berderet sejajar. Begitu dia melangkah masuk, kedua matanya terbelalak menyaksikan pemandangan yang tersaji tidak jauh darinya.Gio terny