“Nyonya Lisa, Tuan Abraham mabuk berat. Bisakah Anda menjemputnya di club biasa?”Wajah Melisa Anderson, nama panjang Lisa langsung tersentak panik. Jason Abraham adalah suaminya, langsung mengiyakan permintaan panggilan telepon tersebut. Lisa langsung bergegas meraih tas tangannya dan segera menuju club tempat suaminya menghabiskan malam setelah pulang bekerja.Untunglah jalanan kota tak terlalu ramai, taksi yang dikendarainya hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai ke tempat tersebut. Segera ia berlari dengan wajah panik menuju ruangan tempat suaminya berada, sesuai informasi dari penelepon tadi. Akan tetapi, tubuhnya langsung mematung saat tangannya hendak meraih handle pintu.“Jason, apa lagi yang kamu tunggu? Chatrina sudah datang dengan sederet prestasi sebagai model internasional, hanya untuk meraih cintamu. Apa yang kamu harapkan dari istri cacatmu itu!”“Benar, Jason. Lihatlah wanita cantik di sampingmu! Model hebat dan cantik, tubuhnya seksi ... tak sepadan dengan istri
Lisa memilih untuk pulang. Mungkin karena ia kelelahan hingga tiba-tiba melupakan sesuatu. Akan tetapi, akhir-akhir ini ia sering merasakan hal seperti itu, melupakan hal sesuatu.Setelah sampai rumah ia langsung mandi agar tubuhnya lebih segar. Setidaknya Lisa harus memiliki tenaga untuk berpikir. Selesai mandi ia melihat jam dinding, seharusnya Jason datang sebentar lagi.Tebakkannya benar, terdengar suara mobil Jason yang terparkir. Segera ia menyiapkan sup pereda mabuk. Jason pasti mabuk pikirnya.Namun saat membuka pintu untuk suaminya, dia tak mencium bau alkohol. Seperti biasa Jason akan memasang wajah paling dingin jika Lisa melakukan kesalahan. Dan Lisa tahu apa yang harus dilakukannya.“Maafkan aku, Jason. Kejadian tadi tak akan terulang lagi,” kata Lisa memasang wajah bersalah.Bukan Lisa yang bersalah, tetapi dia yang harus mengaku salah. Semestinya Jason yang meminta maaf karena berpesta bersama mantan kekasihnya, bukan? Sayangnya, selama ini Lisa tak pernah dianggap ada
Hari ini adalah peringatan kematian Adam dan Fedro. Lisa pun ikut bergabung. Dia akan memberitahu Jason setelah pulang dari acara tersebut tentang rencananya untuk bercerai.Namun, Lisa terkejut saat sampai rumah. Jason sudah berada di sana duduk di samping Tina dan keluarganya. Mereka sedang memuji Tina yang cantik dan pandai.“Terima kasih, Jason. Kamu mau datang menyempatkan diri dalam peringatan kematian suami dan anak lelakiku.” Nania berkata dengan penuh syukur.“Sudah sepatutnya aku datang, Ibu. Anda adalah ibu mertuaku. Benarkan?” jawab Jason.“Ibu, Jason bersedia datang ke sini karena aku yang mengajaknya.”Nania terharu dengan ucapan Tina. “Selama ini Lisa tak pernah membawa Jason ke sini. Padahal dia adalah menantu di rumah ini. Sungguh keterlaluan anak pembawa sial itu!”Hati Lisa sakit mendengar ucapan ibunya. Selama ini dia tak pernah dibanggakan. Nania terus mengucapkan terima kasih pada Tina dengan memeluknya penuh cinta.Apa yang dikatakan Nania bohong. Selama ini Jas
Olivia tak pernah tahu bagaimana dinginnya Jason memperlakukan Lisa. Dia pun tak pernah tahu bagaimana perjuangan Lisa meluluhkan hati Jason yang keras. Olivia kini justru menghinanya bodoh.“Maafkan aku, Ibu. Aku akan bercerai agar Jason bisa terbebas,” kata Lisa setelah Olivia selesai memarahinya.“Apa? Bercerai?”“Benar, Bu. Sekarang Tina sudah sukses dan terkenal, pasti sangat membanggakan. Jason juga sepertinya masih mencintainya.”Wajah Olivia, terkejut. Lisa tampak sungguh-sungguh. Sebenarnya Olivia tahu seberapa besar cintanya Lisa pada Jason dan usahanya untuk meluluhkan putranya.Lima tahun lalu, Jason mengalami kecelakaan saat melakukan acara amal bersama anak-anak panti asuhan yang diadakan di salah satu pantai. Jason tenggelam setelah kapal yang ditungganginya diterpa ombak besar. Tim Sar hampir menyerah dan tak bisa menemukan keberadaannya.Lalu seorang gadis panti pantang menyerah mengaruhi ombak laut saat cuaca buruk. Jason pun berhasil diselamatkan. Jika saja gadis it
Lisa baru selesai membersihkan rumah. Pesan baru, masuk ke ponselnya. Wajah Lisa terlihat malas saat tahu yang mengirimnya pesan adalah Tina.“Lisa, kamu tahu. Tadi malam Jason begitu menggairahkan.”“Seharusnya kamu melihat bagaimana Jason memperlakukanku dengan baik.”Tina sengaja membuat Lisa marah dan cemburu, padahal tak ada yang terjadi di malam tersebut. Jason bahkan tak meliriknya dan tidur di atas sofa setelah menidurkan Tina di ranjang kamarnya.Namun, Lisa tidak marah dan sama sekali tak peduli. Rasa cemburunya Lisa pun sudah hilang.Pesan dari Tina belum selesai. “Kenapa kamu sangat tak tahu diri? Sejak awal Jason adalah milikku, tetapi kamu merebutnya dariku.”Lisa tak tahan dengan tuduhan tersebut. Ia pun membalas. “Merebut darimu? Kamu yang meninggalkan Jason. Ingat itu!”Tina masih terus membalas pesannya, tetapi Lisa mengabaikannya. Lisa menatap jam dinding, waktu masih panjang sebelum Jason pulang. Ia pun memutuskan membersihkan rumah sekali lagi, memilah perlengkapa
Lisa tiba di panti asuhan tempatnya dulu saat beranjak dewasa. Bibi Maria yang kini sudah tua menyambutnya dengan suka cita. Dia tak menyangka Lisa akan mengunjunginya.“Lisa, ini sangat tak terduga. Aku sungguh tak menyangka kamu akan datang menemuiku,” kata Maria lalu memeluk Lisa erat.“Aku sangat merindukanmu, Bibi.”Senyuman Lisa benar-benar tulus. Ia belum pernah merasa sebahagia saat ini. Maria pun membawanya masuk ke dalam panti dan memasak makanan kesukaan Lisa.Maria tak mengizinkan Lisa membantunya. Lisa pun memilih melihat anak-anak panti asuhan yang sedang bermain di taman. Senyumannya terus terukir.“Aku merasa hidup setelah terlahir kembali.”Keputusan Lisa untuk meninggalkan villa Jason adalah keputusan yang tepat. Lisa bisa mendengar tawa anak-anak panti asuhan yang begitu membahagiakan. Di sini dia merasa sangat dihargai.Lisa lantas berbaur dengan anak-anak panti asuhan, ikut bermain dan tertawa bersama mereka. Wajah ceria Lisa terlihat sangat berbeda. Dia merasa ta
Tina marah. Apa lagi Jason menyebut nama Lisa dan membandingkan dirinya dengan saudari tiri cacat itu. Dia bahkan menggertakan rahangnya, menunjukkan jika dirinya marah besar.“Apa yang kamu lakukan, Jason? Kenapa kamu masih menyebut nama wanita cacat itu?” kata Tina dengan suara tinggi. “Kamu tidak menghargaiku!” Tangan Tina lantas meraih kotak bekal yang dibawanya, lalu ditumpahkan di hadapan Jason. “Dulu kamu sangat suka masakanku dan selalu menghabiskannya tanpa sisa.”“Aku bisa menerimanya jika kamu lupa dengan rasa masakanku, tapi membandingkannya dengan Lisa,” geram Tina meluapkan kekesalannya. “Aku tidak bisa menerimanya!”Suara Tina memekik tinggi, hingga membuat telinga Jason berdenging. Jason tahu Tina terkadang emosional, tetapi saat ini dia pun tengah kesal. Akan tetapi Jason sadar, sudah melakukan kesalahan.“Maafkan aku,” ucap Jason datar, bahkan dia enggan melihat wajah Tina.“Tiba-tiba saja perutku menjadi kenyang dan tak berselera makan, jadi aku tak punya tenaga un
Lisa memberikan sebagian uang tabungannya untuk Maria sebelum meninggalkan panti asuhan. Kemudian ia memilih menyewa motel. Ia harus menghemat uangnya agar bisa cukup bertahan hidup selama 3 bulan. Ruangan yang tak terlalu besar, tetapi cukup untuknya bisa tinggal dalam kesendirian.Cuaca di kota ini mendung, padahal Lisa melihat ramalan cuaca pagi ini akan cerah. Lisa membuka jendela dan melihat orang-orang lalu lalang di trotoar bersiap untuk berangkat bekerja. Sepertinya Lisa tak bisa terus berdiam diri di sana tanpa melakukan apa pun.Untunglah Lisa sudah sarapan di panti asuhan sehingga tak perlu kelaparan hingga siang nanti. Saat Lisa berjalan-jalan di trotoar dekat taman bunga, ia melihat sebuah lowongan pekerjaan di restoran ayam goreng. Segera saja dia menghampiri dan menawarkan diri.“Apa kamu bisa mengendarai motor?” tanya pemilik restoran tersebut saat Lisa menawarkan diri. “Aku menerima layanan pesan antar, jadi pekerjaku harus bisa mengendarai motor untuk mengantar pesa
Tina terkejut saat pintu ruangan tersebut diketuk dan Nick langsung membukanya. Napas Tina seolah terhenti dan kedua bola matanya melotot. Jennifer dan Richard muncul dengan senyuman lebar.Bibirnya bergetar ingin mengucapkan sesuatu, tetapi lidahnya terasa kelu. Dia lantas menatap Nick dengan penuh tanya. Nick yang tak memahami suasana tersebut hanya tersenyum, mengira ekpresi terkejutnya Tina karena tak bahagia.“Mereka adalah orang baik yang memberimu pekerjaan.” Nick berkata dengan senang.“Tidak mungkin!” ucap Tina panik.Senyuman Jennifer terlihat puas dan penuh kemenangan. Dia melangkah maju dan menghampiri Tina, lalu duduk di kursi sebelahnya. “Hai, Tina. Lama kita tak berjumpa. Bagaimana kabarmu?” tanyanya mencibir.“Oh, apakah kalian saling mengenal?” tanya Nick antusias.“Diam kau!” geram Tina dengan napas memburu.Nick terkejut dengan reaksi Tina. Kemudian Tina meraih berkas di hadapannya, kontrak kerja yang baru saja ditandatangani. Dia memeriksa dengan cepat dan membaca
“Jennifer Molley dan Richard Carrey. Katanya Anda pasti mengenalnya.”Ryan terdiam sejenak mendengar jawaban dari telepon. Tak lama wajah penuh amarahnya memudar. Dia pun lantas tersenyum tipis.“Tempatkan mereka di ruang tunggu tamu dan layani dengan baik! Aku akan segera menemui mereka!” perintah Ryan dan langsung menutup sambungan teleponnya.Dia lantas menatap semua anak buahnya. Sontak saja mereka langsung menunduk tunduk dan takut padanya. Ryan bangkit dari duduknya seraya merapikan jas mewahnya.“Aku masih memberikan kalian toleransi! Tapi, ingat jangan ada kesalahan seperti ini lagi! Teruskan tugas kalian dan laporkan semua padaku. Mengerti!” “Dimengerti, Tuan!” sahut mereka dengan suara lantang dan kompak.Setelah mereka pergi Ryan memasuki kamar mandi, memastikan wajah dan penampilannya tetap terlihat penuh wibawa. Jennifer Molley adalah model yang dikhianati Tina, dia pasti datang untuk membuktikan ucapannya dan membalas dendam. Sementara Richard Carrey adalah pengusaha su
Lisa memasuki kamar Ryan, tetapi isinya sangat rapi. Tak ada yang mencurigakan di sana, hingga dia menghela napas berat.“Apa yang kamu pikirkan, Lisa? Kamu mencurigai Ryan, orang yang menolongmu dengan tulus,” katanya pada diri sendiri seolah menegur tindakannya adalah salah.Kemudian Lisa memutuskan untuk berbalik. Akan tetapi saat dia hendak melangkah, tatapannya tertuju pada tempat sampah di sudut ruangan. Banyak sekali gulungan kertas kusut.Rasa penasaran dan curiganya membuat Lisa menghampirinya. Dia mengambil beberapa kertas yang tampaknya diremas sebelum dibuang. Sangat kusut sekali saat Lisa mencoba membukanya.“Hanya data-data yang tak kumengerti,” gumamnya berat.Tatapan Lisa kembali tertuju pada tempat sampah tadi. Di paling bawah seperti sobekan kertas foto. Lisa menoleh sejenak ke arah pintu, cemas jika Ryan tiba-tiba saja pulang.Namun, tak ada tanda Ryan akan segera pulang. Dia pun mengambil sobekan kertas itu dan menyusunnya, seolah itu adalah kepingan puzzle. Kedua
Setelah Gabriel berpamitan, Lisa terlihat kebingungan. Tak mungkin Gabriel berbohong, tetapi kenapa Ryan berbohong. Rasanya kepalanya berdenyut keras memikirkan hal itu.“Nanti aku coba tanyakan pada Ryan.”Lisa hampir lupa jika tujuannya untuk ke toilet. Namun, hal tadi sangat mengganggunya. Dia pun membasuh wajahnya agar lebih tenang dan wajahnya sedikit lebih segar.Tidak mungkin juga Lisa menanyakan langsung tentang hal tersebut. Itu bisa membuat Ryan salah paham dan mengira dirinya masih memikirkan Jason. Kepala Lisa berdenyut lagi.Dia pun segera mengeringkan wajahnya dengan tisu. “Lupakan! Ibuku dan Sean pasti sudah menungguku,” ucapnya.Setelah mematikan penampilannya terlihat baik, Lisa langsung bergegas kembali. Benar saja, Nania dan Sean menunggunya. Lisa tersenyum tipis dengan raut wajah bersalah.“Hampir saja aku akan menyusulmu,” kata Nania saat Lisa duduk di sebelahnya. “Eskrimku juga hampir mencair karena menunggumu, Bu,” Sean berkata dengan raut wajah merajuk. “Maaf
Hari ini Lisa benar-benar menikmati harinya bersama Sean dan Nania. Mereka menikmati beberapa wahana permainan menyenangkan. Hidup Lisa kini terasa berwarna, seolah menemukan kebahagiaan yang sudah lama hilang.Nania bahkan tak sungkan merangkul dan menggenggam tangannya. Ketiganya seolah tak merasa lelah, apa lagi melihat tawa riang Sean yang selalu menggemaskan. Hingga akhirnya Nania menunjukkan rasa lelahnya.“Sepertinya aku sudah tua. Kita istirahat sebentar, ya,” pinta Nania dengan napas tersengal, tetapi senyumannya terus mengukir.Sean ingin protes, tetapi melihat wajah neneknya yang benar-benar kelelahan, dia pun akhirnya memutuskan untuk menurut. Kemudian Lisa menawarkan mereka untuk beristirahat di salah satu restoran. Mereka perlu minuman segar untuk mengurangi rasa lelah dan mengisi tenaga.“Kamu mau pesan apa, Sayang?” tanya Lisa seraya menunjukkan daftar menu pada Sean.“Eskrim ini sepertinya enak,” jawabnya menunjuk gambar eskrim yang menggugah seleranya.Lisa pun menga
Tim penyelam anak buahnya Ryan berhasil menemukan mobil Raymond berada jauh di dasar danau. Dengan bantuan alat berat berhasil diangkat. Betapa terkejutnya mereka saat menemukan kondisi tubuh Raymond yang sudah hampir tak bisa dikenali masih terikat di bangku mobil.Langsung saja mereka memberikan laporan pada Ryan. Tentu saja Ryan panik dan terkejut, bahkan kepalanya terasa berdenyut keras. Sesekali dia menatap ke arah pintu, memastikan Lisa tak menguping pembicaraan di telepon.“Apakah kalian bersama polisi?” tanyanya.“Tidak, Tuan. Kami menunggu perintahmu,” jawab anak buahnya.“Bagus. Jangan sampai polisi terlibat karena hanya akan memperkeruh suasana,” jawab Ryan diakhiri embusan napas lega. Dia memaksa akal dan pikirannya bekerja dengan keras untuk menemukan solusi.“Tuan. Sepertinya Raymond sengaja dibunuh. Sabuk keselamatannya tak bisa dibuka dan kemungkinan besar kuncinya terdapat lem. Tak ada yang hilang dari mobilnya, kecuali ponselnya,” kata anak buahnya lagi.Ryan menghel
Sean pun bersedia memaafkan Ryan. Kemudian mereka langsung pulang ke apartemen milik Ryan. Sebuah penthouse yang disiapkan untuk tinggal dengan Lisa dan Sean.Bahkan Ryan sudah mendekorasi kamar Sean dengan karakter kartun kesukaannya. Tentu saja Sean sangat menyukainya dan perlahan rasa marahnya menghilang.“Kamu suka dengan kamarmu?” tanya Ryan.“Tentu saja, Ayah. Ini sangat luar biasa,” jawab Sean antusias.Dia berjingkrak girang. Lisa yang melihat wajah ceria Sean, langsung tersenyum senang. Kebahagiaan Sean adalah segalanya untuknya.“Terima kasih, Ryan,” ucap Lisa tulus.“Sama-sama, Lisa,” balas Ryan langsung. “Biarkan Se
“Jangan cemas, Bibi! Aku pasti bisa mengatasi ini semua,” ucap Ryan meyakinkan. “Percayakan semuanya padaku!”Maria hanya menatapnya cemas. Namun, dia hanya mengangguk dan menepuk pundak Ryan seraya berkata. “Semoga saja kami masih tahu batasannya dan bisa menghargai semua ini, Nak. Aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu.”“Amin. Terima kasih, Bibi.” Ryan berkata tulus.Kemudian dia bangkit. “Aku akan menemui Lisa dan Sean, meminta maaf. Mereka pasti ketakutan karena ulahku tadi,” ucapnya dengan wajah sesal.Sementara telinga Lisa sudah lebih baik, tetapi tatapan cemas Nania dan Sean belum mereda. Melihat perhatian Nania, Lisa benar-benar tersentuh. Ibunya kembali seperti dulu, penuh cinta dengan tatapannya.
Ryan terkejut. Dia akhirnya sadar sudah membuat keributan karena rasa takutnya yang berlebihan. Wajahnya panik dan bingung.“Ryan, apa yang kamu lakukan?” Maria muncul dengan tatapan tak percaya.“Maaf, aku lepas kontrol,” ucap Ryan menyesali tindakannya.Kemudian Maria menoleh pada Lisa yang masih memegangi telinganya. Lisa mengeluarkan alat bantu dengarnya, berhadap bunyi dengungnya menghilang. Sedikit lebih baik.“Kamu tidak apa-apa, Sayang?” tanya Nania panik muncul di belakang tubuhnya.Lisa hanya mengangguk. Maria meminta Nania dan Sean untuk membawa Lisa ke dalam. Dia lantas menatap Ryan yang masih terdiam dengan raut wajah bersalah.“Ada apa denganmu, Ryan? Kenapa kamu menjadi arogan dan emosional?” tanya Maria dengan tatapan marah. Ryan menunduk. Bibirnya bergetar dan air mata penyesalannya mengalir deras. “Aku ... aku tak tahu, Bibi Maria. Tiba-tiba saja aku merasa sangat takut, hingga tak bisa mengendalikan diriku,” jawabnya jujur.Maria menoleh ke belakang. Lisa sudah tak