“Ah, itu pertanyaan yang bagus,” jawab Raymond sambil tertawa pelan, nadanya santai, tetapi mengintimidasi. “Kamu meninggalkanku setelah aku dipenjara. Bahkan kamu tak menengokku untuk melihat keadaanku,” katanya dengan nada menggereget.“Kamu dipenjara karena ulahmu dan aku salah satu korbanmu. Seharusnya aku ada di sana dan melaporkan perbuatanmu!” balas Tina memekik, tak mau disalahkan.Raymond tertawa keras di balik telepon. Dia seolah menyukai suara frustasinya Tina. “Mungkin aku hanya menikmati melihatmu jatuh lebih dalam, hancur di hadapanku. Bukankah itu hiburan yang menarik?”Tina meremas ponselnya erat-erat, matanya berkaca-kaca. “Kau sudah menghancurkan hidupku sekali. Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya lagi!”“Tapi, bukankah kamu yang menghancurkan hidupmu sendiri, Tina? Aku hanya kebetulan berada di sekitar untuk menikmati pertunjukan,” balas Raymond, suaranya semakin menyeramkan. “Dan percaya padaku, sayang ... aku akan selalu berada di sekitarmu.”Tina menoleh ke
Lisa hanya bisa terpaku, diam seribu bahasa. Satu sisi, dia merasa bersyukur Ryan begitu peduli dan memperhatikannya. Namun, sisi lainnya merasa terbebani. Lisa merasa dia bukanlah wanita yang pantas untuk Ryan.“Tak perlu buru-buru, Lisa. Aku tahu kamu butuh waktu,” ucap Ryan seolah mengerti kegelisahan hatinya saat ini. “Kau perlu kedamaian agar luka di hatimu sembuh.”Tatapan Ryan menunjukkan kesungguhan dan keseriusan ucapannya. Rasanya Lisa tak tega membuatnya kecewa setelah apa yang sudah diperbuat Ryan untuknya. Perlahan Lisa menyunggingkan senyuman tulus, tanpa paksaan.“Aku akan mencobanya, Ryan,” kata Lisa mempertahankan senyumannya.“Aku akan mencobanya, Ryan,” kata Lisa mempertahankan senyumannya.Kemudian Lisa melanjutkan kalimatnya dalam hati. "Tapi, aku tak bisa berjanji banyak, Ryan. Sebab waktuku tak banyak dan kamu layak mendapatkan wanita yang lebih baik. Maaf, jika di sisa waktuku justru membuatmu merasa terbebani.”Tentu saja Ryan langsung tersenyum lebar. Kemudia
“Lisa, kamu sudah sadar?” suara Ryan terdengar cemas. Akan tetapi, ada rasa lega yang tak bisa disembunyikan saat dia melihat kelopak mata Lisa bergerak perlahan. Lisa mengerjapkan matanya beberapa kali, merasakan silau cahaya yang menyentuh wajahnya. Pencahayaan yang begitu terang membuat indera penglihatannya harus menyesuaikan diri. Perlahan, dia memindai sekeliling, menyadari bahwa ini bukan rumahnya, bukan tempat yang biasa dia kenal. Lalu pandangannya tertuju pada sosok pria yang duduk di sampingnya. “Ryan? Di mana ini?” Suara Lisa serak dan cemas.“Kamu di rumah sakit, Lisa,” jawab Ryan, suaranya bergetar, tapi ada rona lega yang jelas terlihat di wajahnya. “Kamu pingsan setelah— setelah...” Ryan tampak bingung, seolah berusaha mencari kata-kata yang tak bisa keluar.“Rumah sakit?” Lisa terkejut. Tubuhnya refleks bergerak dan berusaha bangkit dari pembaringannya. Dia mencoba melawan rasa pusing yang menyerang.Namun Ryan segera meraih tubuhnya dengan lembut, menahannya denga
“Tidak, ini bukanlah hukuman. Mungkin, Tuhan ingin memberikan kamu kesempatan untuk merasakan hidup dan kali ini kamu akan dibutuhkan,” ucap Ryan meyakinkan Lisa. “Bukankah itu yang selama ini kamu inginkan, Lisa? Setelah anakmu lahir, dia pasti akan sangat membutuhanmu.”Lisa terdiam. Air matanya langsung mengalir deras. Ucapan Ryan begitu menyentuh hatinya.“Kamu harus kuat, Lisa dan lawan penyakitmu! Kamu tak boleh kalah! Sekarang ada yang jauh membutuhkanmu, yaitu anakmu!” Ryan terus memberikan dukungan penuh semangat.Perlahan Lisa mengangguk. Dia menerima semua ucapan dukungan dari Ryan. “Terima kasih, Ryan. Terima kasih banyak.”Ryan tersenyum lega. Dia menghapus air mata Lisa yang terus mengalir deras. Sungguh, dia merasa lega dan terharu.“Aku yang berterima kasih, kamu mau mendengarkanku, Lisa,” kata Ryan haru. Dia bahkan menangis haru. Kemudian Ryan menggenggam kedua tangan Lisa. “Kamu tak perlu cemas! Aku akan selalu ada untukmu dan aku akan menjadi orang terdepan untuk m
Persiapan untuk operasi pengangkatan sel kanker Lisa telah berjalan dengan lancar. Lisa menatap langit-langit ruangan dengan pandangan kosong, terperangkap dalam kecemasan yang tak bisa diungkapkan. Jantungnya berdebar kencang, dan pikirannya berputar-putar tak menentu.Ryan berdiri di sampingnya menggenggam tangan Lisa dengan lembut, berusaha memberikan ketenangan. “Kamu harus bisa berjuang, Lisa! Ini demi anak yang ada dalam kandunganmu,” ucap Ryan, mencoba menenangkan, meski sesungguhnya dia sendiri hampir tak bisa menenangkan diri. “Aku takut, Ryan... takut kalau aku tidak bisa melewati ini. Takut jika nantinya aku membahayakan anakku,” ungap Lisa menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya."Itu tidak akan terjadi, Lisa. Kamu harus bisa melalui semua ini ... demi dirimu, demi anakmu. Aku di sini, selalu di sini, untuk menemanimu."Ryan sadar, dia tak akan bisa mengatakan kalau semuanya demi dirinya. Walaupun Lisa sudah terbuka, tetapi hatinya belum terbuka untuknya. Lisa
Ryan segera berdiri dari kursinya saat pintu ruang operasi terbuka. Napasnya yang sejak tadi terasa sesak perlahan menjadi lebih ringan ketika melihat dokter keluar dengan langkah mantap. Wajah dokter yang terlihat tenang dan senyuman tersungging di balik masker yang baru saja dilepaskannya menjadi tanda baik yang selama ini dinantikan."Operasinya berjalan dengan lancar," jelas dokter dengan nada menenangkan. "Nyonya Lisa sudah melewati masa kritis. Kami akan segera memindahkannya ke ruang rawat."Ryan menghela napas panjang, dadanya terasa lebih lapang. Bibirnya mengucapkan syukur pada Tuhan, lalu menatap dokter di hadapannya."Terima kasih, Dokter," ucapnya dengan suara yang hampir bergetar. Matanya memancarkan rasa syukur yang mendalam. "Benar-benar terima kasih untuk semuanya."Dokter tersenyum hangat sebelum melanjutkan penjelasannya. "Namun, Anda perlu memperhatikan kemungkinan efek sampingnya. Pascaoperasi seperti ini, pasien kadang mengalami halusinasi sementara. Tapi Anda ti
Lisa pulih dengan cepat. Dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Ryan tetap setia menjaga dan menemaninya.Perhatian Ryan semakin terlihat jelas dan Lisa kini banyak tersenyum padanya. Bahkan kini Lisa tak sungkan meminta banyak tolong pada lelaki itu. Semua kebutuhan dan keperluan Lisa dipenuhi dengan baik.Beberapa hari, minggu, hingga bulan dilewatinya tanpa ada keluhan. Tak ada perselisihan atau perdebatan, mereka terlihat baik-baik saja. Namun, hal itu terasa sangat tak biasa.Lisa sangat berhati-hati menjaga hati Ryan agar tak menyakitinya. Tentu saja, Ryan merasakannya dan itu membuatnya terasa sesak. Justru membuat jelas, jika Lisa belum sepenuhnya terbuka.“Ryan!” panggil Lisa di saat malam hari, setelah Ryan pulan bekerja.“Ada apa, Lisa. Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Ryan penuh perhatian.Wanita itu menggeleng. Lisa lantas menepuk sofa di sebelahnya, isyarat agar Ryan mendekat. Dengan perutnya yang kini sudah membesar, Lisa pasti kesulitan untuk mendekat pada Ryan.Tentu s
Sean, nama bayi Lisa. Memiliki arti diberkati Tuhan, dengan harapan agar putranya selalu hidup penuh berkat. Ia tumbuh dengan penuh baik. Lisa merawatnya penuh kasih sayang, tentu saja Ryan selalu mensuport dan menjaga mereka dengan baik.Kehadiran Sean, bisa menepis rasa canggung Lisa. Sesuai janjinya, Sean menggunakan nama belakang Ryan. Tentu saja itu yang diinginkan Ryan, melalui anaknya Lisa, dia bisa lebih dekat.Hingga tak terasa Sean sudah berusia 5 tahun, mereka masih menetap di kota halaman Ryan. Sejujurnya Lisa mulai merindukan kota kelahirannya, hanya saja bingung mengungkapkannya. Untunglah Ryan adalah pria yang peka akan kegelisahan hati Lisa.“Ada apa, Lisa? Katakan saja jika kamu menginginkan sesuatu? Kenapa kamu selalu terlihat sungkan padaku?” tanya Ryan mendekati Lisa yang tengah menemani Sean bermain.“Tidak ada. Hanya, tiba-tiba saja aku merindukan Bibi Maria dan hangatnya suasana di panti asuhan. Sudah lama aku tak mendengar kabarnya. Apa lagi kita pergi tanpa be
Lisa hendak membuka mulutnya, tetapi Ryan menggeleng, isyarat dia belum selesai dengan ucapannya. Namun, Jason menyela. “Ryan, kamu tak perlu melakukan ini semua! Kamu berlebihan dan hanya akan membuat semua ini tak nyaman. Kita juga pernah membahas ini, bukan? Jangan membebani Lisa!”“Tidak, Jason! Justru aku harus melakukan ini semua. Kalian masih saling mencintai dan aku tak ingin terjebak dengan rasa bersalah di sisa hidupku.” Suara Ryan tegas tanpa keraguan.“Aku sadar, kalau kalian sebenarnya saling berkorban, menjaga hati agar orang yang kalian cintai tak terluka. Namun, itu tidak benar! Aku tak ingin terlihat egois, Jason. Lisa tak akan bahagia jika terus bersamaku. Di dalam hatinya Lisa hanya ada kamu ... Jason Abraham!” Ryan menambahkan dengan tegas dan penuh keyakinan. “Kamu tahu kebahagiaanku adalah me
Ryan terdiam dan termenung setelah Alexandra pergi. Tentu saja semua ucapan Alexandra memang benar. Beberapa ingatan mencuat seolah memberikan dukungan dengan semua ajakan Alexandra.Terutama tentang Lisa. Ryan menemukan sebuah obat yang merupakan alat kontrasepsi darurat. Saat itu dia berpikir Lisa memang belum siap untuk hamil atau memang karena mereka belum menikah.“Sepertinya itu alasan hatinya Lisa. Dia pasti masih belum melangkah maju dari Jason,” gumam Ryan mencoba menyimpulkan.Dulu, dirinya dirundung ambisi yang tinggi untuk mendapatkan Lisa. Apa lagi saat tahu jika Lisa yang selama ini dicintainya, ternyata disakiti oleh lelaki lain. Tujuan awalnya yang hanya ingin melindungi berubah menjadi ambisi.Semuanya berubah setelah melihat bagaimana Lisa m
“Biarkan dia masuk!”Ryan yang sudah berada di kantornya terlihat ragu dan bingung saat sekretarisnya mengatakan seorang wanita ingin bertemu dengannya. Wanita itu mengatakan ingin membahas tentang Lisa. Dia pun melihat rupa wanita itu dari CCTV, tetapi tak mengenalnya.“Mungkin itu teman masa kecil Lisa atau memang dulu mengenalnya?” gumam Ryan meyakinkan dirinya.Bukan tanpa alasan, sejak Lisa tinggal di panti asuhan, dia selalu terbuka padanya. Wajar saja jika Ryan mengenal siapa saja yang mengenal Lisa dengan baik. Seingatnya, Lisa tak banyak memiliki teman.“Silahkan masuk!” seru Ryan mendengar pintu ruangan kerjanya diketuk.Wanita cantik anggun dan berkelas melangkah tanpa ragu
“Bukan tentang Sean, tetapi tentang kamu.” Olivia menjawab dengan wajah serius.Lisa tampak terkejut dan bingung. Namun, dia tak punya pilihan untuk menolak mendengar penjelasan Olivia. Mereka berbincang sebentar di dalam mobil sesuai permintaan Olivia.“Sejujurnya ini semua berawal dari keegoisanku, Lisa. Seharusnya aku memperlakukanmu dengan baik dan lebih sering memberikan ucapan terima kasih,” kata Olivia memulai pembahasan berat.Olivia terdiam sejenak, menghirup napas dalam, mengingat pembahasan dengan Lisa akan sangat panjang. Lisa pun hanya diam dan menyimak. Dia memberikan kesempatan pada Olivia menjelaskan semua isi hatinya.Tak tahu apa intinya perbincangannya, yang jelas Lisa merasa was-was. Jantungnya terasa berdebar kencang, te
Tina ditemukan meninggal esok harinya. Dia bunuh diri menegak cairan pembersih toilet. Tak ada yang menangisi kematiannya.Mike, ayahnya bahkan merutuki perbuatan bodoh Tina. “Kenapa kamu menjadi lemah, Tina? Seharusnya kamu berpikir mencari cara agar bisa bebas.”“Sepertinya aku terlalu memanjakannya sehingga Tina tak bisa menjadi pintar.”Namun, Mike tetap berpura-pura merasa sedih dan menangis kencang saat polisi mengizinkan melihat jasad Tina untuk yang terakhir. Mike meminta agar kematian Tina diusut dan mencari penyebab bunuh dirinya, tetapi permintaannya tak dikabulkan. Padahal dia berpikir, mungkin saja bisa meringankan hukuman untuknya.“Tak ada keanehan pada Katrina Wilde. Dia pasti merasa tertekan dan putus asa karena semua kejaha
“Untuk apa kau menemuiku? Apa belum puas melihatku menderita?” Suara Tina sinis dan ketus. Wajahnya lemas dan penuh keputusasaan.Jenifer menuntut Tina menipu dan menapuasi kontrak. Tentu saja Jenifer bisa melakukannya sebab uang pembayaran untuk Tina sudah diterima. Dengan bukti yang tersiar secara langsung saat jumpa pers Tina, membuat tuntutan kuat dan tak terbantahkan.Tina juga terjerat tuntutan Nania, sebagai kaki tangan Mike pada kasus penipuan. Semuanya membuat Tina tak akan bisa lolos dari jerat hukum. Dia juga dibenci dan dihujat para penggemarnya.Nama Tina langsung meredup. Semua usahanya sia-sia dan dia kini sendirian dalam kesengsaraan. Nania pun memastikan Tina tak berada dalam gedung yang sama di penjara. Terakhir dari Ryan.Sesuai yang direnc
“Jasmine Walley pelakunya. Sekretarismu, Nania.”Nania sangat terkejut mendengar penjelasan Clark. Dia baru saja tiba di kantor polisi, tetapi Clark memilih menjelaskan semuanya. Clark berpikir, Nania harus bisa menenangkan dirinya dahulu sebelum menemui pelaku tersebut.“Berani sekali dia mengkhianatiku, Clark? Jasmine sudah bekerja padaku lebih dari 20 tahun dan aku sangat percaya padanya. Aku memberikan apapun yang dia mau, bahkan aku mengenal baik seluruh keluarganya,” kata Nania kecewa. “Bagiku, karyawanku sudah seperti keluarga. Kami mencari uang di tempat yang sama dan keluarga harus saling membantu.”Air mata Nania mengalir deras. Dia sungguh tak menyangka dengan pengkhianatan ini. Clark menepuk pundaknya, mencoba menenangkan dan memberikan dukungan.
“Dia cucuku, benarkan?” Christian menunjuk Sean dengan tatapan menuntut.Wajah Lisa semakin cemas dan kesal. Dia menatap pada mantan ayah mertuanya marah. Alex tak tinggal diam, dia menahan tubuh Christian yang hendak mengejar Sean.“Paman, kendalikan dirimu! Jangan membuat keributan di sini!” Suara Alex tegas dan lugas.Kemudian Alex menoleh pada Lisa dan memberinya isyarat untuk segera pergi. “Jangan hiraukan aku! Biarkan aku yang menangani ayahnya Jason!” ucapnya penuh pengertian.“Terima kasih, Alex! Aku menghargai bantuanmu,” kata Lisa tulus.Lisa langsung berbalik dan langsung menghampiri Ryan yang menggenggam tangan Sean. Mereka mengabaikan Christian yang berteriak
Ini bukan wewenangnya menjawab pertanyaan Sean, pikir Ryan. Dia lantas tersenyum mencoba memberikan ketenangan . Sean pasti akan terus merasa penasaran jika pertanyaannya tak mendapatkan jawaban yang tepat.“Bagaimana jika kamu memiliki dua ayah? Aku dan paman baik yang menjadi ayahmu ... jadi, kamu bisa memanggilku dan paman baik dengan sebutan ayah.” Ryan menjelaskan dengan lembut, menyembunyikan rasa cemasnya. Dia mencoba memberi pengertian dan mengalihkan rasa penasaran Sean.Melihat Sean yang tumbuh dengan baik, Ryan merasa tak rela jika dia ditinggalkan. Ryan ingin menjadi bagian dari hidup Sean dan juga Lisa, walaupun tahu jika yang pantas di posisi itu adalah Jason. Bukankah dia yang dulu merawatnya?Kali ini dia tak membenci Jason. Apalagi dengan semua perjuangan Jason Ryan hanya ingin Sea