“Lisa, kamu sudah sadar?” suara Ryan terdengar cemas. Akan tetapi, ada rasa lega yang tak bisa disembunyikan saat dia melihat kelopak mata Lisa bergerak perlahan. Lisa mengerjapkan matanya beberapa kali, merasakan silau cahaya yang menyentuh wajahnya. Pencahayaan yang begitu terang membuat indera penglihatannya harus menyesuaikan diri. Perlahan, dia memindai sekeliling, menyadari bahwa ini bukan rumahnya, bukan tempat yang biasa dia kenal. Lalu pandangannya tertuju pada sosok pria yang duduk di sampingnya. “Ryan? Di mana ini?” Suara Lisa serak dan cemas.“Kamu di rumah sakit, Lisa,” jawab Ryan, suaranya bergetar, tapi ada rona lega yang jelas terlihat di wajahnya. “Kamu pingsan setelah— setelah...” Ryan tampak bingung, seolah berusaha mencari kata-kata yang tak bisa keluar.“Rumah sakit?” Lisa terkejut. Tubuhnya refleks bergerak dan berusaha bangkit dari pembaringannya. Dia mencoba melawan rasa pusing yang menyerang.Namun Ryan segera meraih tubuhnya dengan lembut, menahannya denga
“Tidak, ini bukanlah hukuman. Mungkin, Tuhan ingin memberikan kamu kesempatan untuk merasakan hidup dan kali ini kamu akan dibutuhkan,” ucap Ryan meyakinkan Lisa. “Bukankah itu yang selama ini kamu inginkan, Lisa? Setelah anakmu lahir, dia pasti akan sangat membutuhanmu.”Lisa terdiam. Air matanya langsung mengalir deras. Ucapan Ryan begitu menyentuh hatinya.“Kamu harus kuat, Lisa dan lawan penyakitmu! Kamu tak boleh kalah! Sekarang ada yang jauh membutuhkanmu, yaitu anakmu!” Ryan terus memberikan dukungan penuh semangat.Perlahan Lisa mengangguk. Dia menerima semua ucapan dukungan dari Ryan. “Terima kasih, Ryan. Terima kasih banyak.”Ryan tersenyum lega. Dia menghapus air mata Lisa yang terus mengalir deras. Sungguh, dia merasa lega dan terharu.“Aku yang berterima kasih, kamu mau mendengarkanku, Lisa,” kata Ryan haru. Dia bahkan menangis haru. Kemudian Ryan menggenggam kedua tangan Lisa. “Kamu tak perlu cemas! Aku akan selalu ada untukmu dan aku akan menjadi orang terdepan untuk m
Persiapan untuk operasi pengangkatan sel kanker Lisa telah berjalan dengan lancar. Lisa menatap langit-langit ruangan dengan pandangan kosong, terperangkap dalam kecemasan yang tak bisa diungkapkan. Jantungnya berdebar kencang, dan pikirannya berputar-putar tak menentu.Ryan berdiri di sampingnya menggenggam tangan Lisa dengan lembut, berusaha memberikan ketenangan. “Kamu harus bisa berjuang, Lisa! Ini demi anak yang ada dalam kandunganmu,” ucap Ryan, mencoba menenangkan, meski sesungguhnya dia sendiri hampir tak bisa menenangkan diri. “Aku takut, Ryan... takut kalau aku tidak bisa melewati ini. Takut jika nantinya aku membahayakan anakku,” ungap Lisa menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya."Itu tidak akan terjadi, Lisa. Kamu harus bisa melalui semua ini ... demi dirimu, demi anakmu. Aku di sini, selalu di sini, untuk menemanimu."Ryan sadar, dia tak akan bisa mengatakan kalau semuanya demi dirinya. Walaupun Lisa sudah terbuka, tetapi hatinya belum terbuka untuknya. Lisa
Ryan segera berdiri dari kursinya saat pintu ruang operasi terbuka. Napasnya yang sejak tadi terasa sesak perlahan menjadi lebih ringan ketika melihat dokter keluar dengan langkah mantap. Wajah dokter yang terlihat tenang dan senyuman tersungging di balik masker yang baru saja dilepaskannya menjadi tanda baik yang selama ini dinantikan."Operasinya berjalan dengan lancar," jelas dokter dengan nada menenangkan. "Nyonya Lisa sudah melewati masa kritis. Kami akan segera memindahkannya ke ruang rawat."Ryan menghela napas panjang, dadanya terasa lebih lapang. Bibirnya mengucapkan syukur pada Tuhan, lalu menatap dokter di hadapannya."Terima kasih, Dokter," ucapnya dengan suara yang hampir bergetar. Matanya memancarkan rasa syukur yang mendalam. "Benar-benar terima kasih untuk semuanya."Dokter tersenyum hangat sebelum melanjutkan penjelasannya. "Namun, Anda perlu memperhatikan kemungkinan efek sampingnya. Pascaoperasi seperti ini, pasien kadang mengalami halusinasi sementara. Tapi Anda ti
Lisa pulih dengan cepat. Dia sudah diperbolehkan untuk pulang. Ryan tetap setia menjaga dan menemaninya.Perhatian Ryan semakin terlihat jelas dan Lisa kini banyak tersenyum padanya. Bahkan kini Lisa tak sungkan meminta banyak tolong pada lelaki itu. Semua kebutuhan dan keperluan Lisa dipenuhi dengan baik.Beberapa hari, minggu, hingga bulan dilewatinya tanpa ada keluhan. Tak ada perselisihan atau perdebatan, mereka terlihat baik-baik saja. Namun, hal itu terasa sangat tak biasa.Lisa sangat berhati-hati menjaga hati Ryan agar tak menyakitinya. Tentu saja, Ryan merasakannya dan itu membuatnya terasa sesak. Justru membuat jelas, jika Lisa belum sepenuhnya terbuka.“Ryan!” panggil Lisa di saat malam hari, setelah Ryan pulan bekerja.“Ada apa, Lisa. Kamu membutuhkan sesuatu?” tanya Ryan penuh perhatian.Wanita itu menggeleng. Lisa lantas menepuk sofa di sebelahnya, isyarat agar Ryan mendekat. Dengan perutnya yang kini sudah membesar, Lisa pasti kesulitan untuk mendekat pada Ryan.Tentu s
Sean, nama bayi Lisa. Memiliki arti diberkati Tuhan, dengan harapan agar putranya selalu hidup penuh berkat. Ia tumbuh dengan penuh baik. Lisa merawatnya penuh kasih sayang, tentu saja Ryan selalu mensuport dan menjaga mereka dengan baik.Kehadiran Sean, bisa menepis rasa canggung Lisa. Sesuai janjinya, Sean menggunakan nama belakang Ryan. Tentu saja itu yang diinginkan Ryan, melalui anaknya Lisa, dia bisa lebih dekat.Hingga tak terasa Sean sudah berusia 5 tahun, mereka masih menetap di kota halaman Ryan. Sejujurnya Lisa mulai merindukan kota kelahirannya, hanya saja bingung mengungkapkannya. Untunglah Ryan adalah pria yang peka akan kegelisahan hati Lisa.“Ada apa, Lisa? Katakan saja jika kamu menginginkan sesuatu? Kenapa kamu selalu terlihat sungkan padaku?” tanya Ryan mendekati Lisa yang tengah menemani Sean bermain.“Tidak ada. Hanya, tiba-tiba saja aku merindukan Bibi Maria dan hangatnya suasana di panti asuhan. Sudah lama aku tak mendengar kabarnya. Apa lagi kita pergi tanpa be
Lisa terdiam. Sean memang benar-benar mewarisi wajah Jason, bahkan sifatnya pun. Bentuk wajah, hidung, alis, hingga warna rambutnya, semuanya sama dengan Jason. Hanya iris matanya yang memiliki kesamaan dengan Lisa. Sifatnya pun juga, Sean memiliki jiwa pemberani, pintar dan tegas seperti Jason, tetapi kepribadian yang lembut seperti Lisa. Hal itu yang membuat Lisa semakin tak berdaya.Setiap melihat Sean, dia pasti akan teringat dengan Jason. Bibirnya bergetar, bingung menjawab pertanyaan putranya, tetapi Sean harus diberikan pengertian dan jawaban yang memuaskan. Tatapan putranya menuntut tanya.“Temanku Nick, wajahnya sama dengan ayah dan ibunya. Aku tak tahu harus bagaimana, Bu,” ucap Sean mengungkapkan isi hatinya.Hati Lisa teriris. Ia tak tega melihat air mata Sean. Kemudian Lisa tersenyum, mencoba membangun kekuatan dalam dirinya dan memberikan dukungan pada putranya. Dia tak boleh terlihat rapuh dan ragu di hadapan putranya.“Sayang, dengarkan Ibu!” kata Lisa seraya menyapu
“Aku menerimamu, Ryan,” ucap Lisa pelan sekali.Ryan tersenyum. Kemudian dia kembali mencium bibir Lisa seolah takut dia akan berubah pikiran. Hati Lisa menolak, tetapi dia sungguh tak ingin membuat Ryan kecewa.Lisa hanya mengikuti permainan Ryan. Mengizinkannya mencium dan melumat bibirnya hingga puas, termasuk memasrahkan tubuhnya. Dia pun membalas ciuman itu, beberapa kali, hingga Ryan semakin bernafsu.Bibir Ryan mulai menjelajah ke tubuh Lisa menciumnya penuh gairah. Lisa tetap mengizinkannya untuk saat ini. Tentu saja, Ryan tak akan menyia-nyiakannya dan membawa tubuh Lisa ke atas ranjang megahnya.Hujan turun dan langsung deras seolah mendukung suasana menjadi semakin menggairahkan. Akan tetapi saat keduanya hendak menyatu, hal tak terduga menghentikan semangat Ryan. Suara ponselnya terus berdering hingga beberapa kali.“Ryan, ponsenya terus berbunyi,” ucap Lisa mencoba mempertahankan kesadarannya. “Masih banyak waktu, kamu bisa melakukannya di lain waktu,” katanya lagi.Lelak
“Bukan tentang Sean, tetapi tentang kamu.” Olivia menjawab dengan wajah serius.Lisa tampak terkejut dan bingung. Namun, dia tak punya pilihan untuk menolak mendengar penjelasan Olivia. Mereka berbincang sebentar di dalam mobil sesuai permintaan Olivia.“Sejujurnya ini semua berawal dari keegoisanku, Lisa. Seharusnya aku memperlakukanmu dengan baik dan lebih sering memberikan ucapan terima kasih,” kata Olivia memulai pembahasan berat.Olivia terdiam sejenak, menghirup napas dalam, mengingat pembahasan dengan Lisa akan sangat panjang. Lisa pun hanya diam dan menyimak. Dia memberikan kesempatan pada Olivia menjelaskan semua isi hatinya.Tak tahu apa intinya perbincangannya, yang jelas Lisa merasa was-was. Jantungnya terasa berdebar kencang, te
Tina ditemukan meninggal esok harinya. Dia bunuh diri menegak cairan pembersih toilet. Tak ada yang menangisi kematiannya.Mike, ayahnya bahkan merutuki perbuatan bodoh Tina. “Kenapa kamu menjadi lemah, Tina? Seharusnya kamu berpikir mencari cara agar bisa bebas.”“Sepertinya aku terlalu memanjakannya sehingga Tina tak bisa menjadi pintar.”Namun, Mike tetap berpura-pura merasa sedih dan menangis kencang saat polisi mengizinkan melihat jasad Tina untuk yang terakhir. Mike meminta agar kematian Tina diusut dan mencari penyebab bunuh dirinya, tetapi permintaannya tak dikabulkan. Padahal dia berpikir, mungkin saja bisa meringankan hukuman untuknya.“Tak ada keanehan pada Katrina Wilde. Dia pasti merasa tertekan dan putus asa karena semua kejaha
“Untuk apa kau menemuiku? Apa belum puas melihatku menderita?” Suara Tina sinis dan ketus. Wajahnya lemas dan penuh keputusasaan.Jenifer menuntut Tina menipu dan menapuasi kontrak. Tentu saja Jenifer bisa melakukannya sebab uang pembayaran untuk Tina sudah diterima. Dengan bukti yang tersiar secara langsung saat jumpa pers Tina, membuat tuntutan kuat dan tak terbantahkan.Tina juga terjerat tuntutan Nania, sebagai kaki tangan Mike pada kasus penipuan. Semuanya membuat Tina tak akan bisa lolos dari jerat hukum. Dia juga dibenci dan dihujat para penggemarnya.Nama Tina langsung meredup. Semua usahanya sia-sia dan dia kini sendirian dalam kesengsaraan. Nania pun memastikan Tina tak berada dalam gedung yang sama di penjara. Terakhir dari Ryan.Sesuai yang direnc
“Jasmine Walley pelakunya. Sekretarismu, Nania.”Nania sangat terkejut mendengar penjelasan Clark. Dia baru saja tiba di kantor polisi, tetapi Clark memilih menjelaskan semuanya. Clark berpikir, Nania harus bisa menenangkan dirinya dahulu sebelum menemui pelaku tersebut.“Berani sekali dia mengkhianatiku, Clark? Jasmine sudah bekerja padaku lebih dari 20 tahun dan aku sangat percaya padanya. Aku memberikan apapun yang dia mau, bahkan aku mengenal baik seluruh keluarganya,” kata Nania kecewa. “Bagiku, karyawanku sudah seperti keluarga. Kami mencari uang di tempat yang sama dan keluarga harus saling membantu.”Air mata Nania mengalir deras. Dia sungguh tak menyangka dengan pengkhianatan ini. Clark menepuk pundaknya, mencoba menenangkan dan memberikan dukungan.
“Dia cucuku, benarkan?” Christian menunjuk Sean dengan tatapan menuntut.Wajah Lisa semakin cemas dan kesal. Dia menatap pada mantan ayah mertuanya marah. Alex tak tinggal diam, dia menahan tubuh Christian yang hendak mengejar Sean.“Paman, kendalikan dirimu! Jangan membuat keributan di sini!” Suara Alex tegas dan lugas.Kemudian Alex menoleh pada Lisa dan memberinya isyarat untuk segera pergi. “Jangan hiraukan aku! Biarkan aku yang menangani ayahnya Jason!” ucapnya penuh pengertian.“Terima kasih, Alex! Aku menghargai bantuanmu,” kata Lisa tulus.Lisa langsung berbalik dan langsung menghampiri Ryan yang menggenggam tangan Sean. Mereka mengabaikan Christian yang berteriak
Ini bukan wewenangnya menjawab pertanyaan Sean, pikir Ryan. Dia lantas tersenyum mencoba memberikan ketenangan . Sean pasti akan terus merasa penasaran jika pertanyaannya tak mendapatkan jawaban yang tepat.“Bagaimana jika kamu memiliki dua ayah? Aku dan paman baik yang menjadi ayahmu ... jadi, kamu bisa memanggilku dan paman baik dengan sebutan ayah.” Ryan menjelaskan dengan lembut, menyembunyikan rasa cemasnya. Dia mencoba memberi pengertian dan mengalihkan rasa penasaran Sean.Melihat Sean yang tumbuh dengan baik, Ryan merasa tak rela jika dia ditinggalkan. Ryan ingin menjadi bagian dari hidup Sean dan juga Lisa, walaupun tahu jika yang pantas di posisi itu adalah Jason. Bukankah dia yang dulu merawatnya?Kali ini dia tak membenci Jason. Apalagi dengan semua perjuangan Jason Ryan hanya ingin Sea
“Nania, kamu juga harus memeriksa kondisi tubuhmu! Kamu juga mendapatkan pukulan dari para penculik itu.” Clark memberi nasehat pada Nania.“Aku baik-baik saja, Clark. Tak perlu mencemaskanku,” jawab Nania dengan senyuman yang dipaksakan.Tentu saja Clark tak akan membiarkannya. Dia melirik pada Ryan yang sejak tadi terdiam. Ryan pun mengerti arti lirikan Clark.“Tuan Carber benar, Bu,” ucap Ryan mendukung Clark. “Jangan sampai kamu jatuh sakit. Aku dan yang lain pasti paham kalau kamu cemas dengan keadaan Jason,” tambahnya.Kemudian Ryan meminta Sean untuk turun dari pangkuan Nania. “Kemari, Nak. Biarkan nenekmu memeriksakan kesehatannya. Kamu bisa menunggu denganku,” bujuknya.“Baik, Ayah!” sahut Sean tanpa berani menolak.Nania pun lantas menurut. Dia mengikuti Clark yang mengantarnya menuju poli umum untuk memeriksakan tubuhnya. Sejak tadi, dia menahan semua rasa sakit pada seluruh tubuhnya.Dia berpikir, rasa sakit diterima Jason lebih besar, jadi Nania bisa menahannya. Namun uca
“Benar, Lisa. Paman baik yang dimaksud Sean adalah Jason.” Ryan menjawab dengan penuh keyakinan.Lisa terkejut dan langsung berdiri menghadap Ryan. Dia memberikan tatapan penuh tanya. Kemudian Ryan meminta Lisa untuk menjauh dari sana.“Aku akan menjelaskan semuanya, tetapi tak di sini,” kata Ryan seraya melirik Sean.Tentu saja mereka tak ingin melibatkan Sean. Dia terlalu kecil untuk memahami permasalahan orang dewasa. Nania dan Clark mengangguk setuju, sedangkan Alex tersenyum memberikan dukungan. Lisa pun menurut dan mengikuti Ryan yang pergi ke luar rumah sakit.“Kamu tahu semua ini dan sengaja membiarkan Jason menemui Sean?” tanya Lisa langsung setelah berada di luar rumah sakit dengan nada kesal.Lisa mengatur napasnya agar tak terbawa amarah. "Beritahu aku apa yang kamu rencanakan dan jangan ada yang ditutupi!" tegas Lisa dengan nada penuh penekanan.“Kamu benar. Aku tahu dan sengaja. Tetapi aku harus melakukannya agar tak merasa bersalah pada Jason.” Ryan menjawab dengan juju
Tubuh Jason semakin lemas, tetapi dia masih bisa bertahan mempertahankan Sean. Para penculik itu terus memukuli tubuhnya yang memeluk Sean. Jason melindunginya agar tak terkena pukulan.Pukulan mereka terhenti saat mendengar suara sirine. Dalam keadaan panik, mereka langsung berlari berniat melarikan diri. Akan tetapi, semuanya terlambat.Polisi dan mobil keamanan anak buahnya Clark an juga perusahaan Nania datang. Sinyal darurat yang dinyalakan Nania membuat mereka lebih cepat bergerak dan polisi datang lebih cepat berkat laporan Jason.“Paman, kamu baik-baik saja?” Sean bertanya merasakan dekapan Jason melemah.“Aku baik-baik saja, Nak. Akhirnya semuanya berakhir dan kamu selamat,” jawab Jason dengan suara lemas. “Terima kasih sudah bertahan, anakku.”Jason seolah tak sadar dengan apa yang diucapkannya. Dia langsung tak sadarkan diri saat Sean mencerna kalimat terakhirnya. Sontak saja Sean berteriak panik dan cemas dengan air mata yang mengalir deras.“Paman, bangun!” Sementara par